Bima sedang menatap kosong ke arah luar jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat ini, juga mencari hubungan dari segala rentetan kejadian beberapa hari ini.
Bagaimana pihak anonim itu selalu bisa menembus keamanan Widhibrata yang sangat ketat? Jika orang itu hanyalah orang biasa maka akan sulit baginya untuk masuk ke situ. Atau mungkin benar yang dikatakan pemotor itu, jika pelaku yang ada dibalik semua ini adalah orang terdekat dari kita semua? Atau mungkin orang terdekat dari pihak keluarga Widhibrata?
Semua pikiran itu berkecamuk di dalam pikiran Bima. Ia telah meminta semua pasukan untuk meningkatkan keamanan di rumahnya untuk berjaga-jaga akan serangan teror yang datang secara mendadak.
Tiba-tiba pikirannya beralih kepada wanita yang tinggal bersamanya sekarang. Bima langsung melihat plester luka yang Rayana berikan siang tadi sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Bima langsung tersenyum
"Ko udah gitu aja nanyanya?" tanya Arthur ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Bima kemudian memasang seatbeltnya. "Si Gala ini kayak nyembunyiin sesuatu deh, ngerasa nggak?" tanyanya. "Tentang apa?" "Gue tau pasti Widhibrata banyak musuh, tapi harusnya dia ngasih tahu ke kita pihak-pihak yang dia curigai. Toh kita juga nggak akan langsung nuduh mereka kan? Kita telusuri dulu," tutur Bima dengan jelas. "Jadi intinya? Aduh sorry deh, gue lagi bego nih," lanjut Arthur. Bima kemudian terkekeh. "Itu sih emang lo bego beneran. Intinya mungkin ada salah satu musuh perusahaan mereka yang kita gak boleh tahu." Arthur terdiam, mereka semua sama-sama terdiam. "Kalian tahu masa lalunya perusahaan Widhibrata?" Rayana tiba-tiba menimpali membuat Arthur dan Bima menoleh ke belakang. "Mak
Arthur dan Bima kemudian berjalan menuju pria paruh baya yang sedang duduk dengan seorang wanita di sana. Saat keduanya sudah dekat dengan pria itu, Bima sempat melirik ke arah bodyguard pria itu yang juga sedang melirik ke arah Bima, tetapi tidak Bima pedulikan."Permisi...," ucap Arthur dengan hati-hati. Pria paruh baya yang sedang tertawa bersama wanitanya itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Arthur.Arthur kemudian tersenyum simpul. "Maaf jika saya mengganggu Tuan, boleh saya minta waktunya sebentar?""Siapa kalian?" balas pria itu dengan sedikit ketus."Kami dari organisasi intelegen Wolf Eagle, saya Bima, pemimpin organisasi ini," selak Bima dengan tegas dan tanpa basa basi. Pria itu terlihat sedikit terkejut, karena ia tentu mengetahui siapa Wolf Eagle."Ada urusan apa? Saya nggak pernah terlibat sama kalian.""Iya, tapi boleh kita minta waktu Tuan sebentar? Ada beberapa pertan
Rayana tidak pernah menyangka akan terjadi hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ia duga. Ia belum siap jika menceritakan kepada Gio tentang pekerjaannya bersama Bima, tetapi hari ini mungkin akan jadi awal untuk Rayana menceritakan tentang hidupnya kepada Gio."Lo mau pulang, Ray? Biar gue anter pulang," ucap Gio yang membuat Rayana menjadi bingung dan tidak enak hati. Ia tidak tega jika meninggalkan Gio dalam keadaan seperti ini, tetapi ada tugas yang harus Rayana jalankan bersama Bima juga. Lagi pula ia tidak bisa pulang ke rumahnya sekarang karena saat ini ia sudah tinggal bersama Bima."Raya pergi sama gue, dan pulang juga harus sama gue. Itu lebih sopan," sergah Bima langsung yang membuat Gio dan Rayana menoleh kompak ke arahnya. Tetapi, kemudian tatapan Gio kembali kepada Rayana seolah meminta Rayana untuk memilih pulang dengan siapa.Rayana kemudian menghela napasnya dan menatap Gio. "Iy
Hari ini, Bima bangun lebih awal lagi. Selama semalaman ia sangat sulit untuk memejamkan matanya. Kepalanya sakit karena banyak pikiran sehingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Ia kemudian menuju dapur untuk meminta dibuatkan teh hangat oleh Nara. Tetapi, saat ia sampai di sana, yang pertama kali ia lihat adalah Rayana dengan kaus putih yang sedikit kebesaran dan celana leging hitam, serta rambutnya yang dijepit ke atas sehingga menampakkan leher putihnya.Awalnya Bima hanya terdiam saja menatap Rayana yang seperti sedang menyiapkan sesuatu di sana, tetapi kemudian lamunannya buyar ketika Rayana menoleh ke arahnya.Rayana pun sedikit terkejut melihat Bima yang berdiri di belakangnya. "Lho, Bim? Lo udah bangun?" tanyanya."Nara mana?" balas Bima yang mengalihkan perhatian."Dia harus ke supermarket buat beli bahan makanan yang abis, lo mau minum ses
- 14 Maret 2015 pukul 21.37 -Malam ini, bulan tak bersinar seperti biasanya. Bahkan tak ada satu pun bintang yang berhamburan di sana. Entah mengapa malam ini terasa begitu sunyi dan dingin. Rayana--Gadis berusia 18 tahun itu sedang menyeduh secangkir coklat panas kesukaannya untuk dinikmati bersama sandwich.Bibi yang biasa membuatkan makanan dan membersihkan rumah, mendadak harus pulang karena ia terserang flu sehingga Rayana harus menyiapkan makan malamnya sendiri.Telepon bunda ah... Pikir Rayana sambil mengunyah sandwichnya.Tut... Tut....Tak menunggu lama, seseorang di seberang sana pun menjawab panggilannya."Halo, bunda!!" Sambutnya."Halo, sayang. Bunda lagi jalan pulang nih sama ayah, kamu sudah makan malam?" tanya wanita yang dipanggil bunda itu."Ini lagi makan bunda. Bunda cepat pulang dong, aku sendirian nih.""Memangnya bibi kemana, sayang?""Ah, bibi. Tad
Neraka. Itulah yang dapat menggambarkan ruangan gelap nan sempit ini. Ditambah lagi dengan kehadiran seseorang yang sejujurnya sangat cocok jika dijuluki malaikat maut. Langkah kaki yang terdengar dari arah pintu masuk, membuat sang wanita yang duduk di sana gemetar ketakutan.Saat pintu terbuka, cahaya lampu dari luar menyorot tajam ke arah wajah wanita tersebut. Terlihat wajahnya yang kotor karena debu dan air mata yang terus mengalir dari mata sipitnya."To -- Tolong saya. Biarkan saya hidup, Tuan," ucap wanita itu sambil terbata-bata. Ia sudah merasa lemas lantaran tidak makan seharian dan berada di ruangan yang tidak memiliki ventilasi udara. Seolah olah, ingin membuatnya mati perlahan."Hahahaha .... " Tawa jahat itu melengking ke seluruh penjuru ruangan. Pria pemilik suara itu pun berjalan mendekati wanita yang duduk ketakutan di sana. Ia mengenakan pakaian yang serba hitam, serta topi dan masker. Bahkan ia mengenakan sarung tang
-dua hari sebelum kejadian-Tampak dua orang laki-laki berada disebuah meja yang sama. Mereka sama-sama mengenakan jaket dan celana serba hitam, tetapi tetap terlihat santai. Entah apa yang dilakukan, tetapi salah satu dari mereka sedang berdiri dan memandang ke sekeliling restoran yang sepi itu. Seperti sedang mengawasi."Thur, sini duduk. Gak usah kayak robot gitu deh," ucap rekannya, yang sedang menikmati secangkir teh lemon."Ya, tapi VIP kita kayaknya udah dateng," jawab Arthur.Pria yang sedang duduk pun lantas memalingkan wajahnya ke arah pintu masuk. Melihat seseorang turun dari limosinnya didampingi beberapa bodyguard, ia pun langsung berdiri dan menyambut kedatangan orang tersebut."Arkana?" tanya orang itu."Ah, iya. Tapi panggil saja, Bima. Nama saya Arkana Bimantara," jawab pria yang bernama Bima itu sambil mengulurkan tangannya, dan langsung disambut baik."Dan ini?" Meli
Gelap.Di mana ini?Mengapa aku tidak bisa melihat apa-apa? Tolong!!Tiba-tiba semua berubah menjadi terang benderang. Lalu muncul lah pemandangan yang sangat amat mengejutkan. Sebuah mobil sedan yang sudah hancur berantakan seperti telah mengalami kecelakaan. Sebagian badan mobil pun sudah mulai terbakar dan darah berceceran di mana-mana."Ayah? Bunda?!" panggil seorang gadis berumur 18 tahun yang mengenakan pakaian serba putih.Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Ia tak kuasa menahan tangisnya yang sangat ingin pecah melihat kedua orangtuanya yang terjepit di dalam mobil itu.Rasanya ingin sekali ia menghampiri kedua orangtuanya, tetapi kakinya terasa begitu berat dan tidak dapat berjalan. Ia hanya bisa menonton peristiwa yang akan menjadi kenangan buruknya sambil menangis.
Hari ini, Bima bangun lebih awal lagi. Selama semalaman ia sangat sulit untuk memejamkan matanya. Kepalanya sakit karena banyak pikiran sehingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Ia kemudian menuju dapur untuk meminta dibuatkan teh hangat oleh Nara. Tetapi, saat ia sampai di sana, yang pertama kali ia lihat adalah Rayana dengan kaus putih yang sedikit kebesaran dan celana leging hitam, serta rambutnya yang dijepit ke atas sehingga menampakkan leher putihnya.Awalnya Bima hanya terdiam saja menatap Rayana yang seperti sedang menyiapkan sesuatu di sana, tetapi kemudian lamunannya buyar ketika Rayana menoleh ke arahnya.Rayana pun sedikit terkejut melihat Bima yang berdiri di belakangnya. "Lho, Bim? Lo udah bangun?" tanyanya."Nara mana?" balas Bima yang mengalihkan perhatian."Dia harus ke supermarket buat beli bahan makanan yang abis, lo mau minum ses
Rayana tidak pernah menyangka akan terjadi hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ia duga. Ia belum siap jika menceritakan kepada Gio tentang pekerjaannya bersama Bima, tetapi hari ini mungkin akan jadi awal untuk Rayana menceritakan tentang hidupnya kepada Gio."Lo mau pulang, Ray? Biar gue anter pulang," ucap Gio yang membuat Rayana menjadi bingung dan tidak enak hati. Ia tidak tega jika meninggalkan Gio dalam keadaan seperti ini, tetapi ada tugas yang harus Rayana jalankan bersama Bima juga. Lagi pula ia tidak bisa pulang ke rumahnya sekarang karena saat ini ia sudah tinggal bersama Bima."Raya pergi sama gue, dan pulang juga harus sama gue. Itu lebih sopan," sergah Bima langsung yang membuat Gio dan Rayana menoleh kompak ke arahnya. Tetapi, kemudian tatapan Gio kembali kepada Rayana seolah meminta Rayana untuk memilih pulang dengan siapa.Rayana kemudian menghela napasnya dan menatap Gio. "Iy
Arthur dan Bima kemudian berjalan menuju pria paruh baya yang sedang duduk dengan seorang wanita di sana. Saat keduanya sudah dekat dengan pria itu, Bima sempat melirik ke arah bodyguard pria itu yang juga sedang melirik ke arah Bima, tetapi tidak Bima pedulikan."Permisi...," ucap Arthur dengan hati-hati. Pria paruh baya yang sedang tertawa bersama wanitanya itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Arthur.Arthur kemudian tersenyum simpul. "Maaf jika saya mengganggu Tuan, boleh saya minta waktunya sebentar?""Siapa kalian?" balas pria itu dengan sedikit ketus."Kami dari organisasi intelegen Wolf Eagle, saya Bima, pemimpin organisasi ini," selak Bima dengan tegas dan tanpa basa basi. Pria itu terlihat sedikit terkejut, karena ia tentu mengetahui siapa Wolf Eagle."Ada urusan apa? Saya nggak pernah terlibat sama kalian.""Iya, tapi boleh kita minta waktu Tuan sebentar? Ada beberapa pertan
"Ko udah gitu aja nanyanya?" tanya Arthur ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Bima kemudian memasang seatbeltnya. "Si Gala ini kayak nyembunyiin sesuatu deh, ngerasa nggak?" tanyanya. "Tentang apa?" "Gue tau pasti Widhibrata banyak musuh, tapi harusnya dia ngasih tahu ke kita pihak-pihak yang dia curigai. Toh kita juga nggak akan langsung nuduh mereka kan? Kita telusuri dulu," tutur Bima dengan jelas. "Jadi intinya? Aduh sorry deh, gue lagi bego nih," lanjut Arthur. Bima kemudian terkekeh. "Itu sih emang lo bego beneran. Intinya mungkin ada salah satu musuh perusahaan mereka yang kita gak boleh tahu." Arthur terdiam, mereka semua sama-sama terdiam. "Kalian tahu masa lalunya perusahaan Widhibrata?" Rayana tiba-tiba menimpali membuat Arthur dan Bima menoleh ke belakang. "Mak
Bima sedang menatap kosong ke arah luar jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat ini, juga mencari hubungan dari segala rentetan kejadian beberapa hari ini.Bagaimana pihak anonim itu selalu bisa menembus keamanan Widhibrata yang sangat ketat? Jika orang itu hanyalah orang biasa maka akan sulit baginya untuk masuk ke situ. Atau mungkin benar yang dikatakan pemotor itu, jika pelaku yang ada dibalik semua ini adalah orang terdekat dari kita semua? Atau mungkin orang terdekat dari pihak keluarga Widhibrata?Semua pikiran itu berkecamuk di dalam pikiran Bima. Ia telah meminta semua pasukan untuk meningkatkan keamanan di rumahnya untuk berjaga-jaga akan serangan teror yang datang secara mendadak.Tiba-tiba pikirannya beralih kepada wanita yang tinggal bersamanya sekarang. Bima langsung melihat plester luka yang Rayana berikan siang tadi sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Bima langsung tersenyum
Perjalanan menuju kantor Widhibrata memang memakan waktu cukup lama, karena jarak antara markas dan kantor memang jauh. Selama diperjalanan Bima banyak mengkhawatirkan sesuatu terutama Rayana yang mungkin masih dalam perjalanan pulang. Ia sangat berharap sekali Rayana akan pulang dengan selamat karena tidak ada yang tahu kapan anonim ini akan bergerak.Sesampainya di sana, sudah ramai orang-orang yang berkumpul di luar gedung termasuk banyak polisi di sana. Bima langsung mencoba melewati kerumunan orang-orang itu karena melihat kepala polisi yang ia kenal berada di depan."Halo, Pak," sapa Bima.Kepala Polisi itu pun langsung menoleh. "Eh, kamu--?" Ia menggantungkan kata-katanya karena sedikit lupa dengan Bima."Saya Arkana Bimantara, pemilik organisasi Wolf Eagle," sergah Bima langsung."Ah, iya maaf saya lupa. Kamu tahu tentang peristiwa bom meledak
Pagi-pagi sekali, Bima sudah ke luar dari kamarnya dan berpakaian rapih. Ia kemudian menuju dapur dan meminta Nara untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arthur."Buatin sereal aja, Nar, biar cepat," pinta Bima."Baiklah, Tuan, saya buatkan dahulu," ucap Nara yang yang sedikit terkejut melihat majikannya bangun sepagi ini.Bima hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil menunggu sarapannya tiba. Tak lama kemudian, Arthur pun datang dengan pakaian yang rapi juga.Bima sudah membuat janji dengan Arthur menuju markas kedua Wolf Eagle untuk menginterogasi pemotor yang dibawa Arthur kemarin."Senjata yang lo pesen waktu itu, udah masuk ruangan," ucap Arthur."Oh, bagus deh. Ngomong-ngomong di sana ada siapa aja, Thur?" tanya Bima."Kayak biasa aja, ada beberapa yang berjaga ."Bima mengangguk. Nara kemudian datang dengan dua mangkuk sereal dan beberapa potong roti cokelat.
Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray
Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu