“Kasih … sudah tahu kita mau cerai.” Elok menghela panjang setelah mengutarakan hal tersebut pada Harry dan keluarganya. Setelah melalui hari minggu kelabu dengan tidak pergi ke mana pun, pertemuan dengan keluarga Lukito akhirnya terjadi dengan bantuan Adi. “El?” Tidak cuma Elok yang menghela napas panjang, tapi Harry pun melakukan hal yang sama setelah mendengar pernyataan Elok barusan. “Kenapa kamu begitu egois dan keras kepala? Aku sudah melakukan semuanya supaya kita bisa rujuk dan—” “Harry.” Adi buru-buru menyela pria yang masih berstatus sebagai menantunya itu. Beruntung, Lex menyarankan Elok untuk mengadakan pertemuan dua keluarga untuk membahas Kasih. Jika tidak, putrinya pasti akan terpojok walaupun Adi tahu Elok pasti bisa menyanggah semuanya. Akan tetapi, dalam kondisi mental Elok yang sedang dalam titik rendah karena Kasih, putrinya itu pasti akan terdiam di depan Harry. “Dua tahun berselingkuh dan main dengan perempuan lain sampai hamil, itu bukan waktu yang sebentar.”
“Tanteee!”Elok menaikkan kedua alisnya saat melihat Awan berlari ke arahnya. Tidak biasanya bocah usil itu keluar lebih dulu daripada Kasih, dan menghampiri Elok seperti sekarang. Elok reflek melihat ke tempat parkir, untuk mencari Aga, atau mungkin Vira tapi ia belum menemukan dua sosok tersebut.“Papamu belum jemput,” kata Elok sambil mengacak rambut cepak Awan, yang tampaknya baru saja dipangkas.Awan menggeleng. “Aku dijemput tante cantik, soalnya papa lagi meeting seharian katanya.”Tante cantik, sebutan Awan untuk gadis yang kini jadi mama barunya. Karena itu pula, Kasih mempertanyakan hal tersebut pada Elok, kemarin pagi.“Kan, sudah jadi mama? Kenapa masih panggil tante cantik?” Mata Elok masih menatap koridor sekolah, tapi tidak kunjung melihat Kasih keluar dari sana.“Ya, nggak tahu!” Awan melihat ke belakang sebentar, lalu kembali mendongak menatap Elok. “Tante! Kasih tadi seharian pelit sama aku. Dia nggak mau pinjemin pensil, sama penghapus juga! Dia marah-marah terus ha
“El?” Lex memelankan langkahnya, ketika melihat seorang wanita yang berjalan sangat pelan sambil menunduk menatap ponsel. Dari postur tubuh yang tampak dari belakang, Lex sudah bisa menebak bahwa wanita tersebut adalah salah satu kliennya. “Ya?” Elok spontan berbalik. Sedikit terkejut, lalu segera memberikan senyum kecilnya pada pria itu. “Sudah pulang, Mas?” Lex mengangguk, dan menghentikan langkahnya saat Elok juga berhenti. Pandangan Lex tertuju sekilas pada ponsel Elok, serta dua buah paper bag yang tergantung di pergelangan tangan. “Ngapain di sini?” “Mau jemput Kasih, dia lagi di atas, di tempat Awan.” Elok kemudian mengeluarkan sebuah paper bag dari pergelangan tangannya, lalu menyerahkan pada Lex. Menyisakan satu lagi, yang tetap pada tempatnya. “Jaketnya kemarin, makasih, ya. Tadinya mau aku titipin di resepsionis, nggak tahunya ketemu Mas Lex di lobi.” “Sama-sama,” kata Lex sambil menerima paper bag tersebut dari tangan Elok, tanpa melihat isinya sama sekali. “Ini, mau
“Kasih masih marah sama Mama?” Malam itu, Elok memutuskan untuk tidur berdua dengan Kasih. Mungkin, sampai Kasih bisa mengatasi dan mencerna emosinya sendiri, barulah Elok akan kembali tidur di kamarnya sendiri. Kasih yang berbaring miring sambil memeluk guling itu, menggeleng. Namun, enggan mengeluarkan suara. Ada rasa kecewa, yang tidak bisa Kasih cerna dan ungkapkan dengan kata-kata. Elok menarik panjang napasnya. “Liburan minggu depan, kita nginap hotel mau?” Kali ini, Kasih mengangguk dan tidak menolak ajakan Elok. “Tante cantik, sama papanya Awan mau nikah hari sabtu.” Elok tidak langsung membalas kalimat putrinya. Ia mengusap kepala Kasih, sambil merapikan rambut yang menutup telinganya. “Terus, apa papa nanti juga mau nikah sama tante cantik?” lanjut Kasih mempertanyakan hal tersebut karena melihat bagaimana kondisi orangtua Awan. “Mama nggak tahu.” Elok memang tidak tahu, apa yang akan terjadi dengan hubungan Harry dan Sandra di masa depan. Apakah mereka akan menikah k
“Papa sebenarnya agak kaget.” Adi menghela saat baru memasuki ballroom, tempat digelarnya resepsi mewah pernikahan Bening dan Aga. “Bening ternyata ada hubungan dengan keluarga Sutomo. Dengar-dengar, dia anak Clara dari suami yang lama.”“Orangtuanya cerai waktu Bening masih bayi,” Elok yang berjalan sambil menggandeng Adi itu, membenarkan. Kemudian, sedikit cerita meluncur dari mulut Elok sesuai yang diceritakan Bening kala itu.“Ah! Jadi begitu ceritanya.” Adi berhenti sebentar, hingga membuat ketiga wanita yang berada bersamanya juga berhenti melangkah. “Harry sudah datang?” tanyanya pelan pada Elok sembari melihat ke seluruh penjuru ruang yang bisa terjangkau mata. Adi ingin melihat, siapa-siapa saja yang sudah datang dan mungkin bisa ia datangi untuk diajak berbicara.“Masih di jalan,” jawab Elok lalu menoleh pada Kasih yang berada di sebelah Adi, dan menggandeng Dianti dengan erat. “Kasih, mau makan es krim?” tunjuknya pada salah satu stand makanan yang berjajar di pinggir ballr
“Mas Restu.” Lex menahan lengan Restu yang tengah menunggu Adi memberi jawaban. “Jangan gegabah dan cari gara-gara lagi, karena taruhannya besar, Agrosena, dan AntaRest. Ingat, saya nggak bisa melawan perjanjian yang sudah kalian sepakati. Hitam, di atas putih.” “Mas Lex,” panggil Elok dari tempatnya, setelah berbisik sebentar dengan sang papa. “Biarkan Restu bicara dengan papa.” “It’s oke, Lex,” sahut Adi sembari berdiri. “Tolong temani Elok dulu,” pintanya kemudian berlalu, sambil memberi lirikan remeh pada Restu yang segera berjalan di samping Adi. “Buat apa, pak Adi minta Lex untuk temani Elok?” Pras menatap Babe sambil mengangkat tinggi satu alisnya. Masih ada tiga orang pria dewasa yang tersisa di meja, tapi Adi justru menitipkan putrinya itu hanya pada Lex. Sebenarnya, wanita yang terkenal tegas dan dominan seperti Elok tidak perlu sampai dititipkan secara khusus kepada siapa pun. Elok sudah dewasa, dan sudah mengenal dunia dengan baik. Itu artinya, ada maksud tersembunyi di
Semua mata kompak tertuju pada Lex, ketika Elok pergi meninggalkan meja. Meskipun tengah kesal, Elok tetap berjalan begitu elegan untuk menghampiri Kasih yang sibuk menggoyangkan tubuh sedari tadi, di samping Dianti. “El, ngambek, Mas,” celetuk Abi sambil menunjuk Elok dengan dagunya. “Kalian itu, seperti orang yang lagi pacaran aja.” “Jangan bikin gosip, Bi,” bantah Lex. “Elok masih jadi istri orang, dan imagenya—” “Lex!” panggil Pras ikut berdiri seraya mengancingkan jasnya. “Aku mau balik, dan jangan sampai Elok kembali ke Firmanya Babe.” Pras memandang Babe lalu mengangguk kecil untuk menyampaikan rasa hormatnya. “Kalau perlu, seluruh keluarga Mahardika bisa pindah ke Firma Sagara untuk mengurus segala sesuatu terkait perusahaan.” Babe hanya tertawa saat mendengar ungkapan jujur dari Pras. Lebih baik seperti itu, daripada main sikut dari belakang. “Sialan kau, Pras.” Pras kemudian memberi senyum tipis pada Babe lalu berujar, “Permisi.” “Aku siap terima Elok kembali ke Firma P
“Lex sudah benar,” ujar Dianti setelah menyesap teh hangatnya. Ia dan Elok tengah duduk santai di balkon hotel, sambil menikmati sejuknya udara pagi itu. Kasih masih tertidur di dalam, sementara Adi sedang menerima telepon di ruang tamu kamar. “Semua yang Lex bilang tadi malam nggak ada yang salah. Dia memang harus menjaga profesionalisme sebagai pengacara, supaya nggak ada gosip tentang kalian.” Dianti kembali menyeruput teh hangatnya sebentar, lalu kembali melanjutkan kalimatnya. “Yang jadi masalah itu, papamu. Kalau bukan karena papamu suka mojokin kalian berdua, pasti semuanya baik-baik aja. Nggak ada yang namanya baper, atau … jadi begini. Kalian berdua itu justru seperti orang yang lagi pacaran beneran. Satunya ngambekan, satunya jadi serba salah. Kalau semua profesional, yang begini itu nggak akan terjadi sebenarnya.” “Tapi, sebelum papa mau jodohin aku sama mas Lex, dia itu juga sudah baik banget, Ma,” sanggah Elok sembari mengingat semua sikap Lex kepadanya. “Kalau begitu,