Beranda / Fantasi / The Vampire TwinS / Bab 3 [ WHO ARE YOU ]

Share

Bab 3 [ WHO ARE YOU ]

Penulis: Robot62
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Paman salah, aku tidak menyukai sekolah ini, sangat berbeda dengan sekolah yang sering aku dengar dari cerita-cerita Beatrix. Aku tidak menyukai tatapan mata mereka yang melihatku dengan tatapan aneh sejak tubuh ini memasuki gerbang tinggi sebagai jalan utama masuk ke dalam sekolah. Zio masih setia menemaniku yang berjalan lambat bagai siput, menunduk menatap sepatu hitam yang terus melangkah membelah lautan anak-anak yang terus menatap aneh ke arahku. Aku tidak nyaman, sungguh aku tidak suka tatapan mata mereka.

            PUKK.. sebuah bongkahan batu yang cukup besar mendarat tepat di belakang kepalaku, belum sempat aku melihat siapa yang berani melempar bongkahan batu yang mengenai kepala belakangku, seorang anak laki-laki berambut putih berlari secepat kilat membawa tubuh Zio, menghantam tubuh ringkih Zio ke arah dinding koridor sekolah. aku melihat Zio yang berusaha dengan susah payah untuk berdiri tegak setelah tubuhnya meghantam dinding koridor sekolah cukup keras. Sedangkan anak laki-laki berambut putih, sudah sejak tadi berdiri di depanku sembari mengendus hampir seluruh permukaan tubuhku. Sedangkan anak-anak lain yang ada di koridor sekolah hanya menonton kejadian yang menimpaku dan Zio.

            “Siapa kau? Kenapa aku bisa mencium aroma tubuh yang sama dengan dia dari tubuhmu? Dan kenapa kau bisa bersama dengan Zio?” pertanyaan yang keluar bertubi-tubi dari bibir merah keungguan anak laki-laki berambut putih itu membuatku semakin mengeryit binggung.

            Zio menarik tanganku cukup kasar, manarikku hingga ke depan sebuah pintu kayu berukiran naga yang sangat indah. Menepuk pundakku cukup keras, menatap tajam ke arahku. “Farrel, kau harus berhati-hati dengan anak berambut putih tadi. Dia Zen dari Klan Wolf, aku harap kau tidak mengusiknya atau bahkan berpapasan dengannya, dia cukup berbahaya kau mengerti?” dan Zio pergi meninggalkan aku di depan pintu kayu berukiran naga yang sangat indah itu.

            Satu langkah, dua langkah, aku mulai berjalan menuju kursi di pojok ruangan dekat jendela. Bersamaan dengan kursi yang aku duduki, anak laki-laki berambut putih tadi duduk tepat di sampingku, menatap tajam ke arahku seolah bertanya ‘Siapa kamu sebenarnya?’. Anak laki-laki berambut putih bernama Zen terus menatapku dengan mata yang penuh dengan pertanyaan, dan aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapannya.

            “Hei, maafkan aku soal kejadian di koridor tadi.” Tangan putih itu terjulur mengajakku bersalaman.

            “Tidak masalah, kepalaku baik-baik saja.”

            “Maafkan aku sekali lagi, aku kira kau adalah dia. Aroma tubuhmu sama dengannya, wajahmu juga sama miripnya, tapi dia tidak menggunakan penutup mata sepertimu. Kenapa kau memakai penutup mata untuk mata sebelah kanan itu? apa kau sakit? Aku lupa memperkenalkan diri, kenalkan aku Zen dari Klan Wolf, kau dari Klan mana? Sepertinya aku tahu kau Klan Vampire?” Zen terus mengoceh di sampingku dengan mulut berbusanya sampai Mr. Eric masuk ke dalam kelas dan memberikan pelajaran mengenai anatomi tubuh Basilisk. Aku sudah tidak asing dengan Basilisk, karena paman pernah membawa ular kecil itu di dalam toples saat pulang dari perjalanan mengantarkan ukiran-ukiran kayu pesanan pelanggan.

            Zen terus menatapku dengan mata penuh pertanyaan, terkadang mengendus tubuhku, meinaliku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia terus mengawasi setiap inci bagian tubuhku, terus begitu sampai pelajaran terakhir tentang ramuan dari Miss. Glody berakhir, dan Zio berdiri di depan kelas nungguku dengan raut wajah khawatir. Bahkan ketika aku berdiri, Zen ikut berdiri dengan mata yang tidak pernah lepas mengawasi gerak-gerikku.

            “Kenapa kau selalu menatap dan mengendus tubuhku, Zen?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku, mungkin karena rishi terus di tatap olehnya sejak pagi tadi.

            “Entah, aku hanya penasaran kenapa kau sangat meirip dengan dia, apa kau kenal dengannya?”

            “Dia siapa?” Sungguh aku ingin menjauh dari anak bernama Zen ini, dia sungguh aneh. Selalu mengatakan wajahku mirip dengan dia, aroma tubuhku mirip dengan dia yang bahkan aku tidak tahu dia siapa yang dimaksudnya.

            “Ah, sepertinya kau tidak kenal ya. Baguslah, memang seharusnya begitu karena aku mencium sesuatu yang kuat dari tubuhmu. Aku pulang duluan ya, emm siapa namamu?”

            “Farrel”

            “Baik, senang berkenalan denganmu Farrel, sampai jumpa besok!!”

            Akhirnya anak bernama Zen itu pergi, aku berjalan menghampiri Zio yang sudah siap memberikan sejuta kata mutiara dari bibir tebalnya. Aku berjalan dengan melodi yang sangat buruk,  melodi yang berasal dari bibir tebal Zio selama perjalanan pulang. Ocehan Zio tidak aku hiraukan, aku sibuk dengan pikiranku sendiri. aku sibuk memikirkan ucapan Zen tadi, aroma tubuhku sama dengan dia, wajahku mirip dengan dia, siapa sebenernya si dia yang dimaksud oleh Zen? Aku penasaran dengan sosok dia yang selalu keluar dari bibir Zen sejak kami duduk di meja yang sama. Siapa dia sebenarnya? Mengapa Zen selalu membandingkan aku dengan dia? Ah sudahlah, ucapan Zen tadi hanya membuatku semakin menumpuk pertanyaan tidak jelas.

            Sore hari yang indah sepulang sekolah aku habiskan untuk bermain bersama Beatrix di gubuk tua tempat biasa kami bermain. Aku menceritakan semua kejadian pertamaku masuk sekolah, mulai dari tatapan anak-anak yang terus menatap aneh ke arahku, atau tentang Zio yang terpelanting oleh Zen. Zio dan Beatrix saling mengenal, aku pernah memperkenalkan mereka berdua tetapi Zio lebih suka bermain sendiri di kamar dengan eksperimen sihirnya. Pernah aku bertanya kenapa dia sangat ingin mendalami ilmu sihir sedangkan kami dari Klan Vampire, tapi dia hanya menjawab “Agara aku bisa membantu dan melindungimi nanti!” entah melindungi aku dari siapa, karena aku malas untuk berpikir, sudah terlalu banyak pertanyaan di kepalaku.

            “Jadi kau dari Klan Vampire? Aku sudah menduga itu sejak awal.” Beatrix memakan apel merah ditangannya.

            “Dari mana kau menduga itu?” Tanyaku penasaran.

            “Kulit dan perilakumu. Baiklah Farrel selamat, kau sudah tahu siapa dirimu dan dari Klan mana dirimu, tapi aku berharap kau tidak malu untuk berteman denganku.” Beatrix menjulurkan tangannya ke arahku, dan tentu aku menyambut uluran tangan itu dengan senyuman menamwan.

            “Terimakasih Beat, sepertinya sudah hampir gelap. Apa kau akan pulang sekarang?”

            “Yup, ibuku pasti sedang mencariku, aku pulang dulu ya Farrel. Bersenang-senang dengan satu jawaban dari pertanyaanmu!”

            Seperti biasa, Beatrix akan pulang dengan meloncat dari pohon satu ke pohon lainnya, aku melihat baying tubuhnya sampai hilang di kegelapan hutan. Kaki ini akhirnya berjalan menuju rumah kayu tua di ujung hutan, tentu saja rumah paman. Aku ingin segera pulang dan beristiraht, entah kenapa hari ini terasa sangat melelahkan.

Bab terkait

  • The Vampire TwinS   Bab 4 [ FIRST BLOOD ]

    Pagi ini aku berangkat seorang diri, Zio berangkat lebih pagi untuk mengerjakan sesuatu tapi dia tidak memberitahu kata ‘sesuatu’ yang dimaksud itu apa. Seperti biasa aku berjalan melewati pohon-pohon tinggi menjulang dengan daun rimbun. Sepi, hening. Hanya itu yang menjadi temanku dalam perjalanan menuju sekolah yang sangat membosankan, sudah seminggu sejak kejadian Zen melempariku dengan bongkahan batu dan sudah seminggu pula aku berada di sekolah campuran itu. Tidak ada yang berbeda, semua orang masih sama menatapku dengan tatapan aneh seperti biasa, beruntung aku sudah terbiasa dengan tatapan itu. Sudah seminggu pula aku selalu merasa haus seperti tengah berada di padang pasir yang gersang dan panas, kerongkonganku terasa sangat panas dan gatal, air putih yang biasa aku minum seperti tidak mempan meredakan panas dalam terowongan panjang ini. Aku tidak memberitahu paman atau bibi soal ini, aku ingin bertan

  • The Vampire TwinS   Bab 5 [ REAL LIFE ]

    Sejak kejadian kotak hitam yang berisi minuman berwarnai merah darah, darah rusa yang terasa amat manis di lidahku. Saat itu pula semuanya berubah, sangat berubah, dulu bibi selalu menyajikan makanan manusia tetapi semenjak kejadian itu semua berubah. Bibi tidak lagi memasak makanan manusia, apalagi donat dengan krim vanilla yang sangat memanjakan indra pengecapku. Sekarang, bibi hanya menyediakan olahan dari darah hewan untuk aku makan, entah itu darah rusa beku, minuman dari darah sapi dan darah hewan lainnya. Aku tidak perlu makan setiap hari seperti dulu, aku hanya makan ketika aku merasa haus atau ketika kerongkonganku terasa terbakar api. Dan begini kehidupanku sekarang, aku masih bisa memakan donat, ayam panggang, roti bahkan jus jeruk sekalipun tapi hanya satu masalah terbesarnya. Indra pengecapku tidak bisa merasakan rasa nikmat dari setiap makanan yang masuk ke dalam mulutku kecuali satu, darah. &nbs

  • The Vampire TwinS   Bab 6 [ EMOTIONAL BOND 1 ]

    “ARGHHH….” Terikan itu keluar dari mulutku membuat seluruh rumah segera berbondong-bodong masuk ke dalam kamar. Tubuhku berguling-guling di atas kasur, tangan yang terus menjambak rambuku sendiri, rasa sakit di kepalaku semakin menjadi, kepalaku terasa hampir pecah merasakan sakit yang sangat luar biasa. “Ada apa Farrel?” Zio, orang pertama yang masuk ke dalam kamarku dengan rusuh, diikuti paman dan bibi dibelakangnya. “Aku tidak tahu, kepalaku terasa sangat pusing seperti dihantam batu besar.” “Apa kau sudah sering merasakan sakit seperti itu?” Tanya paman. “Aku rasa semenjak meminum darah rusa dari kotak hitam paman. Awalnya hanya sakit kepala biasa tapi akhir-akhir ini terasa lebih sak

  • The Vampire TwinS   Bab 7 [ First Meet ]

    Zio datang bersama paman, dia segera menghampiriku dengan kaki jenjangnya. Aku ingin tertawa melihat wajah Zio yang terlihat sangat lucu, aku tahu dia khawatir hanya saja wajahnya sangat lucu. Aku melihat paman yang tengah berbincang dengan Osgar, sepertinya obrolan mereka sangat serius. Rasa sakitku sudah lebih baik dari sebelumnya, Osgar adalah tabib terbaik menurutku, luka lebam yang ada di tubuhku sudah tidak terlihat karena ramuan yang di oleskan Osgar saat semua orang pergi dari rumahnya. Tidak menunggu berapa lama, pria berambut merah terang tadi kembali dengan anak laki-laki seumuranku di gendongannya. Tidak hanya itu, seorang wanita cantik berambut coklat turut datang dan masuk ke dalam rumah batu milih Osgar. Anak di gendongan pria berambut merah terang itu sepertinya terlihat sangat kesakitan, terdengar rintihan-rintihan dari bibir kecilnya. Osgar segera membaringkan anak laki-laki itu di samping t

  • The Vampire TwinS   Bab 8 [ EMOTIONAL BOND 2 ]

    Aku memilih tinggal di rumah paman bersama Zio, menurutku itu keputusan yang tepat dari pada ikut tinggal bersama Gavin dan kedua orangtua-ku. Aku lebih suka tinggal bersama paman dan bibi, aku bisa bermain dengan Beatrix seperti biasa, aku bisa mengacau dan menjahili Zio, menurutku paman dan bibi adalah orangtua bagiku, panutanku, dan keluarga yang sangat berarti untukku. Hari-hari berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial belakangan ini kecuali Gavin yang sekarang satu kelas denganku. Awalnya beberapa anak menatapku dan Gavin bergantian, berebutan bertanya apakah kami kembar. Dan jangan dilupa, kain penutup mata masih tetap setia menghiasi mata hijauku, sesuai perkataan paman aku selalu menutup mata itu dengan kain penutup agar tidak ada orang yang meilhatnya. Zen masih duduk di sampingku, hanya saja dia semakin banyak bertanya dan berkicau seperti burung. Baik kembali pada Gavin, aku tidak tahu kenapa dia pindah ke kelasku tapi pernah sekali aku bertanya dan dia hanya men

  • The Vampire TwinS   Bab 9 [ CHANGE ]

    “ARGHHH…. LE-LEPAS AKHH… KAU MENYEBALKAN RAMBUT UBAN!!” Aku terbangun pagi itu karena suara Gavin dari ruangan di sampingku. Zen, Zio dan Beatrix yang tengah tertidur pulas segera menuju ke ruangan Gavin, mereka berlari ke ruangan itu dan melihat apa yang terjadi. Sedangkan aku masih tertatih untuk bangun, badanku terasa seperti akan remuk, sangat sakit. Perlahan aku berjalan menuju ruangan Gavin sambil bertumpu pada dinding batu rumah Osgar. Tapi apa yang aku lihat sekarang? Pandanganku menatap Gavin yang di ikat oleh rantai-rantai besi, bergerak ke segala arah untuk melepaskan ikatan pada tubuhnya. Aku melihat osgar yang terus berkomat-kamit seperti melantunkan mantra untuk membuat Gavin tenang, tapi hasilnya nihil. KRAKK… KRAKK… rantai besi yang mengikat tubuh kecil Gavin terlepas dengan brutal, dia loncat ke hadapanku, menatapku. M

  • The Vampire TwinS   Bab 10 [ BATTLE ]

    Aku, Zio, Beatrix dan Zen sudah memberikan peringatan pada setiap klan untuk bersiap denga hal besar yang akan terjadi entah kapan. Gavin terkurung di ruangan gelap di rumah batu milik Osgar, mata merah dan hanzelnya suah hilang tergantikan dengan mata hitam pekat mirip Kristal sejak malam dimana gavin berhasil menyerap sisi kehidupan dari guru yang tengah menjelaskan ramun-ramuan kemarin. Osgar, Paman dan Pria berambut merah terjaga semalaman di depan pintu ruangan dimana Gavin terkurung, sedangkan wanita berambut coklat dan bibi menguhubungi setiap klan vampire di penjuru bumi untuk berkumpul menyiapkan kekuatan. Osgar pernah berkata kepadaku saat malam gavin tidak sadarkan diri hari itu, dia menyuruhku untuk mengumpulkan seluruh kekuatan dari setiap Klan. Kakek tua Deglan tidak akan berhasil jika hanya dilawan oleh satu klan, tapi jika setiap klan bersatu maka kekuatan kakek tua Deglan akan kalah. Aku tidak tahu ini penglihatan dari mana, tapi aku bisa melihat Gavin yang

  • The Vampire TwinS   Bab 11 [ EMOTIONAL BOND 3 ]

    Cahaya lampu bersinar meyilaukan mata, aku terbangun di ruangan bernuansa hitam. Bukan, bukan ruangan dengan pohon wisteria hitam dan akar yang menjuntai di hadapanku. Aku berada di dimensi yang sama dengan dimensi buatan kakek tua deglan sebelumnya, hanya saja rungan di dimensi ini terlihat sangat bercahaya dengan kerlip lampu yang terpancar dari bunga-bunga di atas langit langit kastil. Aku melihat Gavin, tergopoh-gopoh ia mendekatiku dengan kaki dan bibir yang terus mengeluarkan darahs egar. Entah apa yang di perbuat kakek Deglan hingga membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Perlahan namun pasti Gavin berdiri di hadapanku, hanya berjarak beberapa senti dari tempat aku dan dia berdiri. Dia tersenyum dengan tulus dengan darah yang terus mengalir dari ujung bibir ranumnya. “ Hahaha… lihat wajah aku Farrel amat lucu. Ah tidka seharusnya aku bergurau saat ajalku akan tiba bukan? Kau ingin menghentikan pertempuran ini? aku tahu apa yang harus kau lakukan untuk menghentikan pas

Bab terbaru

  • The Vampire TwinS   Bab 12 [ EPILOG ]

    Sudah setahun sejak aku hidup tak beraga, melayang kesana, melayang kesini. Bosan? Sudah tentu itu yang aku rasakan setiap hari. Hanya Gavin yang bisa melihatku, dan hanya dengan dia aku menghabiskan waktuku menunggu ajal yang tak kunjung datang. Sesekali Gavin datang ke kastil tua yang sudah hancur sebagian bagunannya. Atau terkadang aku yang pergi bermain ke kamar Gavin. Aku tetap berkunjung hampir setiap hari ke rumah paman, melihat Zio yang membantu bibi karena paman sudah tidak ada. Berkunjung melihat rumah batu milik Osgar, berkunjung kesekolah melihat Zen. Gubuk tua tempatku bermain dengan Beatrix sudah di perbaiki oleh Zio dan Zen, Beatrix sering duduk sendirian disana menatap langit, dan aku sering menemaninya meski dia tidak tahu. Gavin memberitahuku, batu safir hitam itu menyerap seluruh kekuatan kakek tua Degalna yang ada di tubuhku. menghisap sebagian tena

  • The Vampire TwinS   Bab 11 [ EMOTIONAL BOND 3 ]

    Cahaya lampu bersinar meyilaukan mata, aku terbangun di ruangan bernuansa hitam. Bukan, bukan ruangan dengan pohon wisteria hitam dan akar yang menjuntai di hadapanku. Aku berada di dimensi yang sama dengan dimensi buatan kakek tua deglan sebelumnya, hanya saja rungan di dimensi ini terlihat sangat bercahaya dengan kerlip lampu yang terpancar dari bunga-bunga di atas langit langit kastil. Aku melihat Gavin, tergopoh-gopoh ia mendekatiku dengan kaki dan bibir yang terus mengeluarkan darahs egar. Entah apa yang di perbuat kakek Deglan hingga membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Perlahan namun pasti Gavin berdiri di hadapanku, hanya berjarak beberapa senti dari tempat aku dan dia berdiri. Dia tersenyum dengan tulus dengan darah yang terus mengalir dari ujung bibir ranumnya. “ Hahaha… lihat wajah aku Farrel amat lucu. Ah tidka seharusnya aku bergurau saat ajalku akan tiba bukan? Kau ingin menghentikan pertempuran ini? aku tahu apa yang harus kau lakukan untuk menghentikan pas

  • The Vampire TwinS   Bab 10 [ BATTLE ]

    Aku, Zio, Beatrix dan Zen sudah memberikan peringatan pada setiap klan untuk bersiap denga hal besar yang akan terjadi entah kapan. Gavin terkurung di ruangan gelap di rumah batu milik Osgar, mata merah dan hanzelnya suah hilang tergantikan dengan mata hitam pekat mirip Kristal sejak malam dimana gavin berhasil menyerap sisi kehidupan dari guru yang tengah menjelaskan ramun-ramuan kemarin. Osgar, Paman dan Pria berambut merah terjaga semalaman di depan pintu ruangan dimana Gavin terkurung, sedangkan wanita berambut coklat dan bibi menguhubungi setiap klan vampire di penjuru bumi untuk berkumpul menyiapkan kekuatan. Osgar pernah berkata kepadaku saat malam gavin tidak sadarkan diri hari itu, dia menyuruhku untuk mengumpulkan seluruh kekuatan dari setiap Klan. Kakek tua Deglan tidak akan berhasil jika hanya dilawan oleh satu klan, tapi jika setiap klan bersatu maka kekuatan kakek tua Deglan akan kalah. Aku tidak tahu ini penglihatan dari mana, tapi aku bisa melihat Gavin yang

  • The Vampire TwinS   Bab 9 [ CHANGE ]

    “ARGHHH…. LE-LEPAS AKHH… KAU MENYEBALKAN RAMBUT UBAN!!” Aku terbangun pagi itu karena suara Gavin dari ruangan di sampingku. Zen, Zio dan Beatrix yang tengah tertidur pulas segera menuju ke ruangan Gavin, mereka berlari ke ruangan itu dan melihat apa yang terjadi. Sedangkan aku masih tertatih untuk bangun, badanku terasa seperti akan remuk, sangat sakit. Perlahan aku berjalan menuju ruangan Gavin sambil bertumpu pada dinding batu rumah Osgar. Tapi apa yang aku lihat sekarang? Pandanganku menatap Gavin yang di ikat oleh rantai-rantai besi, bergerak ke segala arah untuk melepaskan ikatan pada tubuhnya. Aku melihat osgar yang terus berkomat-kamit seperti melantunkan mantra untuk membuat Gavin tenang, tapi hasilnya nihil. KRAKK… KRAKK… rantai besi yang mengikat tubuh kecil Gavin terlepas dengan brutal, dia loncat ke hadapanku, menatapku. M

  • The Vampire TwinS   Bab 8 [ EMOTIONAL BOND 2 ]

    Aku memilih tinggal di rumah paman bersama Zio, menurutku itu keputusan yang tepat dari pada ikut tinggal bersama Gavin dan kedua orangtua-ku. Aku lebih suka tinggal bersama paman dan bibi, aku bisa bermain dengan Beatrix seperti biasa, aku bisa mengacau dan menjahili Zio, menurutku paman dan bibi adalah orangtua bagiku, panutanku, dan keluarga yang sangat berarti untukku. Hari-hari berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial belakangan ini kecuali Gavin yang sekarang satu kelas denganku. Awalnya beberapa anak menatapku dan Gavin bergantian, berebutan bertanya apakah kami kembar. Dan jangan dilupa, kain penutup mata masih tetap setia menghiasi mata hijauku, sesuai perkataan paman aku selalu menutup mata itu dengan kain penutup agar tidak ada orang yang meilhatnya. Zen masih duduk di sampingku, hanya saja dia semakin banyak bertanya dan berkicau seperti burung. Baik kembali pada Gavin, aku tidak tahu kenapa dia pindah ke kelasku tapi pernah sekali aku bertanya dan dia hanya men

  • The Vampire TwinS   Bab 7 [ First Meet ]

    Zio datang bersama paman, dia segera menghampiriku dengan kaki jenjangnya. Aku ingin tertawa melihat wajah Zio yang terlihat sangat lucu, aku tahu dia khawatir hanya saja wajahnya sangat lucu. Aku melihat paman yang tengah berbincang dengan Osgar, sepertinya obrolan mereka sangat serius. Rasa sakitku sudah lebih baik dari sebelumnya, Osgar adalah tabib terbaik menurutku, luka lebam yang ada di tubuhku sudah tidak terlihat karena ramuan yang di oleskan Osgar saat semua orang pergi dari rumahnya. Tidak menunggu berapa lama, pria berambut merah terang tadi kembali dengan anak laki-laki seumuranku di gendongannya. Tidak hanya itu, seorang wanita cantik berambut coklat turut datang dan masuk ke dalam rumah batu milih Osgar. Anak di gendongan pria berambut merah terang itu sepertinya terlihat sangat kesakitan, terdengar rintihan-rintihan dari bibir kecilnya. Osgar segera membaringkan anak laki-laki itu di samping t

  • The Vampire TwinS   Bab 6 [ EMOTIONAL BOND 1 ]

    “ARGHHH….” Terikan itu keluar dari mulutku membuat seluruh rumah segera berbondong-bodong masuk ke dalam kamar. Tubuhku berguling-guling di atas kasur, tangan yang terus menjambak rambuku sendiri, rasa sakit di kepalaku semakin menjadi, kepalaku terasa hampir pecah merasakan sakit yang sangat luar biasa. “Ada apa Farrel?” Zio, orang pertama yang masuk ke dalam kamarku dengan rusuh, diikuti paman dan bibi dibelakangnya. “Aku tidak tahu, kepalaku terasa sangat pusing seperti dihantam batu besar.” “Apa kau sudah sering merasakan sakit seperti itu?” Tanya paman. “Aku rasa semenjak meminum darah rusa dari kotak hitam paman. Awalnya hanya sakit kepala biasa tapi akhir-akhir ini terasa lebih sak

  • The Vampire TwinS   Bab 5 [ REAL LIFE ]

    Sejak kejadian kotak hitam yang berisi minuman berwarnai merah darah, darah rusa yang terasa amat manis di lidahku. Saat itu pula semuanya berubah, sangat berubah, dulu bibi selalu menyajikan makanan manusia tetapi semenjak kejadian itu semua berubah. Bibi tidak lagi memasak makanan manusia, apalagi donat dengan krim vanilla yang sangat memanjakan indra pengecapku. Sekarang, bibi hanya menyediakan olahan dari darah hewan untuk aku makan, entah itu darah rusa beku, minuman dari darah sapi dan darah hewan lainnya. Aku tidak perlu makan setiap hari seperti dulu, aku hanya makan ketika aku merasa haus atau ketika kerongkonganku terasa terbakar api. Dan begini kehidupanku sekarang, aku masih bisa memakan donat, ayam panggang, roti bahkan jus jeruk sekalipun tapi hanya satu masalah terbesarnya. Indra pengecapku tidak bisa merasakan rasa nikmat dari setiap makanan yang masuk ke dalam mulutku kecuali satu, darah. &nbs

  • The Vampire TwinS   Bab 4 [ FIRST BLOOD ]

    Pagi ini aku berangkat seorang diri, Zio berangkat lebih pagi untuk mengerjakan sesuatu tapi dia tidak memberitahu kata ‘sesuatu’ yang dimaksud itu apa. Seperti biasa aku berjalan melewati pohon-pohon tinggi menjulang dengan daun rimbun. Sepi, hening. Hanya itu yang menjadi temanku dalam perjalanan menuju sekolah yang sangat membosankan, sudah seminggu sejak kejadian Zen melempariku dengan bongkahan batu dan sudah seminggu pula aku berada di sekolah campuran itu. Tidak ada yang berbeda, semua orang masih sama menatapku dengan tatapan aneh seperti biasa, beruntung aku sudah terbiasa dengan tatapan itu. Sudah seminggu pula aku selalu merasa haus seperti tengah berada di padang pasir yang gersang dan panas, kerongkonganku terasa sangat panas dan gatal, air putih yang biasa aku minum seperti tidak mempan meredakan panas dalam terowongan panjang ini. Aku tidak memberitahu paman atau bibi soal ini, aku ingin bertan

DMCA.com Protection Status