Apa kau menyukai angin??
Angin yang berhembus dengan lembut...
-----
#Viona_Arkaila
Aku duduk di kelas dengan masih menunduk, aku mencoba mengalihkan perhatian sambil membaca buku, tetapi tetap saja aku merasakan tatapan membunuh dari mereka-para penggemar Evan-bisa langsung menghujam punggungku. Sejak Evan mendorongku agar masuk kelas tadi pagi, tatapan mereka tidak berubah, tolong! Aku bisa lihat mata mereka seakan-akan ingin lepas dari tempatnya.
Aku melihat beberapa murid perempuan berjalan ke arahku, masih dengan tatapan yang mengintimidasi, aduh apa mereka akan mem-bully-ku? Apa mereka mau menjambakku? Mencabik-cabikku? Seperti di sinetron-sinetron, begitu? Ah, mana mungkin mereka akan mempraktekkan pem-bully-an seperti itu kepadaku?
Jantungku sudah nggak karuan rasanya, peluh menetes dari keningku, mereka mau apa?
"Viona." kata seorang siswi yang berdiri paling depan sambil melihatku datar, siswi bertubuh tinggi dengan dandanan aduhai seperti akan ke kondangan, berkuncir dua. Apa dia badut nyasar? Wtf, sekarang dia berada paling dekat jaraknya denganku, matanya menyorotkan sinar-x, wtf lagi, pokoknya sudah seperti ingin makan orang deh.
Aku hanya melihatnya saja, rasanya punggungku sudah basah dengan keringat dingin, sial aku jadi gemetar.
"Lo, pacaran sama Evan?" Dia bertanya dengan sedikit penasaran. Mampus! Aku harus jawab apa.
"Itu...gue, anu..." aku hanya bisa tergagap tidak tahu ingin bicara apa, aku menggaruk berapa kali leher belakangku yang sebenernya tidak gatal sama sekali -_-.
"Gimana ceritanya? Kok bisa?" Kini yang di belakangnya, siswi yang memakai pita-pita di rambutnya yang bertanya padaku.
Aku mulai berpikir, apa mereka rombongan sirkus?
"Itu, sebenernya..."
Aku masih tidak mau membuka mulut, tidak, tidak akan, hanya melihat mereka saja, rasanya aku seperti diintrogasi, apa aku melakukan kejahatan?! Astaga inilah yang aku takutkan jika pacaran dengan Evan, fans gilanya itu yang bahkan mereka tidak tahu siapa sebenarnya Evan, pasti akan bertanya-tanya, gosip sana, gosip sini. Mau ditaruh di mana mukaku.
Mulai hari ini...hidupku tidak akan tenang, terima kasih kepada Evan.
"Jadi lo beneran pacaran sama Evan?"
"Kok lo dari tadi cuma anu, itu, anu, itu.. Lo beneran pacarnya Evan?" Yaampun, apa mereka sungguhan ingin mem-bully aku? Kalau aku menjawab iya, sepertinya bisa bonyok aku, kalau aku menjawab tidak... aku berbohong, kalau ketahuan aku bohong, bisa semakin bonyok nanti. Argghh aku haru apa?!
"Kalau...Iya-"
"Astaga!! Lo beneran pacarnya Evan!"
"Enggak bohong kan lo!"
"Gimana ceritanya?!"
Aku belum selesai bicara tahu, kenapa mereka jadi heboh sendiri? Astaga, apa mereka mulai gila? Atau mereka kesel pada aku?
"Kenapa?" Tanyaku polos, sontak mereka menatapku lagi, kini mata mereka mirip dengan mata puppy tetanggaku yang minta sedang merayu makan.
"Kenapa nggak bilang langsung sih. Kenapa jawabnya di belit-belit? Astaga Evan punya pacar?!" Heboh 1.
"Sejak kapan, kok bisa?" Heboh 2.
"Gimana ceritanya? Ceritain dong." Heboh 3.
Lagi-lagi aku hanya diam saja, memasang cengiran tidak jelas, melihat mereka malah asik fangirling. Rasanya aku seperti selebritis yang di tanya-tanya reporter soal klarifikasi hubungan mereka. Apa aku mimpi sekarang? Jelas tidak, secara aku memang 'pacaran' dengan seleb sekolah.
"Soalnya..."
------
Jam pelajaran sudah di mulai sejak beberapa waktu lalu, tetapi aku masih merasakan perasaan tidak enak dari belakang punggungku.
Aku menoleh kebelakang, kenapa mereka masih menatapku seperti itu? Aku salah apa sih? Bukankah aku sudah menjawab semua pertanyaan mereka?
Aku kembali menghadap papan tulis, berusaha fokus dengan pelajaran. Ah, tapi sepertinya tidak bisa, tatapan mereka terlalu jelas untuk aku hindari. Aku tidak mengerti kenapa, tetapi mereka tidak membullyku seperti yang aku bayangkan sebelum-sebelumnya. Mereka hanya menatapku tanpa henti. Bahkan itu lebih mengganggu dari pada langsung membullyku.
'Ting'
Aku melirik ponselku yang kuletakkan di dalam laci meja. Ada sebuah pesan dari nomor tidak dikenal. Siapa orang ini?
Aku diam-diam membuka pesan itu dan membacanya:
[+62 85367xxxx
Hey ... makan siang nanti aku tunggu di kantin, oke. Jangan berani kabur.]
Aku mendesah pelan. Ternyata dari dia, aku tidak tahu bagaimana dia sudah mendapat nomor ponselku. Aku masih tidak mengerti jalan pikiran seorang murid teladan yang tidak sungguhan teladan. Aku kembali menyimpan ponselku tanpa membalas pesannya. Aku memilih untuk fokus saja dengan pelajaran ini.
Angin yang berhembus tidak akan berhenti sebelum waktunya....Dan kau tahu itu...-----------------Aku duduk di bawah pohon sambil memakan bekal yang kubawa dari rumah, kesal rasanya gara-gara mereka aku jadi malas makan di kantin, tentu aja aku mengabaikan pesan Evan. Akan ada lebih banyak orang yang mendatangiku nanti, bertanya ini dan itu, yang ada aku tidak jadi makan, malah meet and great dengan fans-nya Evan si menyebalkan.Pleetakk!!Tiba-tiba kepalaku di lempar sesuatu, kerikil.Siapa yang berani lemparku seenaknya? Tidak tahu apa, aku sedang makan? Mengganggu saja, aku memegangi kepalaku sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa? Tidak ada orang."Kenapa makan di sini? Enggak tahu letak kantin ya? Tidak bisa baca juga sih sepertinya." Suara sindiran menyebalkan ini. Dia.Aku menoleh ke belakang pohon, Evan. Dia memasang wajah datar sambil berjalan ke arahku. Mau apa Dia? Marah denganku? Kenapa? Salahkan saja fans gila nya, bukan aku.Aku memasan
Dua hari Setelah kejadian itu, rasanya aku masih badmood sekali dan senantiasa cemberut. Di kelas, rasanya semua orang terus aja melihat ke arahku tetapi tidak ada yang berani menegur atau bertanya-tanya kepadaku. Yah, terserahlah, beruntung juga tidak ada yang bertanya-tanya, karena aku sedang dalam mode super Badmood. Bawaannya ingin maarah-marah saja.[one message]Tiba-tiba ponselku bergetar pertanda ada sms, dengan malas aku membuka pesan yang rupanya dari Evan,[From: pacar psikoBisa temenin gue ke suatu tempat?]Pertanyaan aneh, ngapain dia mengajakku? Buat apa? Tidak tahu atau tidak peka sih, kalau aku sedang marah padanya?![To: pacar psikoKemana?][From: pacar psikoYes or, no? ]Maksa ya? Ah bodo lah aku sedang malas berdebat dengannya.Akhirnya aku memilih tidur sampai jam terakhir di sekolah lantaran tidak ada satu pun guru yang masuk ke kelas, entah guru-guru pada ke mana dan aku malas sekali untuk mencari tahu.Saat aku seda
Refleks tanganku rupanya gesit juga, itu kan salah dia suruh siapa bicara sembarangan begitu, apa-apaan sih! Kan sebel lagi jadinya.Dia melihat ke arahku terkejut, lantaran aku baru saja menimpuknya dengan buku catatan mini yang selalu kubawa ke mana-mana, maklumi saja kareena aku sedikit pelupa jadi suka membawa buku catatan kemana-mana."Kok lo nimpuk gue sih Vi, bukannya di jawab juga." Protesnya sambil memegangi bagian wajahnya yang terkena pukulan buku catatan."Itu kan salah lo! Suruh siapa pakai deklarasiin hubungan sepihak gitu?""Memang kenapa?" tanya nya masih memegangi wajahnya yang terlihat merah karena sakit."Ya, kan. Kita cuma bohongan, lagian kan... kita cuma terikat kejadian nyebelin itu." aku cemberut mengingat kejadian waktu itu, awal yang tidak bisa dikata baik."Tapi gue mau serius Vi, nggak tahu kapan dan kenapa tapi gue nyaman sama lo Vi." dia meraih jemariku dan menggenggamnya lembut.BlushWajahku rasanya kembali panas, apa ada kompo
Sejak aku bertemu Evan, rasanya hari-hariku semakin menegangkan dan banyak sekali hal yang terjadi dalam waktu singkat, dan aku tidak tahu apa-apa soal Evan. Entah kenapa aku menjadi kepikiran dengan kata-kata siswi itu, kalau hanya main-main... kenapa Evan bilang dia ingin serius denganku? Apa itu bohong, ya? Tapi...tatapan mata dan ucapannya, meyakinkan sekali.Aku sendirian duduk di taman terbengkalai di belakang sekolah, sekolah sudah sepi sejak tadi, waktu pulang sekolah pun sudah lewat 1-2 jam lalu. Di sini hanya ada aku yang sedang merenung."Hei..kenapa melamun?" Aku tersentak, rasanya bulu kudukku meremang saat aku merasakan embusan napas hangat dari arah belakang di telinga kiriku, ditambah suara yang sudah sangat kukenal ini. Aku menoleh patah-patah ke arah kiri dan melihat Evan menempatkan wajahnya tepat di sebelahku, wajahnya begitu dekat sampai aku sulit menelan salivaku sendiri. Astaga, berada di jarak sedekat ini dengannya rasanya jantungku ingin melompat kelua
Meski aku membencinya... Aku percaya... badai pasti berlalu...-----Malam ini, adalah kencan resmi pertama mereka,Viona memutuskan untuk percaya pada Evan, mencoba melupakan masa lalu pahitnya dengan para cowok, dia memutuskan bahwa Evan tidak seperti cowok lain. Tidak akan. Semoga saja.Seharian Viona sibuk memilih pakaian mana yang akan dia pakai nanti malam, memilih look make up seperti apa yang cocok dan bagaimana caranya melakukan kencan. Jujur saja Viona tidak begitu mengerti tentang kencan, terima kasih kepada mantan pacar yang tidak baik.Tepat jam 4 sore Viona akhirnya selesai memilih pakaian dan juga make up, dia susah payah menyiapkan semua ini, semoga saja kencan pertamanya dengan Evan berjalan dengan baik. Tepat pukul tujuh malam, Evan menjemputnya.Evan hanya terdiam menatap penampilan Viona malam ini, sampai-sampai membuat Viona salah tingkah.
Evan sedang mendrible bola sendirian di lapangan, berusaha menenangkan pikirannya. Setelah beberapa kali mendrible dia kemudian melemparkan bola itu ke ring dan masuk dengan mulus.Jam pelajaran sudah selesai sekitar 10 menit lalu. Biasanya, Evan akan cepat-cepat ke kelas Viona untuk mengantar gadis itu pulang. Namun, hari ini Viona mengatakan ada acara bersama teman-temannya, jadi Evan menghabiskan waktunya sendirian bermain basket di lapangan sedangkan semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing.Setelah beberapa kali memasukan bola ke dalam ring dan mendrible ke sana ke mari, akhirnya Evan menjatuhkan tubuhnya di tengah lapangan, berbaring telentang menatap langit yang mulai bersemburat orange, hari sudah semakin sore.Perlahan Evan mengarahkan tangannya ke atas, berusaha menutupi cahaya matahari senja dari wajahnya, Tiba-tiba sebuah siluet berdiri di hadapannya, menlongok ke bawah melihat Evan yang menyipitkan matanya untuk meliha
#VIONA_ARKAILAPagi ini di sekolah ada piket umum, semua murid wajib membersihkan seluruh halaman sekolah, dan aku mendapat bagian membersihkan halaman belakang, saat aku sampai di sana, tepat di belakang kelas XI-2 IPA aku melihat ada seseorang merokok dengan santainya, dan kalian akan kaget sama sepertiku jika kalian tahu siapa orang yang merokok tersebut, seorang murid teladan yang selalu dipuji guru, terkenal cerdas dan kaku, Evan Stefandre.Ternyata dia adalah anak bandel juga, aku masih terdiam melihatnya hingga kotak sampah yang kubawa tidak sengaja terjatuh dan dia sontak menoleh ke arahku. Sial aku mulai kelabakan dan salah tingkah, mau kabur tetapi aku sudah tertangkap basah melihat apa yang dia lakan, sial tamat riwayatku."Lo..." katanya berjalan ke arahku, seketika itu juga aku ingin lari rasanya, tetapi sialnya kakiku lemas tidak mau bergerak, dan aku hanya menunduk saja,"Gue, enggak lihat apa-apa kok... gue mau ke kelas duluan, ya." Aku be
-Evan_Stefandre-Senja, hah, senja yang bagus dengan warna jingga di langit memancarkan kehangatan. Ah, aku jadi teringat kejadian tadi di sekolah, entah kenapa aku terus mengingat kejadian itu. Viona, gadis manis yang polos dan keras kepala, tetapi, enapa aku menciumnya, ya? Bahkan aku mendapat dua hadiah manis dari dia, benar-benar gadis unik, rasanya aku ingin terus menyentuhnya, tetapi menyebalkannya dia tahu rahasiaku, itu nggak bisa dibiarkan, dan cara yang terpikir oleh otakku adalah menciumnya, karena aku merasa bersalah jadi aku membuat dia jadi pacarku, ah apa itu salah, lagi pula aku suka saat dia sedang marah, itu terlihat lebih manis.Sepertinya aku akan gila sekarang, jika kamu berpikir aku adalah mesum seperti yang di katakan gadis manis itu, rasanya itu terlalu berlebihan. Aku hanya sedikit tidak lebih.Tanpa sadar aku terkekeh sendiri, memegang bibirku pelan, manis... sangat manis juga hangat, rasanya aku ketagihan untuk merasakan lagi. Tidak kusan