Bella berteriak histeris melihat gaun yang dikenakan Aubrey sudah berlumuran darah. Tidak lama kemudian, Aubrey rubuh dan Dominique dengan cepat menangkapnya. Aubrey tidak sadarkan diri. Dengan sigap Reno mengejar pelaku yang dicurigai telah melukai Aubrey.
Abraham berdiri di samping Aubrey dengan rasa khawatir. Sedangkan Bella masih tampak shock. Aaron sendiri sudah menelpon ambulan untuk membawa Aubrey ke rumah sakit secepatnya."Came on, Dominique. Kita harus cepat membawanya!" perintah Aaron menyadarkan kekalutan Dominique.Segera Dominique menggendong Aubrey dan membawanya ke dalam ambulan yang sudah terparkir di depan gereja. Dengan cepat mereka membawa Aubrey ke Hospitals Pitie Salpetriere, rumah sakit terdekat dari Montmartre."Tenang Dom, Aubrey akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat," ujar Abraham, meskipun hatinya pun tidak baik-baik saja melihat keadaan Aubrey."Semua salahku, sedari kemarin keberadaan kami memang sudahDominique kembali ke ruang perawatan Aubrey. Dia meminta yang lain agar pulang ke hotel untuk beristirahat. Saat ini, Dominique hanya ingin berdua bersama Aubrey. Anggota keluarga pun memaklumi keadaannya dan langsung menuruti permintaan tersebut. "Kalau butuh apapun, kau cepat hubungi Papi, ya." Aaron berpesan kepada Dominique, lalu menggandeng tangan Bella agar gegas memberi ruang untuk anak mereka. "Kakek juga pamit dulu, ya. Titip Aubrey," ujar Abraham. Dominique akhirnya hanya tinggal berdua bersama Aubrey. Dia tampak terlihat amat sedih. Seumur hidupnya baru kali ini, dia meneteskan air mata. Sambil menggenggam tangan Aubrey, Dominique pun terlelap di samping Aubrey dengan posisi duduk. Sedangkan di tempat lain. Pelaku penusukan terhadap Aubrey tampak terengah-engah. Di sudut jalan Montmartre dia bersembunyi, menghindar dari kejaran Tony dan Reno. "Sial, mereka gesit juga. Untung aku mengetahui dan hafal seluk-beluk tempat ini.
"Dominique." Aubrey membuka mata dan mengusap lembut kepala Dominique yang bersandar di ranjang tidur perawatannya. Dia menatap lekat wajah pria yang baru saja menjadi suaminya itu. Hatinya terenyuh, berdenyut nyeri memikirkan apa yang telah Dominique lalui saat lalu. Seandainya, dia lebih waspada dan tidak merepotkan semua orang. "Sweetheart, kau sudah sadar?" Dominique terbangun dari tidur karena merasakan pergerakan di sekitar wajahnya. Wajah Dominique berseri-seri memancarkan kebahagiaan karena melihat kekasih hatinya telah sadar. Dia lalu dengan cepat memeluk dan mengecup lembut kening Aubrey. "I'm oke, please don't worry." Aubrey menepuk punggung Dominique yang enggan melepaskan pelukannya. "Kau tahu, aku hampir gila kemarin. Untung saja kau cepat sadar, jika tidak entah apa yang harus kulakukan," ujar Dominique sambil mengusap lembut rambut Aubrey. "Sekarang aku sudah tidak apa-apa, Sayang. Kau bisa lebih tenang."
Dominique berniat untuk mengecek ke Le Bristol. Namun, Tony melarang. Saat ini, keberadaan Dominique lebih diperlukan di sisi Aubrey. Tony berjanji akan membantu masalahnya. "Tapi, kau jangan lama-lama di Paris. Bagaimana dengan perusahaan kalau semua pemimpinnya berada di sini?" Dominique bergurau. "Aish, kau ini. Tenang saja, perusahaan tidak akan goncang hanya karena ditinggal sebentar. Kau perhitungan sekali dengan istrimu itu."Mereka tertawa sesaat memecah ketegangan. Lalu, Tony berpamitan kepada Aubrey dan Dominique. Sedangkan, Dominique kembali menjaga Aubrey. "Kau tidak mau menjelaskan apapun kepadaku?" tanya Aubrey menyelidiki. "Kau masih sakit, Sweetheart.""Dominique, kau berhutang banyak penjelasan. You see karena kau tidak bercerita aku tidak bisa waspada." Aubrey merentangkan tangan sambil menunjuk dengan matanya ke arah luka yang berada di perutnya. "Kau mau sampai seperti apa? Baru berterus terang k
"Sudah selesai urusannya?" tanya Aubrey. "Hmmm." Dominique menjawab dengan singkat. "Ada sesuatu yang membuatmu khawatir, 'kah? Apa yang disampaikan oleh Kak Reno?" tanya Aubrey lagi sedikit curiga. "Wait, aku ambil kursi roda, ya? Kau harus banyak menghirup udara segar agar lekas membaik."Aubrey langsung mengiyakan permintaan Dominique. Meskipun, dia curiga akan hal yang disembunyikan Dominique. Mengapa dia mengalihkan pembicaraan Aubrey? Selang beberapa menit, Dominique datang membawa kursi roda. Dengan perlahan dia memapah Aubrey untuk duduk di atasnya. Aubrey didudukkan dengan nyaman dan diberi selimut di atas kakinya agar nyaman. Dominique juga merapikan rambut Aubrey. Dengan perlahan dia menyisir dan menata serapi mungkin. "Sudah cantik. Ayo!" ajak Dominique sambil mendorong kursi roda Aubrey. Dalam perjalanan menuju lantai bawah rumah sakit, Dominique menata perasaan dan kalimat yang akan disampaikannya nan
Semua sudah siap. Dengan menggunakan pesawat pribadi keluarga Calandre dan Hameed terbang menuju New Orleans. Butuh beberapa jam untuk sampai di sana. Persiapan upacara pemakaman di mansion Calandre sudah selesai semua. Reno dengan sigap memerintahkan semua bawahannya untuk pelaksanaan hal tersebut. Beberapa kolega dari keluarga Calandre dan Hameed mulai berdatangan. Kabar meninggalnya Abraham pun sudah terdengar ke seluruh negeri. Termasuk ke telinga Cassandra, Damien, dan Amelia. "Damn it, kupikir dia yang mati. Malah si tua renta yang terlebih dahulu. Percuma aku membayar mahal-mahal, tetapi eksekusinya gagal," maki seorang wanita di belahan negara lain. Cassandra gegas memesan tiket pesawat untuk pulang ke New Orleans. Pasalnya keluarga Blair masih berhubungan bisnis dengan Calandre, maka dia juga harus hadir untuk mengucapkan bela sungkawa. Bila tidak, mungkin saja keluarga Blair akan menghapusnya dari anggota keluarga. Tindakan terakhir
Abraham dimakamkan di St. Louis Cemetery No. 3. Tempat Pemakaman Umum (TPU) Fairground3421 Esplanade Ave (at Wisner Blvd), New Orleans, LA 70119, Amerika Serikat. Pemakaman berlangsung sangat sederhana dan khidmat. Semua adalah permintaan Abraham semasa hidupnya. Dia tidak ingin pemakamannya bermewah-mewahan, lebih baik semua uangnya untuk membantu anak-anak di panti Yayasan Calandre. Aubrey sudah sedikit kuat, meskipun masih terlihat sembap karena terlalu lama menangis. Beruntung dia sudah memiliki Dominique yang sangat perhatian dan menyayanginya. Para pelayat yang baru datang mengucapkan belasungkawa satu per satu. "Please accept my condolences." Cassandra yang memakai gaun hitam selutut menghampiri Aubrey sambil mengulurkan tangannya. "Thanks," ucap Dominique menepis tangan Cassandra. "My pleasure," balas Cassandra, lalu dia memakai kacamatanya dan hendak pergi. "Terima kasih untu
Rangers rover milik Dominique membelah jalan Fairground Esplanade Ave menuju mansion Hameed. Masih ada sedikit rasa kesal di hatinya, mengingat sikap Damien kepada istrinya. Menyadari hal tersebut, Aubrey mendaratkan bibirnya di pipi Dominique. "So sorry, Sweetheart. Aku akan membawamu ke mansion Hameed terlebih dahulu. Ada sesuatu yang ingin kuambil. Baru nanti kita ke mansion Calandre, ya?""Tidak apa kalau kau mau ke mansionmu. Biarlah, Kak Reno yang mengurus semua di mansion Calandre. Nanti, aku akan hubungi dia, kau tidak usah sungkan. Sekarang, kau adalah suamiku. Maka, aku akan mengikuti semua yang kau mau.""Terima kasih ya, Sweetheart."Dominique menggenggam jemari Aubrey dan mengecup punggung tangannya. Dia lalu kembali fokus mengendarai mobilnya yang melakukan dengan kecepatan sedang. ***"Bibi! Tolong rapihkan kamar Dominique, ya! Ada menantuku yang akan pulang ke mansion ini."
"Damn, semakin menjadi saja Dominique. Dia juga semakin dekat dengan Aubrey. Apa yang harus aku lakukan? "Kalau begini terus, rasanya akan berat untuk menaklukkan hati Aubrey.""But, apa yang terjadi dengan Aubrey ya? Mengapa dia duduk di kursi roda dengan tangan diinfus? Apakah dia sedang sakit?""Ya, pasti karena kematian kakeknya membuat dia jatuh sakit."Damien mondar-mandir di kantornya sambil terus mengoceh. Sekali-sekali, dia meremas rambut dan melayangkan tinju ke udara. Amelia, yang tiba-tiba masuk menatap heran atasannya itu yang terlihat kacau sekali. Tidak ingin mencampuri urusan Damien. Amelia pun mengurungkan niatnya untuk memasuki ruangan atasannya itu. Dia juga sudah dapat menebak, pasti urusan dengan Aubrey yang membuat dia seperti itu. "Pasti karena Aubrey. Sepertinya, Tuan Damien sudah jatuh hati dengannya. Tidak mungkin, kalau hanya untuk urusan bisnis sampai seperti itu. Masih