Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei berdiri di halaman rumah keluarga Wen yang sunyi. Angin malam berhembus, membawa sisa aroma debu dan misteri yang belum terpecahkan. Meski adrenalin masih mengalir setelah pertarungan dengan pria berjubah, kelelahan mulai menguasai tubuh mereka."Aku benci mengakuinya," ujar Zhu Shen Mei, merapikan lengan bajunya yang sedikit kotor, "tapi kita perlu istirahat. Aku tidak akan bisa berpikir jernih kalau tubuhku remuk seperti ini."Zhao Yuan Shao menyarungkan pedangnya dan mendengus pelan. "Kau bisa berpikir jernih?" godanya.Zhu Shen Mei melayangkan tatapan tajam. "Jangan mulai. Kau sendiri terlihat seperti akan roboh dalam hitungan detik.""Kalau aku roboh, aku masih bisa menyeretmu bersamaku," sahut Zhao Yuan Shao santai.Zhu Shen Mei mendengus dan melangkah pergi lebih dulu. "Ayo pergi sebelum aku benar-benar melemparmu ke rawa-rawa terdekat."Mereka akhirnya menemukan sebuah penginapan kecil di pinggir desa. Bangunannya sederhana, dengan lentera-lente
“Astaga! Aku tidak menyangka Nona Zhu yang terkenal sangat serius dan menjunjung tinggi norma. Sekarang tidur satu kamar dengan seorang pria yang belum dinikahi,” cibir Zhao Yuan Shao yang terang-terangan meledek Zhu Shen Mei. Perempuan itu memejamkan mata, muak juga menghadapi sikap Zhao Yuan Shao yang terus saja bicara omong kosong. “Bukankah kita satu kamar karena terpaksa? Toh tidak terjadi apa-apa, jadi jangan berlebihan!” Zhao Yuan Shao tersenyum miring, dia berdiri dan mendekat ke arah ranjang tempat dimana Zhu Shen Mei masih berbaring. “Kau yakin?” tanyanya dengan seringai kecil. Raut wajah Zhu Shen Mei berubah, mendadak dia was-was. “Apa maksud mu?”“Maksudku, apa kau yakin kalau tidak terjadi apa-apa diantara kita? Semalam kau tertidur pulas sekali, dan pagi ini aku masih duduk di samping kau berbaring.” Zhao Yuan Shao masih saja berkata santai, tapi nadanya tetap misterius. Zhu Shen Mei yang semula masih berbaring langsung duduk begitu Zhao Yuan Shao menyelesaika
Pisau hitam melesat ke arah Zhu Shen Mei, tajam berkilat di bawah sinar rembulan yang menerobos celah-celah bangunan. Ia hanya punya sepersekian detik untuk bereaksi. Tangannya sudah bergerak, mencoba menahan serangan dengan kipas gioknya, tapi— “Cih, dasar manusia lamban!” Zhao Yuan Shao menerjang dari samping. Cakar tajamnya membelah udara, menangkis pisau itu dengan suara dentingan keras. Namun, dorongan serangan itu cukup kuat hingga keduanya terdorong mundur. Zhu Shen Mei jatuh terduduk, nyaris kehilangan keseimbangan. “Aku tidak lamban! Itu tadi terlalu cepat!” protesnya sambil merangkak bangkit. Zhao Yuan Shao menyeringai. “Kau hampir menjadi tusukan sate. Tapi bersyukurlah, aku ada di sini.” Sosok misterius itu tidak membuang waktu. Dengan gerakan cepat, ia melompat ke jendela, bersiap melarikan diri. “Tidak kali ini!” Zhu Shen Mei menghunus belatinya dan melemparkan jimat lain. Jimat itu berubah menjadi rantai bercahaya yang melilit pergelangan kaki si pr
MEMBAWA BUKTI PEMBANTAIANHujan masih turun dengan deras, setelah Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei kembali dari rumah penasehat Gao Wen Yu. Tujuan mereka saat ini adalah kembali ke kediaman Keluarga Wen, untuk mencari tahu seusatu yang mungkin terlewat dari penyelidikan mereka kemarin.Air hujan membasahi atap bangunan keluarga Wen yang masih berdiri megah namun sunyi. Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei berdiri di halaman depan, memandangi kediaman yang tampak tidak tersentuh oleh waktu, tetapi menyimpan rahasia kelam."Jadi kemungkinan terbesarnya adalah mereka membantai seluruh keluarga Wen hanya untuk menutupi kebusukan sendiri," suara Zhu Shen Mei bergetar oleh kemarahan yang ia tahan. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih begitu mereka sampai.Zhao Yuan Shao melangkah masuk, matanya menyapu sekeliling ruangan yang masih tertata rapi. Ia berjalan menuju ruang kerja kepala keluarga Wen, Wen Lao, dan menemukan sebuah laci yang tidak terkunci. Dengan hati-hati, ia memb
MENYERAHKAN HASIL PENYELIDIKANDi sebuah ruangan gelap, seseorang duduk di balik meja besar, menatap laporan yang baru saja dikirim kepadanya. Cahaya lilin bergetar, memperlihatkan wajah penuh ketenangan namun memancarkan bahaya."Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei... mereka menemukan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi," gumamnya.Seorang pria berlutut di hadapannya. "Tuan, apakah perlu kami habisi mereka?"Orang itu menyandarkan diri ke kursi, matanya menyipit. "Belum. Aku ingin tahu sejauh mana mereka akan melangkah. Tapi jika mereka terlalu jauh... habisi mereka tanpa ragu."Pria yang berlutut mengangguk. "Baik, Tuanku."****Kantor Biro Investigasi Kota Changsa tampak lebih sibuk dari biasanya. Para petugas berlalu-lalang, beberapa membawa gulungan dokumen, sementara yang lain tengah berdiskusi serius mengenai kasus-kasus terbaru.Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei turun dari kuda dengan tubuh yang masih sedikit lembap akibat hujan di perjalanan. Zhu Shen Mei mengibaskan lengan b
“Hei! Katakana dewi siapa yang kau maksud kucing besar?” tanya Zhu Shen Mei geram, tentu saja dia melotot tajam pada pria siluman didepannya.Zhao Yuan Shao malah menaikkan bahu sekilas, lalu tersenyum jahil pada perempuan itu. “Apa kau tidak tahu satu pun dewi di dunia ini? Keterlaluan sekali,” cibir pria itu terang-terangan.“Aku bukannya tidak tahu, aku hanya memastikan dewi mana yang kau maksud itu? Memangnya ada dewi yang memakai hiasan kepala bunga peoni seperti ini?” Zhu Shen Mei menggerutu, dia memandangi hiasan kepala pemberian sang ayah dengan penuh tanda tanya.Melihat itu tentu saja Zhao Yuan Shao merasa sedikit aneh, setidaknya dia berpikir kalau perempuan yang digadang-gadang sebagai reinkernasi dewi gunung li memiliki pengetahuan atau ketertarian soal dewi. Tapi sepertinya Zhu Shen Mei tidak seperti itu.“Aku hanya bisa menghafal beberapa dewi dengan detail, tapi tidak ada satupun yang aku ingat memakai hiasan kepala bunga peoni.” Zhu Shen Mei melanjutkan.“Memangnya si
RUMAH SILUMAN HARIMAUZhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei tiba di Desa Luiyang tepat tengah malam, cahaya-cahaya dari lentera minyak mulai berpendar di desa yang asri. Hutan yang mengelilingi desa, menambah kesan sejuk tapi juga mengandung misteri.Zhao Yuan Shao lekas turun dari kudanya, begitu mereka sudah sampai di rumah sederhana yang berada di puncak bukit. Zhu Shen Mei mengikuti pria siluman itu dan turun dari kuda. Dia berdiri dibelakang Zhao Yuan Shao yang memandang rumah sederhana tapi tampak hangat dan nyaman untuk ditempati.“Ini rumah mu?” tanya Zhu Shen Mei penasaran.“Tentu saja, ayo kita masuk!” ajak Zhao Yuan Shao yang memimpin jalan.Keduanya masuk ke dalam rumah, Zhao Yuan Shao mengarahkan Zhu Shen Mei menuju ruang tamu. Pria siluman itu melepas jubah luarnya yang berbulu, bersiap untuk masuk ke dalam ruang lain di rumahnya.Namun, ada yang aneh di sini. Zhu Shen Mei pun memperhatikan sekeliling dia melihat seisi rumah sudah terang oleh lilin-lilin, sedangkan terasnya di
RUMAH SILUMAN HARIMAU PART IIDalam ruangan tamu kediaman yang dipenuhi oleh lentera-lentera redup, hawa dingin tiba-tiba menyelimuti udara ketika Zhao Yunshi melangkah masuk. Tatapannya tajam, penuh kebencian yang tak tersamarkan, dan di tangannya, pedang es Bing Jian bersinar dalam kilauan biru yang mengancam."Zhu Shen Mei," suaranya terdengar seperti angin dingin yang menusuk, "kau telah mengganggu kehidupan kakakku terlalu lama. Hari ini, aku akan mengakhiri segalanya."Zhu Shen Mei, yang tengah duduk dengan anggun di kursi ukiran giok, hanya tersenyum tipis. Ia perlahan mengangkat kipas gioknya, membuka lipatan-lipatan indah yang tersembunyi di dalamnya."Apa maksud mu Zhao Yunshi, kau terlalu terburu-buru. Dan ya, apakah kau yakin ingin bertarung denganku?"Tanpa menjawab, Zhao Yunshi langsung melesat, pedangnya menebas udara dengan kecepatan luar biasa. Kilatan es membentuk jejak di udara, menciptakan suhu yang seketika turun drastis. Namun, Zhu Shen Mei tidak gentar. Dengan g
Matahari pagi menyusup perlahan di antara celah kabut Desa Liuyang. Embun masih menggantung di rerumputan, dan aroma tanah yang lembap bercampur dengan wangi bunga plum yang mulai bermekaran. Setelah pertarungan semalam dan penutupan celah formasi yang nyaris menelan desa, pagi ini terasa jauh lebih damai.Zhao Yuan Shao berjalan di depan dengan santai, tangan di belakang kepala, dan langkah ringan seperti biasa. Di belakangnya, Zhu Shen Mei menggandeng Xiao Ren yang memeluk boneka kain usang di pelukannya. Anak itu tampak gugup, tapi matanya berbinar, sesekali menatap Zhu Shen Mei dengan rasa percaya yang polos.Zhao Yunshi berjalan pelan di sisi mereka, ekspresi tetap datar dan dingin seperti biasanya, tapi sekali-dua kali menoleh untuk memastikan Xiao Ren tidak tersandung.“Kakak, kau yakin ini rumahnya?” tanya Zhao Yunshi datar.Zhao Yuan Shao menoleh sambil tersenyum lebar, “Tenang saja, aku hanya tersesat dua kali. Itu sudah jauh lebih baik dari biasanya!”Zhu Shen Mei meliriknya
Dari dahi Zhu Shen Mei, sebuah pola angin berwarna perak keemasan menyala, berbentuk seperti pusaran angin dengan titik cahaya di tengahnya. Matanya memutih sesaat, dan tubuhnya bersinar lembut.Siluman serigala membeku di udara.Zhao Yuan Shao yang terjatuh, mendongak dengan mata terbelalak. Ia mengenali tanda itu.“Li Shan... Niangniang?” tanyanya dalam gumam rendah, masih tak percaya apa yang baru saja dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Zhu Shen Mei tidak bicara, matanya tajam menatap musuh. Sorot mata tajam yang sebelumnya tidak pernah perempuan itu miliki.Saat dia mengangkat tangannya, seluruh udara sekitar menjadi padat. Pepohonan merunduk, daun beterbangan, dan cahaya giok menyelimuti tangannya yang memegang kipas.“Kembalilah ke Utara. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar kebanggaanmu sebagai siluman!”Suara Zhu Shen Mei bergema aneh—seolah dua suara bersamaan, satu miliknya, satu lagi... suara yang lebih tua, lebih megah dan agung.Siluman serigala menggeram mar
Bahkan sebelum tengah hari, mereka bertiga sudah tiba di bagian utara Desa Liuyang yang sepi, tepatnya di kuil tua yang dimaksud oleh Zhao Yuan Shao. Kuil itu sudah sanat berdebu, tampaknya sudah ditinggalkan jauh sebelum para penduduk menghilang.“Kau yakin tempat ini pernah dijadikan tempat ritual penyeimbang aura?” tanya Zhao Yunshi pada sang kakak.Zhao Yuan Shao pun mengangguk, kemudian berdiri sejajar dengan sang adik. Pria siluman itu memandang ke arah pintu masuk kuil. “Aku ingat dulu ayah dan ibu pun ikut dalam ritual itu,” balasnnya.Kuil tua itu berdiri muram di bawah langit kelabu. Bangunannya sebagian sudah ditelan lumut, genting-gentingnya jatuh, dan di bagian barat aula doa, pohon beringin raksasa tumbuh menembus atap, akarnya menjalar seperti tangan makhluk purba yang tertidur. Angin yang bertiup dari arah utara membawa bau amis samar yang membuat bulu kuduk berdiri.Begitu mereka melangkah masuk ke aula utama, langkah mereka terhenti.“Ada darah,” lirih Zhu Shen Mei s
Ruang makan keluarga Zhao tak besar, namun nyaman. Dindingnya dihiasi lukisan tinta bergambar gunung bersalju dan harimau putih melompat di antara pinus—lukisan lama yang dibuat oleh ayah mereka bertahun-tahun lalu. Di tengah, sebuah meja kayu bundar telah ditata rapi dengan bubur panas, sayur asin, telur rebus, dan teh hangat.Zhao Yuan Shao duduk dengan santai, satu kaki dinaikkan ke lutut satunya. Ia sedang membagi telur rebus dengan sumpitnya—dan entah kenapa, telur itu malah terbang terpental ke piring Shen Mei.“Ups! Maaf tapi sepertinya itu tanda dari langit, mungkin.” Zhao Yuan Shao berlagak dramatis. “Tanda apa?” tanya Zhu Shen Mei dengan kening yang berkerut. “Itu artinya kau dan aku… sudah berjodoh sampai sebutir telur pun, langsung tertuju ke arah mu. Seluruh alam semesta tahu perasaanku.”Lagi-lagi Zhao Yuan Shao membual, tentu saja itu membuat Zhao Yunshi, yang duduk di sebelah kiri Zhu Shen Mei, menghela napas panjang.“Kau pasti melewatkan pelajaran logika sela
Mendengar rintihan Zhu Shen Mei dalam tidur, membuat hati pria siluman itu terasa sesak. Meski Zhu Shen Mei tidak akan ingat apa yang dia impikan dalam tidur. Tapi kesedihannya akan dirasakan sampai esok hari, dan Zhao Yuan Shao tidak menyukai itu.“Hou Qi,” lirih Zhu Shen Mi lagi, kali ini air mata mulai jatuh dari kelopak matanya yang indah. Zhao Yuan Shao bangkit dari duduknya dan dengan ragu-ragu mulai mendekati tempat tidur Zhu Shen Mei.Gadis itu menggeliat, wajahnya memucat, dahi berkeringat serta tangan yang menggenggam erat selimutnya. Bibirnya terus menggumam nama yang sama, nama Hou Qi siluman Zhao Yuan Shao. Namun Zhu Shen Mei memanggilnya dengan suara begitu pilu seakan memanggil dari masa ratusan tahun lalu.Zhao Yuan Shao menunduk, jantungnya berdetak pelan. Dia duduk di tepi ranjang, memandang wajah Zhu Shen Mei dalam-dalam, meski tidak menyentuhnya sama sekali.“Aku di sini, Shen Mei. Aku di sini bersama mu.”Zhu Shen Mei bergumam lirih, matanya tetap terpejam, tapi
Langit sudah gelap sempurna saat Zhao Yuan Shao, Zhao Yunshi, dan Zhu Shen Mei semakin masuk ke dalam desa. Mereka pun akhirnya memilih untuk beristirahat di kediaman Zhao, karena hanya tempat itu saja yang tidak tercemar oleh aura roh perantara.Zhao Yunshi masuk terlebih dahulu, seketika lentera-lentera yang ada di kediaman menyala dengan sendirinya. Sementara Zhu Shen Mei masih berdiri di halaamn kediaman sambil menatap jauh ke jalan berbatu yang baru saja mereka lewati.“Shen Mei, ada apa?” tanya Zhao Yuan Shao yang memang hendak menaiki tangga. Dai menoleh ketika tidak mendengar langkah kaki sang arsiparis mengekori dirinya.Zhu Shen Mei menoleh, lalu tersenyum hambar berusaha menyembunyikan rasa khawatir. “Tidak ada, ayo kita masuk!” ajaknya.Mereka pun masuk ke kediaman dengan Zhu Shen Mei yang terus mendorong Zhao Yuan Shao. Menghalangi pria siluman itu untuk melihat apa yang ada di luar kediaman.Zhao Yuan Shao menyalakan lentera gantung di ruang utama. Cahaya hangat menyeba
Setelah pertarungan usai dan kabut memudar, ketiganya duduk sejenak di beranda sebuah rumah kosong. Zhao Yunshi bersandar di tiang kayu, matanya terpejam, masih mengumpulkan kekuatan. Sementara itu, Zhu Shen Mei berdiri di halaman, membuka gulungan catatan roh miliknya, menulis cepat di permukaan kertas dengan kuas kecil yang mengeluarkan cahaya giok.“Kau mencatat pertarungan kita?” tanya Zhao Yuan Shao sambil mengikat kembali sarung pedangnya.Zhu Shen Mei menoleh sebentar. “Tidak. Aku menulis surat wasiat. Kalau nanti mati dibantai siluman, kau tahu di mana harta karun milik ku, iya kan?”Zhao Yuan Shao mengangguk mantap sembari bersidekap, berlagak serius. “Tentu. Di balik rak buku, di belakang lukisan burung bangau, tiga langkah ke kanan, lantai kayu keempat bisa dicungkil.”Zhu Shen Mei mematung, sangat terkejut dengan jawaban pria siluman itu. "Kau mengintip kamarku?” todongnya dengan mata terbelalak sempurna. “Bukan mengintip, tapi memastikan tempat persembunyian calon istri
Zhao Yuan Shao menatap sekeliling, lalu mengangkat tangannya pelan. Ia membentuk mudra, mengalirkan sedikit energi spiritual ke udara. "Ada resonansi.” Wajahnya menegang. “Sesuatu menyerap roh di sekitar sini. Perlahan... dan sangat hati-hati. Bahkan roh tanaman dan hewan tak terasa.” Zhao Yunshi menyipitkan mata. “Ini kerja siluman tingkat tinggi. Tapi aneh... kalau ini niat jahat, kenapa meninggalkan bangunan utuh? Kenapa tidak menghancurkan, membakar, atau mencemari?” Zhu Shen Mei menjawab perlahan, “Mungkin karena siluman ini tidak datang untuk menghancurkan… tapi untuk berdiam.” Mereka bertiga saling bertukar pandang. Sebuah pengertian tak terucapkan mulai tumbuh: apa pun yang mengambil alih desa ini, itu tidak sedang bersembunyi. Ia menunggu. Tiba-tiba, dari rumah tua di ujung jalan, terdengar suara pintu berderit. Zhao Yuan Shao langsung berdiri di depan Zhu Shen Mei, satu tangan terangkat membentuk perisai energi kecil di antara mereka. “Tetap di belakangku,” katanya da
Aroma obat herbal dan dupa pembersih masih samar tercium dari bangsal penyembuhan. Akan tetapi Zhao Yunshi sudah berdiri dengan anggun, rambut peraknya dikuncir separuh, jubah putih gadingnya berkibar pelan saat angin sore menerpa. Bekas luka serangan siluman wabah Hui telah hilang dari kulitnya, namun sisa-sisa kelelahan masih tampak di sorot matanya. Di sebelahnya, sang kakak, Zhao Yuan Shao, tampak lebih tenang dari biasanya, meski jelas tak sepenuhnya lega. Tubuhnya tegap dalam jubah penangkap siluman berwarna gelap, namun sorot mata itu—yang hanya muncul saat menatap adiknya—terlihat teduh, penuh perhatian. "Aku ingin kembali ke Desa Liuyang kak," ucap Zhao Yunshi dengan tenang. Meski ini juga terdengar sebagai permintaan yang mendadak. “Kau yakin ingin kembali sekarang?” tanya Zhao Yuan Shao, suaranya rendah namun mengandung nada khawatir. “Tubuhmu mungkin sudah pulih, tapi luka akibat siluman wabah Hui tak semudah itu untuk sembuh," imbuhnya. Zhao Yunshi menatap jau