Malam pun tiba, baik Anna maupun Edgar sama-sama tengah menikmati waktu sebelum tidurnya dengan menonton televisi. Ditemani teh hangat dan beberapa camilan, mereka menyaksikan acara komedi yang sedang ramai dibicarakan. Anna mengambil remot di atas meja dan memindahkan saluran televisi ke saluran berita. 'Pelaku pembunuhan wanita paruh baya telah menyerahkan diri. Kini, polisi sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelaku sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam penjara. Pelaku mengakui-' "Sepertinya ini berita mengenai Venna. Syukurlah karena pelakunya menyerahkan diri." Perasaan Anna lega setelah melihat berita tersebut. Itu artinya Edgar dan Kevin tidak melakukan kejahatan. "Tapi aku kasihan pada pria itu. Jika dugaanku benar, sepertinya pria itu korban dari pelecehan Venna dan dia membunuh Venna adalah untuk membela diri. Bagaimana menurutmu, Ed?" Itu hanya spekulasi Anna. Karena Venna seorang kriminal yang sedikit tidak waras, dia pasti tidak takut untuk melakukan kejahatan unt
Anna menerima buku catatan dari Wendy, dia tersenyum puas ketika melihat isi buku itu penuh dengan materi kuliah yang Anna lewatkan kemarin. "Terima kasih. Ternyata kau sangat pandai merangkum materi-materi penting, ya?" Ternyata Wendy bukan hanya sombong dan pandai berbohong, namun wanita itu juga memiliki otak yang lumayan pintar. Selain memberikan buku catatan, Wendy bahkan menyelesaikan tugas yang seharusnya dikerjakan Anna dengan baik. "Sudah 'kan? Kalau begitu aku akan pergi!" Tanpa menunggu jawaban Anna, Wendy langsung pergi sambil mengibaskan rambutnya ke udara. "Lihatlah gayanya," gumam Anna ketika punggung Wendy semakin menjauh. Keputusan Anna untuk memanfaatkan Wendy ternyata adalah keputusan bagus. Anna berpikir, jika dia tidak masuk kuliah, dia bisa menyuruh Wendy menggantikannya untuk masuk dan mengikuti materi yang diajarkan. Namun, pikiran itu segera ditepis oleh Anna. "Ey! Kau tidak boleh begitu, Anna. Wendy juga harus mengikuti materi kuliahnya sendiri."
Anna terkekeh, dia tiba-tiba mengingat betapa canggungnya dia dengan Edgar saat kencan pertama. Waktu itu Edgar yang lebih banyak berbicara, pria itu bahkan melakukan hal yang tidak terduga dengan mencium Anna di tempat umum. Perlahan Anna mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia baru saja berjalan beberapa langkah dengan Grace, namun tiba-tiba kepalanya terasa pusing seperti ada sesuatu yang menghantam kepalanya dengan keras. Tubuhnya terhuyung-huyung, jika tangannya tidak berpegangan pada tiang di sampingnya, mungkin Anna akan jatuh karena kehilangan keseimbangan. "Ada apa denganmu? Kau terlihat pucat sekali," tanya Grace. "Kepalaku tiba-tiba jadi pusing. Aku juga lemas."Padahal tadi Anna baik-baik saja, namun dia sekarang tiba-tiba berubah menjadi lemas tak berdaya. Entah apa yang terjadi, yang jelas dia butuh istirahat. Anna berjalan dengan dibantu Grace, dia dipapah secara perlahan-lahan hingga sampai di bangku panjang yang ada di taman kampus. "Kurasa kita harus memberitahu
"By the way, bukankah kita ada jadwal kuliah pagi? Tapi karena kondisimu sedang tidak baik, kau bisa membolos kuliah. Sedangkan aku ... haruskah aku ikut membolos? Aku akan di sini, menunggumu di rumah sakit.""Tidak! Kau harus masuk kuliah, Grace. Ah, maksudnya kita berdua akan masuk kuliah hari ini."Karena Anna sudah mengetahui penyebab sakitnya, dia berpikir untuk tidak melewatkan materi kuliah lagi. Lagi pula, dia hanya hamil muda dan bukannya mengidap penyakit mematikan. Dia hanya perlu berhati-hati dan menghindari kegiatan yang bisa membuatnya lelah karena bisa membahayakan janin.Perlahan Anna turun dari ranjang pasien, dia dan Grace pergi dari rumah sakit setelah membayar tagihan pemeriksaan dengan uang yang ada di dompet."Anna, kurasa kita terlambat."Anna dan Grace berdiri di depan pintu kelas. Di balik pintu itu, seorang dosen yang terkenal kejam tengah mengajarkan materi kepada para mahasiswa. Dosen itu tidak memiliki rasa ampun
Edgar merapikan meja kerjanya. Seharian ini dia sibuk mengajar beberapa materi yang sempat terlewat kemarin. Perkerjaannya di perusahaan juga sedang banyak, dia kewalahan karena harus mengerjakan dua profesi sekaligus. "Sepertinya aku harus memikirkan tawaran Ayah," gumam Edgar. Sejujurnya Edgar ditawarkan sesuatu yang menarik oleh ayahnya. Pria paruh baya itu menyuruh Edgar untuk menggantikan posisinya sebagai CEO perusahaan. Ya, posisi Edgar di perusahaan adalah sebagai direktur yang bekerja secara diam-diam dan tanpa diketahui identitasnya. Direktur bayangan. Namun, jika Edgar menerima jabatan CEO yang selama ini diisi oleh ayahnya maka dia harus berhenti menjadi seorang dosen di kampusnya mengajar sekarang dan identitasnya akan terungkap ke publik.Edgar meninggalkan ruangan kerjanya, dia berjalan menuju tempat parkir dan menunggu kedatangan istri tercintanya pulang dari kuliah. Namun, tiga puluh menit berlalu pun Anna belum terlihat sama sekali. "Maaf, Profesor, apakah Anda me
Anna terkekeh. "A-apa maksudmu? Aku tidak menyembunyikan apa pun."Bodohnya Anna, dia mengatakan itu sembari masih menyembunyikan tangannya ke balakang. Edgar yang tak bisa dibodohi pun sontak meraih paksa tangan Anna hingga benda yang ada di genggaman Anna berpindah ke tangannya. "Test pack?" Edgar menatap test pack, lalu beralih menatap Anna. "Kau hamil?""Iya, aku hamil."Tepat setelah Anna menjawab, Edgar membawa Anna ke dalam pelukannya. Dia sungguh sangat bahagia mengingat dirinya akan menjadi seorang ayah nantinya. Pernikahannya dengan Anna baru berjalan sekitar empat bulan dan Edgar sangat bersyukur karena Tuhan memberinya keturunan secepat itu. "Terima kasih, Anna. Aku sangat bahagia.""Hn. Tadinya aku akan memberimu kejutan yang luar biasa, tapi kau sudah mengetahuinya duluan." Anna menghela napas panjang. Kejutannya gagal total bahkan sebelum kejutan itu dibuat sedemikian rupa. "Ah, maaf. Apa seharusnya aku tidak mengetahuinya sekarang?" ucap Edgar. Edgar bukan orang ya
"Ed, ada apa?" tanya Anna ketika melihat Edgar terburu-buru pergi ke kamar mandi. Sudah tiga minggu sejak Anna dikabarkan hamil, kini usia kandungannya adalah enam minggu. Anna tampak baik-baik saja selama kehamilan pertamanya, hanya Edgar yang bermasalah.Edgar mencuci mulutnya dengan air di wastafel, lalu keluar dari kamar mandi. "Dua hari ini perutku tidak enak," ucap Edgar seraya duduk di samping Anna. "Kau muntah lagi?" Ya. Kemarin pagi Edgar mual-mual dan sekarang pun begitu. Entah apa yang terjadi padanya, namun ini pertama kalinya dia merasakan perutnya sangat aneh. "Ini masih pagi, tapi tenagaku seperti terkuras habis," lirih Edgar. Wajahnya sedikit pucat setelah kembalinya dari kamar mandi. "Bagaimana kalau kita memanggil Dokter Bryan? Sepertinya kau harus diperiksa, Ed.""Tidak sekarang, Anna. Aku hampir terlambat pergi ke kampus. Hari ini ada rapat rutin para dosen, aku harus segera berangkat ke sana." Edgar tidak bisa menunda pekerjaannya hanya karena mual-mual. Dia
Anna terkekeh ketika mengingat penjelasan Dokter Bryan mengenai sindrom couvade yang dialami Edgar. Dia berpikir, apakah Edgar sangat mengkhawatirkan kehamilannya sehingga mengalami sindrom tersebut? Sungguh samgat tidak bisa dipercaya. "Kau kenapa?" tanya Grace seraya mengangkat satu alisnya ke atas, dia heran karena mendapati temannya yang terkekeh-kekeh sendiri. "Aku sedang menertawakan Edgar. Suamiku itu mengalami morning sickness menggantikanku." "Begitu rupanya. Aku memang pernah mendengar bahwa seorang suami pun bisa mengalami morning sickness saat istrinya sedang hamil, tapi aku tidak pernah berpikir kalau Profesor Edgar akan mengalaminya." Siapa sangka jika seorang dosen yang terkenal dingin itu bisa mengalami morning sickness? Grace bahkan tidak bisa membayangkannya. "Ya. Morning sickness adalah bagian dari sindrom couvade. Katanya Edgar mengalami itu karena terlalu khawatir dengan kehamilanku dan karena dia akan menjadi ayah." "Sindrom kofad atau apalah itu, tapi