"Ah, benar, Tuan Vladimir." Viktor terpaksa membenarkan ucapan Vladimir karena dia pun memuji keindahan ukiran mangkuk tersebut. "Sup Rassolnik ini benar-benar sangat lezat." Viktor sangat antusias mencicipi sup di depannya. Namun, tidak dengan Vladimir yang sejak tadi tertarik melihat gerak-gerik cucunya. "Sejak berusia 6 tahun, kau menjadi seorang anak pemilih makanan. Koki keluarga Romanov selalu menyiapkan sup Rassolnik pada setiap menu makanan, baik saat sarapan, makan siang maupun makan malam." Vladimir tersenyum lebar ketika melihat Viktor makan dengan rakus. "Makanlah dengan perlahan, Viktor! Ha! Ha! Ha!" Usai berseru, Vladimir segera meraih sendok sup yang berada di sisi kiri mangkuk dan melahap isinya. "Benarkah itu?" Sikap acuh tak acuh Viktor mulai muncul. Dia tidak begitu memedulikan Vladimir karena terlalu asyik menikmati makanan kesukaannya. "Dan, mangkuk itu ...." Mendengar kata mangkuk, Viktor pun lantas menghentikan kegiatan makannya. "Ada apa dengan mangk
"Saya tidak tahu harus berbicara apa, Tuan Vladimir. Namun, kehebatan keluarga Anda memang patut diacungi jempol." Boris berpikir bahwa kemampuan berbisnis keluarga Romanov tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena terbukti tak ada satupun yang bisa menandinginya di Rusia. "Jadi, bagaimana keadaan Viktor?" Vladimir kembali menyinggung kondisi kesehatan sang cucu yang memprihatinkan. Dia tidak ingin mendengar berita buruk tentang Viktor. "Ya, saya terpaksa harus menyampaikan beberapa hal terkait dengan kondisi kesehatan Tuan Muda kepada Anda ...." Boris menghela napas dalam-dalam. Dia menatap kedua mata sendu Vladimir yang membuatnya tersentuh. 'Semoga saja Tuan Besar tidak tersinggung dengan apa yang akan saya sampaikan.' Boris mengucapkan harapannya di dalam hati. Dia memberanikan diri untuk berkata terus terang kepada Vladimir. "Apa yang Anda lakukan kepada Tuan Muda sebelum dia menderita sakit kepala? Apakah Anda mengungkit masa lalunya?" 'Ya, aku memang telah mengungkit ma
Vladimir ingin memastikan bahwa ingatan Viktor telah kembali. Setidaknya itulah harapannya. "Maaf, Tuan Besar ...." Vasili menyela pembicaraan sang tuan. Dia mengambil gelas kosong dari tangan Viktor, lalu membawanya ke tempat semula. "Bukankah Dokter Boris sudah memperingatkan Anda untuk tidak memaksa Tuan muda mengingat kembali masa lalunya?" Vladimir mengangguk sambil mengedipkan matanya berulang kali. "Ya, Vasili. Saya akan membantu Viktor mengingatnya secara berkala." Viktor memandangi sang kakek dalam-dalam. "Mereka adalah pria muda pada masanya yang membawa saya dari mansion dan meninggalkan saya di sebuah panti asuhan kumuh di pinggir kota St Petersburg, Rusia." Viktor berkata dengan satu embusan napas. Dia terdiam seraya merasakan detak jantung yang berdebar kencang. "Ya, saya mengingat nama kedua pria tersebut." Vladimir menjadi sangat antusias. Begitu pula dengan Vasili. "Siapa mereka, Viktor?! Katakan!" Viktor tidak mengubah arah pandangnya. Terlihat kebencian d
Lampu kristal berukuran cukup besar menggantung dengan indah tentunya menambah kesan mewah nan elegan dekorasi interior ruang tidur utama. Ya, ruang tidur Vladimir ini cukup luas bagi Viktor yang mulai terbiasa menjalani hidup mewah sejak menikahi Xandrova. Kini, Vladimir dan kedua pemuda yang bersama sedang berbincang singkat tentang masa lalu yang tak bisa dipisahkan oleh siapapun dan apapun juga. "Simpanlah foto-foto itu, Vasili!" Vladimir memberikan foto kedua orang tua Vasili yang tersisa. "Terima kasih, Tuan Besar." Vasili tidak pernah lupa mengucapkan terima kasih kepada siapa saja yang telah membantunya. "Namun, Tuan Muda ... apakah Anda akan tetap memanggil Kakek Anda dengan Tuan Vladimir?" Vasili menoleh ke arah Viktor yang sedang asyik mengamati desain interior ruang tidur Vladimir. "Ha! Ha! Ha! Kau harus membiasakan diri mulai sekarang, Viktor!" Vladimir tertawa sehingga membuat Viktor gugup luar biasa. Bahkan dia tidak tahu, apakah lidahnya akan terbiasa memanggil
Vasili tiba-tiba saja teringat akan luka yang diperoleh sang tuan dari para penjahat yang sudah menyanderanya. "Saat ini, luka tersebut sudah jauh lebih baik." 'Namun bukan luka fisik yang aku khawatirkan, melainkan luka hati yang Maksim torehkan di hatiku.' Viktor berkata di dalam hati. Segera setelah tiba di mansion, dia akan mengutarakan keinginannya kepada Vladimir. "Kau sudah pulang, Viktor?" Vladimir rupanya tidak tenang membiarkan Viktor pergi ke mansion keluarga mertuanya. Vladimir tahu betul bagaimana keamanan keluarga Konstantin. "Kakek, mengapa Anda berada di luar? Suhu kota St Petersburg akan semakin rendah menjelang musim dingin dan Anda akan kedinginan." Viktor menegur sang kakek yang terlihat mengkhawatirkan dirinya. "Kau tenang saja, Viktor! Kakek mu ini memiliki kulit setebal beruang. Maka, jangan risau!" Vladimir tertawa. "Ha! Ha! Ha!" 'Gennadius memang beruntung pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari pria sebaik dirimu, Viktor. Pantas saja dia se
Vasili mengingat perkataan Vladimir saat itu. Dia juga berterima kasih karena bersedia menceritakan semua tentang keluarga Rodamir kepadanya. "Ya. Mungkin saja dengan begitu, Beliau bisa menenangkan dirinya dari dosa yang telah diperbuat di masa lalu." Viktor melihat seorang wanita petugas kebersihan sedang menyapu halaman depan katedral tersebut. "Mari kita bertanya kepada wanita itu!" Viktor menunjuk wanita tua yang sedang menyeka keringat. "Baik, Tuan Muda." Vasili mengikuti langkah Viktor. "Maaf, Nyonya." Viktor menyapa wanita tua tersebut. Si wanita tua menoleh ke arah Viktor. Dia mendongakkan wajahnya guna melihat wajah pria yang menyapanya. "TuーTuan, apakah Anda ingin masuk ke katedral ini? Namun, sepertinya Anda berdua harus menunggu sekitar 60 menit lagi. Karena katedral St Shopia belum dibuka untuk umum." Dengan susah payah, si wanita menjelaskan kepada Viktor dan Vasili. "Anda datang terlalu pagi sekali, Tuan." Viktor tersenyum tipis ketika si wanita melanjutkan
Vasili memenuhi pikirannya dengan sosok Viktor juga sosok sang ayah. Dia berpikir keras tentang jalan pikiran tuannya yang sulit ditebak. Viktor menghentikan laju mobilnya di depan sebuah kedai kopi. Dia tidak lantas keluar dari sana karena mengingat pesan Vladimir untuk selalu bersikap waspada di manapun dirinya berada. 'Aku sangat mengantuk. Itulah kenapa, aku tidak berani melajukan mobil lagi. Sebaiknya aku menunggu Vasili selesai berbicara di telepon.' Rupanya Viktor tidak berani mengambil resiko. Viktor berkata di dalam hati sambil mengedarkan pandangan ke arah luar mobil seraya menghapal jalan yang dilewatinya bersama Vasili. "Tuan Muda, apakah Anda ingin membeli kopi?" Viktor mengangguk pasti. "Astaga! Kedua mata Anda memerah. Apakah Anda mengantuk?" Viktor melihat ekspresi khawatir di wajah Vasili. "Benar. Saya tidak bisa tidur dengan nyenyak malam tadi." 'Karena sejujurnya, aku memikirkan Zoya. Ingin sekali aku datang dan memeluk Istri kecilku yang cantik!' Viktor me
Rurik ingin memastikan Viktor memilki rencana yang baik dan terarah agar berjalan dengan mulus. "Saya ingin mencari alat penyadap yang dipasang Maksim di mansion keluarga Konstantin." "Apakah Anda tahu, Tuan Maksim memasangnya di mana saja?" Rurik sendiri belum pernah melihat ataupun menemukan alat penyadap yang disebut-sebut oleh Viktor. "Menurut pengamatan saya, kemungkinan besar Maksim memasangnya di ruang keluarga dan ruang kerja Kakek Gennadius. Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat di ruangan lain juga." Viktor mengingat ketika percakapannya dengan Gennadius bocor. "Karena saat itu Maksim tahu rencana saya dan Kakek. Padahal tidak ada seorang pun yang berada di sekitar kami." Viktor menarik napas. "Rurik, pertemukan saya dengan Kakek di ruang kerjanya tanpa diketahui siapapun!" "Itu hal yang sangat mudah, Tuan Muda." Viktor mengangguk. "Sebentar! Vasili menghubungi saya." Viktor menekan tombol hijau pada layar smartphone, lalu mendekatkan benda canggih tersebut di
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn