“Sukses ngedatenya tadi malam?” Dengan perlahan, Adi duduk di kursi teras belakang seperti biasanya lalu menyeruput kopi yang dibawanya dari dalam.Elok menurunkan buku yang dibacanya untuk melihat Adi. Pria itu tersenyum, seolah menahan tawa saat sorot mata mereka bertemu. Entah mengapa, Elok curiga jika drama ban mobil bocor tadi malam adalah ulah Adi. Papanya itu pasti menyuruh Josep melakukan hal tersebut, agar tidak menjemput Elok ke apartemen Lex. “Ban mobil papa bocor tadi malam.” Elok menutup bukunya lalu meletakkan di pangkuan.“Ooo …” Adi hanya mengangguk-angguk dengan menampilkan wajah tidak serius. “Untung ada Lex yang antar kamu pulang.”“Intip aja terus di CCTV.”“Papa nggak ngintip,” ralat Adi. “Papa bisa lihat langsung dari hape, ngapain harus ngintip.”Andai Adi tahu hal memalukan apa yang dilakukan Elok tadi malam, papanya itu pasti akan tergelak mengejeknya. Elok tidak bermaksud untuk merayu Lex, hanya ingin mengetahui respons dari pria itu saja. Ternyata, tanggap
“Apa aku harus telpon mas Harry, Pa?”Sudah 15 menit Kasih berada di kamarnya, dan hati Elok jelas tidak bisa tenang. Ada banyak rasa bersalah karena Eloklah yang telah mengambil keputusan bercerai lebih dulu. Bahkan, Elok sudah berkali-kali menolak bujukan Harry dan keluarga Lukito untuk kembali rujuk.“Telponlah, dan Papa jamin kamu langsung rujuk dengan dia hari ini juga,” ujar Adi sambil terus menatap ujung tangga lantai dua dari ruang keluarga. “Tapi kalau kamu memang nggak keberatan rujuk, silakan.”“Masuklah ke kamar Kasih,” titah Dianti yang sudah berada di ruang keluarga sekitar lima menit yang lalu, dan mengetahui inti cerita secara singkat. “Nggak usah bicarakan yang berat-berat. Masalah kamu cerai sama Harry, biarkan Kasih memahami itu sesuai dengan usianya. Tanya dia mau apa, mau ke mana, dan pergilah! Mumpung hari minggu.”“Nah! Kalau mau ke tempat Lex lagi juga nggak papa.”Satu buah bantal sofa langsung menimpa tubuh Adi setelahnya. Dianti sudah melotot dan memberi sua
“Kasih … sudah tahu kita mau cerai.” Elok menghela panjang setelah mengutarakan hal tersebut pada Harry dan keluarganya. Setelah melalui hari minggu kelabu dengan tidak pergi ke mana pun, pertemuan dengan keluarga Lukito akhirnya terjadi dengan bantuan Adi. “El?” Tidak cuma Elok yang menghela napas panjang, tapi Harry pun melakukan hal yang sama setelah mendengar pernyataan Elok barusan. “Kenapa kamu begitu egois dan keras kepala? Aku sudah melakukan semuanya supaya kita bisa rujuk dan—” “Harry.” Adi buru-buru menyela pria yang masih berstatus sebagai menantunya itu. Beruntung, Lex menyarankan Elok untuk mengadakan pertemuan dua keluarga untuk membahas Kasih. Jika tidak, putrinya pasti akan terpojok walaupun Adi tahu Elok pasti bisa menyanggah semuanya. Akan tetapi, dalam kondisi mental Elok yang sedang dalam titik rendah karena Kasih, putrinya itu pasti akan terdiam di depan Harry. “Dua tahun berselingkuh dan main dengan perempuan lain sampai hamil, itu bukan waktu yang sebentar.”
“Tanteee!”Elok menaikkan kedua alisnya saat melihat Awan berlari ke arahnya. Tidak biasanya bocah usil itu keluar lebih dulu daripada Kasih, dan menghampiri Elok seperti sekarang. Elok reflek melihat ke tempat parkir, untuk mencari Aga, atau mungkin Vira tapi ia belum menemukan dua sosok tersebut.“Papamu belum jemput,” kata Elok sambil mengacak rambut cepak Awan, yang tampaknya baru saja dipangkas.Awan menggeleng. “Aku dijemput tante cantik, soalnya papa lagi meeting seharian katanya.”Tante cantik, sebutan Awan untuk gadis yang kini jadi mama barunya. Karena itu pula, Kasih mempertanyakan hal tersebut pada Elok, kemarin pagi.“Kan, sudah jadi mama? Kenapa masih panggil tante cantik?” Mata Elok masih menatap koridor sekolah, tapi tidak kunjung melihat Kasih keluar dari sana.“Ya, nggak tahu!” Awan melihat ke belakang sebentar, lalu kembali mendongak menatap Elok. “Tante! Kasih tadi seharian pelit sama aku. Dia nggak mau pinjemin pensil, sama penghapus juga! Dia marah-marah terus ha
“El?” Lex memelankan langkahnya, ketika melihat seorang wanita yang berjalan sangat pelan sambil menunduk menatap ponsel. Dari postur tubuh yang tampak dari belakang, Lex sudah bisa menebak bahwa wanita tersebut adalah salah satu kliennya. “Ya?” Elok spontan berbalik. Sedikit terkejut, lalu segera memberikan senyum kecilnya pada pria itu. “Sudah pulang, Mas?” Lex mengangguk, dan menghentikan langkahnya saat Elok juga berhenti. Pandangan Lex tertuju sekilas pada ponsel Elok, serta dua buah paper bag yang tergantung di pergelangan tangan. “Ngapain di sini?” “Mau jemput Kasih, dia lagi di atas, di tempat Awan.” Elok kemudian mengeluarkan sebuah paper bag dari pergelangan tangannya, lalu menyerahkan pada Lex. Menyisakan satu lagi, yang tetap pada tempatnya. “Jaketnya kemarin, makasih, ya. Tadinya mau aku titipin di resepsionis, nggak tahunya ketemu Mas Lex di lobi.” “Sama-sama,” kata Lex sambil menerima paper bag tersebut dari tangan Elok, tanpa melihat isinya sama sekali. “Ini, mau
“Kasih masih marah sama Mama?” Malam itu, Elok memutuskan untuk tidur berdua dengan Kasih. Mungkin, sampai Kasih bisa mengatasi dan mencerna emosinya sendiri, barulah Elok akan kembali tidur di kamarnya sendiri. Kasih yang berbaring miring sambil memeluk guling itu, menggeleng. Namun, enggan mengeluarkan suara. Ada rasa kecewa, yang tidak bisa Kasih cerna dan ungkapkan dengan kata-kata. Elok menarik panjang napasnya. “Liburan minggu depan, kita nginap hotel mau?” Kali ini, Kasih mengangguk dan tidak menolak ajakan Elok. “Tante cantik, sama papanya Awan mau nikah hari sabtu.” Elok tidak langsung membalas kalimat putrinya. Ia mengusap kepala Kasih, sambil merapikan rambut yang menutup telinganya. “Terus, apa papa nanti juga mau nikah sama tante cantik?” lanjut Kasih mempertanyakan hal tersebut karena melihat bagaimana kondisi orangtua Awan. “Mama nggak tahu.” Elok memang tidak tahu, apa yang akan terjadi dengan hubungan Harry dan Sandra di masa depan. Apakah mereka akan menikah k
“Papa sebenarnya agak kaget.” Adi menghela saat baru memasuki ballroom, tempat digelarnya resepsi mewah pernikahan Bening dan Aga. “Bening ternyata ada hubungan dengan keluarga Sutomo. Dengar-dengar, dia anak Clara dari suami yang lama.”“Orangtuanya cerai waktu Bening masih bayi,” Elok yang berjalan sambil menggandeng Adi itu, membenarkan. Kemudian, sedikit cerita meluncur dari mulut Elok sesuai yang diceritakan Bening kala itu.“Ah! Jadi begitu ceritanya.” Adi berhenti sebentar, hingga membuat ketiga wanita yang berada bersamanya juga berhenti melangkah. “Harry sudah datang?” tanyanya pelan pada Elok sembari melihat ke seluruh penjuru ruang yang bisa terjangkau mata. Adi ingin melihat, siapa-siapa saja yang sudah datang dan mungkin bisa ia datangi untuk diajak berbicara.“Masih di jalan,” jawab Elok lalu menoleh pada Kasih yang berada di sebelah Adi, dan menggandeng Dianti dengan erat. “Kasih, mau makan es krim?” tunjuknya pada salah satu stand makanan yang berjajar di pinggir ballr
“Mas Restu.” Lex menahan lengan Restu yang tengah menunggu Adi memberi jawaban. “Jangan gegabah dan cari gara-gara lagi, karena taruhannya besar, Agrosena, dan AntaRest. Ingat, saya nggak bisa melawan perjanjian yang sudah kalian sepakati. Hitam, di atas putih.” “Mas Lex,” panggil Elok dari tempatnya, setelah berbisik sebentar dengan sang papa. “Biarkan Restu bicara dengan papa.” “It’s oke, Lex,” sahut Adi sembari berdiri. “Tolong temani Elok dulu,” pintanya kemudian berlalu, sambil memberi lirikan remeh pada Restu yang segera berjalan di samping Adi. “Buat apa, pak Adi minta Lex untuk temani Elok?” Pras menatap Babe sambil mengangkat tinggi satu alisnya. Masih ada tiga orang pria dewasa yang tersisa di meja, tapi Adi justru menitipkan putrinya itu hanya pada Lex. Sebenarnya, wanita yang terkenal tegas dan dominan seperti Elok tidak perlu sampai dititipkan secara khusus kepada siapa pun. Elok sudah dewasa, dan sudah mengenal dunia dengan baik. Itu artinya, ada maksud tersembunyi di
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak
“Sayang, A …” Lex kembali menutup mulut, saat ada dua orang perempuan yang kompak memberi tatapan tanya padanya. Tadinya, Lex mengira Kasih sedang berada di kamarnya. Namun, saat Lex baru saja keluar kamar setelah mandi, gadis kecil itu ternyata sedang berada di dapur bersama Elok. Kedua tangan Kasih berada di dalam sebuah mangkok besar dengan berlumur tepung. Rupanya, gadis itu sedang “membantu” Elok membuat makan malam.“Ayah manggil aku? Atau, Mama?” tanya Kasih kembali meremas-remas ayam yang sudah ia lumuri adonan tepung.“Mama!” Lex menunjuk Elok yang tengah mengaduk sesuatu di panci. Sungguh sebuah pemandangan hangat yang tidak pernah Lex lihat seumur hidupnya, dan ini sangat luar biasa. Lex membayangkan, apa jadinya bila ia tetap bersikukuh dengan kesendirian, dan hanya fokus pada rasa kehilangan yang selalu menggerogoti jiwa. Mungkin, Lex tidak akan bisa berada di situasi seperti sekarang.“Kenapa, Yah?” tanya Elok lalu mematikan kompor di hadapan. Namun, tetap membiarkan tun
Lex terdiam melihat kantong belanjaan yang baru saja ia letakkan di kitchen island. Setelah sekian lama hidup menyendiri, ini kali pertama Lex melihat barang belanjaan yang sangat banyak ada di tempatnya. “Aku rasa, kita harus pindah.” Lex mengeluarkan satu per satu barang belanjaan dari kantong, lalu meletakkannya di kitchen island. Sementara istrinya, sedang berjongkok di depan lemari pendingin untuk meletakkan beberapa minuman kemasan di dalam sana. “Kenapa?” Elok tidak menoleh, agar bisa membereskan semua barang belanjaan yang masih ada di kitchen island dengan cepat. “Kamar Kasih sepertinya kurang besar dengan boneka yang sebanyak itu.” Lex pernah membawa Kasih yang tertidur, ke kamar gadis itu di kediaman Mahardika. Namun, Lex tidak memperhatikan gadis kecil itu ternyata memiliki boneka yang begitu banyak di kamarnya. “Mas, jangan manjain Kasih,” pinta Elok memang harus sedikit lebih tegas pada Lex. Pria itu sepertinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Kasih. Sementar
“Mas?” Elok menoleh ke arah jendela saat tidak mendapati Lex berada di sampingnya. Masih terlihat gelap. Belum tampak bias cahaya yang menyelinap di antara celahnya. Elok melihat ke arah nakas. Jam digital yang berada di atasnya menunjukkan sudah menunjukkan pukul 04.58. Detik itu juga, Elok mengumpat. Segera bangkit dari tempat tidur, lalu berlari menuju kamar mandi. Elok mengambil bathrobe dan segera membalut tubuhnya seraya berjalan cepat keluar kamar. “Pagi, Mas!” Elok sempat terkejut saat mendapati Lex sudah berkutat di dapur. Entah apa yang dilakukan suaminya itu, tetapi Elok tidak bisa menghampiri Lex lebih dulu. Ada Kasih yang harus dibangunkan, agar tidak kesiangan berangkat ke sekolah. “Pa …” balasan Lex terhenti karena Elok baru saja tenggelam di kamar Kasih. Tidak terlalu penasaran dengan hal yang dilakukan Elok di kamar putrinya, Lex kembali melanjutkan membakar rotinya di atas wajan anti lengket. Tidak sampai lima menit berlalu, Elok kembali keluar dari kamar Kas