Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.
Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.
“Nona Zia,” teriak Ravania.
“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”
“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber
Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.
Tahun 2019, sebuah wabah datang dan melanda bumi, dikenal dengan nama Corona. Wabah Corona menyebar dengan cepat dan dalam hitungan beberapa bulan berhasil menyebarke seluruh belahan bumi, baik itu selatan, utara, timur dan barat. Tak ada satu pun negara di bumi ini yang bisa terhindar dari wabah Corona.Karena keganasan wabah Corona, banyak nyawa manusia yang melayang dengan jumlah yang cukup besar, bukan hanya puluhan juta atau ratusan juta melainkan milyaran nyawa manusia berhasil direnggut wabah Corona dan membuktikan keganasan dari Corona dalam sejarah dunia. Pemerintah dari berbagai negara mulai mengalokasikan sebagian dananya dalam upaya memberantas wabah dan menyelamatkan nyawa rakyat – rakyatnya. Sayangnya. . . seberapa keras usaha yang dilakukan pemerintah di seluruh penjuru dunia,Wabah Corna tidak bisa diberantas dan terus merenggut nyawa manusia di seluruh penjuru dunia.Wabah Corona yang menyerang dalam jangka waktu hampir sep
Tahun 2050Suara terompet terdengar dari tempat di mana Arsyanendra sedang mengganti pakaian tidurnya. Iring – iringan drum band milik istana pun juga sudah mulai terdengar suaranya oleh Arysanendra dari tempatnya mengganti pakaiannya. Dengan sedikit malas, Arsyanendra memanggil kepala pengawalnya yang sedang berdiri dari bilik pembatas di ruangan tempatnya sedang berganti pakaian.“Surendra. . .”Surendra, pria berusia 32 tahun yang selalu setia berdiri di sisi Arsyanendra sejak usia 12 tahun mengangkat kepalanya sedikit ketika mendengar panggilan Rajanya.“Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?”Arsyanendra yang saat ini sedang mengganti pakaiannya dibantu dengan beberapa pelayan istana mulai bicara tentang sesuatu yang membuatnya merasa kesal.“Sepertinya aku mendengar pasukan drum band di luar?”“Ya, Yang Mulia. Sekretaris ist
Berita mengenai penobatan Raja baru sudah didengar di seluruh penjuru negeri. Rakyat dari dua kaum yakni aristokrat dan proletar berbondong- bondong datang ke ibu kota yakni Kota Jako Arta. Terpisah jurang yang sangat besar, kerumunan rakyat dari dua kaum menjadi penonton dengan dua keadaan yang berbanding terbalik. Rakyat dari kalangan kaum aristokrat yang dikenal memiliki kedudukan di pemerintahan dan istana, duduk menjadi penonton dengan menyewa hotel – hotel dan kedai minuman di sepanjang jalanan yang nantinya akan dilewati oleh iring – iringan Raja yang baru.Sedangkan untuk kaum proletar yang dikenal sebagai rakyat kelas bawah, hanya bisa berdiri berkumpul di pinggir jalanan yang telah diberi batas oleh pasukan istana. Meski begitu, meski kondisi yang dimiliki oleh kaum proletar terkesan menyedihkan, bagi kaum proletar bisa berdiri menatap wajah Rajanya secara langsung adalah sebuah kebanggaan tersendiri.Ini perayaan kedua setelah dua pul
“Yang Mulia, baik – baik saja?” Surendra segera berbalik dan bertanya ketika menyadari sesuatu yang tidak terduga terjadi dalam iring – iringan yang membawa Rajanya. Arsyanendra yang baru saja tersadar dari lamunannya, menarik napas panjang dan beberapa kali mengedipkan matanya memastikan apa yang sedang dilihatnya saat ini. “Yang Mulia. . .” panggil Surendra untuk kedua kalinya. “Apakah Yang Mulia terluka?” Surendra hendak meminta beberapa pengawal istana mendekat namun dengan cepat tindakannya itu dihentikan oleh Arsyanendra dengan jawabannya. “Aku baik – baik saja, Surendra. Aku hanya sedikit terkejut saja. Tidak lebih. Apa yang terjadi?” “Sepertinya anak laki – laki itu terdorong oleh kerumunan proletar dan terlempar masuk ke dalam jalur yang Yang Mulia lewati.” “Lalu gadis itu?” tanya Arsyanendra masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis yang memeluk tubuh
“Yang Mulia Raja Arsyanendra memasuki aula. . .”Pengumuman kencang yang diucapkan oleh pembawa acara yang tidak lain adalah juru bicara istana berhasil membuat aula istana yang ramai berubah menjadi hening dalam waktu singkat. Sorotan lampu yang tadinya menyebar ke seluruh bagian aula kini menyorot hanya satu arah saja, yakni ke arah Arsyanendra yang berdiri dengan pesonanya dan senyumannya yang menawan.Para hadirin dan tamu undangan dengan segera berbalik menghadap ke arah datangnya Arsyanendra dan segera menundukkan kepalanya memberikan penghormatan mereka kepada Arsyanendra.“Selamat malam, Yang Mulia. . .”Dengan serentak seluruh tamu undangan dalam pesta besar yang diadakan di aula istana segera mengucapkan salam mereka menyambut kedatangan Sang Raja Ketiga. Dan seperti biasanya, dengan senyuman Arsyanendra menjawab salam dari seluruh tamu undangannya, “Selamat malam, para tamuku.”
Seusai pesta dansa yang menakjubkan dan membuat para tamu undangan terpesona, para tamu undangan di bawa ke meja besar untuk menikmati hidangan khusus yang telah disiapkan oleh istana. Ini adalah kebiasaan yang dimulai sejak Jahan Balakosa memimpin Hindinia sebagai Raja Kedua. Kebiasaan buruk yang banyak menghabiskan banyak uang negara dan rakyat proletar dalam perjalanannya. Memaksa kaum proletar yang hidup serba kekurangan untuk membayar pajak dan menghabiskan keringat mereka hanya untuk makan bersama dengan kaum aristokrat yang sudah hidup penuh dengan kemewahan. Kalian semua busuk.Arsyanendra yang tersenyum melihat canda tawa kaum aristokrat yang duduk bersama dengannya di meja makan yang sama. Arsyanendra benar – benar menyembunyikan amarahnya, kebenciannya dan juga rasa ingin membunuhnya di balik senyuman dan pesona yang dimilikinya. Dengan mudahnya, Arsyanendra bahkan ikut bercanda bersama dengan beberapa kepala keluarga kaum aristok
Tiga hari kemudian. . .Selama tiga hari setelah pesta penobatannya, Arsyanendra disibukkan dengan beberapa kegiatan barunya sebagai Raja Hindinia. Selama tiga hari, banyak kunjungan penting yang dilakukan oleh Arsyanendra sebagai seorang Raja. Dari berkunjung ke beberapa sektor yang berhubungan dengan pemerintahannya seperti sektor hukum, ilmu pengetahuan dan pendidikan lalu ke sektor pertahanan di ibu kota.Tidak hanya berkunjung ke tempat di mana kaum aristokrat, Arsyanendra pun juga berkunjung ke tempat para kaum proletar. Melihat kondisi yang sangat menyedihkan dari kaum proletar, Arsyanendra berniat memperbaiki lingkungan hidup kaum proletar dan berusaha membantu kaum proletar untuk mendapatkan hak yang sama dengan kaum aristokrat. Sayangnya. . . apa yang diinginkan oleh Arsyanendra tidak semudah membalikkan tangan. Rencananya itu akan sangat sulit dilakukan saat ini dan bahkan akan banyak memicu pertikaian dari kaum aristokrat.
Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.
Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.“Nona Zia,” teriak Ravania.“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber
Persediaan makanan yang semakin menipis, jumlah pasukan yang terluka yang semakin banyak serta suara ledakan dari perang di ibu kota terdengar oleh Arsyanendra bersama dengan Surendra yang terus menyusun pasukannya bersama dengan panglimanya.“Pasukan milik Nona Zia juga mengalami hal yang sama, Yang Mulia. Mereka tidak akan bertahan lebih dari tiga hari menahan pasukan perbatasan yang datang dari empat penjuru arah.”“Lalu bagaimana jika pasukan milik Zia berhasil ditembus, berapa lama lagi kita bisa menahan pasukan milik Arkatama dan pasukan milik perbatasan?”Arsyanendra memikirkan kemungkinan terburuk dalam peperangan yang akan terjadi beberapa hari ke depan.“Paling lama tiga hari setelah pasukan milik Nona Zia ditembus, Yang Mulia. Jumlah makanan yang semakin menipis, obat – obatan yang juga semakin banyak serta banyak menimbang jumlah pasukan yang tersisa bersama dengan jumlah granat dan p
Keesokan harinya, Ravania bersama dengan Ardizya, Virya dan Narendra Balakosa pergi keluar istana dengan menggunakan jalur rahasia yang tersembunyi di hutan istana.“Guru, apa benar jika kita meninggalkan Yang Mulia seorang diri?”“Ini perintah Yang Mulia. Apapun yang terjadi kita harus melaksanakan perintahnya. Terlebih lagi. . . aku dan Virya punya tugas khusus yang harus kami kerjakan ketika berhasil keluar dari Jako Arta.”“Tugas? Tugas apa itu?”“Membawa pasukan dari negara tetangga,” jawab Virya Balakosa.“Apa maksudnya dengan itu, Nona Virya??”“Selain kalah jumlah, pasukan milik Yang Mulia lebih banyak berisi kaum proletar yang tidak ahli dalam berperang. Jadi Yang Mulia sengaja mengirimku keluar untuk meminta bantuan kepada negara tetangga dan membuatku untuk bernegosiasi dengan mereka.”Mulut Ravania tertutup sembari m
“Bagaimana dengan pasukan kita, Surendra? Jika seandainya kita berperang dalam waktu dekat, apakah kita akan siap untuk melawan mereka?”Arsyanendra yang menyadari perang sudah dekat kemudian mulai menyusun strategi dengan keadaan pasukan miliknya.“Mereka siap, Yang Mulia. Meski pasukan kita mungkin hanya setengah dari jumlah pasukan milik kaum aristokrat, tapi pasukan di bawah pimpinan Yang Mulia sudah siap untuk berperang.”“Kalau begitu seperti taktik perang sebelumnya, masukkan semua pasukan kita melalui jalan rahasia yang terhubung dengan hutan istana dan biarkan mereka membangun tenda di hutan istana untuk persiapan perang. Lalu siapkan titahku untuk dibawa oleh Virya dan Ravania nantinya. Sebelum perang terjadi, kita harus sudah mengeluarkan Ravania dan Virya dari ibu kota jika kita ingin menang dalam perang ini.”“Saya mengerti, Yang Mulia.”Surendra hendak kelua
“Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men
Setelah mempermalukan tujuh kepala kaum aristokrat di depan istana, Arsyanendra kemudian memerintahkan kepada Surendra untuk membawa Bagram ke dalam istana dan menyembunyikannya di kamar Ravania. Sementara itu, Arsyanendra bersama dengan Ravania kemudian menikmati pesta yang diadakan untuk penobatan Ratu Hindinia yang digelar oleh istana. Dalam pesta penyambutannya, Arsyanendra kemudian mengenalkan banyak orang kepada Ravania dari presiden negara tetangga, Raja dari negara tetangga dan perwakilan dari beberapa negara yang sengaja datang ke Hindinia hanya untuk mengucapkan selamat kepada Ravania. Setelah empat jam pesta lamanya digelar, Ravania yang sudah sangat merasa lelah dengan jadwalnya yang padat selama sehari ini kemudian diperbolehkan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat. “Aku akan mengantarmu, Ratuku,” ucap Arsyanendra yang tiba – tiba muncul di samping Ravania dan menggandeng tangan Ravania. “. . .” Ravan
Arsyanendra yang sedang duduk di takhtanya kemudian bangkit ketika mendengar bisikan dari Surendra.“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Tapi Tuan Narendra mengirim pesan bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi saat ini gerbang istana.”Berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apapun, Arsyanendra kemudian bertanya kepada Surendra.“Apa yang terjadi?”“Delapan kepala kaum aristokrat menghadap Nona Indhira yang baru saja memasuki istana.”“Kita pergi ke sana. Sepertinya kaum aristokrat sudah berusaha untuk melancarkan rencananya untuk menjatuhkan ratuku dan berusaha untuk memberi tahu padaku jika aku tidak akan pernah bisa menang dari mereka.”Setelah membalas ucapan Surendra, Arsyanendra kemudian melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ke luar aula di mana saat ini Ravania sedang bersama dengan Narendra menghadapi tujuh kepala kelu
“Bagaimana?” tanya Surendra dari luar ruang ganti Ravania ketika Ravania sedang mengenakan gaun untuk penobatan dan mencoba jubah kerajaan yang tidak berbeda dengan yang selama ini dikenakan oleh Arsyanendra. “Apakah Nona Indhira merasa kurang pas?”“Tidak, Tuan Surendra. Tuan bisa memberitahu pada Yang Mulia, jika semua pakaian yang harus aku kenakan besok telah sesuai dan cocok denganku.”“Baiklah kalau begitu, Nona. Setelah ini saya akan memberi kabar kepada Yang Mulia jika Nona sudah mencoba semua pakaian yang ada. Lalu, Nona. . .”“Ya, Tuan Surendra,” potong Ravania yang masih berada di dalam ruang ganti sembari mengganti pakaiannya kembali.“Saya hanya ingin memberitahu kepada Nona, jika besok Nona akan mendapatkan pengawal pribadi seperti saya.”“Siapa yang akan jadi pengawal pribadi, Tuan Surendra?” tanya Ravania penasaran.