Gelap.
Di mana ini?
Mengapa aku tidak bisa melihat apa-apa? Tolong!!
Tiba-tiba semua berubah menjadi terang benderang. Lalu muncul lah pemandangan yang sangat amat mengejutkan. Sebuah mobil sedan yang sudah hancur berantakan seperti telah mengalami kecelakaan. Sebagian badan mobil pun sudah mulai terbakar dan darah berceceran di mana-mana.
"Ayah? Bunda?!" panggil seorang gadis berumur 18 tahun yang mengenakan pakaian serba putih.
Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Ia tak kuasa menahan tangisnya yang sangat ingin pecah melihat kedua orangtuanya yang terjepit di dalam mobil itu.
Rasanya ingin sekali ia menghampiri kedua orangtuanya, tetapi kakinya terasa begitu berat dan tidak dapat berjalan. Ia hanya bisa menonton peristiwa yang akan menjadi kenangan buruknya sambil menangis.
"Ayah!!!"
"Bunda!!!"
"Ayah!! Bunda!!" Teriaknya dengan napas yang terengah engah
Mimpi? Pikirnya.
Saat itu juga ia mulai sadar bahwa tangannya terikat oleh borgol di belakang badannya. Ia menatap sekelilingnya, mencoba mengingat apa yang terjadi padanya.
"Sialan!"
Kepalanya masih terasa pusing, akibat strum yang mengenai lehernya. Juga kaki nya yang masih terasa sakit, tetapi tidak sesakit semalam. Ia mencoba tidak banyak bergerak, untuk mengurangi rasa sakit kakinya.
Ia lalu menatap ke ujung atas ruangan. CCTV.
"Cepat keluar, dan selesaikan ini semua!" Ia berbicara ke arah CCTV, seolah-olah sangat tahu bahwa ia sedang dipantau.
***
Setelah membicarakannya dengan pihak kepolisian, Bima menuju ke rumahnya. Ia meminta kepada polisi untuk segera memberitahunya terkait hasil pemeriksaan forensik yang akan di jalani nanti.
Sepanjang perjalanan, ia sangat gusar memikirkan wanita yang ia temui tadi. Jika ia seorang polisi, mengapa hanya sendirian? Apakah ia agen khusus?
Entahlah. Bima sendiri pun tidak tahu mengapa ia bereaksi seperti ini.
Sesampainya ia di rumah, Bima langsung menemui Arthur yang sedang bersama tim IT. Tampaknya sedang mencari identitas wanita itu. Arthur memang tangan kanannya yang luar biasa cerdas. Ia sangat paham kapan ia harus beraksi tanpa diperintahkan.
"Gimana? Ketemu identitas nya?" tanya Bima.
Arthur kemudian memberinya selembar kertas. Bima langsung membaca dengan teliti isi kertas tersebut. Ia sempat mengernyitkan alisnya.
"Dia ini anggota BIN?!"
Arthur mengangguk. "Sepertinya. Karena yang bisa kita dapat cuma ini aja."
Bima sedikit terkejut. BIN? Apa yang dia cari di sini? Mungkinkah BIN mengetahui semua kasus ini? Tapi, mengapa seorang wanita yang terjun langsung ke TKP?
Bima memijat mijat pelipisnya sedikit. "Dia udah sadar?"
"Belum, mungkin ia akan tidur semalaman ini," jawab Arthur.
Bima mengangguk. "Gue mau mandi dulu. Kasih tau gue kalo dia udah sadar."
Arthur mengerti.
Bima langsung membuka jaketnya, dan masuk ke dalam kamar. Hari ini, tidak begitu banyak menguras energi tetapi menguras pikiran. Bima lantas masuk ke dalam kamar mandi, dan membiarkan tubuh kekarnya dibasahi oleh air hangat.
Ia sangat terbeban. Jika badan intelegen mengetahui ini, pihak BIN akan bertanya lebih jauh tentang alasan ia menangani kasus ini. Itu akan membuat kasus korupsi Widhibrata terbongkar dan reputasinya juga akan hancur.
Tetapi ia pun masih terpikir, mengapa harus anggota perempuan yang datang ke TKP? Terlebih lagi ia sendirian. Aneh.
Setelah selesai mandi, Bima pun beristirahat sebentar untuk meregangkan otot-ototnya. Tak sadar ia pun mulai terlelap dan kemudian memejamkan matanya.
Tingggg Tingggg Tingggg. Suara ponsel Bima berbunyi berkali-kali.
Ia pun mulai tersadar dan membuka ponselnya.
Ada satu pesan masuk. Beberapa panggilan tak terjawab.
Arthur.
"Dia udah sadar."
Melihat pesan itu, Bima langsung mencuci wajahnya dan bergegas keluar menuju ruang interogasi. Bima menggunakan pakaian yang begitu santai, kaos polos berwarna putih dan training joger berwarna abu-abu.
Ia masuk ke dalam ruang monitor.
"Kita satu rumah, kenapa gak lo bangunin aja gue langsung," ucap Bima.
"Ehe, gue gak berani bangunin bos besar."
"Btw, dia tadi sempet teriak-teriak gitu, kayaknya ngigau," lanjut Arthur.
Bima melihat wanita itu. Sangat tenang dan tidak banyak melakukan gerakan, seolah sudah tahu apa yang harus ia lakukan disaat-saat seperti ini.
Betapa terkejutnya Bima saat wanita itu melihat ke arah CCTV dan menyuruhnya untuk muncul kehadapannya.
Arthur tertawa kecil. "Urus tuh," ucapnya sambil menepuk pundak Bima.
Bima lantas memasuki ruangan itu, dan duduk dihadapan sang wanita.
"Rayana?" Tanya Bima.
Wanita itu hanya menatap Bima dengan tatapan yang sinis. Ia kemudian tersenyum meremehkan.
"Kayaknya lo udah tau siapa gue. Dengar, gue gak ada urusan sama lo ataupun organisasi lo. Jadi, tolong lepasin gue sekarang juga. Lo pasti tau resikonya nahan gue disini."
Bima menghela nafas nya perlahan. "Jadi benar lo anggota BIN? Tapi mau ngapain lo di tempat tadi?"
"Gue udah bilang, itu bukan urusan lo."
Bima menatapnya sebentar.
"Oke," ucap Bima. "Gue tau BIN sangat menjaga rahasia sampai keakar-akarnya"
Rayana hanya diam saja. Ia bahkan tidak ingin menatap mata Bima. Ia hanya takut gerak gerik nya terbaca. Walaupun Rayana tidak tahu banyak tentang Wolf Eagle tetapi ia sangat tahu Wolf Eagle sangat pandai mendesak targetnya. Ia sangat mengutuk dirinya sendiri, mengapa bisa ia sampai tertangkap oleh Wolf Eagle. Bodoh.
"Lo tau tentang pembunuhan yang terjadi semalem?" tanya Bima lagi.
Tidak ada jawaban.
Bima tidak suka menghabiskan waktunya dengan sia-sia. Ia kemudian membuka sandalnya, dan menginjak pelan kaki Rayana yang sakit.
Rayana pun terkejut dan meringis kesakitan. Ia sangat ingin sekali meninju wajah Bima saat ini juga. Kesal.
"Gue tanya lagi, lo tau tentang pembunuhan semalem?"
Rayana menghela nafasnya. "Ya. Gue tau."
"Apa BIN lagi menyelidiki kasus ini? Tapi kenapa cuma lo yang ada disana?"
Kini Rayana memberanikan diri untuk menatap Bima. "Bukan. Cuma gue yang lagi mengusut kasus ini."
"Kenapa?" Bima sungguh penasaran.
"Lo gak perlu tau. Intinya BIN gak tau soal ini semua ...." Ia terdiam sejenak.
"Mungkin sekarang mereka sudah tau, karena polisi pasti sudah ramai membahasnya," lanjut nya.
Ini aneh menurut Bima. Wanita ini melakukan segalanya diluar surat tugasnya. Apa yang ia cari? Apakah ia setangguh itu hingga berani datang ke kandang singa sendirian?
"Berarti lo melakukan ini secara ilegal, huh?" tanya Bima. Sejujurnya ia kurang puas dengan jawaban Rayana, ia masih penasaran apa yang wanita ini cari.
Rayana hanya mengangguk kecil.
Bima terkekeh. "Kayaknya kita harus bikin perjanjian? Kalau komandan lo tau tentang apa yang lo lakuin semalem, lo bakal kena masalah kan?"
Shit. Rayana sudah tau akan berakhir seperti ini. Ia tidak mungkin bebas dengan mudah dari ruangan ini. Semua selalu ada bayarannya.
Ia memalingkan wajah nya ke arah lain. Sudah cukup kesal dengan pria di hadapannya ini.
"Gue rasa, kita ngejar orang yang sama. Daripada lo ngebahayain diri sendiri, gimana kalau lo tetap disini?"
Rayana kembali menatap Bima. Terkejut.
Bahkan Bima sendiri pun terkejut dengan ucapannya. Ada apa dengan dirinya? Biasanya Bima sangat selektif untuk memilih anggota Wolf Eagle. Tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam organisasi ini.
"Huh? Sungguh? Sayangnya gue gak tertarik. Thanks." Jawab Rayana dengan tidak acuh.
Bima menghela nafasnya. "Ya udah." Ia kemudian berdiri dan mengeluarkan kunci borgol dari sakunya.
"Gue bakal anter lo balik ke kantor abis ini," ucap Bima sambil membukakan borgol yang mengikat tangan Rayana.
"Gak usah, gue ...." Belum sempat Rayana menyelesaikan pembicaraannya, Bima langsung menyelaknya.
"Lo perlu gue buat ngejelasin semuanya. Lo mau bilang semua perbuatan lo dan kena sanksi?"
Rayana tidak berkutik. Ia hanya diam saja, menunggu tangannya terlepas. Benar juga. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, mungkin pria ini bisa membantunya berbicara karena yang ia ketahui Wolf Eagle sangat sering datang ke kantornya. Akan lebih panjang masalahnya jika Rayana ketahuan berbohong.
"Udah," sambung Bima.
Rayana mengusap-usap tangannya yang sedikit lecet.
"Sarapan dulu. Lo belum makan dari kemarin," ucap Bima dengan nada yang datar.
Entah mengapa hati Rayana menjadi hangat mendengar perkataan Bima. Saat ia ingin berdiri, ia lupa bahwa sebelah kakinya masih terasa sakit jika dipaksa berdiri.
Ia refleks menjatuhkan diri karena merasa kesakitan.
Sama-sama refleks, Bima pun langsung menarik lengan Rayana dan membiarkan ia jatuh di atas badan Bima yang oleng akibat menahan Rayana. Mereka berdua pun jatuh bersama-sama
Damn. Hati mereka menjadi berdebar sangat kencang, saat keduanya bertatapan.
Apa ini???
-bersambung-
Bab 4Cat berwarna hitam juga ornamen ornamen vintage mendominasi ruangan yang pencahayaannya remang-remang ini. Di dalamnya, duduklah seorang pria yang sedang mengisap rokoknya sambil menghadap tembok. Memperhatikan lukisan yang baru saja ia beli.Setelah mengetuk pintu, satu pria lain masuk ke dalam ruangan. Ia adalah asisten sekaligus tangan kanan dari pria yang masih duduk itu."Info penting apa?" tanya pria yang sedang duduk itu dengan santai."Polisi udah mulai nyari nyari kita," balasnya.Pria itu pun tersenyum meremehkan. "Jadi, Wolf Eagle datang atas perintah polisi?""Nope. Awalnya gue juga mikir begitu, tapi ternyata ada yang lain ...." Ia seperti menggantungkan kata katanya."What's wrong?""Wolf Eagle datang, atas perintah Widhibrata."Pria itu langsung membalikan badannya. "Widhibrata?" Ia tertawa terbahak-ba
Setelah Rayana keluar dari ruangan, Bima mempunyai kesempatan untuk bisa berbicara berdua dengan komandan Ares."Komandan, boleh kita bicara sebentar?" tanya Bima.Ares melihat jam yang berada dipergelangan tangannya. "Ehm, ya. Silahkan, saya ada rapat satu jam lagi. Ah, dunia ini semakin menggila, makin banyak orang-orang yang menganggap nyawa manusia tidak berarti lagi." Ares menggerutu akibat laporan yang masuk hari ini tentang pembunuhan semalam."Begini, berhubung sepertinya laporan pembunuhan itu sudah sampai ke pihak BIN mungkin kita bisa bekerja sama ...." Bima memulai pembicaraannya. "Saya pun sedang menangani kasus ini. Beberapa hari yang lalu direktur perusahaan Widhibrata melaporkan kasus penipuan yang dilakukan oleh anonim, ia meminta saya untuk mencari tahu tentang pelaku ini. Tepat saat saya menemukan petunjuk, saya datang ke lokasi petunjuk itu yang ternyata-- " Bima menghela nafasnya sebentar. "Terjadi pembunuhan
Malam ini adalah malam pertama Rayana berada di markas Wolf Eagle. Sebenarnya ia sangat sering tinggal jauh dari rumah karena pekerjaannya tetapi kali ini, ia seperti kurang nyaman dengan tempat tinggal barunya yang sangat asing. Ia merasa sendirian.Tok tok ....Seseorang mengetuk pintu kamar ditempati oleh Rayana. Ia pun langsung membukakan pintunya. Nara - ART yang bekerja di rumah ini."Nona Rayana, anda ditunggu untuk makan malam bersama oleh Tuan Bima," ucap Nara.Ia awalnya ingin menolak, tetapi sejak sampai di rumah ini ia belum berbicara lagi dengan Bima. Ia hanya berterimakasih dan langsung masuk ke dalam kamar. Bagaimanapun, saat ini Bima adalah partner kerja dan pemilik rumah ini. Ia tidak bisa seenaknya.Rayana mengangguk kemudian mengikuti Nara berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Bima dan pria yang membuatnya pingsan kemarin.
01.24 tengah malam. Jalanan kota Los Angeles sudah terbilang cukup lengang walaupun masih ada beberapa kendaraan yang melintas. Di pinggir sepanjang trotoar terdapat beberapa pengemis jalanan yang sudah tertidur di sana. Para penghuni jalanan yang tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal, mereka terpaksa tidur di atas dingin nya badan jalan dengan sealas koran.Tampak seorang pria berjalan santai sambil memperhatikan beberapa orang yang sudah terlelap di sana. Beberapa yang ia lalui adalah seorang laki-laki yang terlihat sudah tua. Sekitar satu meter ia berjalan, langkah kakinya terhenti dan ia mengeluarkan senyum senang dibalik masker hitamnya.Pria itu menghampiri seorang gadis malang yang tidur seorang diri dengan pakaian lusuh dan tanpa alas kaki. Ia lalu menyentuh lengan sang gadis dan membangunkannya dengan pelan."Halo, Cantik?"Gadis itu pun terbangun dan langsung memposisikan tubuh nya menjadi duduk. "Ya, ada apa
To : RayaGue udah di depan kantor lo, nih.Hari ini, Gio datang lebih awal karena ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan teman se-perclub-annya yang super sibuk itu. Rayana hanya berlatih bela diri sebanyak 3x dalam sebulan karena sangat sibuk dengan pekerjaannya, itu membuat Gio kecewa karena ia menjadi sangat jarang bertemu Rayana.Setelah beberapa menit Gio menunggu, ia melihat Rayana yang berjalan menuju mobilnya lalu masuk dan duduk disebelahnya."Halo, miss rempong yang super sibuk....!!!" sambut Gio dengan penuh candaan. "Ray, kok lo gemukan sih? Biasanya orang stres itu kurus lo malah--"Belum sempat Gio melanjutkan omongannya ia sudah mendapat pelototan dari Rayana. "Malah apa?!" tanyanya dengan nada tinggi.Gio hanya cengengesan. "Malah makin cantik!!" Kini ia malah menggoda Rayana.Rayana menghela napasnya, tidak l
Setelah sampai di rumah Bima, Rayana langsung berjalan masuk dan mencari di mana Bima. Ia sempat kesulitan terlebih kerena belum terbiasa dengan rumah ini terlebih lagi, rumah ini sangat besar.Rayana kemudian bertanya pada salah satu anggotanya yang sedang berjaga dan berkata bahwa Bima sedang berada di meja makan. Ia pun langsung menghampiri.Bima menatap Rayana saat mereka melihat Rayana datang."Baru pulang?" tanya Bima yang dibalas anggukan dengan Rayana."Kita punya petunjuk," ucap Bima tanpa basa basi."Yang benar?" tanya Rayana, ia kemudian ikut duduk di sana. Ia kemudian menuangkan segelas air dan meminumnya.Bima mengangguk. Ia kemudian menjelaskan secara rinci tentang rencana yang akan mereka laksanakan nanti malam untuk mencari bukti."Masuk akal," gumam Rayana. Ia pun berkata di dalam hati bahwa dugaannya adalah benar. Korban itu
Arthur duduk di kursi penumpang bagian depan, sambil memainkan ponselnya. Ia sedang sedang mencari tahu, club malam di beberapa daerah yang dominan dengan pengunjung orang-orang menengah keatas. Jaga-jaga jika orang itu tidak ada di dalam club yang akan ia datangi.Tiba-tiba sekumpulan motor seperti mendekat ke arah mobilnya, dan mengepung disisi kanan dan kiri."Thur...," ucap salah satu anggotanya yang menyetir. Arthur kemudian baru menyadari dan langsung terkejut."Sial, ada urusan apa mereka kayak gini?"Baru beberapa detik, tiba-tiba salah satu orang yang berada dimotor bagian kanan, menembak ke kaca mobinya membuat mereka terkejut. Sayangnya, kaca mobil mereka anti peluru, sehingga tembakan itu tidak berarti baginya."Thur, kita harus ngalihin perhatian mereka jangan sampe dia ngejar mobil Bima, mobilnya gak pasang kac
Pria yang mengenakan kaus hitam dan celana panjang itu sedang mengisap kuat rokok ditangannya, dan menghembuskan kepulan asap dari mulutnya."Kenapa kalian terburu-buru untuk menghabisi dia? Itu akan jadi gak menarik nantinya," katanya.Tujuh orang yang mengganggu Bima dijalan hanya terdiam dan menundukan kepalanya."Tapi gue puas sama cara kerja kalian, berambisi!" lanjutnya sambil tertawa."Ngomong-ngomong, kenapa itu..." Ia menunjuk ke arah lengan salah satu anak buahnya di sana. "Kok bisa sampai ke tembak? Dan ke mana teman kalian satu lagi? Bukannya gue kirim kalian delapan orang?""Maaf, Bos. Bima gak sendirian, ada perempuan yang membantunya menembakan peluru agar kami terjatuh. Dan anggota kami yang satunya, tertangkap mereka."Pria itu langsung menoleh. "Perempuan?""Betul, Bos. Saya gak ingat wajahnya karena dia gak turun dari mobil saat itu.""Setahu gue, Wolf Eagle gak pernah punya an
Hari ini, Bima bangun lebih awal lagi. Selama semalaman ia sangat sulit untuk memejamkan matanya. Kepalanya sakit karena banyak pikiran sehingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Ia kemudian menuju dapur untuk meminta dibuatkan teh hangat oleh Nara. Tetapi, saat ia sampai di sana, yang pertama kali ia lihat adalah Rayana dengan kaus putih yang sedikit kebesaran dan celana leging hitam, serta rambutnya yang dijepit ke atas sehingga menampakkan leher putihnya.Awalnya Bima hanya terdiam saja menatap Rayana yang seperti sedang menyiapkan sesuatu di sana, tetapi kemudian lamunannya buyar ketika Rayana menoleh ke arahnya.Rayana pun sedikit terkejut melihat Bima yang berdiri di belakangnya. "Lho, Bim? Lo udah bangun?" tanyanya."Nara mana?" balas Bima yang mengalihkan perhatian."Dia harus ke supermarket buat beli bahan makanan yang abis, lo mau minum ses
Rayana tidak pernah menyangka akan terjadi hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ia duga. Ia belum siap jika menceritakan kepada Gio tentang pekerjaannya bersama Bima, tetapi hari ini mungkin akan jadi awal untuk Rayana menceritakan tentang hidupnya kepada Gio."Lo mau pulang, Ray? Biar gue anter pulang," ucap Gio yang membuat Rayana menjadi bingung dan tidak enak hati. Ia tidak tega jika meninggalkan Gio dalam keadaan seperti ini, tetapi ada tugas yang harus Rayana jalankan bersama Bima juga. Lagi pula ia tidak bisa pulang ke rumahnya sekarang karena saat ini ia sudah tinggal bersama Bima."Raya pergi sama gue, dan pulang juga harus sama gue. Itu lebih sopan," sergah Bima langsung yang membuat Gio dan Rayana menoleh kompak ke arahnya. Tetapi, kemudian tatapan Gio kembali kepada Rayana seolah meminta Rayana untuk memilih pulang dengan siapa.Rayana kemudian menghela napasnya dan menatap Gio. "Iy
Arthur dan Bima kemudian berjalan menuju pria paruh baya yang sedang duduk dengan seorang wanita di sana. Saat keduanya sudah dekat dengan pria itu, Bima sempat melirik ke arah bodyguard pria itu yang juga sedang melirik ke arah Bima, tetapi tidak Bima pedulikan."Permisi...," ucap Arthur dengan hati-hati. Pria paruh baya yang sedang tertawa bersama wanitanya itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Arthur.Arthur kemudian tersenyum simpul. "Maaf jika saya mengganggu Tuan, boleh saya minta waktunya sebentar?""Siapa kalian?" balas pria itu dengan sedikit ketus."Kami dari organisasi intelegen Wolf Eagle, saya Bima, pemimpin organisasi ini," selak Bima dengan tegas dan tanpa basa basi. Pria itu terlihat sedikit terkejut, karena ia tentu mengetahui siapa Wolf Eagle."Ada urusan apa? Saya nggak pernah terlibat sama kalian.""Iya, tapi boleh kita minta waktu Tuan sebentar? Ada beberapa pertan
"Ko udah gitu aja nanyanya?" tanya Arthur ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Bima kemudian memasang seatbeltnya. "Si Gala ini kayak nyembunyiin sesuatu deh, ngerasa nggak?" tanyanya. "Tentang apa?" "Gue tau pasti Widhibrata banyak musuh, tapi harusnya dia ngasih tahu ke kita pihak-pihak yang dia curigai. Toh kita juga nggak akan langsung nuduh mereka kan? Kita telusuri dulu," tutur Bima dengan jelas. "Jadi intinya? Aduh sorry deh, gue lagi bego nih," lanjut Arthur. Bima kemudian terkekeh. "Itu sih emang lo bego beneran. Intinya mungkin ada salah satu musuh perusahaan mereka yang kita gak boleh tahu." Arthur terdiam, mereka semua sama-sama terdiam. "Kalian tahu masa lalunya perusahaan Widhibrata?" Rayana tiba-tiba menimpali membuat Arthur dan Bima menoleh ke belakang. "Mak
Bima sedang menatap kosong ke arah luar jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat ini, juga mencari hubungan dari segala rentetan kejadian beberapa hari ini.Bagaimana pihak anonim itu selalu bisa menembus keamanan Widhibrata yang sangat ketat? Jika orang itu hanyalah orang biasa maka akan sulit baginya untuk masuk ke situ. Atau mungkin benar yang dikatakan pemotor itu, jika pelaku yang ada dibalik semua ini adalah orang terdekat dari kita semua? Atau mungkin orang terdekat dari pihak keluarga Widhibrata?Semua pikiran itu berkecamuk di dalam pikiran Bima. Ia telah meminta semua pasukan untuk meningkatkan keamanan di rumahnya untuk berjaga-jaga akan serangan teror yang datang secara mendadak.Tiba-tiba pikirannya beralih kepada wanita yang tinggal bersamanya sekarang. Bima langsung melihat plester luka yang Rayana berikan siang tadi sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Bima langsung tersenyum
Perjalanan menuju kantor Widhibrata memang memakan waktu cukup lama, karena jarak antara markas dan kantor memang jauh. Selama diperjalanan Bima banyak mengkhawatirkan sesuatu terutama Rayana yang mungkin masih dalam perjalanan pulang. Ia sangat berharap sekali Rayana akan pulang dengan selamat karena tidak ada yang tahu kapan anonim ini akan bergerak.Sesampainya di sana, sudah ramai orang-orang yang berkumpul di luar gedung termasuk banyak polisi di sana. Bima langsung mencoba melewati kerumunan orang-orang itu karena melihat kepala polisi yang ia kenal berada di depan."Halo, Pak," sapa Bima.Kepala Polisi itu pun langsung menoleh. "Eh, kamu--?" Ia menggantungkan kata-katanya karena sedikit lupa dengan Bima."Saya Arkana Bimantara, pemilik organisasi Wolf Eagle," sergah Bima langsung."Ah, iya maaf saya lupa. Kamu tahu tentang peristiwa bom meledak
Pagi-pagi sekali, Bima sudah ke luar dari kamarnya dan berpakaian rapih. Ia kemudian menuju dapur dan meminta Nara untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arthur."Buatin sereal aja, Nar, biar cepat," pinta Bima."Baiklah, Tuan, saya buatkan dahulu," ucap Nara yang yang sedikit terkejut melihat majikannya bangun sepagi ini.Bima hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil menunggu sarapannya tiba. Tak lama kemudian, Arthur pun datang dengan pakaian yang rapi juga.Bima sudah membuat janji dengan Arthur menuju markas kedua Wolf Eagle untuk menginterogasi pemotor yang dibawa Arthur kemarin."Senjata yang lo pesen waktu itu, udah masuk ruangan," ucap Arthur."Oh, bagus deh. Ngomong-ngomong di sana ada siapa aja, Thur?" tanya Bima."Kayak biasa aja, ada beberapa yang berjaga ."Bima mengangguk. Nara kemudian datang dengan dua mangkuk sereal dan beberapa potong roti cokelat.
Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray
Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu