Ethan berdiri mematung. Tangannya masih terangkat, bersamaan dengan pistol yang dipegangnya perlahan mulai jatuh tepat ke depan kakinya. Semua orang benar-benar terkejut.
Perlahan dia mulai kehilangan kesadaran diri. Dengan posisi siap, tubuhnya tersungkur ke atas tanah. Dengan sigap, Adam mengangkat dan segera membawanya pergi ke rumah sakit.
Adam memasang wajah datar. Mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Hingga tiba di rumah sakit, dia berlarian kecil memanggil Dokter untuk segera menangani Ethan.
"Tolong segera periksa dia," titah Adam dengan tatapan yang datar.Dokter segera mengerahkan perawat untuk membawa Ethan. Sekitar dua puluh menit lamanya Dokter memeriksa. Adam masih menunggu. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Adam duduk tegak di kursi tunggu. Sesekali dia melihat ke ruangan tempat Ethan berada.Cukup lama menunggu. Pintu itu perlahan terbuka. Menampakan perawakan seorang lelaki berpakaian serba putih. Lelaki yang berprofesi sebagai Dokter itu berjalan ke arah Adam. Sama halnya Adam, Dokter pun tidak menunjukan ekspresi apa pun."Dia—" ucapan Dokter terhenti saat mengikuti arah pandangan Adam yang sekilas melihat ke ruangan tempat Ethan berada.Dokter paham, lalu mengangguk sebagai tanda bahwa dia mengizinkan Adam untuk masuk. Tanpa berkata apa pun, Adam segera berlalu menghampiri Ethan.Wajah Ethan benar-benar pucat. Tampak sekali tubuhnya yang lemah. Adam masih bungkam, dia melihat bagian tubuh Ethan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia membuka selimut yang dikenakan oleh Ethan."Kita kembali lagi ke kantor," ujar Adam, masih dengan tatapan datar.Dengan wajah memelas, Ethan berkata, "Setidaknya berikan aku sepotong roti saja."Adam tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Dia segera membantu Ethan untuk berdiri dan membawanya kembali ke dalam mobil.Menyuruhnya untuk menunggu, sedangkan dirinya kembali untuk menyelesaikan administrasi.
"Tunggu lima menit saja, aku akan segera kembali," perintah Adam, pergi meninggalkan Ethan.Ethan benar-benar terlihat sangat lemah. Seraya menunggu, dia bersender di kursi dan membuka kaca mobil yang ada di samping kirinya.Secara tidak sengaja, dia melihat ke kursi kemudi. Di sana terdapat banyak sekali makanan yang dibungkus kantung plastik berwarna merah. Karena merasa sudah sangat lapar, dia segera mengambil sebungkus roti di dalamnya dan segera melahapnya.
"Hey! Kamu si pencuri itu, 'kan?" tanya seorang lelaki di luar mobil, ternyata itu adalah si pemilik toko ikan busuk. "Wah! Rupanya kamu memang orang kaya, ya? Orang kaya kok mencuri."Ethan terdiam, tidak menanggapinya. Dia fokus menikmati sebungkus roti yang diambilnya tadi. Namun, si pemilik toko itu tidak segera berlalu. Dia masih terus mencoba menguji kesabaran Ethan."Ah iya, aku tahu." Dengan tangan kanannya, si pemilik toko sedikit mengusap bagian mobil penuh selidik. "Mobil ini, hasil mencurimu, bukan?""Oh, hy, Tuan! Sedang apa kamu di mobilku?" tanya Adam yang tiba-tiba datang, menghampiri si pemilik toko."Oh, ini mobilmu?" tanya si pemilik toko, melirik ke arah mobil, lalu kembali melihat ke arah Adam. "Kamu menolong orang ini? Saya hanya ingin mengingatkanmu, jangan membantunya! Dia adalah pencuri."Adam mengangkat sebelah alisnya, sekilas melihat ke arah Ethan. "Kuyakin kamu salah. Bos saya tidak mungkin mencuri.""Bos?" Pemilik toko melempar plastik berisi ikan busuk ke pangkuan Ethan. Plastik itu robek, menimbulkan bau yang sangat tidak sedap. "Orang seperti ini tidak mungkin menjadi seorang Bos!"Adam sudah merasa sangat geram. Dengan emosi yang sudah memuncak, dia mengepalkan tangan, bersiap untuk mengayunkan sebuah hantaman."Tuan ingin memukul saya? Silakan!" tantang si pemilik toko, cengengesan.Merasa sudah sangat emosi, Adam memilih untuk melampiaskannya dengan cara memukul pintu mobilnya. Ethan menarik tangannya, meminta kepadanya untuk segera pergi. Adam mengembuskan napas kasar, lalu berlalu masuk ke dalam mobil."Perlu kamu ketahui, bahwa kami mempunyai bukti atas kecuranganmu sebagai pedagang. Atas tindakanmu barusan, bisa saja kami melaporkanmu kepada Polisi," ancam Adam, sedikit menyeringai.Pemilik toko itu mengernyit. "Laporkan saja! Kalian tidak punya bukti untuk menjebloskanku ke dalam penjara."Adam tertawa jahat, kemudian menunjuk beberapa bagian dari gedung rumah sakit. "Ini adalah rumah sakit besar. Di parkiran seperti ini, tentu banyak sekali CCTV yang terpasang. Jangan bodoh!""Silakan laporkan saja!" Pemilik toko menantang mereka berdua. "Laporan kalian akan sangat mudah kupatahkan.""Tuan Greys yang terhormat, kami tidak akan pernah melapor atas tindakan yang barusan kamu lakukan. Tapi lihat saja, kami benar-benar sudah memiliki bukti tentang kecuranganmu dalam berdagang," ancam Adam, menyebut nama asli si pemilik toko.Greys tersenyum tidak percaya atas ucapan Adam. "Orang bodoh seperti kalian tidak akan mudah mengelabuiku.""Mengelabui?" Adam menyunggingkan senyuman. "Apa peringatan kami tempo hari itu kurang?"Adan segera menyalakan mobil dan menginjak gas. Berlalu meninggalkan Greys begitu saja. Dari balik kaca spion, Ethan melihat Greys yang masih berdiri mematung. Mungkin dia masih mencerna ucapan Adam."Memangnya ada apa?" tanya Ethan, menghabiskan gigitan terakhir dari roti yang dimakannya."Ingat kejadian sebelumnya? Setelah Bryan menyelamatkanmu dari Greys, dia memintamu untuk menembak ke arah salah satu jendela gedung, bukan?"Ethan melirik ke arah Adam yang fokus mengemudi. "Iya, memangnya kenapa?""Itu adalah tempat tinggal Greys. Tembakanmu waktu itu sudah sangat tepat mengenai persediaan bahan yang biasa digunakan Greys untuk mengawetkan ikan. Tentu itu bukan pengawet makanan," jelas Adam, pandangan lurus memerhatikan jalan."Sejak kapan kalian tahu, bahwa dia adalah pedagang yang curang?" Ethan semakin merasa penasaran."Sudah sangat lama kami memantaunya," jawab Adam dengan singkat.Ethan mengernyit. "Lalu kenapa kalian tidak melaporkannya kepada Polisi?""Dia adalah orang berada. Kalau kami melaporkannya, dia akan langsung dibebaskan dengan jaminan. Untuk kami, hukum tidak berlaku untuk orang kaya. Oleh karena itu, kami memiliki cara tersendiri untuk menghukum orang jahat seperti pedagang itu.""Oh, jadi—" sebelum Ethan menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ponsel Adam berbunyi dan meminta Ethan untuk diam.Adam menghubungkan panggilan telepon ke earphone yang dikenakannya. "Kenapa?""....""Saya akan kembali sekarang juga." Adam menutup panggilan telepon, lalu kembali fokus mengemudikan mobilnya.Wajahnya terlihat tidak biasa. Dia menambah kecepatan mobil yang dikendarainya. Ethan yang merasa takut pun hanya bisa diam dan berpegangan.Adam memgemudikan mobil layaknya sedang mengendalikan kemudi sebuah permainan. Memutar kemudi 360° ke kanan, lalu ke arah sebaliknya. Menabrak satu per satu orang yang menghalanginya."Ambil senjatamu!" perintah Adam, pandangan masih fokus ke depan.Ethan hanya terdiam, sedikit pun tidak menanggapi Adam. Lelaki itu kesal, mengemudikan mobil semakin asal."Di mana aku bisa mendapatkannya?" tanya Ethan, sedikit gemetar.Adam menunjuk kursi belakang. Ethan segera mencari barang yang dimaksudnya. Karena guncangan yang disebabkan cara mengemudi Adam, dia kesulitan mengambil senjatanya.Amarah Adam mulai memuncak, dia memgancam Ethan untuk segera bertindak. "Cepat! Atau akan kuturunkan kamu di sini."Baru saja tangannya hendak menyentuh senjata api jenis Glock Meyer 22, tapi pistol itu terjatuh ke bawah kursi. Penuh usaha lebih untuk mendapatkannya.Ethan masih sangat fokus dengan pistolnya. Sedangkan Adam sudah kewalahan karena mobil y
"Baiklah, Tuan Charles alias Tuan Carl. Tolong jelaskan kepadaku, sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Ethan, menuntut penjelasan."Jaga sikapmu, Ethan!" peringat Bryan, hendak memukul Ethan, tapi dihalau oleh Adam."Kendalikan dirimu!" kata Adam menekankan.Bryan melihat langsung ke arah sorot mata Adam. Mereka berdua saling bertatapan dengan sorot mata yang sama tajamnya. Bryan menggunakan jari tengah dan jari telunjuknya mengarah ke sorot matanya, lalu beralih ke sorot mata Adam."Hey! Bawakan masing-masing satu senapan untuk mereka," sahut Carl, membuat keduanya kembali saling berjauhan. "Perlu diingatkan kembali, kalian bukanlah anak-anak lagi. Jadi, bersikaplah sedikit lebih dewasa. Jangan bertengkar hanya karena masalah sepele saja.""Maaf," lirih Bryan, berdiri di samping Ethan.Carl mengangguk pelan. Menatap lekat ke arah Ethan. "Jadi, penjelasan seperti apa yang kamu harapkan?""Apa pun itu, tolong jelaskan!" p
Kejadian aneh sedang terjadi di kota Numeria bagian barat. Ribuan rumah kehilangan koneksi jaringan. Semua lampu gedung, perumahan, hingga lampu jalan, semuanya mati total. "Dasar pencuri, pergilah dari sini!" teriak pemilik toko ikan di pasar. Dalam keadaan yang cukup gelap, membuat wajah orang itu tidak terlihat. Mereka yang menyaksikan hanya dapat melihat warna rambutnya yang putih. Pemilik toko itu memukulinya tanpa ampun. Namun, orang itu hanya diam, tidak melawan dan tidak mengeluarkan sedikit pun suara. Tanpa disadari olehnya, ada seorang berjubah hitam di belakangnya. Dengan senjata api yang ditodongkan tepat ke arah kepalanya. Tidak ada yang mengetahuinya, karena keadaan di sana benar-benar gelap. "Berdiri dan pergilah dari sini!" Pemilik toko terus menyiksa orang itu. Hingga pada saat lampu menyala, terlihat jelas wajah semua orang yang berada di sana. Termasuk seorang lelaki yang telah dihakimi atas dasar pencurian. Bertepat
Bryan menggiring si pencuri masuk ke dalam ruangan yang sangat gelap. Hanya terdapat sedikit pencahayaan yang terpancar dari sebuah kaca di bagian atap ruangan."Beri penghormatan terlebih dahulu!" pinta Bryan.Si pencuri itu melongo. "Siapa yang harus diberi penghormatan? Lantas, mengapa aku harus menghormatinya?"Seorang lelaki misterius memutar arah kursi yang sedang didudukinya menghadap Bryan dan si pencuri. Bryan yang menyadarinya pun memberi penghormatan dengan sedikit membungkukkan tubuh ke depan.Berbeda dengan si pencuri. Dia hanya menatap penuh tanda tanya kepada lelaki misterius itu. Bryan menarik dan meminta untuk mengikutinya."Welcome to your new house, Ethan," sambut lelaki misterius.Ethan Paulus, nama dari seorang lelaki albino yang sebelumnya dituduh sebagai pencuri. Dia tersentak. Tidak percaya jika ada yang mengenalnya."Siapa kamu? Dari mana kamu mengetahui namaku?" tanya Ethan."Tidak perlu bingung, juga
"Baiklah, Tuan Charles alias Tuan Carl. Tolong jelaskan kepadaku, sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Ethan, menuntut penjelasan."Jaga sikapmu, Ethan!" peringat Bryan, hendak memukul Ethan, tapi dihalau oleh Adam."Kendalikan dirimu!" kata Adam menekankan.Bryan melihat langsung ke arah sorot mata Adam. Mereka berdua saling bertatapan dengan sorot mata yang sama tajamnya. Bryan menggunakan jari tengah dan jari telunjuknya mengarah ke sorot matanya, lalu beralih ke sorot mata Adam."Hey! Bawakan masing-masing satu senapan untuk mereka," sahut Carl, membuat keduanya kembali saling berjauhan. "Perlu diingatkan kembali, kalian bukanlah anak-anak lagi. Jadi, bersikaplah sedikit lebih dewasa. Jangan bertengkar hanya karena masalah sepele saja.""Maaf," lirih Bryan, berdiri di samping Ethan.Carl mengangguk pelan. Menatap lekat ke arah Ethan. "Jadi, penjelasan seperti apa yang kamu harapkan?""Apa pun itu, tolong jelaskan!" p
Adam memgemudikan mobil layaknya sedang mengendalikan kemudi sebuah permainan. Memutar kemudi 360° ke kanan, lalu ke arah sebaliknya. Menabrak satu per satu orang yang menghalanginya."Ambil senjatamu!" perintah Adam, pandangan masih fokus ke depan.Ethan hanya terdiam, sedikit pun tidak menanggapi Adam. Lelaki itu kesal, mengemudikan mobil semakin asal."Di mana aku bisa mendapatkannya?" tanya Ethan, sedikit gemetar.Adam menunjuk kursi belakang. Ethan segera mencari barang yang dimaksudnya. Karena guncangan yang disebabkan cara mengemudi Adam, dia kesulitan mengambil senjatanya.Amarah Adam mulai memuncak, dia memgancam Ethan untuk segera bertindak. "Cepat! Atau akan kuturunkan kamu di sini."Baru saja tangannya hendak menyentuh senjata api jenis Glock Meyer 22, tapi pistol itu terjatuh ke bawah kursi. Penuh usaha lebih untuk mendapatkannya.Ethan masih sangat fokus dengan pistolnya. Sedangkan Adam sudah kewalahan karena mobil y
Ethan berdiri mematung. Tangannya masih terangkat, bersamaan dengan pistol yang dipegangnya perlahan mulai jatuh tepat ke depan kakinya. Semua orang benar-benar terkejut. Perlahan dia mulai kehilangan kesadaran diri. Dengan posisi siap, tubuhnya tersungkur ke atas tanah. Dengan sigap, Adam mengangkat dan segera membawanya pergi ke rumah sakit. Adam memasang wajah datar. Mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Hingga tiba di rumah sakit, dia berlarian kecil memanggil Dokter untuk segera menangani Ethan. "Tolong segera periksa dia," titah Adam dengan tatapan yang datar. Dokter segera mengerahkan perawat untuk membawa Ethan. Sekitar dua puluh menit lamanya Dokter memeriksa. Adam masih menunggu. Dengan raut wajah tanpa ekspresi, Adam duduk tegak di kursi tunggu. Sesekali dia melihat ke ruangan tempat Ethan berada. Cukup lama menunggu. Pintu itu perlahan terbuka. Menampakan perawakan seorang
Bryan menggiring si pencuri masuk ke dalam ruangan yang sangat gelap. Hanya terdapat sedikit pencahayaan yang terpancar dari sebuah kaca di bagian atap ruangan."Beri penghormatan terlebih dahulu!" pinta Bryan.Si pencuri itu melongo. "Siapa yang harus diberi penghormatan? Lantas, mengapa aku harus menghormatinya?"Seorang lelaki misterius memutar arah kursi yang sedang didudukinya menghadap Bryan dan si pencuri. Bryan yang menyadarinya pun memberi penghormatan dengan sedikit membungkukkan tubuh ke depan.Berbeda dengan si pencuri. Dia hanya menatap penuh tanda tanya kepada lelaki misterius itu. Bryan menarik dan meminta untuk mengikutinya."Welcome to your new house, Ethan," sambut lelaki misterius.Ethan Paulus, nama dari seorang lelaki albino yang sebelumnya dituduh sebagai pencuri. Dia tersentak. Tidak percaya jika ada yang mengenalnya."Siapa kamu? Dari mana kamu mengetahui namaku?" tanya Ethan."Tidak perlu bingung, juga
Kejadian aneh sedang terjadi di kota Numeria bagian barat. Ribuan rumah kehilangan koneksi jaringan. Semua lampu gedung, perumahan, hingga lampu jalan, semuanya mati total. "Dasar pencuri, pergilah dari sini!" teriak pemilik toko ikan di pasar. Dalam keadaan yang cukup gelap, membuat wajah orang itu tidak terlihat. Mereka yang menyaksikan hanya dapat melihat warna rambutnya yang putih. Pemilik toko itu memukulinya tanpa ampun. Namun, orang itu hanya diam, tidak melawan dan tidak mengeluarkan sedikit pun suara. Tanpa disadari olehnya, ada seorang berjubah hitam di belakangnya. Dengan senjata api yang ditodongkan tepat ke arah kepalanya. Tidak ada yang mengetahuinya, karena keadaan di sana benar-benar gelap. "Berdiri dan pergilah dari sini!" Pemilik toko terus menyiksa orang itu. Hingga pada saat lampu menyala, terlihat jelas wajah semua orang yang berada di sana. Termasuk seorang lelaki yang telah dihakimi atas dasar pencurian. Bertepat