Angin yang berhembus tidak akan berhenti sebelum waktunya....
Dan kau tahu itu...-----------------Aku duduk di bawah pohon sambil memakan bekal yang kubawa dari rumah, kesal rasanya gara-gara mereka aku jadi malas makan di kantin, tentu aja aku mengabaikan pesan Evan. Akan ada lebih banyak orang yang mendatangiku nanti, bertanya ini dan itu, yang ada aku tidak jadi makan, malah meet and great dengan fans-nya Evan si menyebalkan.Pleetakk!!Tiba-tiba kepalaku di lempar sesuatu, kerikil.Siapa yang berani lemparku seenaknya? Tidak tahu apa, aku sedang makan? Mengganggu saja, aku memegangi kepalaku sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa? Tidak ada orang."Kenapa makan di sini? Enggak tahu letak kantin ya? Tidak bisa baca juga sih sepertinya." Suara sindiran menyebalkan ini. Dia.Aku menoleh ke belakang pohon, Evan. Dia memasang wajah datar sambil berjalan ke arahku. Mau apa Dia? Marah denganku? Kenapa? Salahkan saja fans gila nya, bukan aku.Aku memasang wajah sebal, melihatnya sambil memegang sumpitku kuat. Awas berani macam-macam akan kucolok matanya."Lo enggak tahu di mana kantin atau udah lupa sama pesan gue tadi? Lo tahu ini di mana, kan?" Katanya berjongkok di depanku."Tahu kok, kantin di mana. Dan ini di taman, terus kenapa? Memang ada larangannya 'Di larang makan di taman'? Enggak ada, kan. Jadi terserah gue dong." kataku sebal, kenapa dia ada di mana-mana sih, mirip seperti hantu."Ck, bawel. Siapa yang suruh lo makan di sini? Bikin susah aja." dia membuang muka sebentar lalu tersenyum remeh ke arahku, bikin susah? Apaan maksudnya?"Maksud lo?""Iya, lo Bikin susah aja. Ditungguin di kantin, malah makan di sini sendirian, siapa yang suruh lo seenaknya gitu." dia mengomel sambil menatapku. Tuhan, kenapa dia begitu menyebalkan?!"Siapa yang suruh? Ya jelas nggak ada lah, kemauan gue sendiri, hidup, hidup gue." kataku santai."Oh ya? Lo lupa masih jadi tawanan gue?" Sekarang cengiran mengejek muncul di wajahnya, tawanan?! Sial pacaran itu, belenggu tidak terlihat, eugh! Menyebalkan!"Itu...""Nah, ingat? Jadi enggak ada ceritanya sesuka hati lo, kenapa lo nggak makan di kantin? Lo harus punya alasan bagus." dia mendekatkan kepalanya ke arahku, tunggu dulu dia mau apa?! Jangan bilang dia... sial, aku tidak mau dia menciumku lagi, aku refleks menjauhkan wajahku dan siap akan menamparnya, tetapi tanganku di tahan."Mau ngapain?""Gue yang harusnya nanya... lo mau ngapain?!" Pekikku tertahan."Menurut lo??"Kenapa dia malah balik bertanya! Jadi terlihat semakin menyebalkan."Nggak usah berbelit-belit, deh..." kataku, wajahku tiba-tiba terasa panas, kenapa nih."Mikir apa lo? Mukanya sampe kayak tomat busuk gitu?" Apaan tomat busuk?! Apa wajahku beneran memerah sekarang? Apa iya? Tolong! Kenapa aku malah blushing?!!"Nggak mikir apa-apa kok." aku membuang muka karena malu sedangkan dia asik terkekeh. Aneh, apa aku terlihat lucu di matanya? Wtf, soal itu. "Dasar, pikiran lo kayaknya harus di cleaning, deh..." katanya sambil menoyor kepalaku."Jadi, jelasin kenapa lo maka di sini?""Penting banget, ya?" kataku masih memutuskan untuk melanjutkan makanku yang tertunda."Nggak mau kasih tahu? Atau lo harus gue cium dulu?" Apaan? Mengancam seperti itu, kenapa ada sih mahluk seperti dia?"Apa? Nggak gitu juga kali, jangan seenaknya ya cium orang sembarangan!" Aku menunjuk-nunjuk wajahnya."Cepet kasih alasan yang bagus biar gue nggak cium lo..." apa dia bercanda sekarang? Atau dia memang beneran sudah gila?Aku melotot ke arah nya, apa maksudnya kalau aku memberi alasan jelek dia akan menciumku, dia pikir aku ini apaan!?"Jangan berani-berani ya...lagian gue makan di sini kan karena salah fans gila lo, kok ada sih yang nge-fans sama lo, andai aja mereka tahu-""Stop! Lo terusin, bakal gue cium lo. Nggak ada yang boleh denger kata yang akan lo bilang tadi, dan jangan coba-coba untuk ngomong di depan gue atau orang lain soal itu..." nadanya, kenapa nadanya jadi seperti mengancam tawanan beneran, tunggu aku memang tawanan, kan? Tapi kenapa rasanya berbeda, ini pertama kalinya Evan bicara setajam itu padaku.Nada bicaranya mendadak seram, rasanya bulu kudukku merinding semua."Fans? Cewek-cewek kurang kerjaan itu? Mereka memang ngapain?" Tolong jangan pasang wajah sok polos begitu setelah ngancam seperti tadi, aku jadi takut!!"Mereka, ya begitulah... tanya saja sendiri..." kataku menyumpit onigiri di kotak bekalku."Apa itu alasan? Hm... Kayaknya lo pengen gue cium deh..." Apa, apa alasan seperti itu salah? Aku malas banget mengungkit-ungkit masalah itu, aku langsung menututup mulutku dengan tangan. Antisipasi kalau dia tiba-tiba menciumku."Lo tuh ya, sedikit-dikit cium, sedikit-dikit cium... dari pada cium mending lo makan nih onigiri..." aku menjejalkan onigiri dari kotak bekalku ke mulutnya, sebel aku rasanya kanapa dia ngancam dengan ciuman terus, rasanya aku menjadi trauma. Bosan telingaku mendengarnya."Lo beurani suamua geue?!" Dia bicara tidak jelas karena mengunyah onigiri. Glek!"Enak, siapa yang buat nih? Pembantu lo?" Pembantu? Seenak jidatnya saja kalau bicara."Gue nggak punya pembantu... gue buat sendiri..." kataku dengan gaya agak malas menjelaskannya."Buat sendiri? Nggak mungkin.""Apa gue kelihatan bohong sekarang?" Aku memasang wajah serius, menatapnya kesal karena dia selalu bertindak seenaknya terhadapku."Ck, ya ya. Percaya kok... lagian enak kok onigiri nya... sekarang, lo harus ikut gue." dia melirik jam tangannya lalu berdiri dan menggandeng tanganku, memaksa aku untuk berdiri juga."Eh, mau ke mana? Gue belom selesai makan...""Ayo ikut aja." dengan terpaksa aku memebereskan bekalku dan ikut berdiri kemudian mengikutinya, dia menyeretku, tangannya kencang sekali menggenggam pergelangan tanganku.----------"Dia,Viona Arkaila...pacar gue, kalau gue denger ada yang ngintimidasi, atau tanya-tanya yang aneh-aneh ke dia, urusannya sama gue." Mendengar kata-kata Evan semua yang ada di kantin seketika terdiam, sunyi. Semua mematap ke arahku dan Evan, mungkin mereka kaget, atau malah serangan jatung setelah mendengar ucapan Evan, aku sendiri tidak berani menaikkan daguku dan berlagak sombong, aku justru hanya menunduk saja tidak berani menatap hampir seluruh isi sekolah."Kalian, para cewek kurang kerjaan..." tunjuknya pada beberapa kelompok siswi termasuk kelompok siswi teman sekelasku sambil menatap tajam kemudian melanjutkan, "dari pada fangirling, mending belajar yang rajin dan dapet peringkat yang bagus, biar sedikit ada gunanya hidup kalian." Kini rasanya Evan malah ceramah di kantin, dan para siswi itu bukannya terlihat sakit hati atau kesal justru malah semakin memuja Evan karena mereka pikir Evan sangat perhatian pada mereka selain itu mereka malah menganggap itu adalah sebuah kata-kata motivasi dari Evan? Astaga, sepertinya otak mereka semua sedang jungkir balik.Aku masih menunduk dan diam saja, sesekali mengintip. Mungkin saat ini otak Evan sedikit bermasalah. Ngapain dia menyeretku ke kantin dan ceramah begini, dasar nggak waras."Dia beneran pacar lo, Van?" Tanya seorang murid dan Evan mengangguk mantap,"Jadi, sampai gue denger ada yang tanya-tanya lagi, siapa Viona, ada apa dia sama gue atau kenapa bisa dia pacaran sama gue? Tunggu hadiah manis dari gue." Katanya kemudian berbalik menyeretku lagi untuk pergi dari kantin. Aku hanya diam, otakku juga sedikit bermasalah sepertinya dengan Kata-kata Evan, aku hanya membuntut di belakangnya, masih terdengar juga bisik-bisik protes dari semua mahluk yang ada di kantin."Evan... " panggilku, dia masih menarik lenganku hingga kami sampai di depan tangga menuju atap, dia menoleh ke arahku, datar. Kenapa wajahnya seperti itu, kenapa jadi datar begitu. "Kok lo bilang kayak gitu ke mereka.... Nanti-- " aku tidak sanggup melanjutkan kata-kataku, tatapan matanya, mata cokelat kelam itu seakan membuatku terpaku. Dia hanya diam saja dan terus melihatku. Kenapa rasanya tidak nyaman di tatap begitu, sepertinya memang ada yang salah dengan Evan. "Kenapa... Lo lihatin gue kayak gitu? " Greeb Bruukk!! Dengan tanpa permisi dia mendorongku sampai terhimpit tembok dan dirinya, aku terkunci diantara kedua lengannya dan tembok dibelakangku. Aku tau adegan ini di komik-komik romantis yang pernah aku baca... Kabedon, dia meng-kabedon-ku. Dia mengunci pergerakanku, entah dia mau apa."Kenapa? Lo mau apa? Evan minggir... " Aku berusaha mendorongnya menjauh tetapi dia malah semakin mendeket, gila bener-bener gila! Kesambet setan apa sih sampai seperti ini, ini sekolah lho... Kalau ada yang lihat gimana? Aduh jantungku tidak bisa santai kalau begini caranya."Evan! Lo ngapain sih!! Ini sekolah tahu!""Bisa diem nggak... Bawel banget." datar, dan dia perlahan mendekatkan wajahnya kearahku, refleks aku menutup mataku, tidak ingin tahu lagi apa yang akan terjadi. Tetapi, aku tidak merasakan apapun selain suara ia membisikan sesuatu ke telingaku."Karena lo cuma punya gue."Sontak mataku membulat, apa aku barusan di samber petir? Apa dunia terbalik? Kupingku tidak lagi error, kan? Dia bilang aku miliknya? Hello! Aku masih punya mama papaku sebelum aku menikah.... sepertinya Evan beneran kurang obat deh, sikapnya ngaco."Kalo ada yang nyentuh lo tanpa izin, gue pastiin tangan mereka bakal pisah dari badan mereka."Setelah itu dia perlahan menjauh dariku, memberi jarak antara kita dan membiarkan aku ruang untuk bernapas dengan bebas. Gila! Evan gila! Ya kali siapa pun yang memegangku tanpa izin akan putus tangan!! Kalau Tania, Mama dan papaku menyentuhku juga apa dia mau pisahkan tangan mereka juga?"Bego lo!"Sontak dia melotot, aku balik melotot ke arahnya, tatapannya seakan dia bilang 'berani lo ngatain gue bego' aku tiak perduli, memangnya aku takut, memang dia bego kok. "Lo--""Bego lo!!"Aku mengulangi lagi kata-kataku dengan nada yang sedikit meninggi. Aku bohong kalau tidak takut. Ya sedikit takut, dia bersikap aneh hanya karena ini? Dia hampir saja membuat jantungku berhenti berdetak. Ini bahkan baru hari pertama dan aku sudah mengalami banyak sekali hal-hal melelahkan seperti ini."Bego! Kalo Mama Papa gue yang pegang gue, mana ada mau izin dulu sama lo! Bego, semua yang kenal gue juga harus izin dulu gitu sama lo? Dasar Evan bego!" dia hanya diem melihatku marah-marah, dia pikir hanya dia saja yang bisa marah? Bikin kesal saja! Dasar Evan bodoh. Aku meninggalkan dia sendirian, membuatku bad mood saja deh. Fine, dia pacarku, tapi tolong jangan membuat dan mengatur hidupku seenaknya. -------Dua hari Setelah kejadian itu, rasanya aku masih badmood sekali dan senantiasa cemberut. Di kelas, rasanya semua orang terus aja melihat ke arahku tetapi tidak ada yang berani menegur atau bertanya-tanya kepadaku. Yah, terserahlah, beruntung juga tidak ada yang bertanya-tanya, karena aku sedang dalam mode super Badmood. Bawaannya ingin maarah-marah saja.[one message]Tiba-tiba ponselku bergetar pertanda ada sms, dengan malas aku membuka pesan yang rupanya dari Evan,[From: pacar psikoBisa temenin gue ke suatu tempat?]Pertanyaan aneh, ngapain dia mengajakku? Buat apa? Tidak tahu atau tidak peka sih, kalau aku sedang marah padanya?![To: pacar psikoKemana?][From: pacar psikoYes or, no? ]Maksa ya? Ah bodo lah aku sedang malas berdebat dengannya.Akhirnya aku memilih tidur sampai jam terakhir di sekolah lantaran tidak ada satu pun guru yang masuk ke kelas, entah guru-guru pada ke mana dan aku malas sekali untuk mencari tahu.Saat aku seda
Refleks tanganku rupanya gesit juga, itu kan salah dia suruh siapa bicara sembarangan begitu, apa-apaan sih! Kan sebel lagi jadinya.Dia melihat ke arahku terkejut, lantaran aku baru saja menimpuknya dengan buku catatan mini yang selalu kubawa ke mana-mana, maklumi saja kareena aku sedikit pelupa jadi suka membawa buku catatan kemana-mana."Kok lo nimpuk gue sih Vi, bukannya di jawab juga." Protesnya sambil memegangi bagian wajahnya yang terkena pukulan buku catatan."Itu kan salah lo! Suruh siapa pakai deklarasiin hubungan sepihak gitu?""Memang kenapa?" tanya nya masih memegangi wajahnya yang terlihat merah karena sakit."Ya, kan. Kita cuma bohongan, lagian kan... kita cuma terikat kejadian nyebelin itu." aku cemberut mengingat kejadian waktu itu, awal yang tidak bisa dikata baik."Tapi gue mau serius Vi, nggak tahu kapan dan kenapa tapi gue nyaman sama lo Vi." dia meraih jemariku dan menggenggamnya lembut.BlushWajahku rasanya kembali panas, apa ada kompo
Sejak aku bertemu Evan, rasanya hari-hariku semakin menegangkan dan banyak sekali hal yang terjadi dalam waktu singkat, dan aku tidak tahu apa-apa soal Evan. Entah kenapa aku menjadi kepikiran dengan kata-kata siswi itu, kalau hanya main-main... kenapa Evan bilang dia ingin serius denganku? Apa itu bohong, ya? Tapi...tatapan mata dan ucapannya, meyakinkan sekali.Aku sendirian duduk di taman terbengkalai di belakang sekolah, sekolah sudah sepi sejak tadi, waktu pulang sekolah pun sudah lewat 1-2 jam lalu. Di sini hanya ada aku yang sedang merenung."Hei..kenapa melamun?" Aku tersentak, rasanya bulu kudukku meremang saat aku merasakan embusan napas hangat dari arah belakang di telinga kiriku, ditambah suara yang sudah sangat kukenal ini. Aku menoleh patah-patah ke arah kiri dan melihat Evan menempatkan wajahnya tepat di sebelahku, wajahnya begitu dekat sampai aku sulit menelan salivaku sendiri. Astaga, berada di jarak sedekat ini dengannya rasanya jantungku ingin melompat kelua
Meski aku membencinya... Aku percaya... badai pasti berlalu...-----Malam ini, adalah kencan resmi pertama mereka,Viona memutuskan untuk percaya pada Evan, mencoba melupakan masa lalu pahitnya dengan para cowok, dia memutuskan bahwa Evan tidak seperti cowok lain. Tidak akan. Semoga saja.Seharian Viona sibuk memilih pakaian mana yang akan dia pakai nanti malam, memilih look make up seperti apa yang cocok dan bagaimana caranya melakukan kencan. Jujur saja Viona tidak begitu mengerti tentang kencan, terima kasih kepada mantan pacar yang tidak baik.Tepat jam 4 sore Viona akhirnya selesai memilih pakaian dan juga make up, dia susah payah menyiapkan semua ini, semoga saja kencan pertamanya dengan Evan berjalan dengan baik. Tepat pukul tujuh malam, Evan menjemputnya.Evan hanya terdiam menatap penampilan Viona malam ini, sampai-sampai membuat Viona salah tingkah.
Evan sedang mendrible bola sendirian di lapangan, berusaha menenangkan pikirannya. Setelah beberapa kali mendrible dia kemudian melemparkan bola itu ke ring dan masuk dengan mulus.Jam pelajaran sudah selesai sekitar 10 menit lalu. Biasanya, Evan akan cepat-cepat ke kelas Viona untuk mengantar gadis itu pulang. Namun, hari ini Viona mengatakan ada acara bersama teman-temannya, jadi Evan menghabiskan waktunya sendirian bermain basket di lapangan sedangkan semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing.Setelah beberapa kali memasukan bola ke dalam ring dan mendrible ke sana ke mari, akhirnya Evan menjatuhkan tubuhnya di tengah lapangan, berbaring telentang menatap langit yang mulai bersemburat orange, hari sudah semakin sore.Perlahan Evan mengarahkan tangannya ke atas, berusaha menutupi cahaya matahari senja dari wajahnya, Tiba-tiba sebuah siluet berdiri di hadapannya, menlongok ke bawah melihat Evan yang menyipitkan matanya untuk meliha
#VIONA_ARKAILAPagi ini di sekolah ada piket umum, semua murid wajib membersihkan seluruh halaman sekolah, dan aku mendapat bagian membersihkan halaman belakang, saat aku sampai di sana, tepat di belakang kelas XI-2 IPA aku melihat ada seseorang merokok dengan santainya, dan kalian akan kaget sama sepertiku jika kalian tahu siapa orang yang merokok tersebut, seorang murid teladan yang selalu dipuji guru, terkenal cerdas dan kaku, Evan Stefandre.Ternyata dia adalah anak bandel juga, aku masih terdiam melihatnya hingga kotak sampah yang kubawa tidak sengaja terjatuh dan dia sontak menoleh ke arahku. Sial aku mulai kelabakan dan salah tingkah, mau kabur tetapi aku sudah tertangkap basah melihat apa yang dia lakan, sial tamat riwayatku."Lo..." katanya berjalan ke arahku, seketika itu juga aku ingin lari rasanya, tetapi sialnya kakiku lemas tidak mau bergerak, dan aku hanya menunduk saja,"Gue, enggak lihat apa-apa kok... gue mau ke kelas duluan, ya." Aku be
-Evan_Stefandre-Senja, hah, senja yang bagus dengan warna jingga di langit memancarkan kehangatan. Ah, aku jadi teringat kejadian tadi di sekolah, entah kenapa aku terus mengingat kejadian itu. Viona, gadis manis yang polos dan keras kepala, tetapi, enapa aku menciumnya, ya? Bahkan aku mendapat dua hadiah manis dari dia, benar-benar gadis unik, rasanya aku ingin terus menyentuhnya, tetapi menyebalkannya dia tahu rahasiaku, itu nggak bisa dibiarkan, dan cara yang terpikir oleh otakku adalah menciumnya, karena aku merasa bersalah jadi aku membuat dia jadi pacarku, ah apa itu salah, lagi pula aku suka saat dia sedang marah, itu terlihat lebih manis.Sepertinya aku akan gila sekarang, jika kamu berpikir aku adalah mesum seperti yang di katakan gadis manis itu, rasanya itu terlalu berlebihan. Aku hanya sedikit tidak lebih.Tanpa sadar aku terkekeh sendiri, memegang bibirku pelan, manis... sangat manis juga hangat, rasanya aku ketagihan untuk merasakan lagi. Tidak kusan
Apa kau menyukai angin??Angin yang berhembus dengan lembut...-----#Viona_ArkailaAku duduk di kelas dengan masih menunduk, aku mencoba mengalihkan perhatian sambil membaca buku, tetapi tetap saja aku merasakan tatapan membunuh dari mereka-para penggemar Evan-bisa langsung menghujam punggungku. Sejak Evan mendorongku agar masuk kelas tadi pagi, tatapan mereka tidak berubah, tolong! Aku bisa lihat mata mereka seakan-akan ingin lepas dari tempatnya.Aku melihat beberapa murid perempuan berjalan ke arahku, masih dengan tatapan yang mengintimidasi, aduh apa mereka akan mem-bully-ku? Apa mereka mau menjambakku? Mencabik-cabikku? Seperti di sinetron-sinetron, begitu? Ah, mana mungkin mereka akan mempraktekkan pem-bully-an seperti itu kepadaku?Jantungku sudah nggak karuan rasanya, peluh menetes dari keningku, mereka mau apa?"Viona." kata seorang siswi yang berdiri paling depan sambil melihatku datar, siswi bertubuh tinggi dengan dan