Terlihat sebuah mobil sport mewah Lamborghini Aventador, memasuki kawasan mansion bergaya American Classic.
Bak adegan slowmo di film-film, seorang remaja perempuan keluar dari mobil kesayangannya itu. Alam seolah mendukungnya, dengan menghembuskan angin kearahnya sehingga menerbangkan rambutnya yang indah berkilau. Remaja perempuan itu memiliki paras yang menawan dengan kulit putih bersih, mata besar, alis tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, pipi yang sedikit chubby, memiliki kumis tipis, serta bentuk mulut mungil berwarna merah cherry. Belum lagi dengan tubuhnya yang tinggi semampai mencapai 167 cm, kaki jenjang dan pinggang yang ramping, dilengkapi pula dengan rambutnya yang berwarna gray perpaduan violet, berkilau dan bergelombang sepinggang yang terlihat sangat halus dan lembut. Ia membuka kacamata hitam yang sedari tadi bertengger manis dipangkal hidungnya dan meletakannya di kepala. Remaja perempuan itu berjalan memasuki mansion dengan percaya diri dan dagu terangkat. Terlihat suasana mansion yang tidak jauh beda dari sebelum ia memutuskan pergi dari rumah ini, rumah yang memiliki banyak kenangan masa kecilnya. Ia melewati air mancur yang menjadi penghias depan mansion mewah itu. Sekelebat ia mengingat kenangan masa kecilnya, dimana ia yang sedang belajar bermain sepeda diajari Daddy dan Mommy-nya. Saat itu, ia merasa sebagai anak paling beruntung di dunia. Sampai akhirnya semuanya berakhir, kebahagiannya direbut paksa, oleh orang-orang bajingan yang rakus akan harta. Dia berhenti di depan pintu masuk mansion itu, dan menekan bel-nya. Tidak lama setelah itu, pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita dengan mengenakan pakaian seorang maid. "Ada yang bisa saya bantu Nona?" Tanya maid itu dengan sopan. "Saya ingin bertemu dengan Reynald Lucio Archer" Jawab nya dengan nada yang datar. "Apakah sebelumnya sudah berbuat janji terlebih dahulu?" Tanya maid itu lagi. "Sudah." ujarnya berbohong. "Baiklah, atas namanya siapa?". "Nancy Marcella Griselle." ~~~ "Nona bisa menunggu disini sebentar, selagi saya memanggil tuan Reynald." Ucap maid, dan dijawab anggukan singkat oleh Nancy, dia tidak terlalu perduli dengan maid itu, sedari tadi netra nya tidak berhenti melihat interior bagian dalam mansion mewah itu. Setelahnya maid itu pamit meninggalkan Nancy untuk memanggil tuannya. Nancy tidak berhenti memperhatikan sekitarnya sedari masuk ke dalam mansion, dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sekarang ia berada di foyer mansion itu yang terlihat sangat mewah, ruangan itu terpajang beberapa foto dan lukisan. Lantai nya full marmer dan di salah satu sisi dinding ruangan itu, terdapat rak besar untuk memajang banyaknya piala perhargaan beserta piagam, semuanya disusun dengan rapi. Dia berjalan pelan mengelilingi foyer, sembari mengamati ruang tunggu itu. Nancy berhenti di sebuah sisi dinding yang hanya terpajang satu foto berukuran besar yang berisi foto keluarga. Sepasang orang dewasa beserta ketiga anaknya, dengan si bungsu yang berada ditengah, dipangku oleh sepasang orang dewasa tersebut. Mereka, terlihat sangat bahagia di dalam foto resmi itu. Nancy mengamati foto berukuran sangat besar itu dengan ekspresi datar dan tatapan yang sulit diartikan, ntah apa yang sedang ia pikirkan. Dia tersadar dari keterpakuannya memandangi foto besar itu, setelah terdengar beberapa langkah kaki yang mendekati dirinya. "Nancy?" Suara itu, adalah suara yang sangat dia rindukan, namun juga sangat dia benci. Nancy membalikkan tubuhnya kebelakang, terlihat sepasang orang dewasa dan anak perempuan berusia tiga tahun. "Hello Reynald, long time no see, yeah." Ujar Nancy dengan ekspresi wajahnya yang tidak berubah, namun jika di perhatikan lebih teliti, senyum smirk terpatri diwajah cantiknya. Sungguh, dia sangat menikmati ekspresi terkejut dari sepasang orang dewasa itu. "How are you Reynald?" Tanya Nancy dengan tak acuh dengan sedikit menggerakan dagunya dan alisnya ke atas penuh dengan keangkuhan di wajah datarnya. Pertanyaannya tidak mendapatkan balasan, mereka hanya terpaku memandangi dirinya dengan ekspresi terkejut. "And you," netranya beralih kepada seorang wanita dewasa di samping Reynald. "You looks so shining, Luna," lanjutnya sembari melihat wanita dewasa itu dari atas hingga bawah. "Managed to extort my father money's, huh?" Tanya Nancy dengan masih memasang ekspresi datarnya yang seakan meremehkan. "Nancy!" Sentak pria dewasa itu dengan nada yang sedikit meninggi. Namun tak dihiraukan oleh sang pemilik nama, Nancy malah beralih menatap seorang anak perempuan berusia tiga tahun yang digandeng oleh Reynald. "She is your child?" Tanya Nancy, seperti biasa dengan nada datar sehingga terdengar bukan seperti sebuah pertanyaan. "From the womb, of a bitch." Lanjutnya dengan nada mengejek yang terdengar seperti sebuah pernyataan yang menjengkelkan, tak lupa senyum mengejek yang tetap mempertahankan keangkuhannya. "Nancy!" Bentak Reynald dengan wajah yang mulai mengeras. "What?!" Balas Nancy cepat dengan nada tinggi juga. Hening menyelimuti mereka beberapa saat, mereka hanya saling menatap tajam dengan diam. Terdengar helaan napas dari Reynald sambil memejamkan mata, dia mencoba untuk tetap bersabar. Setelahnya wajah Reynald terlihat lebih tenang dan membuka matanya, kembali menatap Nancy. "Please, don't spoil it any more." Ucap Reynald dengan lirih. Yang membuat Nancy mengangkat kedua alisnya. "Daddy sangat merindukanmu, honey." Lanjutnya dengan wajah sendu. "Ouh, really?" Tanya Nancy dengan tak percaya. "But, you look so happy with your new family." Lanjut Nancy pelan dengan menatap mata pria dewasa yang mengaku ayah nya itu. Namun, dapat Reynald lihat, terdapat kekosongan di mata Nancy. "This is your family too, honey." Ujar Reynald pelan, perasaanya campur aduk melihat anaknya kembali setelan sekian tahun berpisah. "Ouh, no thanks." Sanggah Nancy, dengan senyuman anggkuh. "I don't want to have a crazy family." Terlihat Reynald yang ingin membalas perkataan Nancy, namun harus terhenti karena Nancy kembali berbicara yang membuat percakapan mereka selesai. "Ouhh, Im so tired, I have to go to my room." Ujar Nancy, setelahnya dia berlalu begitu saja tanpa berpamitan. Melewati mereka yang diam terpaku, dengan jalur ke tengah dimana mereka berdiri, sehingga membuat mereka terpisah berjarak. ~~~ Nancy membuka sebuah pintu besar di lantai dua mansion, dan setelahnya dia masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat sebuah kamar tidur miliknya yang tidak ada perubahan sedikitpun sejak dia memutuskan pergi dari mansion itu. Kamar tidur besar dengan dominan warna putih gading dan peach yang terlihat sangat nyaman dan elegan. Dindingnya dipenuhi banyaknya foto dan hasil karyanya sedari kecil, mulai dari gambar acak-acakan hingga lukisan yang indah. Bukan hanya lukisan saja, banyak lagi karyanya yang lain, yang dirinya buat saat ia merasa bosan dan tidak ada kegiatan. Tempat tidur berukuran Queen size yang menempel dengan dinding yang juga terdapat jendela dan pintu balkon. Di sisi lain ranjang itu, terdapat sebuah nakas yang diatasnya diletakkan lampu dan jam tidur. Dua rak sedang yang berdampingan di salah satu sisi ruangan yang berisikan buku, piala penghargaan miliknya, beserta beberapa koleksi kaca yang berbagai macam bentuk, dan beberapa mini flower. Disebelahnya terdapat meja belajar yang terdapat lampu belajar dan beberapa tumbuhan kaktus mini di atasnya. Disalah satu sisi kamar terdapat pintu yang menghubungkannya dengan bathroom yang berfasilitas lengkap toilet, bathtub, wastafel beserta cermin, showroom, dan juga Walk in Closet, yang di dalamnya terdapat banyak lemari diseluruh sisinya, dan juga terdapat meja rias dengan lampu yang mengelilingi kacanya, beserta rak skincare dan makeup di sebelahnya. Di sudut lain kamar itu, terdapat sebuah piano berwarna putih dan beberapa alat musik lainnya seperti biola, gitar dan kalimba acrylic. Di balkonnya juga terdapat dua kursi nyaman yang ditengahnya meja, untuk bersantai. ~~~ Setelah pergi meninggalkan mereka, Nancy menyempatkan untuk berkeliling mansion sembari mengenang masa kecilnya yang bahagia. Dan setelah dirinya puas dia berakhir disini, dikamar miliknya yang begitu nyaman. Nancy meletakan tas jinjing bermerek miliknya dan terduduk di atas kasur. Kamarnya terlihat sangat bersih meskipun sudah enam tahun dia tinggalkan, sepertinya benar, bibi Hailey tidak akan membiarkan debu mengotori kamarnya sedikitpun. Dia tidak membawa apapun kesini, tujuannya adalah untuk mengemasi barangnya agar dipindahkan ke apartemen milik mendiang Mommy-nya, esok hari oleh jasa pengangkut barang yang telah ia sewa. Dia merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu, dengan tangan terbentang dan kaki menjuntai kelantai. Ia hanya terdiam dengan pandangan kosong sembari menenangkan pikirannya. Cukup lelah memang setelah duduk di pesawat selama 24 jam, dan langsung ke rumah lamanya tanpa beristirahat terlebih dahulu. Sepertinya dia harus menginap semalam di mansion ini, meskipun sangat malas rasanya.Nancy membuka mata setelah mendengar ketukan pintu kamarnya, ia bangkit dari baringannya dan beranjak membuka pintu. Ia melihat Bibi Hailey yang berada di depan pintu kamarnya, sedang menatap dirinya dengan ekspresi terkejut. Setelahnya ekspresi Bibi Hailey berganti menjadi bahagia, tersenyum senang dan segera memeluk Nancy. Begitupun dengan Nancy yang menyambut pelukan Bibi Hailey dengan hangat sembari tersenyum bahagia. Bibi Hailey merupakan kepala maid di mansion keluarga Archer yang sudah bekerja dari sebelum Nancy lahir. Nancy sudah mengganggap Bibi Hailey sebagai ibu-nya sendiri. "Bibi Hailey". Pekik Nancy dengan bahagia. "Nona". Ujar bibi Hailey juga, dan setelahnya terdengar isakan tangis dari Bibi Hailey. Mendengar itu Nancy segera melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Bibi Hailey dengan raut wajah khawatir. "Heyy, Bibi Hailey kenapa menangis?" Tanya Nancy khawatir, Bibi Hailey menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban, sembari berusaha meredakan tangisny
Flashback On Disebuah taman komplek elit, terlihat seorang anak perempuan berusia lima tahun yang sedang menggambar dengan menyandarkan tubuhnya di batang pohon besar. Ia menggambar dengan nyaman sembari bersenandung kecil, ia menggambar suasana acara minum teh bersama boneka-bonekanya, sesuai dengan imajinasinya. Dari belakang pohon besar tempat ia bersandar, terlihat seorang anak laki laki seumurannya yang tengah mengintip anak perempuan yang sedang menggambar itu. Si bocah laki laki itu, melempar kerikil-kerikil kecil kearah si anak perempuan yang tengah fokus mewarnai gambarannya. Ia berniat menjahili sahabatnya itu, karena merasa kesal dicueki oleh sahabatnya yang malah fokus menggambar dan mengabaikan dirinya. Salah satu kerikil berhasil mengenai sisi pinggir punggung kecil si anak perempuan, dengan kesalnya si anak perempuan berbalik . "Ihhhh Pael, cakittt!" Teriak si anak perempuan itu dengan cadelnya, wajahnha memerah dan alis berkerut tajam. Namun malah terlihat sangat
Tok Tok Tok Suara ketukan itu menyadarkan Nancy dari lamunannya, ia meninggalkan balkon kamarnya dan beranjak ke pintu dan membukanya. Ia melihat seorang maid yang berada di depan kamar, dengan membawa sebuah nampan berisi makanan. "Nona, tadi Tuan Reynald berpesan agar saya mengantarkan makanan kepada anda, Nona belum sempat makan tadi." Ujar maid itu. Ia pun terheran-heran sebenarnya, berapa banyak maid yang dipekerjakan disini? Perasaan dari tadi maid yang menghampirinya adalah orang yang berbeda beda. Namun, ia tersadar siapa keluarga Archer itu, yang membuatnya menghentikan pikiran konyolnya. "Hemm, terimakasih." Jawab Nancy singkat sambil mengambil nampan itu, dan menutup pintunya setelah maid itu pamit. Nancy memakan, makanan yang tadi diantar oleh pelayan tadi. Sepertinya Daddy cukup peduli padanya, meskipun tadi ia sudah berkata yang mungkin saja bisa melukai hatinya, tapi baguslah berarti dia sadar memang itu terjadi karena kesalahannya juga. Setelahnya ia p
Pagi pun telah tiba, cahaya yang muncul dari belakang tirai membangunkan seorang remaja perempuan cantik, yang masih bergelung dengan selimutnya. Nancy mulai terusik karena terkena cahaya itu. Mata cantik itu terbuka perlahan, sembari mengerjap-ngerjap. Setelah sadar sepenuhnya, ia masih tetap berada di posisinya. Nancy teringat obrolan terakhir malam tadi dengan Daddy nya. Flashback On Mereka masih dengan posisi saling mendekap, sudah lama Nancy tidak merasakan pelukan dari Daddy nya itu. "Tinggalin wanita itu untuk Nancy, Daddy." Nancy merasakan tubuh Daddy yang menegang. "Kamu tau Daddy sangat mencintainya sweetheart." Ujar Reynald lirih. "Daddy udah berubah, sama seperti Rafael." Cicit Nancy. "Maafkan Daddy, tapi satu hal yang harus kamu tau, Daddy sangat menyayangimu, dan tidak boleh ada yang menyakiti putri Daddy ini." Reynald melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu anaknya, agar balas menatapnya kembali. "Ada satu hal lagi yang harus daddy bicarakan den
Makasih udh nemenin Nancy hari ini yah Bi, Nancy seneng banget udah kemakam Mommy dan belanja kebutuhan apart." Ujar Nancy setelah mereka sampai didepan gerbang mansion keluarga Archer, untuk mengantarkan Bibi Hailey lagi. "Iya Non, Bibi juga seneng bisa nganter Non. Non harus bisa jaga diri yah tinggal sendiran di apart, kalo ada apa-apa Non bisa dateng ke Bibi. Bibi bakalan selalu ada buat Non," Sahut Bibi Hailey. "Non, harus dijaga makanannya, jangan terlalu banyak makan-makanan instan, kalo nggak ada sama sekali makanan, Non bilang aja ke Bibi, nanti Bibi kirim. Kalo malem, biasakan kunci pintunya dulu, jangan langsung tidur." Lanjut Bibi Hailey memberi wejangan, sebenarnya berat baginya membiarkan Nancy tinggal sendirian. Tetapi mau bagaimana lagi, ia pun memiliki tanggung jawab yang besar disini. "Iya Bi, Bibi nggak perlu khawatir, Nancy bisa jaga diri Nancy sendiri. Dan, makasih banyak karena Bibi udah sayang sama Nancy, perhatian sama Nancy. Disini, Nancy nggak punya sia
Disebuah kamar bernuansa modern minimalis, terlihat seorang remaja perempuan yang memiliki wajah cantik dan kulit mulus seputih susu, bak Dewi Yunani. Remaja cantik itu masih terlelap dengan damai di ranjang singel size miliknya. Kringggg Suara jam weker itu mengganggu tidurnya, kerutan samar terlihat di dahi, sebelum tangannya terulur untuk menghentikan dering jam weker itu. Perlahan matanya indah nya terbuka, ia bangun dan terduduk diatas ranjang nyamannya, tangannya terangkat dan tubuhnya merenggang seiring ia meregangkan otot, helaan napas terdengar sembari ia mengumpulkan kesadarannya kembali, dan sesekali mengucek-ngucek matanya. Setelah kesadarannya sudah terkumpul, ia bangkit dan memasuki kamar mandi yang berada didalam kamarnya. Ia bersiap pergi kesekolah barunya, karena waktu sudah menunjukan pukul enam pagi hari. Setelah selesai bersiap, ia pergi dapur menyiapkan sarapan untuknya dan berangkat kesekolah baru. ~~~ Sebuah mobil Sport Lamborghini Aventador mema
"Lo anak baru?" Tanya Xavier yang sekarang menghadap kearah Nancy."Hmm." Jawab Nancy singkat."Gue Xavier." Ujar Laki-laki itu mengucapkan namanya, dengan masih tetap menhadap kedepan."Gue Nancy," Jawab singkat Nancy.Mereka berbincang tanpa melihat lawan biacara satu sama lain."Lo anak pemilik sekolah ini?" Tanya Nancy setengah hati, niatnya hanya basa-basi."Lo tau dari mana?" Tanya Xavier heran, padahal dia tidak menyebutkan nama lengkapnya. Dan hanya di jawab dengan mengangkat bahu tak acuh oleh Nancy."Waktu Lo tadi telat masuk kelas, gak ada guru yang berani marahin Lo.""Emh, lebih tepatnya mereka udah cape aja sama kelakuan gue," jawab Xavier. "Meskipun kakek gue pemilik sekolah ini, tapi tetep aja gue dapet perlakuan yang sama kaya yang lain."Nancy-pun hanya mengangguk, tanda mengerti.KringgggggSuara bel berbunyi membuat para murid bersorak gembira, mereka mulai membereskan alat tulis berserta buku masing masing."Yuk kita ke kantin." Ajak Starla membalikkan badannya, d
Jam istirahat sudah selesai, para siswa siswi Alexanderia Global High School memasuki kelas mereka masing-masing.Kecuali empat sekawan trouble maker nya Alexanderia Global High School, yang tengah merasa sangat bosan didalam ruangan BK. Kevin, Ihsan, Kenan dan Xavier, tak ada yang lebih mending dari mereka berempat, mereka semua mempunyai otak gesrek yang selalu buat orang frustasi melihat tingkah mereka. Untung saja wajah mereka itu kelewat tampan, jadi banyak yang mengidolakan mereka. Mereka semua tampan, namun Xavier lah yang paling famous dari yang lain, mungkin karena dia juga adalah cucu dari pemilik sekolah.Mereka tidak menyeramkan, malah dianggap konyol oleh siswa di Alexandria Global High School, mereka juga bukan anak geng motor seperti biasanya trouble maker sekolah, mereka hanya membuat masalah untuk kesenangan mereka sendiri, termasuk 'menggangu' orang.Didepan mereka terlihat Mis Tina yang sedang bicara panjang kali lebar menegur mereka, namun dengan tidak sopan nya
Jam istirahat sudah selesai, para siswa siswi Alexanderia Global High School memasuki kelas mereka masing-masing.Kecuali empat sekawan trouble maker nya Alexanderia Global High School, yang tengah merasa sangat bosan didalam ruangan BK. Kevin, Ihsan, Kenan dan Xavier, tak ada yang lebih mending dari mereka berempat, mereka semua mempunyai otak gesrek yang selalu buat orang frustasi melihat tingkah mereka. Untung saja wajah mereka itu kelewat tampan, jadi banyak yang mengidolakan mereka. Mereka semua tampan, namun Xavier lah yang paling famous dari yang lain, mungkin karena dia juga adalah cucu dari pemilik sekolah.Mereka tidak menyeramkan, malah dianggap konyol oleh siswa di Alexandria Global High School, mereka juga bukan anak geng motor seperti biasanya trouble maker sekolah, mereka hanya membuat masalah untuk kesenangan mereka sendiri, termasuk 'menggangu' orang.Didepan mereka terlihat Mis Tina yang sedang bicara panjang kali lebar menegur mereka, namun dengan tidak sopan nya
"Lo anak baru?" Tanya Xavier yang sekarang menghadap kearah Nancy."Hmm." Jawab Nancy singkat."Gue Xavier." Ujar Laki-laki itu mengucapkan namanya, dengan masih tetap menhadap kedepan."Gue Nancy," Jawab singkat Nancy.Mereka berbincang tanpa melihat lawan biacara satu sama lain."Lo anak pemilik sekolah ini?" Tanya Nancy setengah hati, niatnya hanya basa-basi."Lo tau dari mana?" Tanya Xavier heran, padahal dia tidak menyebutkan nama lengkapnya. Dan hanya di jawab dengan mengangkat bahu tak acuh oleh Nancy."Waktu Lo tadi telat masuk kelas, gak ada guru yang berani marahin Lo.""Emh, lebih tepatnya mereka udah cape aja sama kelakuan gue," jawab Xavier. "Meskipun kakek gue pemilik sekolah ini, tapi tetep aja gue dapet perlakuan yang sama kaya yang lain."Nancy-pun hanya mengangguk, tanda mengerti.KringgggggSuara bel berbunyi membuat para murid bersorak gembira, mereka mulai membereskan alat tulis berserta buku masing masing."Yuk kita ke kantin." Ajak Starla membalikkan badannya, d
Disebuah kamar bernuansa modern minimalis, terlihat seorang remaja perempuan yang memiliki wajah cantik dan kulit mulus seputih susu, bak Dewi Yunani. Remaja cantik itu masih terlelap dengan damai di ranjang singel size miliknya. Kringggg Suara jam weker itu mengganggu tidurnya, kerutan samar terlihat di dahi, sebelum tangannya terulur untuk menghentikan dering jam weker itu. Perlahan matanya indah nya terbuka, ia bangun dan terduduk diatas ranjang nyamannya, tangannya terangkat dan tubuhnya merenggang seiring ia meregangkan otot, helaan napas terdengar sembari ia mengumpulkan kesadarannya kembali, dan sesekali mengucek-ngucek matanya. Setelah kesadarannya sudah terkumpul, ia bangkit dan memasuki kamar mandi yang berada didalam kamarnya. Ia bersiap pergi kesekolah barunya, karena waktu sudah menunjukan pukul enam pagi hari. Setelah selesai bersiap, ia pergi dapur menyiapkan sarapan untuknya dan berangkat kesekolah baru. ~~~ Sebuah mobil Sport Lamborghini Aventador mema
Makasih udh nemenin Nancy hari ini yah Bi, Nancy seneng banget udah kemakam Mommy dan belanja kebutuhan apart." Ujar Nancy setelah mereka sampai didepan gerbang mansion keluarga Archer, untuk mengantarkan Bibi Hailey lagi. "Iya Non, Bibi juga seneng bisa nganter Non. Non harus bisa jaga diri yah tinggal sendiran di apart, kalo ada apa-apa Non bisa dateng ke Bibi. Bibi bakalan selalu ada buat Non," Sahut Bibi Hailey. "Non, harus dijaga makanannya, jangan terlalu banyak makan-makanan instan, kalo nggak ada sama sekali makanan, Non bilang aja ke Bibi, nanti Bibi kirim. Kalo malem, biasakan kunci pintunya dulu, jangan langsung tidur." Lanjut Bibi Hailey memberi wejangan, sebenarnya berat baginya membiarkan Nancy tinggal sendirian. Tetapi mau bagaimana lagi, ia pun memiliki tanggung jawab yang besar disini. "Iya Bi, Bibi nggak perlu khawatir, Nancy bisa jaga diri Nancy sendiri. Dan, makasih banyak karena Bibi udah sayang sama Nancy, perhatian sama Nancy. Disini, Nancy nggak punya sia
Pagi pun telah tiba, cahaya yang muncul dari belakang tirai membangunkan seorang remaja perempuan cantik, yang masih bergelung dengan selimutnya. Nancy mulai terusik karena terkena cahaya itu. Mata cantik itu terbuka perlahan, sembari mengerjap-ngerjap. Setelah sadar sepenuhnya, ia masih tetap berada di posisinya. Nancy teringat obrolan terakhir malam tadi dengan Daddy nya. Flashback On Mereka masih dengan posisi saling mendekap, sudah lama Nancy tidak merasakan pelukan dari Daddy nya itu. "Tinggalin wanita itu untuk Nancy, Daddy." Nancy merasakan tubuh Daddy yang menegang. "Kamu tau Daddy sangat mencintainya sweetheart." Ujar Reynald lirih. "Daddy udah berubah, sama seperti Rafael." Cicit Nancy. "Maafkan Daddy, tapi satu hal yang harus kamu tau, Daddy sangat menyayangimu, dan tidak boleh ada yang menyakiti putri Daddy ini." Reynald melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu anaknya, agar balas menatapnya kembali. "Ada satu hal lagi yang harus daddy bicarakan den
Tok Tok Tok Suara ketukan itu menyadarkan Nancy dari lamunannya, ia meninggalkan balkon kamarnya dan beranjak ke pintu dan membukanya. Ia melihat seorang maid yang berada di depan kamar, dengan membawa sebuah nampan berisi makanan. "Nona, tadi Tuan Reynald berpesan agar saya mengantarkan makanan kepada anda, Nona belum sempat makan tadi." Ujar maid itu. Ia pun terheran-heran sebenarnya, berapa banyak maid yang dipekerjakan disini? Perasaan dari tadi maid yang menghampirinya adalah orang yang berbeda beda. Namun, ia tersadar siapa keluarga Archer itu, yang membuatnya menghentikan pikiran konyolnya. "Hemm, terimakasih." Jawab Nancy singkat sambil mengambil nampan itu, dan menutup pintunya setelah maid itu pamit. Nancy memakan, makanan yang tadi diantar oleh pelayan tadi. Sepertinya Daddy cukup peduli padanya, meskipun tadi ia sudah berkata yang mungkin saja bisa melukai hatinya, tapi baguslah berarti dia sadar memang itu terjadi karena kesalahannya juga. Setelahnya ia p
Flashback On Disebuah taman komplek elit, terlihat seorang anak perempuan berusia lima tahun yang sedang menggambar dengan menyandarkan tubuhnya di batang pohon besar. Ia menggambar dengan nyaman sembari bersenandung kecil, ia menggambar suasana acara minum teh bersama boneka-bonekanya, sesuai dengan imajinasinya. Dari belakang pohon besar tempat ia bersandar, terlihat seorang anak laki laki seumurannya yang tengah mengintip anak perempuan yang sedang menggambar itu. Si bocah laki laki itu, melempar kerikil-kerikil kecil kearah si anak perempuan yang tengah fokus mewarnai gambarannya. Ia berniat menjahili sahabatnya itu, karena merasa kesal dicueki oleh sahabatnya yang malah fokus menggambar dan mengabaikan dirinya. Salah satu kerikil berhasil mengenai sisi pinggir punggung kecil si anak perempuan, dengan kesalnya si anak perempuan berbalik . "Ihhhh Pael, cakittt!" Teriak si anak perempuan itu dengan cadelnya, wajahnha memerah dan alis berkerut tajam. Namun malah terlihat sangat
Nancy membuka mata setelah mendengar ketukan pintu kamarnya, ia bangkit dari baringannya dan beranjak membuka pintu. Ia melihat Bibi Hailey yang berada di depan pintu kamarnya, sedang menatap dirinya dengan ekspresi terkejut. Setelahnya ekspresi Bibi Hailey berganti menjadi bahagia, tersenyum senang dan segera memeluk Nancy. Begitupun dengan Nancy yang menyambut pelukan Bibi Hailey dengan hangat sembari tersenyum bahagia. Bibi Hailey merupakan kepala maid di mansion keluarga Archer yang sudah bekerja dari sebelum Nancy lahir. Nancy sudah mengganggap Bibi Hailey sebagai ibu-nya sendiri. "Bibi Hailey". Pekik Nancy dengan bahagia. "Nona". Ujar bibi Hailey juga, dan setelahnya terdengar isakan tangis dari Bibi Hailey. Mendengar itu Nancy segera melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Bibi Hailey dengan raut wajah khawatir. "Heyy, Bibi Hailey kenapa menangis?" Tanya Nancy khawatir, Bibi Hailey menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban, sembari berusaha meredakan tangisny
Terlihat sebuah mobil sport mewah Lamborghini Aventador, memasuki kawasan mansion bergaya American Classic. Bak adegan slowmo di film-film, seorang remaja perempuan keluar dari mobil kesayangannya itu. Alam seolah mendukungnya, dengan menghembuskan angin kearahnya sehingga menerbangkan rambutnya yang indah berkilau. Remaja perempuan itu memiliki paras yang menawan dengan kulit putih bersih, mata besar, alis tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, pipi yang sedikit chubby, memiliki kumis tipis, serta bentuk mulut mungil berwarna merah cherry. Belum lagi dengan tubuhnya yang tinggi semampai mencapai 167 cm, kaki jenjang dan pinggang yang ramping, dilengkapi pula dengan rambutnya yang berwarna gray perpaduan violet, berkilau dan bergelombang sepinggang yang terlihat sangat halus dan lembut. Ia membuka kacamata hitam yang sedari tadi bertengger manis dipangkal hidungnya dan meletakannya di kepala. Remaja perempuan itu berjalan memasuki mansion dengan percaya diri dan dagu terangk