Rurik menyela percakapan Yuri. Dia tidak bisa menerima perlakuan kasar dari Yuri. "Lanjutkan saja, Rurik!" Gennadius memerintahkan Rurik untuk melanjutkan pengakuannya. "Apakah kau memiliki bukti bahwa kau adalah anak buah dari Viktor?!" Rurik tersenyum canggung. "Bahkan saya melamar pekerjaan di mansion ini atas perintahkan dari Tuan Viktor." Rurik mengeluarkan smartphone-nya. Kemudian, menunjukkan foto Viktor kepada Gennadius. "Apakah dia adalah cucu menantu Anda, Tuan Besar?!" Gennadius pun membelalakan kedua mata tuanya. "Lalu, di mana dia sekarang?!" Gennadius mengembalikan smartphone milik Rurik. "Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Namun, Tuan Muda Viktor akan datang menemui Anda malam ini." Gennadius dan kedua pria lainnya terkejut mendengar penuturan Rurik. "Jaーjadi, Tuan Viktor masih hidup?!" "Apakah dia baik-baik saja?!" Yuri dan Yeva saling melemparkan pertanyaan kepada Rurik. "Ya. Tuan Muda Viktor masih hidup." Rurik menghela napas dalam-dalam. "Jad
Viktor dan Rurik melewati jalanan setapak yang akan membimbing mereka menuju gudang yang terletak di mansion sayap kanan. Brak! Rurik membuka pintu gudang tersebut. "Seumur-umur saya tinggal di mansion keluarga Konstantin, saya belum pernah masuk ke gudang ini sekalipun." Sepasang manik mata biru milik Viktor harus menyesuaikan cahaya yang temaram. "Apakah ini adalah gudang tua yang tak terpakai?!" Viktor dan Rurik berjalan di bawah cahaya lampu yang temaram. Debu, kotoran dan bau busuk tercium oleh indera penciumannya. "Sepertinya begitu, Tuan Muda Viktor." Rurik membuka sebuah pintu besi. Brak! "Silakan, Tuan Muda!" Viktor masuk dengan langkah pasti diiringi dengan kedua mata elang yang terbuka sempurna. Tak! Tak! Tak! Tak! Tak! Tak! Keduanya menuruni anak tangga dengan berhati-hati. "Apakah itu adalah Kakek Gennadius?" Viktor bertanya kepada Rurik ketika sepasang telinganya menangkap suara batuk seseorang. "Saya pikir demikian." 'Sungguh aneh. Mengapa Kakek memilih
Suara Rurik menyadarkan Viktor dari lamunannya. Dia dan hatinya begitu rapuh setiap kali mengingat sosok Xandrova. "Ya, Rurik. Saya tidak akan lama." Viktor membuka pintu ruang tidur utama dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara. Dia menatap ke segala penjuru ruangan. "Semuanya masih tetap sama!" Viktor berseru pelan agar tidak membangunkan Xandrova. Dia melangkah mendekati ranjang di mana Xandrova tertidur pulas. "Kau semakin cantik dari hari ke hari, Zoya!" Viktor memuji kecantikan sang istri yang sedang berlabuh di alam mimpi. "Aku merindukanmu, Zoya. Aku akan menjemputmu 1 bulan ke depan. Dan, jagalah cinta kita!" Viktor berbicara dengan Xandrova yang sedang menutup mata. Dia membelai lembut wajah istrinya sambil menahan air mata yang akan terjatuh sebentar lagi. "Aku memiliki sesuatu, Zoya." Viktor mengeluarkan sebuah gelang yang sudah dipersiapkan sejak siang tadi. Ya, gelang emas putih dengan hati di tengahnya. "Kau akan semakin terlihat sangat cantik menggunakan
Melihat Xandrova menangis, hati Gennadius pun teriris. "Viktor yang memasangkan gelang itu di tanganmu malam tadi. Dia datang untuk menemui Kakek dan menemui mu tanpa sepengetahuan kedua orang tua mu." Gennadius menjelaskan dengan suara bergetar. "Mengapa dia tidak membangunkan aku?" "Bukankah dia memang tidak pernah membangunkan mu?" Bukannya menjawab, Gennadius justru bertanya balik kepada cucunya. "Namun setidaknya, apakah dia tahu bahwa aku menunggunya pulang? Di mana dia sekarang?" Xandrova turun dari ranjang. Dia berjalan menuju kamar mandi yang masih terletak di dalam kamar tanpa alas kaki. "Viktor!" Xandrova berteriak memanggil nama suaminya. "Viktor! Viktor, kau di mana?!" Xandrova membuka pintu kamar mandi, tetapi tidak menemukan siapapun di dalam sana. "Lantai kamar mandi pun kering!" Kini, Xandrova berlari menuju ruang ganti yang berada tepat di sebelah kamar mandi. "Viktor, apakah kau berada di dalam ruang ganti?" Xandrova berteriak dari depan pintu ruang ga
'Oh, Astaga! Aku hampir saja melupakan Viktor!' Vladimir buru-buru mengajak istri dan cucunya masuk."Aku akan menjelaskannya di dalam. Ayo, masuk!" Vladimir mengajak sang cucu masuk ke dalam mansion keluarga Romanov. Tak! Tak! Tak! Viktor melangkah dengan sangat hati-hati. Dia melihat lukisan indah juga maha seni lainnya di dalam kediaman keluarga Romanov. "Viktor, ikuti saya!" Vladimir dan Morzevich melangkah lebih dulu menuju ruang perpustakaan keluarga Romanov. Seorang pelayan membuka pintu ruang perpustakaan. "Silahkan masuk, Tuan dan Nyonya!" "Vasili, tutup pintunya rapat-rapat dan jangan biarkan siapapun mendekat!" Vladimir memberikan perintah dengan tegas dan lugas. "Baik, Tuan Besar!" Vasili dan pelayan tadi pergi dari ambang pintu dan berjaga di depan perpustakaan. Sementara itu, Vladimir mengajak istri dan cucunya duduk bersama. "Mozza, tahukah kau siapa pria muda ini?" Morzevich menatap Viktor dari atas kepala hingga ujung kaki tanpa berkedip. "Siapa dia, Vla
Sorot mata Morzevich mengarah kepada seluruh pekerja yang masih berbaris dengan rapi. "Jika saya mengetahui bahwa diantara kalian ada yang menolak keberadaan Viktor sebagai Cucu kami, maka silakan angkat kaki dari mansion ini!" Morzevich berkata dengan tegas diiringi dengan tatapan mata sinis penuh amarah. "Dan, jika saya mendengar berita buruk tentang Viktor keluar dari mulut kalian, maka saya juga tidak akan segan-segan memenjarakan kalian!" Vladimir berdeham, lalu angkat bicara sambil berkacak pinggang. "Perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa Viktor berada di bawah perlindungan saya dan Morzevich!" Vladimir yang keras hati tidak ingin ucapan nya terbantahkan oleh siapapun juga. Dia tidak akan mengampuni seseorang yang membuat kesalahan, Tidak perduli kecil atau besarnya kesalahan tersebut. "Tapi, Pa?" Lenin berusaha menyela pembicaraan Vladimir, tetapi sang tuan besar tersebut segera mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi sebagai isyarat agar Lenin diam. "Jadi, da
"Buat Gennadius menyesal! Karena saya tidak suka jika Maksim diperlakukan rendah seperti itu!" "Saya tahu, Tuan." Sang kaki tangannya pun segera menjawab. "Namun, saya juga akan melakukan apapun untuk membalas Gennadius. Sebaiknya, kita tunggu saja hingga Maksim kembali!" Lenin masih berada di mini bar milik keluarga Romanov. Dengan kesadaran yang tersisa, dia menunggu Pyotr hingga akhirnya Anne datang."Aku telah mencarimu di mana-mana, Lenin. Mengapa kau meminum wine di siang hari seperti ini?!"Brak!Lenin memukul meja dengan keras. "Apa yang salah dengan meminum wine di siang hari?!"Lenin naik pitam ketika Anne bertanya kepadanya. Dia juga menepis tangan Anne ketika wanita itu hendak memegang lengannya."Jangan mendekat!"Lenin menuangkan isi dari dalam botol wine yang sudah kosong."Aaaarrghh!"Lenin berteriak sambil melemparkan botol kosong ke sembarang tempat. Dengan kedua mata merahnya, Lenin menatap Anne."Kau!"Lenin menunjuk Anne tanpa berkedip."Ambilkan saya wine l
Vasili menjawab dengan tegas dan tanpa keraguan. "Sejak kecil, saya dididik Ayah untuk senantiasa menjaga Anda. Karena Anda adalah prioritas kami."'Jika laki-laki kecil di ingatanku bukan Vasili, lalu siapa?!'Viktor sungguh penasaran dibuatnya. Dia rela berpikir keras hingga sakit kepala menyerangnya. *** Maksim membuka kedua matanya lebar-lebar ketika mendengarkan bisikan dari sang asisten. Kemudian, terlihat senyum tipis mengembang di bibirnya. "Kau cukup pintar, Feliks!" Feliks bimbang. Dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. 'Hmm? Apakah Tuan Maksim baru saja melontarkan kalimat pujian? Atau justru kalimat sindiran?' Feliks berpikir sejenak mengenai makna di balik kata-kata Maksim barusan. 'Karena seingat ku, Tuan Muda tidak pernah memuji seseorang. Bahkan Nona Zoya sekalipun! Dia tidak pernah menganggap orang lain lebih cerdas darinya!' Feliks mengenal Maksim lebih lama karena dia bekerja dengan Lenin terlebih dahulu sebelum akhirnya menjadi asisten Maksim