Elok mengunci pintu rooftop kantor dari luar, untuk memastikan tidak ada yang akan mendengar perbincangannya dengan Restu kali ini. Sementara itu, beberapa dewan direksi dan manajer yang berada di ruang serba guna, kini masih berada di sana untuk membahas beberapa hal. Elok yakin, semua itu pasti ada kaitannya dengan Restu.
“Cepat sekali pergerakanmu,” cibir Elok menghampiri Restu yang sudah berdiri santai, sambil memegang sisi pagar beton setinggi dadanya. “Pak Raka itu kakekmu sendiri, tapi—”
“Jangan menghakimi, kalau kamu belum tahu semua masalah yang ada di dalam keluarga Antasena.”
“Apapun masalahnya, perbuatanmu ini salah!” Elok menarik napas panjang sambil menengadahkan kepalanya. Memejamkan kedua mata, dan membuang semua udara dalam parunya dengan perlahan. Bayangan perselingkuhan Harry dan Sandra, masih saja memenuhi pikiran, serta dadanya dengan sesak.
Bisa-bisanya Elok tidak melihat perubahan sikap Harry, selama dua tahun belakangan ini. Elok benar-benar kecolongan dan tertipu mentah-mentah atas hubungan gelap suaminya selama ini.
Apa kurangnya Elok selama ini? Dirinya sudah berbakti sedemikian rupa dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri bagi Harry. Elok selalu berusaha menjadi istri yang baik, pun menjadi ibu bagi putri semata wayang mereka.
Lantas, kenapa Harry masih saja berselingkuh dengan wanita lain? Atau … mungkinkah karena usia Elok yang sudah tidak lagi muda, hingga membuat Harry berpaling darinya?
Restu tertawa sinis ketika menoleh pada Elok, yang berada di sampingnya. Wanita yang terkenal bertangan dingin itu, terlihat berulang kali menarik napas lalu membuangnya dengan perlahan. Sepertinya wanita itu tengah berpikir keras, karena akan segera mundur dari jabatan CEO, sekaligus direktur utama Antariksa.
“Sudah siap untuk mundur?” Restu kembali tersenyum, kemudian berbalik dan menyandarkan bokongnya pada pagar beton. Ia bersedekap, dan masih menatap Elok yang sangat terlihat anggun dan formal dengan pakaian kerjanya.
“Memangnya saya bisa apa?” Elok membuka mata dengan perlahan, lalu menurunkan kepalanya. Kembali menghela tanpa melihat Restu sama sekali. “Laki-laki licik dan serakah seperti kamu, nggak akan tahu namanya berjuang mendapatkan sesuatu dari bawah. Kamu itu—”
“Aku nggak butuh ceramah, dari orang yang nggak tahu apa-apa,” putus Restu masih tidak melepas pandangannya dari Elok. “Kami sudah sepakat untuk melakukan rapat umum pemegang saham senin depan, dan mulai persiapkan pidato pengunduran dirimu dengan baik.”
Elok berdecih. Mengapa runtutan masalah seperti ini harus menerpa dirinya sekaligus. Masalah rumah tangganya saja belum selesai, kini Elok harus berhadapan dengan Restu yang ingin merebut posisinya.
“Kenapa harus CEO, ha?” Akhirnya Elok menolehkan wajah menatap Restu. Pria yang berusia lebih muda lima tahun dari Elok itu, terlihat sangat berambisi untuk merebut posisinya. “Kenapa, bukan posisi Presdir yang kamu incar? Nanggung! CEO sama dirut itu juga karyawan! Kalau saya jadi kamu, saya bakal beli saham—”
“Sayangnya, aku bukan kamu, El.” Restu kembali memotong perkataan Elok sambil menghabiskan jarak dengan wanita itu. Senyum Restu kembali tersungging miring, karena yakin Elok sudah berada di genggamannya. Wanita itu tidak akan bisa menolak semua permintaannya, atau foto-foto tidak senonoh Elok akan tersebar di jagat maya. “Jadi, kembalilah ke Jurnal, dan bekerjalah di perusahaan papamu. Karena kamu tahu sendiri, kan, kalau Gilang … ah, sudahlah.”
Restu menepuk bahu Elok dua kali, dan masih menarik satu sudut bibirnya dengan penuh kemenangan. “See you next week, El.”
Tanpa menoleh lagi, Restu berjalan meninggalkan Elok. Membuka kunci pintu, lalu masuk kembali ke dalam gedung tanpa menoleh sama sekali.
Tinggal sedikit lagi. Satu langkah lagi, maka semua yang ada di Antariksa akan berada di dalam kendali Restu. Sebenarnya, ucapan Elok barusan tidaklah salah sepenuhnya. Restu seharusnya menduduki jabatan presiden direktur, dan menguasai saham terbanyak di Antariksa Grup jika ingin mengambil alih kekuasaan yang ada. Namun, hal itu tidak Restu lakukan, karena ada sebuah rencana yang harus ia jalankan terlebih dahulu.
Saat hendak menurunkan kakinya menuju tangga, Restu mendadak teringat sesuatu. Karena itu, ia berbalik untuk kembali menemui Elok. Namun, saat tubuhnya sudah berdiri di ambang pintu yang tidak ia tutup kembali, Restu terpaku. Ia melihat Elok berjongkok memeluk erat kedua kakinya. Wanita itu tertunduk, dengan tubuh yang berguncang tanpa henti.
Restu yakin, Elok saat ini tengah menangis.
Apa posisi CEO sekaligus direktur utama di Antariksa begitu penting bagi Elok, pikir Restu. Jika hendak kembali ke Jurnal, Restu sangat yakin Elok pun mampu menjadi pemimpin di perusahaan keluarganya tersebut. Jadi, tidak harus sampai menangis dalam diam seperti itu.
Restu ragu.
Antara tetap melanjutkan niatnya untuk menghampiri Elok. Atau, putar balik dan turun kembali menemui beberapa direksi untuk melakukan pendekatan.
Namun, belum sempat Restu mengambil keputusan, ia melihat Elok sudah berdiri sambil mengusap wajah dengan kedua tangan. Restu buru-buru mundur, dan bersembunyi di balik pintu bagian dalam ketika melihat Elok berbalik. Sejurus kemudian, wanita itu kembali masuk ke dalam dan tenggelam dengan cepat ketika menuruni tangga.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Ah, Restu akhirnya tidak mau peduli. Ia mengendik cuek, dan ikut menuruni tangga dengan santai sambil mengeluarkan ponsel yang berdering dari saku celana bahannya. Senyum Restu kemudian tertarik lebar, ketika melihat nama serta foto penelepon yang terpajang di layar ponselnya.
Tanpa ingin menunggu lama, Restu bergegas mengangkat panggilan tersebut. “Hai Sweety, sudah selesai meetingnya?”
“Ini baru selesai,” jawab seorang gadis di ujung sana. “Kamu sendiri? Sudah selesai meeting belum?”
Restu berhenti di tengah-tengah tangga sambil mendesis sebentar. “Ada pengacau mendadak datang, jadi belum selesai. Tapi, aku masih di Antariksa sampai sore. Mau mantau situasi.”
“Oh, oke,” jawab sang gadis. “Nanti kalau nggak bisa jemput, kabari satu jam sebelumnya, biar aku minta jemput supirnya mami.”
“Siaaap!” seru Restu kembali berjalan menuruni tangga. “I love you.”
“Luv you too!”
“El!”Harry buru-buru menyusul Elok yang berjalan tergesa masuk ke dalam rumah. Sejak Elok meninggalkan restoran tempat mereka bertemu siang tadi, wanita itu sama sekali tidak mau menerima panggilan dari Harry. Semua chat yang layangkan, tidak satu pun dibaca oleh Elok.Harry juga sudah menghubungi asisten sang istri berulang kali, tapi hasilnya pun serupa. Kiya bahkan dengan berani mereject panggilan dari Harry, dan hanya membaca chat yang ia kirimkan, tanpa membalasnya. Benar-benar asisten pribadi yang sangat kurang ajar, pikir Harry,Andai Kiya adalah asistennya, maka sudah pasti akan Harry pecat detik itu juga.“El—”“Bibiiik!” Elok memanggil asisten rumah tangga, yang dulu ia bawa dari rumah orangtuanya. Seorang wanita paruh baya, yang diberi kepercayaan untuk mengatur semua hal yang ada di dalam rumah.Langkah Elok berhenti tepat di depan mulut tangga, ketika tubuh besar Harry menghalangi jalannya menuju dapur. Kedua tangan pria itu terbentang luas, agar bisa bicara dengan Elok
“Bisa … saya bicara empat mata dengan pak Raka.”Pagi-pagi sekali, Elok sudah bertandang ke rumah sakit dengan terburu. Jam besuk rumah sakit memang belumlah tiba. Namun, ada keadaan darurat yang harus segera Elok bicarakan dengan pemilik Antariksa, yang sudah terbaring di ranjang pasien selama tiga hari.Setelah hampir semalaman memikirkan beberapa hal di kamar hotel tempatnya menginap, Elok akhirnya mengambil keputusan. Untuk masalah pekerjaan, Elok haruslah berkonsultasi terlebih dahulu dan membicarakannya dengan Raka, yakni pendiri dan pemilik Antariksa. Sementara untuk masalah rumah tangga, Elok akan menemui keluarga besar Harry terlebih dulu.Yang Elok tahu, sejak kemarin Harry telah mengirim Kasih ke rumah orangtuanya. Untuk itu, Elok bisa merasa tenang karena putrinya juga berada di tempat yang tidak perlu dikhawatirkan. Semalam, Harry juga tidak bisa mencegah Elok meninggalkan rumah mereka, karena ancaman yang dilontarkannya pada sang suami.Tidak ada seorang pun yang tahu,
Elok menarik napas panjang ketika sudah berada di depan kediaman sang mertua. Pagi-pagi sekali, tepatnya sebelum Elok pergi ke rumah sakit untuk berbicara dengan Raka, ia menghubungi kedua mertuanya guna membahas sesuatu. Elok juga tidak lupa mengirimkan sebuah chat pada Harry, agar datang ke rumah orangtuanya tepat jam sembilan pagi itu.Namun, ternyata langkah Elok sudah diantisipasi terlebih dahulu oleh Harry. Putri semata wayang mereka yang seharusnya berada di sekolah, kini masih berada di kediaman Lukito. Tampak sehat, ceria, dan tidak terlihat sakit sama sekali, sehingga mengharuskan Kasih tidak masuk sekolah.“Mamaa.” Kasih segera berlari menghampiri Elok yang baru saja memasuki ruang keluarga. Kedua mertuanya sudah berada di sana, berikut dengan Harry yang memberi senyum hangat seolah tidak ada masalah yang terjadi di antara mereka.“Kasih?” Elok mengusap kepala putrinya yang sudah memeluk separuh bagian bawah tubuhnya. Tidak lupa, Elok menempelkan punggung tangan, lalu telap
“Kasih mau adek cewek, apa cowok?”Pertanyaan tersebut, Harry cetuskan ketika mereka bertiga beristirahat untuk makan siang. Ia harus memanfaatkan waktu yang ada saat ini, untuk bisa mengambil hati sang istri. Bagaimanapun juga, mereka tidak boleh bercerai karena akan ada banyak hal yang dipertaruhkan nantinya.“Cowok!” jawab Kasih dengan pasti. “Biar kayak Mami sama om Gilang! Rame!”Saat melihat Elok meletakkan tangan di atas meja, Harry tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Dengan cepat, Harry meraih tangan kanan Elok yang duduk di depannya dan menggenggamnya erat. Harry tahu, Elok tidak akan menolaknya kali ini karena mereka tengah berada di depan Kasih.“Tapi kalau nanti adeknya cewek, gimana?” lanjut Harry guna mencairkan suasana. Sejak mereka meninggalkan kediaman Lukito, Elok hanya mau membuka mulut untuk menanggapi Kasih. Namun, Elok lebih memilih untuk berdiam diri, jika Harry yang melempar obrolan di tengah-tengah mereka.“Yaaa …” Kasih menggulirkan bola matanya untuk berpikir
“Yang saya tahu, keluarga Mahardika sudah punya pengacara khusus untuk mengurus semua hal terkait masalah yang ada di circle kalian.”Lex menyilang kaki dengan santai pada arm chairnya. Menatap Elok dengan selidik, dari ujung rambut hingga kaki. Wanita yang selalu terlihat elegan, tapi tegas itu tidak akan mengambil keputusan ceroboh dalam hal apapun. Lex memang tidak pernah mengenal Elok secara pribadi. Namun, dari pemberitaan yang terkadang lewat saat berselancar, cukup bisa membuat Lex bisa menilai wanita itu.Hanya satu hal yang tidak diketahui Lex saat ini. Yaitu, untuk apa seorang Elok sampai ingin menemuinya seperti sekarang.“Babe baru pensiun, dan saya masih sangsi kalau harus konsultasi dengan anaknya.”Lex mengangguk paham, karena alasan Elok cukup masuk akal. Beberapa waktu yang lalu, salah satu pengacara senior yang sangat disegani memang baru saja mengumumkan pengunduran dirinya dari hiruk pikuk dunia hukum. Pria paruh baya itu beralasan, ingin beristirahat dan menikmati
“Bu El!”Kiya membuang napas gusar saat melihat Elok baru keluar dari lift. Berlari tergesa, menghampiri Elok yang sudah berjalan cepat menuju ruangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore hari, tapi wanita itu baru muncul di kantor. Apa sebenarnya yang terjadi selama dua hari ini?Kiya yang baru saja keluar dari kamar kecil itu pun segera menyamakan langkah dengan Elok.“Sore Kiya Sayang,” sapa Elok tetap mengayunkan kaki dengan tergesa dan menatap sekilas pada asistennya. “Sorry, hapeku mati dan chargernya …” Elok merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah ponsel yang sudah kehabisan daya. Tanpa berhenti melangkah, Elok memberikan benda perseginya pada Kiya. “Tolong di charge.”Kiya menerima ponsel tersebut dengan anggukan. “Ada pak Restu di ruangan Ibu. Dia sudah ada di sana dari jam dua. Dia juga minta semua data karyawan dengan level manajer ke atas dan masa jabatannya. Jumlah karyawan per divisi, karyawan magang, karyawan kontrak, dan karyawan tetap.”Elok terpaksa menghenti
Seketika itu juga, Elok tergelak dengan perasaan miris mendengar pernyataan Restu. Tawa hambar Elok tersebut, sampai membuat sudut matanya berair. Pantas saja Harry berselingkuh dengan gadis yang jauh lebih muda darinya. Ternyata, tubuh Elok memang sudah tidak menarik lagi di mata pria. Bahkan, Restu dengan jelas-jelas mengikrarkan tidak akan tertarik pada Elok meskipun ia menanggalkan seluruh pakaiannya.“Ya! Aku percaya.” Elok berusaha menutupi luka hatinya atas pernyataan Restu barusan. Untuk menutupi guratan pahit di wajahnya, Elok melengos pergi menuju kursi kebesarannya lalu duduk di sana.Bersamaan dengan hal tersebut, Kiya mengetuk pintu dan membukanya setelah Elok mempersilakan. Dengan membawa nampan berisi secangkir kopi, Kiya mengangguk sopan sekilas pada Restu. Melewati pria itu menuju meja kerja Elok, kemudian meletakkan secangkir kopi yang diminta.“Ada lagi yang Ibu perlukan?” tanya Kiya berdiri sebentar di sudut meja.Elok menggeleng sambil menatap Kiya. “Pergilah, dan
Harry menutup kasar pintu mobilnya, lalu menghela. Menatap pekarangan rumah kediaman Lukito dengan seksama. Sudah tidak ada mobil yang terparkir di depan, dan suasana rumah pun sudah cenderung sepi. Jelas saja, karena waktu saat ini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Di jam segini, kedua orangtuanya biasanya sudah masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk beristirahat.Namun, untuk apa sang papi memintanya untuk datang ke rumah di malam hari seperti ini?Kepala Harry saja sudah sangat dipusingkan dengan masalah Elok yang tidak bisa dihubungi sama sekali. Ditambah, Hendra hanya menelepon dan menyuruh Harry datang ke rumah tanpa memberi tahu tujuannya.Tidak seperti biasanya, dan sangat mencurigakan.Tanpa ingin didera rasa penasaran, Harry lantas bergegas masuk ke dalam. Jantung Harry seolah hendak melompat dari rongganya ketika melihat Elok ada di ruang keluarga. Harry yakin sekali tidak ada mobil Elok terparkir di depan, tapi istrinya itu ternyata sudah duduk manis di dalam sana. Mu
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak
“Sayang, A …” Lex kembali menutup mulut, saat ada dua orang perempuan yang kompak memberi tatapan tanya padanya. Tadinya, Lex mengira Kasih sedang berada di kamarnya. Namun, saat Lex baru saja keluar kamar setelah mandi, gadis kecil itu ternyata sedang berada di dapur bersama Elok. Kedua tangan Kasih berada di dalam sebuah mangkok besar dengan berlumur tepung. Rupanya, gadis itu sedang “membantu” Elok membuat makan malam.“Ayah manggil aku? Atau, Mama?” tanya Kasih kembali meremas-remas ayam yang sudah ia lumuri adonan tepung.“Mama!” Lex menunjuk Elok yang tengah mengaduk sesuatu di panci. Sungguh sebuah pemandangan hangat yang tidak pernah Lex lihat seumur hidupnya, dan ini sangat luar biasa. Lex membayangkan, apa jadinya bila ia tetap bersikukuh dengan kesendirian, dan hanya fokus pada rasa kehilangan yang selalu menggerogoti jiwa. Mungkin, Lex tidak akan bisa berada di situasi seperti sekarang.“Kenapa, Yah?” tanya Elok lalu mematikan kompor di hadapan. Namun, tetap membiarkan tun
Lex terdiam melihat kantong belanjaan yang baru saja ia letakkan di kitchen island. Setelah sekian lama hidup menyendiri, ini kali pertama Lex melihat barang belanjaan yang sangat banyak ada di tempatnya. “Aku rasa, kita harus pindah.” Lex mengeluarkan satu per satu barang belanjaan dari kantong, lalu meletakkannya di kitchen island. Sementara istrinya, sedang berjongkok di depan lemari pendingin untuk meletakkan beberapa minuman kemasan di dalam sana. “Kenapa?” Elok tidak menoleh, agar bisa membereskan semua barang belanjaan yang masih ada di kitchen island dengan cepat. “Kamar Kasih sepertinya kurang besar dengan boneka yang sebanyak itu.” Lex pernah membawa Kasih yang tertidur, ke kamar gadis itu di kediaman Mahardika. Namun, Lex tidak memperhatikan gadis kecil itu ternyata memiliki boneka yang begitu banyak di kamarnya. “Mas, jangan manjain Kasih,” pinta Elok memang harus sedikit lebih tegas pada Lex. Pria itu sepertinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Kasih. Sementar
“Mas?” Elok menoleh ke arah jendela saat tidak mendapati Lex berada di sampingnya. Masih terlihat gelap. Belum tampak bias cahaya yang menyelinap di antara celahnya. Elok melihat ke arah nakas. Jam digital yang berada di atasnya menunjukkan sudah menunjukkan pukul 04.58. Detik itu juga, Elok mengumpat. Segera bangkit dari tempat tidur, lalu berlari menuju kamar mandi. Elok mengambil bathrobe dan segera membalut tubuhnya seraya berjalan cepat keluar kamar. “Pagi, Mas!” Elok sempat terkejut saat mendapati Lex sudah berkutat di dapur. Entah apa yang dilakukan suaminya itu, tetapi Elok tidak bisa menghampiri Lex lebih dulu. Ada Kasih yang harus dibangunkan, agar tidak kesiangan berangkat ke sekolah. “Pa …” balasan Lex terhenti karena Elok baru saja tenggelam di kamar Kasih. Tidak terlalu penasaran dengan hal yang dilakukan Elok di kamar putrinya, Lex kembali melanjutkan membakar rotinya di atas wajan anti lengket. Tidak sampai lima menit berlalu, Elok kembali keluar dari kamar Kas