Sejak kejadian kotak hitam yang berisi minuman berwarnai merah darah, darah rusa yang terasa amat manis di lidahku. Saat itu pula semuanya berubah, sangat berubah, dulu bibi selalu menyajikan makanan manusia tetapi semenjak kejadian itu semua berubah. Bibi tidak lagi memasak makanan manusia, apalagi donat dengan krim vanilla yang sangat memanjakan indra pengecapku. Sekarang, bibi hanya menyediakan olahan dari darah hewan untuk aku makan, entah itu darah rusa beku, minuman dari darah sapi dan darah hewan lainnya. Aku tidak perlu makan setiap hari seperti dulu, aku hanya makan ketika aku merasa haus atau ketika kerongkonganku terasa terbakar api. Dan begini kehidupanku sekarang, aku masih bisa memakan donat, ayam panggang, roti bahkan jus jeruk sekalipun tapi hanya satu masalah terbesarnya. Indra pengecapku tidak bisa merasakan rasa nikmat dari setiap makanan yang masuk ke dalam mulutku kecuali satu, darah.
Namun, aku merasa darah yang aku minum berbeda dengan darah yang paman, bibi, dan Zio. Pernah suatu waktu aku melihat Zio meminum darah dari botol kecil dari kulkas, dia meminumnya begitu rakus, mata coklatnya berubah menjadi merah seperti darah yang ia minum saat itu. satu tegukan, aku melihat minuman itu mengalir indah di balik kulit putih Zio menyusuri kerongkongannya. Warnanya merah pekat tetapi juga jernih, aromanya lebih menyengat dan menggoda siapa saja vampire yang mencium aromanya, darah itu lebih cair dibanding darah yang aku minum biasanya. Aku menghampiri Zio dan memohon kepadanya untuk memberiku barang satu tetes saja, tapi permohonanku di tolak mentah-entah. Zio pergi tanpa berdosa setelah mencuci botol darah yang diminumnya.
Aku juga pernah memohon hal yang sama saat paman meminum darah dari botol kecil itu, sama dengan Zio paman langsung mencuci botol darah yang ia minum tadi. bibi pun sama begitu, seolah mereka tidak mau berbagi darah yang sangat nikmat itu denganku. Paman selalu bilang bahwa darah itu sangat berbahaya jika aku meminumnya, tapi aku tidak tahu seberapa bahaya darah itu ketika masuk ke dalam kerongkonganku.
Baik lupakan soal darah dengan aroma yang sangat menggoda itu, karna aku yakin suatu saat bisa mencobanya. Setelah perubahanku yang selalu meminum darah pemberian paman, tidak banyak yang berubah pada tubuhku. Hanya saja semenjak hari itu aku sering merasakan sakit di beberapa area tubuhku, dan terkadang bagian yang amat terasa sakit itu terlihat membiru tanpa sebab. Aku sering merasakan sakit kepala yang luar biasa, bermimpi aneh, dan yang paling aneh aku bisa berlari lebih cepat dari Zio. Aneh bukan? Tapi ketika aku menceritakan itu kepada paman dia hanya tersenyum dan melanjutkan ukiran kayunya.
“Zio, kenapa aku bisa berlari lebih cepat darimu? Seperti kilat.”
“Itu kekuatanmu, terima saja.”
“Tapi tapi Zio mengapa aku bisa 3 kali lebih cepat darimu? Apa dengan kecepatan ini aku bisa pergi ke London dalam satu hari?”
“Kau bahkan belum menemukan potensi kekuatanmu yang lain Farrel. Lihat aku, aku bisa membaca pikiranmu meski kau tidak mengatakan apapun.”
“Apa aku juga bisa begitu? Lalu kenapa setiap kau pergi ke dunia yang di penuhi oleh manusia selali mengenakan krim matahari yang banyak? terkadang kau hanya berpakaian hitam menutupi seluruh tubuhmu, apa kau tidak panas?”
“Bisa. Karena aku, ayahku, dan ibuku bisa terbakar jika terkena matahari. Kau tidak percaya?” Ucapan Zio hanya aku respon dengan gelengan kepala. “Hmm,, baiklah, ayo ikut.” Zio manarik tanganku dan berhenti di pinggiran sungai yang dekat salah satu rumah kecil yang sepertinya milik manusia. Zio melangkah dan berdiri di bawah sinar matahari, aku tidak percaya apa yang aku lihat saat ini, tubuh Zio bersinar tapi itu tidak bertahan lama. Kulit Zio yang bersinar sekrang terlihat banyak bintik-bintik merah menyala, Zio terlihat meringgis dan kemudia kembali ke dalam semak-semak. kulitnya terbakar oleh sinar matahari.
“Kau baik-baik saja? Kenapa kulitmu bisa terbakar karena sinar matahari?”
“Itu kehidupan Klam Vampire yang sebernanya Farrel, pantang terkena matahari dan besi.”
“Aku mau coba!!” aku segera melompat dari semak-semak ke tempat yang terkena sinar matahari. WAW, kulit putih pucatku bersinar memantulkan warna perak yang menyilaukan mata. Di dalam semak-semak Zio hanya menggerutu dan menyuruhku kembali, tapi ada yang aneh denganku saat ini. kulit Zio langsung terbakar perlahan bahkan belum smapai 5 menit kulitnya terkena sinar matahari, tapi kulitku? ini bahkan sudah lebih dari 5 menit, tapi mengapa kulitku tidak terbakar seperti Zio? Apa aku merupakan produk gagal dari Klan Vampir? Zio menarik tanganku hingga tubuhku masuk ke semak-semak, dia memutar badanku berkali-kali, mencubit pipiku, membuka bajuku, melihat kedua tanganku dengan tatapan tidak percaya.
“Ba-bagaimana bisa kau ti-tidak terbakar?” Zio bertanya dengan sorot mata tidak percaya dengan penglihatannya.
“Aku tidak tahu.”
“Kau tidak merasakan kulitmu terbakar tadi?” aku menjawabnya dengan gelengan kepala. Zio segera menarikku pergi dari semak-semak menuju rumah.
Zio mengambil sebatang besi dan perak, memegangnya dengan sarung tangan yang terlihat tebal dan menyuruhku untuk mengambil kedua benda itu dengan tangan kosong. Aku menurut, mengambilnya dengan tanganku. 5 menit aku memegang kedua benda itu tidak ada yang terjadi, memang tangaku terasa panas tapi panas itu masih bisa aku tahan sampai menit ke-7 aku melempar kedua bendan itu ke sembarang arah. Melihat telapak tanganku yang melepuh seperti terbakar api paling panas di bumi. Tapi ada yang aneh, telapak tangku perlahan kembali seperti sebelum aku memegang sebatang besi dan perak pemberian Zio. Jika kalian bertanya bagaimana reaksi Zio? kalian bisa meilihatnya dengan mulut tergangga lebar dengan bola mata yang naik turun memperhatikanku dari ujung rambut hingga kaki.
“Ba-ba-bagaimana bi-bisa ka-kau?!” belum sempat aku menjawab pertanyaannya Zio segera berteriak, “AYAH.. AYAH.. INI ANEH!! AYAH!!” Zio terus berteriak sampai paman keluar dari ruang kerjanya.
“Ada apa kau berteriak seperti itu?”
“A-ayah, Farrel tidak terbakar sinar matahari, lalu, lalu regenerasi lukanya lebih cepat dari pada kita.” Zio berseru-seru semangat memberitahu paman. Sedangkan paman hanya tersenyum dan menepuk pundakku pelan.
“Selamat datang di kehidupan barumu Farrel. Tidak banyak yang akan berubah darimu karena Vampir murni memiliki kekuatan fisik dan regenerasi luka yang sangat luar biasa. Kau tidak akan pernah terbakar oleh sinar matahari meski berjam-jam berdiri di lapangan gersang sekali pun, kau tau kenapa? Karena kau istimewa.” Setelah mengucapkan itu, paman kembali menyelesaikan ukiran kayu pesanan pelanggan. Sedangkan Zio masih menatapku dengan tidak percaya.
“Aneh?!” Zio duduk di tangga kayu rumahnya, aku pun ikut duduk di sampingnya.
“Kenapa?”
“Kau masih bertanya kenapa? Kau sangat sangat sangat luar biasa Farrel, pasti dia juga sama luar biasanya denganmu.”
“Dia? Dia siapa? Kenapa kau menyebutkan kata ‘dia’ seperti Zen di sekolah?”
“Kau akan tahu siapa ‘dia’ yang aku dan Zen maksud. Kau pasti senang bertemu dengannya.” Zio tersenyum melihatku memasang wajah penuh tanda Tanya.
“Ah baiklah, baiklah terserah padamu saja Zio. tapi aku ada pertanyaan lain, kenapa saat kau minum darah matamu berubah merah? Sedangkan mataku tidak berubah?”
“Entah aku tidak tahu, mungkin karena darah yang kau minum bukan darah manusia.”
“Berarti selama ini kau minum darah manusia? Dari mana kau dapat darah itu? kau membunuh manusia? Kau kejam sekali Zio, bahkan manusia itu tidak punya salah padamu!”
“Hei kau jangan asal tuduh tuan muda, darah itu ayah membelinya di rumah sakit manusia. Kami tidak sebar-bar itu untuk membunuh manusia yang tidak bersalah.”
“Apa kau pernah melihat dunia luar? Maksudku seperti rumah-rumah manusia?”
“Pernah, tidak jauh berbeda dengan kita, hanya saja rumah mereka berwarna beda dengan rumah kita yang hitam kelam dari kayu tua untung saja kayu itu kokoh sampai saat ini.”
“Kau bisa mengajakku?”
“Nanati setelah ayahku megizinkanmu untuk pergi ke luar, aku pasti akan mengajakmu, memperkenalkan peradaban manusia.” Ucapan Zio membuat khayalanku tentang rumah-rumah manusia yang warna-warni, pemandangan baru yang akan aku lihat nanti, burung warna-warni yang berkicau di atas langit, kupu-kupu dengan sayap indahnya. Wah,, aku sungguh tidak sabar untuk segera melihat dunia yang berbeda dengan duniaku saat ini, kelam dan gelap.
“ARGHHH….” Terikan itu keluar dari mulutku membuat seluruh rumah segera berbondong-bodong masuk ke dalam kamar. Tubuhku berguling-guling di atas kasur, tangan yang terus menjambak rambuku sendiri, rasa sakit di kepalaku semakin menjadi, kepalaku terasa hampir pecah merasakan sakit yang sangat luar biasa. “Ada apa Farrel?” Zio, orang pertama yang masuk ke dalam kamarku dengan rusuh, diikuti paman dan bibi dibelakangnya. “Aku tidak tahu, kepalaku terasa sangat pusing seperti dihantam batu besar.” “Apa kau sudah sering merasakan sakit seperti itu?” Tanya paman. “Aku rasa semenjak meminum darah rusa dari kotak hitam paman. Awalnya hanya sakit kepala biasa tapi akhir-akhir ini terasa lebih sak
Zio datang bersama paman, dia segera menghampiriku dengan kaki jenjangnya. Aku ingin tertawa melihat wajah Zio yang terlihat sangat lucu, aku tahu dia khawatir hanya saja wajahnya sangat lucu. Aku melihat paman yang tengah berbincang dengan Osgar, sepertinya obrolan mereka sangat serius. Rasa sakitku sudah lebih baik dari sebelumnya, Osgar adalah tabib terbaik menurutku, luka lebam yang ada di tubuhku sudah tidak terlihat karena ramuan yang di oleskan Osgar saat semua orang pergi dari rumahnya. Tidak menunggu berapa lama, pria berambut merah terang tadi kembali dengan anak laki-laki seumuranku di gendongannya. Tidak hanya itu, seorang wanita cantik berambut coklat turut datang dan masuk ke dalam rumah batu milih Osgar. Anak di gendongan pria berambut merah terang itu sepertinya terlihat sangat kesakitan, terdengar rintihan-rintihan dari bibir kecilnya. Osgar segera membaringkan anak laki-laki itu di samping t
Aku memilih tinggal di rumah paman bersama Zio, menurutku itu keputusan yang tepat dari pada ikut tinggal bersama Gavin dan kedua orangtua-ku. Aku lebih suka tinggal bersama paman dan bibi, aku bisa bermain dengan Beatrix seperti biasa, aku bisa mengacau dan menjahili Zio, menurutku paman dan bibi adalah orangtua bagiku, panutanku, dan keluarga yang sangat berarti untukku. Hari-hari berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial belakangan ini kecuali Gavin yang sekarang satu kelas denganku. Awalnya beberapa anak menatapku dan Gavin bergantian, berebutan bertanya apakah kami kembar. Dan jangan dilupa, kain penutup mata masih tetap setia menghiasi mata hijauku, sesuai perkataan paman aku selalu menutup mata itu dengan kain penutup agar tidak ada orang yang meilhatnya. Zen masih duduk di sampingku, hanya saja dia semakin banyak bertanya dan berkicau seperti burung. Baik kembali pada Gavin, aku tidak tahu kenapa dia pindah ke kelasku tapi pernah sekali aku bertanya dan dia hanya men
“ARGHHH…. LE-LEPAS AKHH… KAU MENYEBALKAN RAMBUT UBAN!!” Aku terbangun pagi itu karena suara Gavin dari ruangan di sampingku. Zen, Zio dan Beatrix yang tengah tertidur pulas segera menuju ke ruangan Gavin, mereka berlari ke ruangan itu dan melihat apa yang terjadi. Sedangkan aku masih tertatih untuk bangun, badanku terasa seperti akan remuk, sangat sakit. Perlahan aku berjalan menuju ruangan Gavin sambil bertumpu pada dinding batu rumah Osgar. Tapi apa yang aku lihat sekarang? Pandanganku menatap Gavin yang di ikat oleh rantai-rantai besi, bergerak ke segala arah untuk melepaskan ikatan pada tubuhnya. Aku melihat osgar yang terus berkomat-kamit seperti melantunkan mantra untuk membuat Gavin tenang, tapi hasilnya nihil. KRAKK… KRAKK… rantai besi yang mengikat tubuh kecil Gavin terlepas dengan brutal, dia loncat ke hadapanku, menatapku. M
Aku, Zio, Beatrix dan Zen sudah memberikan peringatan pada setiap klan untuk bersiap denga hal besar yang akan terjadi entah kapan. Gavin terkurung di ruangan gelap di rumah batu milik Osgar, mata merah dan hanzelnya suah hilang tergantikan dengan mata hitam pekat mirip Kristal sejak malam dimana gavin berhasil menyerap sisi kehidupan dari guru yang tengah menjelaskan ramun-ramuan kemarin. Osgar, Paman dan Pria berambut merah terjaga semalaman di depan pintu ruangan dimana Gavin terkurung, sedangkan wanita berambut coklat dan bibi menguhubungi setiap klan vampire di penjuru bumi untuk berkumpul menyiapkan kekuatan. Osgar pernah berkata kepadaku saat malam gavin tidak sadarkan diri hari itu, dia menyuruhku untuk mengumpulkan seluruh kekuatan dari setiap Klan. Kakek tua Deglan tidak akan berhasil jika hanya dilawan oleh satu klan, tapi jika setiap klan bersatu maka kekuatan kakek tua Deglan akan kalah. Aku tidak tahu ini penglihatan dari mana, tapi aku bisa melihat Gavin yang
Cahaya lampu bersinar meyilaukan mata, aku terbangun di ruangan bernuansa hitam. Bukan, bukan ruangan dengan pohon wisteria hitam dan akar yang menjuntai di hadapanku. Aku berada di dimensi yang sama dengan dimensi buatan kakek tua deglan sebelumnya, hanya saja rungan di dimensi ini terlihat sangat bercahaya dengan kerlip lampu yang terpancar dari bunga-bunga di atas langit langit kastil. Aku melihat Gavin, tergopoh-gopoh ia mendekatiku dengan kaki dan bibir yang terus mengeluarkan darahs egar. Entah apa yang di perbuat kakek Deglan hingga membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Perlahan namun pasti Gavin berdiri di hadapanku, hanya berjarak beberapa senti dari tempat aku dan dia berdiri. Dia tersenyum dengan tulus dengan darah yang terus mengalir dari ujung bibir ranumnya. “ Hahaha… lihat wajah aku Farrel amat lucu. Ah tidka seharusnya aku bergurau saat ajalku akan tiba bukan? Kau ingin menghentikan pertempuran ini? aku tahu apa yang harus kau lakukan untuk menghentikan pas
Sudah setahun sejak aku hidup tak beraga, melayang kesana, melayang kesini. Bosan? Sudah tentu itu yang aku rasakan setiap hari. Hanya Gavin yang bisa melihatku, dan hanya dengan dia aku menghabiskan waktuku menunggu ajal yang tak kunjung datang. Sesekali Gavin datang ke kastil tua yang sudah hancur sebagian bagunannya. Atau terkadang aku yang pergi bermain ke kamar Gavin. Aku tetap berkunjung hampir setiap hari ke rumah paman, melihat Zio yang membantu bibi karena paman sudah tidak ada. Berkunjung melihat rumah batu milik Osgar, berkunjung kesekolah melihat Zen. Gubuk tua tempatku bermain dengan Beatrix sudah di perbaiki oleh Zio dan Zen, Beatrix sering duduk sendirian disana menatap langit, dan aku sering menemaninya meski dia tidak tahu. Gavin memberitahuku, batu safir hitam itu menyerap seluruh kekuatan kakek tua Degalna yang ada di tubuhku. menghisap sebagian tena
“Kau yakin akan memisahkan mereka berdua? Bahkan jika mereka berpisah suatu saat akan bertemu entah dalam keadaan yang lebih baik atau lebih buruk, coba kau pikirkan kembali keputusanmu Yohan. Aku mohon!” “Aku tahu ini sulit Raii, tapi jika mereka tumbuh di lingkungan yang sama semakin banyak orang yang akan celaka. Aku tahu ini sulit untukmu, bahkan untukku ini terasa sulit. Percaya padaku Raii!!” “Kau yakin? Bagaimana jika sebaliknya? Apa kau bisa menjamin anak-anakku? AKU BERTANYA APA KAU BISA MENJAMIN ANAK-ANAKKU YOHAN?!” tangan wanita itu mengcengkram kuat kerah pria di hadapannya dengan mata merah menyala, menatap dalam mata lawan bicaranya. “Raii. Aku tau ini sulit, kita masih bisa mengawasi mereka, aku janji!!” Tangan besar pria itu meremat lembut pundak
Sudah setahun sejak aku hidup tak beraga, melayang kesana, melayang kesini. Bosan? Sudah tentu itu yang aku rasakan setiap hari. Hanya Gavin yang bisa melihatku, dan hanya dengan dia aku menghabiskan waktuku menunggu ajal yang tak kunjung datang. Sesekali Gavin datang ke kastil tua yang sudah hancur sebagian bagunannya. Atau terkadang aku yang pergi bermain ke kamar Gavin. Aku tetap berkunjung hampir setiap hari ke rumah paman, melihat Zio yang membantu bibi karena paman sudah tidak ada. Berkunjung melihat rumah batu milik Osgar, berkunjung kesekolah melihat Zen. Gubuk tua tempatku bermain dengan Beatrix sudah di perbaiki oleh Zio dan Zen, Beatrix sering duduk sendirian disana menatap langit, dan aku sering menemaninya meski dia tidak tahu. Gavin memberitahuku, batu safir hitam itu menyerap seluruh kekuatan kakek tua Degalna yang ada di tubuhku. menghisap sebagian tena
Cahaya lampu bersinar meyilaukan mata, aku terbangun di ruangan bernuansa hitam. Bukan, bukan ruangan dengan pohon wisteria hitam dan akar yang menjuntai di hadapanku. Aku berada di dimensi yang sama dengan dimensi buatan kakek tua deglan sebelumnya, hanya saja rungan di dimensi ini terlihat sangat bercahaya dengan kerlip lampu yang terpancar dari bunga-bunga di atas langit langit kastil. Aku melihat Gavin, tergopoh-gopoh ia mendekatiku dengan kaki dan bibir yang terus mengeluarkan darahs egar. Entah apa yang di perbuat kakek Deglan hingga membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Perlahan namun pasti Gavin berdiri di hadapanku, hanya berjarak beberapa senti dari tempat aku dan dia berdiri. Dia tersenyum dengan tulus dengan darah yang terus mengalir dari ujung bibir ranumnya. “ Hahaha… lihat wajah aku Farrel amat lucu. Ah tidka seharusnya aku bergurau saat ajalku akan tiba bukan? Kau ingin menghentikan pertempuran ini? aku tahu apa yang harus kau lakukan untuk menghentikan pas
Aku, Zio, Beatrix dan Zen sudah memberikan peringatan pada setiap klan untuk bersiap denga hal besar yang akan terjadi entah kapan. Gavin terkurung di ruangan gelap di rumah batu milik Osgar, mata merah dan hanzelnya suah hilang tergantikan dengan mata hitam pekat mirip Kristal sejak malam dimana gavin berhasil menyerap sisi kehidupan dari guru yang tengah menjelaskan ramun-ramuan kemarin. Osgar, Paman dan Pria berambut merah terjaga semalaman di depan pintu ruangan dimana Gavin terkurung, sedangkan wanita berambut coklat dan bibi menguhubungi setiap klan vampire di penjuru bumi untuk berkumpul menyiapkan kekuatan. Osgar pernah berkata kepadaku saat malam gavin tidak sadarkan diri hari itu, dia menyuruhku untuk mengumpulkan seluruh kekuatan dari setiap Klan. Kakek tua Deglan tidak akan berhasil jika hanya dilawan oleh satu klan, tapi jika setiap klan bersatu maka kekuatan kakek tua Deglan akan kalah. Aku tidak tahu ini penglihatan dari mana, tapi aku bisa melihat Gavin yang
“ARGHHH…. LE-LEPAS AKHH… KAU MENYEBALKAN RAMBUT UBAN!!” Aku terbangun pagi itu karena suara Gavin dari ruangan di sampingku. Zen, Zio dan Beatrix yang tengah tertidur pulas segera menuju ke ruangan Gavin, mereka berlari ke ruangan itu dan melihat apa yang terjadi. Sedangkan aku masih tertatih untuk bangun, badanku terasa seperti akan remuk, sangat sakit. Perlahan aku berjalan menuju ruangan Gavin sambil bertumpu pada dinding batu rumah Osgar. Tapi apa yang aku lihat sekarang? Pandanganku menatap Gavin yang di ikat oleh rantai-rantai besi, bergerak ke segala arah untuk melepaskan ikatan pada tubuhnya. Aku melihat osgar yang terus berkomat-kamit seperti melantunkan mantra untuk membuat Gavin tenang, tapi hasilnya nihil. KRAKK… KRAKK… rantai besi yang mengikat tubuh kecil Gavin terlepas dengan brutal, dia loncat ke hadapanku, menatapku. M
Aku memilih tinggal di rumah paman bersama Zio, menurutku itu keputusan yang tepat dari pada ikut tinggal bersama Gavin dan kedua orangtua-ku. Aku lebih suka tinggal bersama paman dan bibi, aku bisa bermain dengan Beatrix seperti biasa, aku bisa mengacau dan menjahili Zio, menurutku paman dan bibi adalah orangtua bagiku, panutanku, dan keluarga yang sangat berarti untukku. Hari-hari berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial belakangan ini kecuali Gavin yang sekarang satu kelas denganku. Awalnya beberapa anak menatapku dan Gavin bergantian, berebutan bertanya apakah kami kembar. Dan jangan dilupa, kain penutup mata masih tetap setia menghiasi mata hijauku, sesuai perkataan paman aku selalu menutup mata itu dengan kain penutup agar tidak ada orang yang meilhatnya. Zen masih duduk di sampingku, hanya saja dia semakin banyak bertanya dan berkicau seperti burung. Baik kembali pada Gavin, aku tidak tahu kenapa dia pindah ke kelasku tapi pernah sekali aku bertanya dan dia hanya men
Zio datang bersama paman, dia segera menghampiriku dengan kaki jenjangnya. Aku ingin tertawa melihat wajah Zio yang terlihat sangat lucu, aku tahu dia khawatir hanya saja wajahnya sangat lucu. Aku melihat paman yang tengah berbincang dengan Osgar, sepertinya obrolan mereka sangat serius. Rasa sakitku sudah lebih baik dari sebelumnya, Osgar adalah tabib terbaik menurutku, luka lebam yang ada di tubuhku sudah tidak terlihat karena ramuan yang di oleskan Osgar saat semua orang pergi dari rumahnya. Tidak menunggu berapa lama, pria berambut merah terang tadi kembali dengan anak laki-laki seumuranku di gendongannya. Tidak hanya itu, seorang wanita cantik berambut coklat turut datang dan masuk ke dalam rumah batu milih Osgar. Anak di gendongan pria berambut merah terang itu sepertinya terlihat sangat kesakitan, terdengar rintihan-rintihan dari bibir kecilnya. Osgar segera membaringkan anak laki-laki itu di samping t
“ARGHHH….” Terikan itu keluar dari mulutku membuat seluruh rumah segera berbondong-bodong masuk ke dalam kamar. Tubuhku berguling-guling di atas kasur, tangan yang terus menjambak rambuku sendiri, rasa sakit di kepalaku semakin menjadi, kepalaku terasa hampir pecah merasakan sakit yang sangat luar biasa. “Ada apa Farrel?” Zio, orang pertama yang masuk ke dalam kamarku dengan rusuh, diikuti paman dan bibi dibelakangnya. “Aku tidak tahu, kepalaku terasa sangat pusing seperti dihantam batu besar.” “Apa kau sudah sering merasakan sakit seperti itu?” Tanya paman. “Aku rasa semenjak meminum darah rusa dari kotak hitam paman. Awalnya hanya sakit kepala biasa tapi akhir-akhir ini terasa lebih sak
Sejak kejadian kotak hitam yang berisi minuman berwarnai merah darah, darah rusa yang terasa amat manis di lidahku. Saat itu pula semuanya berubah, sangat berubah, dulu bibi selalu menyajikan makanan manusia tetapi semenjak kejadian itu semua berubah. Bibi tidak lagi memasak makanan manusia, apalagi donat dengan krim vanilla yang sangat memanjakan indra pengecapku. Sekarang, bibi hanya menyediakan olahan dari darah hewan untuk aku makan, entah itu darah rusa beku, minuman dari darah sapi dan darah hewan lainnya. Aku tidak perlu makan setiap hari seperti dulu, aku hanya makan ketika aku merasa haus atau ketika kerongkonganku terasa terbakar api. Dan begini kehidupanku sekarang, aku masih bisa memakan donat, ayam panggang, roti bahkan jus jeruk sekalipun tapi hanya satu masalah terbesarnya. Indra pengecapku tidak bisa merasakan rasa nikmat dari setiap makanan yang masuk ke dalam mulutku kecuali satu, darah. &nbs
Pagi ini aku berangkat seorang diri, Zio berangkat lebih pagi untuk mengerjakan sesuatu tapi dia tidak memberitahu kata ‘sesuatu’ yang dimaksud itu apa. Seperti biasa aku berjalan melewati pohon-pohon tinggi menjulang dengan daun rimbun. Sepi, hening. Hanya itu yang menjadi temanku dalam perjalanan menuju sekolah yang sangat membosankan, sudah seminggu sejak kejadian Zen melempariku dengan bongkahan batu dan sudah seminggu pula aku berada di sekolah campuran itu. Tidak ada yang berbeda, semua orang masih sama menatapku dengan tatapan aneh seperti biasa, beruntung aku sudah terbiasa dengan tatapan itu. Sudah seminggu pula aku selalu merasa haus seperti tengah berada di padang pasir yang gersang dan panas, kerongkonganku terasa sangat panas dan gatal, air putih yang biasa aku minum seperti tidak mempan meredakan panas dalam terowongan panjang ini. Aku tidak memberitahu paman atau bibi soal ini, aku ingin bertan