Vasili menjawab dengan tegas dan tanpa keraguan. "Sejak kecil, saya dididik Ayah untuk senantiasa menjaga Anda. Karena Anda adalah prioritas kami."'Jika laki-laki kecil di ingatanku bukan Vasili, lalu siapa?!'Viktor sungguh penasaran dibuatnya. Dia rela berpikir keras hingga sakit kepala menyerangnya. *** Maksim membuka kedua matanya lebar-lebar ketika mendengarkan bisikan dari sang asisten. Kemudian, terlihat senyum tipis mengembang di bibirnya. "Kau cukup pintar, Feliks!" Feliks bimbang. Dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. 'Hmm? Apakah Tuan Maksim baru saja melontarkan kalimat pujian? Atau justru kalimat sindiran?' Feliks berpikir sejenak mengenai makna di balik kata-kata Maksim barusan. 'Karena seingat ku, Tuan Muda tidak pernah memuji seseorang. Bahkan Nona Zoya sekalipun! Dia tidak pernah menganggap orang lain lebih cerdas darinya!' Feliks mengenal Maksim lebih lama karena dia bekerja dengan Lenin terlebih dahulu sebelum akhirnya menjadi asisten Maksim
Lenin mendadak memasang wajah tidak senang. Sorot matanya menyala-nyala. "Ada apa, Pa?! Apa yang sebenarnya sedang Papa tutupi dari saya?!" 'Astaga! Mengapa susah sekali bersembunyi dari tatapan Maksim? Ia bahkan tahu apa yang sedang ku pikirkan!' Lenin berkata di dalam hatinya. Dia menatap Maksim dalam-dalam. "Papa sedang membuktikan sendiri ucapan Kakek dan Nenekmu, Maksim. Papa sudah meminta seseorang untuk menyelidiki hal ini." "Menyelidiki?!" Lenin mengangguk cepat. Dia tidak ingin kehilangan kepercayaan dari Maksim. Karena kelak sang anak akan menggantikan posisi Vladimirーsetidaknya itulah yang dipikirkan oleh Lenin dan Anne selama ini. Lenin kini mengubah posisi duduknya. Dia dan Maksim duduk saling berhadapan. "Ya. Papa meminta seseorang untuk mengambil sample rambut Kakek dan pria miskin itu. Hasilnya akan keluar setidaknya 2 minggu ke depan." 'Aku tidak menyangka Papa melakukan hal itu!' Maksim berseru di dalam hati. Namun, dia tidak peduli dengan apa yang dilakukan
Kini, tatapan Vladimir beralih kepada kedua anak buahnya. "Benar. Kita tidak tahu siapa dalang di balik pembunuhan beberapa tahun silam, bukan?! Bagaimana jika orang itu berada di dekat kita?!" "Musuh dalam selimut. Benar begitu, Tuan Besar?!" Vasili menduga-duga isi pikiran sang tuan. Sementara itu, Kendrik menatap Vladimir lekat-lekat. "Saya tetap pada pendirian, Tuan Besar. Saya tetap mencurigai Tuan Lenin." Tiba-tiba saja, Shura berkata tanpa ragu. Dia tahu bahwa opininya tidak mendasar. Namun, dia mencurigai Lenin karena sepenggal kalimat yang didengaenya dari Pyotr tadi. "Ya, saya memang tidak memiliki bukti apapun, Tuan Besar. Namun, tidak ada salahnya jika kita meningkatkan kewaspadaan karena Tuan Muda telah kembali." Saran yang dikemukakan oleh Shura, mendapatkan sambutan baik dari semua orang. "Kau tidak salah, Shura." Vladimir bangkit, lalu meletakkan kedua tangan di atas meja. Sorot matanya yang tajam mengarah ke semua orang. "Sebar anak buah yang kau percayai, Sh
"Tentu saja. Semua orang yang berada di dalam mansion ini pun harus merasakan hal yang sama. Ha! Ha! Ha!" Vladimir kembali tertawa. "Viktor, apa yang membuatmu bahagia selama kau tinggal di kediaman keluarga Konstantin?" Morzevich melayangkan pertanyaan sensitif bagi Viktor. "Kapan aku akan memberikan kami keturunan?! Hmm?!" Belum juga menjawab pertanyaan pertama, kini Morzevich sudah melayangkan pertanyaan kedua. "Oh, Mozza ... kau tidak bisa menanyakan hal itu sekarang!" Vladimir mengusap sisa makanan dengan napkin yang berada di pangkuannya. "Mengapa tidak, Vlad?! Aku hanya ingin menimang seorang Cucu." Morzevich mencoba membela diri. Dia meletakkan sendok sup, lalu menoleh ke arah Viktor. "Oh, Viktor ... cepat jemput Istrimu dan bawa kemari! Nenek sudah tidak sabar ingin segera memeluknya." Morzevich mengusap tangan kiri Viktor dengan lembut. "Viktor?" Morzevich mengangguk. Namun, Viktor menatap Vladimir. Pria tua itu diam. "Nek, maーmaaf. Sepertinya ... belum bisa."
Viktor terdiam sejenak. Dia membalikkan badan menatap Vasili yang bermuka tegang. "Pertama, pergilah ke Katedral St Shopia yang berada di Veliky Novgorod!" Kedua mata Vasili terbuka sempurna. Dia hendak melayangkan protes kepada Viktor, tetapi tuannya tersebut mengangkat tangan agar Vasili membungkam mulutnya. "Pergilah diam-diam ke sana untuk mencari seseorang, Caleb! Dan, saya ingin kau berhasil sebelum jam makan siang besok. Bagaimana, Caleb? Apakah kau mampu?!" Dengan nada sedikit memaksa, Viktor menginginkan Caleb pergi membantunya untuk menemukan ayah kandung dari Vasili Rodamir. "Karena dia adalah saksi kunci masa lalu saya. Ya, Egory Rodamir." "Baik, Tuan Viktor." Akhirnya terdengar suara Caleb di seberang saluran telepon. "Saya akan mengirimkan foto agar memudahkan mu mencarinya." "Dan, hal apalagi yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan Viktor?" Viktor memejamkan kedua matanya sambil menghela napas dalam-dalam. "Jagalah Zoya!" Kedua mata Vasili kembali terbuka sem
Viktor menaikkan kedua alisnya saat membaca angka yang tertera di layar smartphone-nya. Namun meskipun begitu, rasa keingintahuannya pun muncul. Ia segera menekan ikon telepon berwarna hijau. "Haーhalo, Viktor." Dengan mulut terbuka lebar, Viktor menahan suaranya. Kedua bola mata biru Viktor membulat. Ia pun bangkit dari kursinya. 'Kakek?! Jadi, ini adalah nomor Kakek yang baru?!' Viktor membatin sambil berjalan menjauh dari Vasili. "Selamat pagi, Tuan Besar Konstantin ...." Viktor menjawab salam sapa Gennadius dengan sopan. Dia mengembangkan senyum saat menerima telepon dari Gennadius. 'Rupanya, Tuan Muda begitu menghormati Tuan Besar Konstantin!' Vasili berseru di dalam hati. Dia menunggu tuannya sambil memeriksa notifikasi yang masuk di smartphone miliknya. "Kakek, apakah menggunakan nomor ini akan aman dari gangguan penyadap? Apakah Kakek sudah memeriksa smartphone Anda?" Viktor tidak menginginkan ada orang lain yang ikut mendengarkan percakapannya dengan Gennadius. "Kau
'Oh, astaga! Sepertinya selama di perjalanan tadi, Tuan dan Nyonya Besar tidak memberitahu apa-apa kepada Tuan Muda Viktor?' Vasili berpikir keras. Dan ya, pria itu pun menganggukkan kepala. "Benar sekali, Tuan Muda. Hari ini adalah hari peringatan kematian kedua orang tua Anda." Viktor terdiam untuk sesaat. Dia membayangkan foto kedua orang tuanya yang berdiri tegak di atas nakas samping ranjang. "Jaーjadi, maksudnya ... hari ini adalah hari peringatan kematian kedua orang tua saya sekaligus bertepatan dengan hari saya menghilang dari keluarga Romanov. Begitu, 'kah?" Viktor teringat akan hari itu. Hari di mana Vladimir menceritakan masa lalunya sedikit demi sedikit, dan tentu saja membuatnya mengerti kejamnya dunia. "Maaf, Tuan Muda. Apa maksud Anda?" Viktor menatap Vasili tanpa berkata apapun. Dia melangkah pergi sambil mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi. "Kemana perginya Kakek Vlad dan Nenek Mozza? Mereka tidak terlihat sama sekali." Viktor melangkahkan kakinya memasuki
Morzevich menatap Vasili semakin dalam. Dan, tatapannya berhasil membuat Vasili mengerti. "Baーbaik, Nyonya Morzevich." Vasili berbalik dan pergi dari sana secepat kilat. Setelah yakin Vasili menjauh, Morzevich memanggil cucunya untuk kali ke dua. "Viktor!" Kali ini, Viktor mendengar seruan sang nenek. Dia menoleh ke arah Morzevich yang duduk bersama Vladimir. "Kemari dan cicipi makanan ini!" Morzevich menunjuk pie dan puding beras yang terdapat di atas meja. Viktor pun mengangguk. Ya, dia terlalu segan untuk menolak permintaan Morzevich. "Ciciplah makanan dan minuman yang telah Nenek bawa dari mansion, Viktor!" Vladimir akhirnya membuka mulutnya. Dia melihat dari dasar matanya terdapat kesedihan dan kemarahan menjadi satu. "Apakah Nenek yang menyiapkan semua ini?" Viktor mengambil gelas yang sudah terisi vodka, lalu meneguknya. "Ya. Nenek sengaja menyiapkannya jauh-jauh hari bersama Shura." Morzevich meraih tangan Viktor yang duduk di hadapannya. Dia menggenggam erat tangan