Polisi? Mengapa orang yang bertugas melayani negara bisa berada di depan apartemennya? Apalagi mereka menyebutkan nama Edgar. Anna tertegun sejenak karena kedatangan mereka. "Edgar Dominic adalah suami saya. Memangnya ada apa?"Apakah Edgar terlibat hal berbahaya sehingga polisi datang mencarinya? Tapi, Edgar tidak mungkin melakukan hal itu. Jika Edgar benar-benar melakukannya pun, dia pasti akan melakukannya tanpa meninggalkan jejak. "Tolong panggilkan suami Anda, kami ingin bertemu.""T-tunggu sebentar!" Dengan perasaan kalut, Anna meninggalkan kedua polisi itu sebentar untuk memanggil Edgar. Dia memasuki ruangan kerja di mana suaminya berada. "Ed ...," lirih Anna, "ada polisi yang mencarimu. Bisakah kau ke luar sebentar?""Polisi?" Edgar menaikkan satu alisnya ke atas. Anna tahu jika Edgar bingung karena Anna pun merasakan hal yang sama. "Iya, mereka ada di depan apartemen kita."Mengatakan itu, Anna dan Edgar berjalan beriringan menemui polisi yang mencari Edgar. Entah apa ya
Anna mengira jika Edgar hanya bertemu Venna saja dan tanpa terjadi hal seperti pelecehan. Pertemuannya dengan Venna sudah sangat membuat Edgar syok, tapi ternyata wanita itu juga melakukan hal tidak senonoh kepada suaminya. "Tapi Pak, Edgar bukan orang yang membunuh Venna!" kukuh Anna."Tenanglah, Nona. Suami Anda memang salah satu tersangka, tapi dia bisa bebas dari tuduhan jika memiliki alibi yang kuat." Polisi itu mengetuk-ngetuk meja berulang kali seperti sebuah kebiasaan. "Edgar Dominic, ada di mana kau saat pukul dua pagi?"Tampaknya Venna dibunuh pukul dua pagi, waktu yang nyaman untuk tidur dan mengurung diri di dalam selimut. Namun, pada waktu itu Edgar dan Anna tengah bergumul di ranjang. "Saya ada di apartemen bersama istri saya." Edgar mengatakannya tanpa ragu. Sekarang tinggal Anna yang menyetujui alibinya agar polisi bisa segera melepas tuduhan Edgar. Wajah Anna memanas ketika pikirannya tiba-tiba mengingat kejadian semalam. Meskipun Edgar di bawah pengaruh alkohol da
Malam pun tiba, baik Anna maupun Edgar sama-sama tengah menikmati waktu sebelum tidurnya dengan menonton televisi. Ditemani teh hangat dan beberapa camilan, mereka menyaksikan acara komedi yang sedang ramai dibicarakan. Anna mengambil remot di atas meja dan memindahkan saluran televisi ke saluran berita. 'Pelaku pembunuhan wanita paruh baya telah menyerahkan diri. Kini, polisi sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelaku sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam penjara. Pelaku mengakui-' "Sepertinya ini berita mengenai Venna. Syukurlah karena pelakunya menyerahkan diri." Perasaan Anna lega setelah melihat berita tersebut. Itu artinya Edgar dan Kevin tidak melakukan kejahatan. "Tapi aku kasihan pada pria itu. Jika dugaanku benar, sepertinya pria itu korban dari pelecehan Venna dan dia membunuh Venna adalah untuk membela diri. Bagaimana menurutmu, Ed?" Itu hanya spekulasi Anna. Karena Venna seorang kriminal yang sedikit tidak waras, dia pasti tidak takut untuk melakukan kejahatan unt
Anna menerima buku catatan dari Wendy, dia tersenyum puas ketika melihat isi buku itu penuh dengan materi kuliah yang Anna lewatkan kemarin. "Terima kasih. Ternyata kau sangat pandai merangkum materi-materi penting, ya?" Ternyata Wendy bukan hanya sombong dan pandai berbohong, namun wanita itu juga memiliki otak yang lumayan pintar. Selain memberikan buku catatan, Wendy bahkan menyelesaikan tugas yang seharusnya dikerjakan Anna dengan baik. "Sudah 'kan? Kalau begitu aku akan pergi!" Tanpa menunggu jawaban Anna, Wendy langsung pergi sambil mengibaskan rambutnya ke udara. "Lihatlah gayanya," gumam Anna ketika punggung Wendy semakin menjauh. Keputusan Anna untuk memanfaatkan Wendy ternyata adalah keputusan bagus. Anna berpikir, jika dia tidak masuk kuliah, dia bisa menyuruh Wendy menggantikannya untuk masuk dan mengikuti materi yang diajarkan. Namun, pikiran itu segera ditepis oleh Anna. "Ey! Kau tidak boleh begitu, Anna. Wendy juga harus mengikuti materi kuliahnya sendiri."
Anna terkekeh, dia tiba-tiba mengingat betapa canggungnya dia dengan Edgar saat kencan pertama. Waktu itu Edgar yang lebih banyak berbicara, pria itu bahkan melakukan hal yang tidak terduga dengan mencium Anna di tempat umum. Perlahan Anna mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia baru saja berjalan beberapa langkah dengan Grace, namun tiba-tiba kepalanya terasa pusing seperti ada sesuatu yang menghantam kepalanya dengan keras. Tubuhnya terhuyung-huyung, jika tangannya tidak berpegangan pada tiang di sampingnya, mungkin Anna akan jatuh karena kehilangan keseimbangan. "Ada apa denganmu? Kau terlihat pucat sekali," tanya Grace. "Kepalaku tiba-tiba jadi pusing. Aku juga lemas."Padahal tadi Anna baik-baik saja, namun dia sekarang tiba-tiba berubah menjadi lemas tak berdaya. Entah apa yang terjadi, yang jelas dia butuh istirahat. Anna berjalan dengan dibantu Grace, dia dipapah secara perlahan-lahan hingga sampai di bangku panjang yang ada di taman kampus. "Kurasa kita harus memberitahu
"By the way, bukankah kita ada jadwal kuliah pagi? Tapi karena kondisimu sedang tidak baik, kau bisa membolos kuliah. Sedangkan aku ... haruskah aku ikut membolos? Aku akan di sini, menunggumu di rumah sakit.""Tidak! Kau harus masuk kuliah, Grace. Ah, maksudnya kita berdua akan masuk kuliah hari ini."Karena Anna sudah mengetahui penyebab sakitnya, dia berpikir untuk tidak melewatkan materi kuliah lagi. Lagi pula, dia hanya hamil muda dan bukannya mengidap penyakit mematikan. Dia hanya perlu berhati-hati dan menghindari kegiatan yang bisa membuatnya lelah karena bisa membahayakan janin.Perlahan Anna turun dari ranjang pasien, dia dan Grace pergi dari rumah sakit setelah membayar tagihan pemeriksaan dengan uang yang ada di dompet."Anna, kurasa kita terlambat."Anna dan Grace berdiri di depan pintu kelas. Di balik pintu itu, seorang dosen yang terkenal kejam tengah mengajarkan materi kepada para mahasiswa. Dosen itu tidak memiliki rasa ampun
Edgar merapikan meja kerjanya. Seharian ini dia sibuk mengajar beberapa materi yang sempat terlewat kemarin. Perkerjaannya di perusahaan juga sedang banyak, dia kewalahan karena harus mengerjakan dua profesi sekaligus. "Sepertinya aku harus memikirkan tawaran Ayah," gumam Edgar. Sejujurnya Edgar ditawarkan sesuatu yang menarik oleh ayahnya. Pria paruh baya itu menyuruh Edgar untuk menggantikan posisinya sebagai CEO perusahaan. Ya, posisi Edgar di perusahaan adalah sebagai direktur yang bekerja secara diam-diam dan tanpa diketahui identitasnya. Direktur bayangan. Namun, jika Edgar menerima jabatan CEO yang selama ini diisi oleh ayahnya maka dia harus berhenti menjadi seorang dosen di kampusnya mengajar sekarang dan identitasnya akan terungkap ke publik.Edgar meninggalkan ruangan kerjanya, dia berjalan menuju tempat parkir dan menunggu kedatangan istri tercintanya pulang dari kuliah. Namun, tiga puluh menit berlalu pun Anna belum terlihat sama sekali. "Maaf, Profesor, apakah Anda me
Anna terkekeh. "A-apa maksudmu? Aku tidak menyembunyikan apa pun."Bodohnya Anna, dia mengatakan itu sembari masih menyembunyikan tangannya ke balakang. Edgar yang tak bisa dibodohi pun sontak meraih paksa tangan Anna hingga benda yang ada di genggaman Anna berpindah ke tangannya. "Test pack?" Edgar menatap test pack, lalu beralih menatap Anna. "Kau hamil?""Iya, aku hamil."Tepat setelah Anna menjawab, Edgar membawa Anna ke dalam pelukannya. Dia sungguh sangat bahagia mengingat dirinya akan menjadi seorang ayah nantinya. Pernikahannya dengan Anna baru berjalan sekitar empat bulan dan Edgar sangat bersyukur karena Tuhan memberinya keturunan secepat itu. "Terima kasih, Anna. Aku sangat bahagia.""Hn. Tadinya aku akan memberimu kejutan yang luar biasa, tapi kau sudah mengetahuinya duluan." Anna menghela napas panjang. Kejutannya gagal total bahkan sebelum kejutan itu dibuat sedemikian rupa. "Ah, maaf. Apa seharusnya aku tidak mengetahuinya sekarang?" ucap Edgar. Edgar bukan orang ya