Sorot mata Morzevich mengarah kepada seluruh pekerja yang masih berbaris dengan rapi. "Jika saya mengetahui bahwa diantara kalian ada yang menolak keberadaan Viktor sebagai Cucu kami, maka silakan angkat kaki dari mansion ini!" Morzevich berkata dengan tegas diiringi dengan tatapan mata sinis penuh amarah. "Dan, jika saya mendengar berita buruk tentang Viktor keluar dari mulut kalian, maka saya juga tidak akan segan-segan memenjarakan kalian!" Vladimir berdeham, lalu angkat bicara sambil berkacak pinggang. "Perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa Viktor berada di bawah perlindungan saya dan Morzevich!" Vladimir yang keras hati tidak ingin ucapan nya terbantahkan oleh siapapun juga. Dia tidak akan mengampuni seseorang yang membuat kesalahan, Tidak perduli kecil atau besarnya kesalahan tersebut. "Tapi, Pa?" Lenin berusaha menyela pembicaraan Vladimir, tetapi sang tuan besar tersebut segera mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi sebagai isyarat agar Lenin diam. "Jadi, da
"Buat Gennadius menyesal! Karena saya tidak suka jika Maksim diperlakukan rendah seperti itu!" "Saya tahu, Tuan." Sang kaki tangannya pun segera menjawab. "Namun, saya juga akan melakukan apapun untuk membalas Gennadius. Sebaiknya, kita tunggu saja hingga Maksim kembali!" Lenin masih berada di mini bar milik keluarga Romanov. Dengan kesadaran yang tersisa, dia menunggu Pyotr hingga akhirnya Anne datang."Aku telah mencarimu di mana-mana, Lenin. Mengapa kau meminum wine di siang hari seperti ini?!"Brak!Lenin memukul meja dengan keras. "Apa yang salah dengan meminum wine di siang hari?!"Lenin naik pitam ketika Anne bertanya kepadanya. Dia juga menepis tangan Anne ketika wanita itu hendak memegang lengannya."Jangan mendekat!"Lenin menuangkan isi dari dalam botol wine yang sudah kosong."Aaaarrghh!"Lenin berteriak sambil melemparkan botol kosong ke sembarang tempat. Dengan kedua mata merahnya, Lenin menatap Anne."Kau!"Lenin menunjuk Anne tanpa berkedip."Ambilkan saya wine l
Vasili menjawab dengan tegas dan tanpa keraguan. "Sejak kecil, saya dididik Ayah untuk senantiasa menjaga Anda. Karena Anda adalah prioritas kami."'Jika laki-laki kecil di ingatanku bukan Vasili, lalu siapa?!'Viktor sungguh penasaran dibuatnya. Dia rela berpikir keras hingga sakit kepala menyerangnya. *** Maksim membuka kedua matanya lebar-lebar ketika mendengarkan bisikan dari sang asisten. Kemudian, terlihat senyum tipis mengembang di bibirnya. "Kau cukup pintar, Feliks!" Feliks bimbang. Dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. 'Hmm? Apakah Tuan Maksim baru saja melontarkan kalimat pujian? Atau justru kalimat sindiran?' Feliks berpikir sejenak mengenai makna di balik kata-kata Maksim barusan. 'Karena seingat ku, Tuan Muda tidak pernah memuji seseorang. Bahkan Nona Zoya sekalipun! Dia tidak pernah menganggap orang lain lebih cerdas darinya!' Feliks mengenal Maksim lebih lama karena dia bekerja dengan Lenin terlebih dahulu sebelum akhirnya menjadi asisten Maksim
Lenin mendadak memasang wajah tidak senang. Sorot matanya menyala-nyala. "Ada apa, Pa?! Apa yang sebenarnya sedang Papa tutupi dari saya?!" 'Astaga! Mengapa susah sekali bersembunyi dari tatapan Maksim? Ia bahkan tahu apa yang sedang ku pikirkan!' Lenin berkata di dalam hatinya. Dia menatap Maksim dalam-dalam. "Papa sedang membuktikan sendiri ucapan Kakek dan Nenekmu, Maksim. Papa sudah meminta seseorang untuk menyelidiki hal ini." "Menyelidiki?!" Lenin mengangguk cepat. Dia tidak ingin kehilangan kepercayaan dari Maksim. Karena kelak sang anak akan menggantikan posisi Vladimirーsetidaknya itulah yang dipikirkan oleh Lenin dan Anne selama ini. Lenin kini mengubah posisi duduknya. Dia dan Maksim duduk saling berhadapan. "Ya. Papa meminta seseorang untuk mengambil sample rambut Kakek dan pria miskin itu. Hasilnya akan keluar setidaknya 2 minggu ke depan." 'Aku tidak menyangka Papa melakukan hal itu!' Maksim berseru di dalam hati. Namun, dia tidak peduli dengan apa yang dilakukan
Kini, tatapan Vladimir beralih kepada kedua anak buahnya. "Benar. Kita tidak tahu siapa dalang di balik pembunuhan beberapa tahun silam, bukan?! Bagaimana jika orang itu berada di dekat kita?!" "Musuh dalam selimut. Benar begitu, Tuan Besar?!" Vasili menduga-duga isi pikiran sang tuan. Sementara itu, Kendrik menatap Vladimir lekat-lekat. "Saya tetap pada pendirian, Tuan Besar. Saya tetap mencurigai Tuan Lenin." Tiba-tiba saja, Shura berkata tanpa ragu. Dia tahu bahwa opininya tidak mendasar. Namun, dia mencurigai Lenin karena sepenggal kalimat yang didengaenya dari Pyotr tadi. "Ya, saya memang tidak memiliki bukti apapun, Tuan Besar. Namun, tidak ada salahnya jika kita meningkatkan kewaspadaan karena Tuan Muda telah kembali." Saran yang dikemukakan oleh Shura, mendapatkan sambutan baik dari semua orang. "Kau tidak salah, Shura." Vladimir bangkit, lalu meletakkan kedua tangan di atas meja. Sorot matanya yang tajam mengarah ke semua orang. "Sebar anak buah yang kau percayai, Sh
"Tentu saja. Semua orang yang berada di dalam mansion ini pun harus merasakan hal yang sama. Ha! Ha! Ha!" Vladimir kembali tertawa. "Viktor, apa yang membuatmu bahagia selama kau tinggal di kediaman keluarga Konstantin?" Morzevich melayangkan pertanyaan sensitif bagi Viktor. "Kapan aku akan memberikan kami keturunan?! Hmm?!" Belum juga menjawab pertanyaan pertama, kini Morzevich sudah melayangkan pertanyaan kedua. "Oh, Mozza ... kau tidak bisa menanyakan hal itu sekarang!" Vladimir mengusap sisa makanan dengan napkin yang berada di pangkuannya. "Mengapa tidak, Vlad?! Aku hanya ingin menimang seorang Cucu." Morzevich mencoba membela diri. Dia meletakkan sendok sup, lalu menoleh ke arah Viktor. "Oh, Viktor ... cepat jemput Istrimu dan bawa kemari! Nenek sudah tidak sabar ingin segera memeluknya." Morzevich mengusap tangan kiri Viktor dengan lembut. "Viktor?" Morzevich mengangguk. Namun, Viktor menatap Vladimir. Pria tua itu diam. "Nek, maーmaaf. Sepertinya ... belum bisa."
Viktor terdiam sejenak. Dia membalikkan badan menatap Vasili yang bermuka tegang. "Pertama, pergilah ke Katedral St Shopia yang berada di Veliky Novgorod!" Kedua mata Vasili terbuka sempurna. Dia hendak melayangkan protes kepada Viktor, tetapi tuannya tersebut mengangkat tangan agar Vasili membungkam mulutnya. "Pergilah diam-diam ke sana untuk mencari seseorang, Caleb! Dan, saya ingin kau berhasil sebelum jam makan siang besok. Bagaimana, Caleb? Apakah kau mampu?!" Dengan nada sedikit memaksa, Viktor menginginkan Caleb pergi membantunya untuk menemukan ayah kandung dari Vasili Rodamir. "Karena dia adalah saksi kunci masa lalu saya. Ya, Egory Rodamir." "Baik, Tuan Viktor." Akhirnya terdengar suara Caleb di seberang saluran telepon. "Saya akan mengirimkan foto agar memudahkan mu mencarinya." "Dan, hal apalagi yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan Viktor?" Viktor memejamkan kedua matanya sambil menghela napas dalam-dalam. "Jagalah Zoya!" Kedua mata Vasili kembali terbuka sem
Viktor menaikkan kedua alisnya saat membaca angka yang tertera di layar smartphone-nya. Namun meskipun begitu, rasa keingintahuannya pun muncul. Ia segera menekan ikon telepon berwarna hijau. "Haーhalo, Viktor." Dengan mulut terbuka lebar, Viktor menahan suaranya. Kedua bola mata biru Viktor membulat. Ia pun bangkit dari kursinya. 'Kakek?! Jadi, ini adalah nomor Kakek yang baru?!' Viktor membatin sambil berjalan menjauh dari Vasili. "Selamat pagi, Tuan Besar Konstantin ...." Viktor menjawab salam sapa Gennadius dengan sopan. Dia mengembangkan senyum saat menerima telepon dari Gennadius. 'Rupanya, Tuan Muda begitu menghormati Tuan Besar Konstantin!' Vasili berseru di dalam hati. Dia menunggu tuannya sambil memeriksa notifikasi yang masuk di smartphone miliknya. "Kakek, apakah menggunakan nomor ini akan aman dari gangguan penyadap? Apakah Kakek sudah memeriksa smartphone Anda?" Viktor tidak menginginkan ada orang lain yang ikut mendengarkan percakapannya dengan Gennadius. "Kau