"Kamu!"Tarna tiba-tiba emosi hingga akhirnya menyerang jantungnya sendiri. Tiba-tiba saja, Tarna menyemburkan banyak darah. Kemudian, dia jatuh pingsan dan akhirnya mati.Surya terkejut untuk sesaat. Astaga, Tarna mati karena kemarahannya sendiri?Tarna memang suka marah-marah.Yarno terkejut. Kemudian, dia buru-buru maju ke depan dan memeluk jasad Tarna sambil terus berteriak, "Guru! Guru!"Sayangnya, Tarna sudah tidak bisa lagi menjawab panggilan tersebut.Pada saat ini, Iko si Pria Gila, Aldi, para kultivator Kota Andes dan tokoh-tokoh besar di dunia bisnis tampak pucat dan ketakutan.Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan Surya selanjutnya dan apa yang ingin dilakukan oleh Surya.Bisa dikatakan jika hidup mereka semua tergantung pada kehendak Surya. Selama Surya mengangkat tangannya, mereka semua pasti akan mati. Tidak ada seorang pun yang berani meragukan fakta ini.Terutama Iko si Pria Gila dan Aldi.Awalnya, Aldi adalah musuh yang hendak dibereskan oleh Surya. Namun, setelah
Surya mendengus dingin, lalu berkata, "Bagaimana aku mengurusmu akan tergantung pada keinginan Gian. Berdoalah untuk nasibmu sendiri."Setelah mengatakan ini, Surya menghampiri Yarno, lalu bertanya, "Apa kamu mau mengikutiku?""Maaf, aku harus berduka untuk kematian guruku," jawab Yarno menggelengkan kepala.Surya menghela napas, lalu berbalik dan pergi.Yarno memiliki karakter yang cukup baik, jauh lebih baik dari gurunya. Selain itu, dia juga memiliki bakat dalam seni bela diri, membuat Surya ingin mengajarinya mengembangkan bakatnya. Namun, Yarno jelas tidak ingin mengikuti Surya, jadi baru menolak dengan tegas.Tentu saja Surya tidak akan memaksanya. Jadi, dia akan membiarkan Yarno pergi.Setelah Surya pergi, Yarno membawa mayat gurunya, berjalan menuju aula, lalu berkata, "Semuanya, silakan pergi. Taman Jirana akan ditutup selama tiga tahun mulai hari ini. Mohon jangan ada yang mengganggu."Ketika semua orang mendengar ini, mereka semua bergegas pergi.Aldi kembali ke rumah dengan
Gian memeluk Surya erat-erat, tak mampu menahan tangisnya.Surya menepuk punggung Gian sambil berkata, "Sudahlah. Kamu adalah pria yang tangguh, kenapa menangis sampai seperti ini? Ayo kita kembali dulu baru berbincang-bincang.""Ya." Gian mengangguk. Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, lalu kembali ke hotel tempat Surya menginap.Mereka bertiga duduk di sofa. Surya memberi tahu Gian tentang situasinya. Sementara itu, Lukas merasa ketakutan dan gelisah mendengar semua ini.Setelah Surya selesai bicara, Gian menggertakkan giginya, lalu berkata, "Aku nggak akan bisa membalas kebaikan Bos. Nyawaku ini adalah milik Bos. Kapan pun kamu menginginkannya, aku akan mengembalikannya padamu, Bos.""Apa yang kamu katakan? Hidup dengan baik lebih baik dari apa pun. Jangan lupa, kamu masih punya adik yang harus diurus," kata Surya.Gian mengangguk dengan mantap. Mereka sudah pernah melewati hidup dan mati bersama, jadi tidak perlu mengatakan kata-kata sungkan seperti itu lagi.Saat ini, Surya berta
Surya tersenyum, lalu berujar, "Oke, ini juga sudah waktunya aku kembali. Urusan di sini akan kuserahkan pada Lukas.""Oke."Setelah itu, mereka berdua berdiskusi sebentar dengan Lukas sebelum Lukas mulai menangani semuanya. Surya dan Gian membeli sejumlah uang kertas, memberi penghormatan pada orang tua Gian, kemudian pergi ke Kota Juwana....Keesokan paginya, keduanya tiba di Kota Juwana, lalu langsung menuju ke Universitas Pelita.Gian sedang duduk di dalam mobil sambil berkata dengan ekspresi sedih di wajahnya, "Bagaimana aku harus memberi tahu hal ini pada adikku? Dia nggak akan pernah bisa menerima pukulan seperti itu."Surya pun menghela napas. Tidak ada orang yang bisa menerima kabar tentang kematian orang tua mereka secara tiba-tiba, jangankan lagi karena mereka dibunuh.Mengingat Reina masih berada di tahun ketiga kuliahnya, Surya mengerutkan kening, lalu berkata, "Mungkin lebih baik kita merahasiakannya dulu untuk saat ini. Kita tunggu sampai dia lulus dari perguruan tinggi
"Tentu saja boleh," jawab Gian sambil tersenyum.Reina segera menelepon teman sekamarnya sebelum bertanya, "Kak, Ayah dan Ibu baik-baik saja, 'kan? Aku mencoba menelepon mereka baru-baru ini, tapi mereka nggak jawab."Kilat kesedihan melintas di mata Gian, tapi dengan cepat ditutupi oleh senyuman."Akhir-akhir ini Kakak sibuk dengan pekerjaan konstruksi dan menghasilkan cukup banyak uang. Kakak pun menyuruh mereka untuk bepergian ke luar negeri. Wajar kalau mereka susah dihubungi," kata Gian.Reina langsung tertawa, lalu berkata, "Kakak, kamu benar-benar hebat. Tunggu sampai aku bisa menghasilkan uang, keluarga kita bisa bepergian bersama. Aku yang akan bayar.""Oke, oke." Gian menyentuh kepala adiknya dengan penuh kasih.Saat keduanya sedang mengobrol, tiga gadis berjalan keluar dari gerbang kampus.Ketiga gadis itu semuanya memiliki postur yang baik, juga berpenampilan menarik. Mereka memancarkan aura muda penuh keceriaan.Namun, karena kulitnya yang sangat putih, Reina tampak lebih
"Empat Harimau Ganas?" Betran tertawa, lalu berkata, "Kenapa aku belum pernah mendengarnya?""Haha." Pria bertato itu berkata sambil tersenyum menghina, "Kamu bisa bertanya di sekitar sini, siapa yang nggak tahu tentang kami? Cepat menyingkirlah dari sini."Wajah Betran menjadi muram. Dia menyentuh cangkir teh dengan tangan kanannya.Dengan sedikit suara dentingan, cangkir teh itu pecah menjadi dua sebelum jatuh ke atas meja.Pria bertato itu langsung tercengang. Tiga orang lainnya juga merasa terkejut. Mereka menatap Betran dengan tatapan tidak percaya.Betran mendengus dingin, lalu bertanya, "Masih belum pergi juga?"Keempat orang itu gemetaran. Mereka segera bangkit, lalu kabur dengan ketakutan.Saat ini, Betran kembali duduk di meja Surya. Reina bertanya dengan heran, "Apa yang kamu lakukan?"Karena tadi Betran membelakangi mereka, Reina dan yang lainnya tidak tahu apa yang terjadi.Betran terkekeh sambil berkata, "Memberi nasihat yang baik. Mereka ternyata mau mendengarkan juga."
Tak lama kemudian, mobil sampai di lantai bawah Konsorsium Pelita. Surya dan Betran langsung masuk, lalu naik lift menuju kantor Linda.Kali ini adalah pertama kalinya Betran berada di sini. Dia melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu.Ketika mereka sampai di depan pintu, sekretaris segera mempersilakan Surya dan Betran untuk masuk.Mereka melihat Linda duduk di belakang meja dengan dokumen-dokumen yang menumpuk di depannya seperti gunung. Wanita itu sedang memeriksa dokumen-dokumen itu satu per satu.Melihat Surya dan Betran tiba, Linda bangkit, lalu ketiga orang itu duduk di sofa. Sekretaris membawakan teh untuk mereka sebelum keluar sembari menutup pintu."Apa yang terjadi?" tanya Surya.Linda mengerutkan kening sambil berkata, "Ada masalah dengan sumbangan 200 miliar itu.""Ada masalah apa?" tanya Surya.Linda menjelaskan, "Bukankah kamu bilang uang 200 miliar yang diambil kembali dari Rio akan disumbangkan atas nama perusahaan?""Ya.""Aku mengirim dua orang untuk memeriksa daer
Surya mengerutkan kening, lalu bertanya, "Kalian nggak melapor ke polisi?""Sudah melapor." Josef menggelengkan kepala sambil melanjutkan, "Setelah polisi datang, orang-orang itu melarikan diri. Polisi hanya mengatakan akan menyelidiki hal ini, lalu mereka pergi."Betran terkekeh, lalu berkata, "Tempat ini rumit juga.""Apa maksudmu?" tanya Surya.Betran terkekeh sebelum menjelaskan, "Bukannya ini sudah jelas? Pemerintah daerah setempat sudah berkolusi dengan preman setempat. Kemungkinan uang 100 miliar itu sudah terbuang percuma."Surya berkata dengan tenang, "Nggak sembarangan orang bisa mencuri uangku.""Aku sangat percaya dengan kata-katamu, tapi apa yang akan kita lakukan?" tanya Betran dengan penuh semangat.Surya merenung sejenak sebelum perlahan berkata, "Kita akan pergi ke kota besok untuk bicara dengan penanggung jawab di sini. Kita perlu mengetahui bagaimana sikapnya. Omong-omong, kalian nggak mencari tahu siapa orang yang memukul kalian?""Kami sudah bertanya. Tapi semua or