“Siang Bu Riris,” sapa Elok pada sekretaris sang papa, yang saat ini juga menjadi sekretarisnya untuk sementara waktu. Entah sampai kapan, Elok pun juga tidak tahu karena belum menemukan seseorang yang bisa bekerja seperti Kiya.“Siang Mbak, di suruh pak Adi langsung ke ruangannya kalau sudah datang,” kata Riris menyampaikan pesan Adi.Elok berhenti melangkah. Mengurungkan niat pergi ke ruang kerjanya yang bersebelahan dengan ruangan Adi. “Mood Bapak lagi enak, nggak, Bu?”Elok yakin tidak menerima pesan, ataupun panggilan dari Adi sebelumnya. Jadi, Elok merasa ada sesuatu yang mendesak hingga Adi hanya menitipkan pesan pada Riris.“Enak, kok, Mbak,” ujar Riris. “Tadi nyuruhnya sambil senyum-senyum lihat hape. Oia, pak Harry ngirim bunga lagi, dan sudah saya taruh di tempat biasa.”Napas Elok terlepas begitu saja. Entah harus bagaimana lagi memberi pengertian pada Harry, bahwa Elok sudah tidak ingin lagi kembali bersama. Beberapa kali, mereka memang pergi dan jalan bersama demi Kasih.
“Jadi, apa yang mau kita bicarakan di sini?” tanya Elok setelah seorang pelayan pergi sesudah mencatat pesanan mereka. Tebakan Elok benar! Lex, ternyata juga ada dalam pertemuan dengan Pras siang ini. Seperti biasa, pria itu tetap bersikap profesional seolah tidak pernah terjadi apapun di antara mereka. Lex tetap menyapa Elok seperti biasa, dan tidak tampak perubahan sedikit pun dari pria itu. Itu artinya, hanya Eloklah yang selama ini masih memendam kekesalannya pada Lex, sementara pria itu tetap berada di jalurnya. “Putusan sidang ceraimu besok.” Pras memberi komentar, tanpa menjawab pertanyaan Elok. “Dan, kamu punya masa tunggu satu bulan sebelum benar-benar bebas.” “Pak Pras—” “Bagaimana kalau ada yang melamarmu setelah satu bulan itu selesai?” Pras langsung memberi pertanyaan, tanpa mau mendengar argumen Elok. Meskipun pertanyaan tersebut ditujukan pada Elok, tapi tatapannya Pras dengan sengaja tertuju pada Lex. Pras tahu, setelah pesta resepsi malam itu, ada keributan keci
Elok berdehem, dan segera beranjak dari tempatnya untuk duduk di kursi Adi yang sudah ditinggalkan. Setelah tidak bertemu cukup lama, ternyata tidak ada yang berubah dari diri Lex. Penampilannya tetap sama, pun dengan sikapnya.“Mas.” Elok memutuskan untuk membuka pembicaraan lebih dulu. “Kita berdua itu sudah sama-sama dewasa, kan?”“Ya,” angguk Lex sambil menatap Elok. “Dan, kenapa?”’“Mas Lex pasti sudah ngerti dengan rencana papaku dan pak Pras, kan?” Elok kembali bertanya dan akan membicarakan semua hal dengan Lex sekarang juga. “Jangan pura-pura nggak tahu.”“Aku tahu.”“Terus?” buru Elok cepat dan tidak sabar menanti jawaban Lex selanjutnya.“Apanya yang terus?” Lex tidak mengerti, jawaban seperti apa yang ingin didengar oleh Elok sebenarnya.“Ya, menurut Mas Lex itu gimana?” Elok yang biasa bersikap tenang, selalu saja bisa terpancinga emosinya jika berbicara dengan Lex. Pria itu sebenarnya sangat pintar. Saking pintarnya, Lex sampai bisa menutupi semua yang ada di dalam hati
Elok membuang napas pelan setelah menutup pintu. Ucapan Lex benar, mau apapun yang dilakukan Adi dan Pras di luar sana, nggak akan berpengaruh banyak kalau Elok tetap berpegang teguh pada prinsipnya. Dari situ saja, seharusnya Elok sudah menyadari jika Lex juga akan tetap bersikukuh dengan pendiriannya.Lantas, apa sebenarnya yang diharapkan oleh Elok selama ini? Bodoh!Hanya satu kata itu, yang pantas Elok sematkan pada dirinya sendiri. Lebih baik, Elok kembali fokus pada Kasih, dan perusahaan yang tengah ia pimpin bersama Adi saat ini.Kemudian, Elok melanjutkan langkahnya sembari mengeluarkan ponsel. Ia masih menimbang-nimbang, antara memberitahu Adi tentang kepergiannya, atau langsung saja kembali ke kantor dengan menggunakan taksi.Saat langkahnya sudah berada di lobi, Elok dikejutkan dengan suara pria yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.“Mas Harry!” Elok terkejut hingga menghentikan langkahnya seketika.“Akhirnya, aku bisa ketemu kamu tanpa Kasih.” Harry segera menggeser
“Mas Lex … bisa pergi kalau mau pergi.” Ketika perasaan Elok sudah tenang, pun dengan tangis yang telah mereda, ia kembali meminta Lex untuk pergi. Sedari tadi, pria itu hanya duduk di hadapannya dengan tenang, tanpa melakukan apapun. Lex mengambil botol air mineral yang sudah dipesan Pras. Membukanya, lalu menyodorkannya di depan Elok. “Minumlah dulu.” Elok tidak menolak. Setelah menangis dalam waktu yang tidak singkat, tenggorokannya lumayan terasa kering. Sementar, minuman yang sempat Elok pesan adalah kopi yang pastinya sudah dingin dan tidak lagi enak. Elok meraih botol yang masih penuh di hadapan lalu minum dan hampir menghabiskan setengahnya. Elok meraih tutup botol yang tergeletak di meja, lalu menutupnya. “Makasih, Mas lex sudah bisa pergi.” Alih-alih pergi, Lex justru meraih sendok dan garpu yang ada di sisi piringnya. “Aku tahu makanannya pasti sudah dingin, tapi, nggak ada salahnya kalau kita makan dulu.” “Jangan buat—” “Makanlah dulu, El,” putus Lex. “Lupakan dulu
“Kenapa belum siap-siap?” Adi sudah menggandeng Kasih, yang malam ini tampak sangat cantik dengan rambut yang dikuncir kuda. Setelan kemeja denim dan rok tutu berwarna pink, membuat tampilan semi kasual Kasih tampak begitu manis untuk dilihat. Sedangkan Elok, masih memakai kaos sore tadi dan belum berdandan sama sekali. Padahal, malam ini keluarga Mahardika telah diundang ke kediaman keluarga Sagara untuk makan malam. “Aku lagi nggak enak badan,” jawab Elok yang membaringkan tubuh di sofa panjang dengan membawa selimut. Ia bosan berada di dalam kamar, karena itulah Elok membawa selimutnya dan berbaring di ruang keluarga sambil menonton televisi. “Papa, sama mama aja yang ke sana. Aku biar diwakili, Kasih. Ya, Sayang, ya?” kata Elok sembari mengulurkan tangan pada putrinya. Kasih melepas tangan Adi, lalu menghampiri sang mama dan duduk di sebelahnya. “Mama sakit apa?” Tangan Kasih reflek terulur menyentuh dahi Elok, sama seperti yang dilakukan sang mama ketika dirinya sedang sakit. T
“Pak Raja—”“Nggak usah formal, Lex,” putus Raja cepat sambil mengibaskan telapak tangan kirinya pada pria itu. “Kita lagi nyantai malam ini. Biasa aja.”Napas Lex terbuang pelan. Andai bukan Raja yang langsung menelepon dan menyuruhnya datang makan malam, Lex pasti sudah berada di Singapura untuk melihat sebuah apartemen yang sudah ditawarkan oleh marketing sebuah perusahaan properti.“Aku sudah nyantai, Om,” sahut Lex kemudian setelah menatap Pras dan Adi secara bergantian. “Betul-betul nyantai.”Lex tidak pernah menduga, Raja juga mengundang keluarga Mahardika untuk makan malam di kediaman pria itu. Awalnya, Lex mengira akan ada hal penting yang dibahas setelah makan malam selesai. Namun, setelah melihat Kasih menghampirinya untuk menyapa, di situlah kecurigaan Lex semakin menjadi-jadi.Makan malam kali ini, pasti ada hubungannya dengan Elok. Tampaknya, Raja juga ikut berkonspirasi dengan Pras, maupun Adi untuk menjodohkan dirinya dengan wanita itu?Akan tetapi, saat Lex tidak mend
Bingung.Hal tersebutlah yang dirasakan Elok saat sudah sampai di Bali. Entah ada angin apa, Kiya tahu-tahu sudah mengirimkan sebuah tiket elektronik di ponsel Elok, beserta nama hotel yang akan ditempatinya selama satu minggu ke depan. Gadis yang sudah menjadi asisten pribadi Gilang itu mengatakan, Adilah yang telah memerintahkan untuk melakukan itu semua. Tanpa Kasih, dan Elok benar-benar pergi hanya seorang diri.Adi beralasan, Elok butuh me time dengan suasana baru agar bisa melihat dunia dari perspektif berbeda.Sementara Kasih, nantinya akan menyusul pada saat liburan akhir minggu, agar bisa ikut bersenang-senang bersama Elok di Bali.Karena tidak punya tujuan dan agenda kerja, maka sore itu Elok hanya menghabiskan waktunya di pantai. Duduk diam di atas hamparan pasir, dan menanti matahari tenggelam seorang diri. Menikmati keindahan alam yang tercipta di ujung horizon, tanpa memikirkan semua masalah yang belakangan ini selalu menemani.Sesaat setelah matahari tidak lagi menampak