Malam ini adalah malam pertama Rayana berada di markas Wolf Eagle. Sebenarnya ia sangat sering tinggal jauh dari rumah karena pekerjaannya tetapi kali ini, ia seperti kurang nyaman dengan tempat tinggal barunya yang sangat asing. Ia merasa sendirian.
Tok tok ....
Seseorang mengetuk pintu kamar ditempati oleh Rayana. Ia pun langsung membukakan pintunya. Nara - ART yang bekerja di rumah ini.
"Nona Rayana, anda ditunggu untuk makan malam bersama oleh Tuan Bima," ucap Nara.
Ia awalnya ingin menolak, tetapi sejak sampai di rumah ini ia belum berbicara lagi dengan Bima. Ia hanya berterimakasih dan langsung masuk ke dalam kamar. Bagaimanapun, saat ini Bima adalah partner kerja dan pemilik rumah ini. Ia tidak bisa seenaknya.
Rayana mengangguk kemudian mengikuti Nara berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Bima dan pria yang membuatnya pingsan kemarin.
Sepertinya memang mereka dekat. Pikir Rayana.
"Duduk," titah Bima.
Rayana pun duduk. Nara kemudian menyiapkan nasi untuknya tetapi Rayana menolak.
"Biar saya aja, makasih ya," ucapnya dengan manis. Ia kemudian mengambil nasi dan beberapa lauk di sana. Tidak banyak karena akan membuatnya sulit tidur jika terlalu banyak makan nantinya.
Canggung. Rayana hanya menunduk, sibuk mengunyah makanannya. Arthur kemudian menendang kaki Bima, memberinya kode agar membuka percakapan.
"Ehm ... Kayaknya lo harus kenalan sama dia nih," ucap Bima sambil menunjuk ke arah Arthur dengan kepalanya.
Arthur hanya cengengesan. "Sebelumnya, sorry for our bad meet yesterday. Lo tau gue hanya bertugas segimana mestinya, hehehe."
Rayana tersenyum kecil. "Gak apa-apa kok."
Arthur kemudian menyodorkan tangannya. "Gue Arthur Jelandra panggil aja Arthur, sebenernya orang-orang deket bilang gue itu pelawak tapi kalau gue lagi kerja gue bisa berubah jadi kayak orang lagi BAB, alias jadi serius. Apalagi wajahnya, serius banget."
Tentu saja Rayana menjadi tertawa mendengar jokes nya Arthur. Sedangkan Bima malah melirik Arthur dengan tatapan tajam.
"Panggil aja gue Raya," ia membalas jabatan tangan Arthur.
"Oh iya, Ray ... Di BIN lo di divisi mana?" tanya Arthur. Sepertinya memang Arthur adalah manusia yang humble dan bisa mencairkan suasana.
"Divisi 5, bagian teknologi."
"Tapi pasti lo bisa bela diri kan? Minimal pakai senjata lah ...."
"Gue udah tiga tahun diclub bela diri," jawab Rayana dengan santai.
"Oh ya? Club mana?" tanya Arthur.
"Reksa... Memang kurang terkenal sih, tapi bagus kok."
Arthur kemudian mengacungkan kedua jempolnya. "Kerennnn. Gimana kalau besok kita latihan? Ya, biar kita makin kenal satu sama lain."
Arthur melihat ke arah Bima dan Rayana secara bergantian.
"Boleh." Rayana ingin mengenal rumah ini lebih jauh lagi agar ia terbiasa berada di sini.
"Lo? Jangan kayak ayam sayur gitu lah, diem diem aja."
Lagi-lagi Bima melirik tajam ke arah Arthur yang cengengesan. "Terserah," jawabnya.
Mereka kemudian melanjutkan makan malamnya. Arthur yang mendominasi percakapan mereka, dan Rayana terlihat lebih santai daripada sebelumnya. Mungkin karena Arthur yang mencairkan suasana.
Setelah selesai, Arthur izin pamit kepada Bima dan Rayana untuk pergi keluar karena urusan pribadi.
"Gue ke kamar duluan," ucap Bima.
"Bim.. Wait...," Lagi-lagi Rayana refleks menyentuh lengan Bima. "Bisa ngobrol sebentar?"
Bima kemudian mengangguk. "Sure, di luar aja."
Mereka berdua duduk berdampingan di teras samping. Menikmati dinginnya angin malam yang sepertinya akan turun hujan.
"Ehm ... Gue mau minta maaf." Rayana mulai membuka percakapan.
"For what?"
Rayana menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya. "Soal seharian ini, maaf kalau sikap gue kurang sopan dan cuek sama lo."
"And then?"
Rayana mengangkat bahunya. "Udah itu aja kok. Maaf ya."
Bima kemudian mengangguk dan tersenyum. Ia kagum dengan Rayana yang meminta maaf tanpa adanya embel-embel pembelaan diakhir katanya. Biasanya jika orang meminta maaf, diakhiri dengan pembelaan saat ia melakukan kesalahan.
"It's okay. Gue ngerti kok posisi lo," balas Bima.
Rayana pun tersenyum kecil. "Thanks."
"Kalau perlu apa-apa di sini, bilang aja ke Nara. Dia asisten rumah tangga disini," lanjut Bima.
"Berarti sebelum ada gue, Nara disini perempuan sendirian?" Nara terlihat seperti tidak terlalu tua. Bila Rayana menebaknya, mungkin masih berumur 40 tahun?
Bima hanya mengangguk.
Kembali canggung. Mereka berdua sama-sama tidak tahu harus membuka obrolan seperti apa, terlebih Bima pun bukan tipe orang yang suka basa basi.
"Maaf, Tuan .... " Tiba-tiba salah satu anggota Wolf Eagle datang menemui Bima dan Rayana. Mereka berdua pun kompak melihat ke belakang.
"Ada apa?" kata Bima.
"Maaf jika saya mengganggu. Tapi pihak kepolisian sudah mengirim laporan pemeriksaan forensik kepada korban," lanjutnya.
Bima dan Rayana sama-sama menatap secara bersamaan. Dengan sigap, Bima langsung berjalan menuju ruang monitor miliknya, disusul juga oleh Rayana.
Di depan mereka, terdapat beberapa layar monitor yang menunjukkan banyak data. "Udah ada hasilnya?" tanya Bima.
Anggota yang bertugas dibagian itu pun menunjukan beberapa data yang dikirimkan pihak kepolisian beberapa saat yang lalu. Bima langsung membacanya dengan serius.
"Korbannya adalah wanita yatim piatu yang tinggal di jalan, berusia 20 tahun...," gumam Bima.
"Terdapat luka goresan dibagian pahanya, dan juga memar di sekitar wajahnya. Juga bekas tembakan di kepalanya." Begitulah tutur anggotanya.
"Apa gak ada petunjuk lain ditubuhnya yang bisa mengungkap identitas pelaku?" tanya Bima.
Anggotanya itu hanya menggeleng. "Sepertinya dia memang bermain secara rapi dan teratur."
Bima menyilangkan kedua tangan nya didada. "Apa motif pembunuhannya ya? I mean, apa yang dia cari dari wanita itu?"
Mereka semua sama-sama terdiam.
"Kayaknya wanita ini tidak menuruti semua perintahnya," gumam Rayana. Bima menoleh ke arah Rayana. "Maksud lo?"
"Ah ... Bukan, maksud gue--"
"Bilang aja apa yang lo tau? Mungkin ini bisa jadi petunjuk untuk kita bergerak," tukas Bima.
"Enggak, gue gak tau tadi gue asal ngomong aja hehehe." Dalam hatinya ia mengutuk dirinya sendiri karena hampir membocorkan tentang rahasia yang ia sembunyikan dari siapa pun.
Bima hanya diam saja, tidak menyinggungnya lagi. "BIN .... " Rayana menoleh ke arah Bima yang menggantungkan pembicaraannya.
"BIN bisa kan melacak CCTV setiap sudut kota untuk melihat pergerakannya selama beberapa hari kemarin? Kita bisa lihat dia ketemu dengan siapa aja!" lanjutnya.
Rayana mengangguk. "Kita bisa pergi ke sana besok."
"Oke, nice." Jawab Bima. "Shift malam udah ganti?" Ia bertanya kepada anggotanya.
"Sudah, Tuan. Saya yang akan berjaga di sini malam ini," jawabnya
Bima menepuk pundaknya pelan. "Semangat. Gue istirahat duluan."
Ia pun keluar dari ruangan itu, disusul oleh Rayana yang membuntut dari belakang.
"Besok kalau ada petunjuk yang kita dapat, kita bisa langsung bergerak. Lo siap?" tanya Bima.
"Pasti."
"Oke, kalau gitu--"
Tiba-tiba ponsel Rayana pun berbunyi. Ia melihat siapa yang menghubunginya saat malam seperti ini.
Gio. Ah, Rayana sangat lupa jika ia belum mengabari Gio sejak kemarin.
"Bim, gue ke kamar duluan ya. Sampai jumpa besok!" Rayana langsung berbalik badan dan menuju kamarnya. "Halo, Gi. Sorry, gue lupa buat ngabarin lo." lanjutnya.
Pacarnya? Dia punya pacar? Batin Bima. Bima mengangkat bahunya seperti tak acuh dan kembali ke kamarnya juga.
"Kenapa, Gi?" Kini Rayana telah berada di kamarnya.
"Huh? Lo tanya kenapa? Apa lo gak kepo sama kabar gue?" balas Gio disana. Argio Jayden adalah teman di dalam club bela diri yang diikuti oleh Rayana. Mereka menjadi dekat selama setahun terakhir ini, dan Rayana pun menyukai pribadi Gio yang ramah dan selalu menghiburnya.
Rayana terkekeh. "Maaf, Gi. Dari kemarin emang gue lagi sibuk banget."
"Soal pembunuhan itu?"
"Kok lo--?"
"Di TV udah ramai, Ray. Gue dari kemarin coba telepon lo untuk mastiin keadaan lo, udah gue duga pasti lo nyelidikin ini," cibir Gio.
"Ya, mau gimana... Namanya juga tugas." Rayana menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal.
Terdengar suara Gio yang mendengus disana. "Besok ketemu, gimana? Lo gak kangen emang sama gue?" ucapnya sambil merengek.
Rayana pun tertawa kecil. "Apaan sih, Gi. Ehm ... Gimana kalau lunch?"
"Deal!!!" balasnya dengan semangat.
"Yaudah gue mau istirahat sekarang." Rayana menelepon sambil berbaring di ranjangnya.
"Siap, Bos. Good Night, mwah mwah mwah!"
Mendengar itu Rayana langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. "Jijik Gi, jijik!"
Gio tertawa dan kemudian langsung mematikan sambungan teleponnya. Benar-benar, Gio adalah moodboster yang paling dibutuhkan Rayana. Rayana menyukainya, tetapi hanya sebagai teman. Ia tiba-tiba terpikir jika Gio akan salah paham dengan sikap nya, tetapi ia percaya bahwa Gio akan mengerti semuanya. Rayana sedang tidak ingin memikirkan cintanya. Yang paling penting untuknya sekarang adalah mencari keadilan untuk orangtuanya.
Sudah sangat lelah seharian ini. Rayana pun terlelap tidur dikamar barunya. Begitu pun juga Bima yang sudah terlelap sejak tadi.
01.24 tengah malam. Jalanan kota Los Angeles sudah terbilang cukup lengang walaupun masih ada beberapa kendaraan yang melintas. Di pinggir sepanjang trotoar terdapat beberapa pengemis jalanan yang sudah tertidur di sana. Para penghuni jalanan yang tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal, mereka terpaksa tidur di atas dingin nya badan jalan dengan sealas koran.Tampak seorang pria berjalan santai sambil memperhatikan beberapa orang yang sudah terlelap di sana. Beberapa yang ia lalui adalah seorang laki-laki yang terlihat sudah tua. Sekitar satu meter ia berjalan, langkah kakinya terhenti dan ia mengeluarkan senyum senang dibalik masker hitamnya.Pria itu menghampiri seorang gadis malang yang tidur seorang diri dengan pakaian lusuh dan tanpa alas kaki. Ia lalu menyentuh lengan sang gadis dan membangunkannya dengan pelan."Halo, Cantik?"Gadis itu pun terbangun dan langsung memposisikan tubuh nya menjadi duduk. "Ya, ada apa
To : RayaGue udah di depan kantor lo, nih.Hari ini, Gio datang lebih awal karena ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan teman se-perclub-annya yang super sibuk itu. Rayana hanya berlatih bela diri sebanyak 3x dalam sebulan karena sangat sibuk dengan pekerjaannya, itu membuat Gio kecewa karena ia menjadi sangat jarang bertemu Rayana.Setelah beberapa menit Gio menunggu, ia melihat Rayana yang berjalan menuju mobilnya lalu masuk dan duduk disebelahnya."Halo, miss rempong yang super sibuk....!!!" sambut Gio dengan penuh candaan. "Ray, kok lo gemukan sih? Biasanya orang stres itu kurus lo malah--"Belum sempat Gio melanjutkan omongannya ia sudah mendapat pelototan dari Rayana. "Malah apa?!" tanyanya dengan nada tinggi.Gio hanya cengengesan. "Malah makin cantik!!" Kini ia malah menggoda Rayana.Rayana menghela napasnya, tidak l
Setelah sampai di rumah Bima, Rayana langsung berjalan masuk dan mencari di mana Bima. Ia sempat kesulitan terlebih kerena belum terbiasa dengan rumah ini terlebih lagi, rumah ini sangat besar.Rayana kemudian bertanya pada salah satu anggotanya yang sedang berjaga dan berkata bahwa Bima sedang berada di meja makan. Ia pun langsung menghampiri.Bima menatap Rayana saat mereka melihat Rayana datang."Baru pulang?" tanya Bima yang dibalas anggukan dengan Rayana."Kita punya petunjuk," ucap Bima tanpa basa basi."Yang benar?" tanya Rayana, ia kemudian ikut duduk di sana. Ia kemudian menuangkan segelas air dan meminumnya.Bima mengangguk. Ia kemudian menjelaskan secara rinci tentang rencana yang akan mereka laksanakan nanti malam untuk mencari bukti."Masuk akal," gumam Rayana. Ia pun berkata di dalam hati bahwa dugaannya adalah benar. Korban itu
Arthur duduk di kursi penumpang bagian depan, sambil memainkan ponselnya. Ia sedang sedang mencari tahu, club malam di beberapa daerah yang dominan dengan pengunjung orang-orang menengah keatas. Jaga-jaga jika orang itu tidak ada di dalam club yang akan ia datangi.Tiba-tiba sekumpulan motor seperti mendekat ke arah mobilnya, dan mengepung disisi kanan dan kiri."Thur...," ucap salah satu anggotanya yang menyetir. Arthur kemudian baru menyadari dan langsung terkejut."Sial, ada urusan apa mereka kayak gini?"Baru beberapa detik, tiba-tiba salah satu orang yang berada dimotor bagian kanan, menembak ke kaca mobinya membuat mereka terkejut. Sayangnya, kaca mobil mereka anti peluru, sehingga tembakan itu tidak berarti baginya."Thur, kita harus ngalihin perhatian mereka jangan sampe dia ngejar mobil Bima, mobilnya gak pasang kac
Pria yang mengenakan kaus hitam dan celana panjang itu sedang mengisap kuat rokok ditangannya, dan menghembuskan kepulan asap dari mulutnya."Kenapa kalian terburu-buru untuk menghabisi dia? Itu akan jadi gak menarik nantinya," katanya.Tujuh orang yang mengganggu Bima dijalan hanya terdiam dan menundukan kepalanya."Tapi gue puas sama cara kerja kalian, berambisi!" lanjutnya sambil tertawa."Ngomong-ngomong, kenapa itu..." Ia menunjuk ke arah lengan salah satu anak buahnya di sana. "Kok bisa sampai ke tembak? Dan ke mana teman kalian satu lagi? Bukannya gue kirim kalian delapan orang?""Maaf, Bos. Bima gak sendirian, ada perempuan yang membantunya menembakan peluru agar kami terjatuh. Dan anggota kami yang satunya, tertangkap mereka."Pria itu langsung menoleh. "Perempuan?""Betul, Bos. Saya gak ingat wajahnya karena dia gak turun dari mobil saat itu.""Setahu gue, Wolf Eagle gak pernah punya an
Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu
Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray
Pagi-pagi sekali, Bima sudah ke luar dari kamarnya dan berpakaian rapih. Ia kemudian menuju dapur dan meminta Nara untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arthur."Buatin sereal aja, Nar, biar cepat," pinta Bima."Baiklah, Tuan, saya buatkan dahulu," ucap Nara yang yang sedikit terkejut melihat majikannya bangun sepagi ini.Bima hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil menunggu sarapannya tiba. Tak lama kemudian, Arthur pun datang dengan pakaian yang rapi juga.Bima sudah membuat janji dengan Arthur menuju markas kedua Wolf Eagle untuk menginterogasi pemotor yang dibawa Arthur kemarin."Senjata yang lo pesen waktu itu, udah masuk ruangan," ucap Arthur."Oh, bagus deh. Ngomong-ngomong di sana ada siapa aja, Thur?" tanya Bima."Kayak biasa aja, ada beberapa yang berjaga ."Bima mengangguk. Nara kemudian datang dengan dua mangkuk sereal dan beberapa potong roti cokelat.
Hari ini, Bima bangun lebih awal lagi. Selama semalaman ia sangat sulit untuk memejamkan matanya. Kepalanya sakit karena banyak pikiran sehingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Ia kemudian menuju dapur untuk meminta dibuatkan teh hangat oleh Nara. Tetapi, saat ia sampai di sana, yang pertama kali ia lihat adalah Rayana dengan kaus putih yang sedikit kebesaran dan celana leging hitam, serta rambutnya yang dijepit ke atas sehingga menampakkan leher putihnya.Awalnya Bima hanya terdiam saja menatap Rayana yang seperti sedang menyiapkan sesuatu di sana, tetapi kemudian lamunannya buyar ketika Rayana menoleh ke arahnya.Rayana pun sedikit terkejut melihat Bima yang berdiri di belakangnya. "Lho, Bim? Lo udah bangun?" tanyanya."Nara mana?" balas Bima yang mengalihkan perhatian."Dia harus ke supermarket buat beli bahan makanan yang abis, lo mau minum ses
Rayana tidak pernah menyangka akan terjadi hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ia duga. Ia belum siap jika menceritakan kepada Gio tentang pekerjaannya bersama Bima, tetapi hari ini mungkin akan jadi awal untuk Rayana menceritakan tentang hidupnya kepada Gio."Lo mau pulang, Ray? Biar gue anter pulang," ucap Gio yang membuat Rayana menjadi bingung dan tidak enak hati. Ia tidak tega jika meninggalkan Gio dalam keadaan seperti ini, tetapi ada tugas yang harus Rayana jalankan bersama Bima juga. Lagi pula ia tidak bisa pulang ke rumahnya sekarang karena saat ini ia sudah tinggal bersama Bima."Raya pergi sama gue, dan pulang juga harus sama gue. Itu lebih sopan," sergah Bima langsung yang membuat Gio dan Rayana menoleh kompak ke arahnya. Tetapi, kemudian tatapan Gio kembali kepada Rayana seolah meminta Rayana untuk memilih pulang dengan siapa.Rayana kemudian menghela napasnya dan menatap Gio. "Iy
Arthur dan Bima kemudian berjalan menuju pria paruh baya yang sedang duduk dengan seorang wanita di sana. Saat keduanya sudah dekat dengan pria itu, Bima sempat melirik ke arah bodyguard pria itu yang juga sedang melirik ke arah Bima, tetapi tidak Bima pedulikan."Permisi...," ucap Arthur dengan hati-hati. Pria paruh baya yang sedang tertawa bersama wanitanya itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Arthur.Arthur kemudian tersenyum simpul. "Maaf jika saya mengganggu Tuan, boleh saya minta waktunya sebentar?""Siapa kalian?" balas pria itu dengan sedikit ketus."Kami dari organisasi intelegen Wolf Eagle, saya Bima, pemimpin organisasi ini," selak Bima dengan tegas dan tanpa basa basi. Pria itu terlihat sedikit terkejut, karena ia tentu mengetahui siapa Wolf Eagle."Ada urusan apa? Saya nggak pernah terlibat sama kalian.""Iya, tapi boleh kita minta waktu Tuan sebentar? Ada beberapa pertan
"Ko udah gitu aja nanyanya?" tanya Arthur ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Bima kemudian memasang seatbeltnya. "Si Gala ini kayak nyembunyiin sesuatu deh, ngerasa nggak?" tanyanya. "Tentang apa?" "Gue tau pasti Widhibrata banyak musuh, tapi harusnya dia ngasih tahu ke kita pihak-pihak yang dia curigai. Toh kita juga nggak akan langsung nuduh mereka kan? Kita telusuri dulu," tutur Bima dengan jelas. "Jadi intinya? Aduh sorry deh, gue lagi bego nih," lanjut Arthur. Bima kemudian terkekeh. "Itu sih emang lo bego beneran. Intinya mungkin ada salah satu musuh perusahaan mereka yang kita gak boleh tahu." Arthur terdiam, mereka semua sama-sama terdiam. "Kalian tahu masa lalunya perusahaan Widhibrata?" Rayana tiba-tiba menimpali membuat Arthur dan Bima menoleh ke belakang. "Mak
Bima sedang menatap kosong ke arah luar jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat ini, juga mencari hubungan dari segala rentetan kejadian beberapa hari ini.Bagaimana pihak anonim itu selalu bisa menembus keamanan Widhibrata yang sangat ketat? Jika orang itu hanyalah orang biasa maka akan sulit baginya untuk masuk ke situ. Atau mungkin benar yang dikatakan pemotor itu, jika pelaku yang ada dibalik semua ini adalah orang terdekat dari kita semua? Atau mungkin orang terdekat dari pihak keluarga Widhibrata?Semua pikiran itu berkecamuk di dalam pikiran Bima. Ia telah meminta semua pasukan untuk meningkatkan keamanan di rumahnya untuk berjaga-jaga akan serangan teror yang datang secara mendadak.Tiba-tiba pikirannya beralih kepada wanita yang tinggal bersamanya sekarang. Bima langsung melihat plester luka yang Rayana berikan siang tadi sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Bima langsung tersenyum
Perjalanan menuju kantor Widhibrata memang memakan waktu cukup lama, karena jarak antara markas dan kantor memang jauh. Selama diperjalanan Bima banyak mengkhawatirkan sesuatu terutama Rayana yang mungkin masih dalam perjalanan pulang. Ia sangat berharap sekali Rayana akan pulang dengan selamat karena tidak ada yang tahu kapan anonim ini akan bergerak.Sesampainya di sana, sudah ramai orang-orang yang berkumpul di luar gedung termasuk banyak polisi di sana. Bima langsung mencoba melewati kerumunan orang-orang itu karena melihat kepala polisi yang ia kenal berada di depan."Halo, Pak," sapa Bima.Kepala Polisi itu pun langsung menoleh. "Eh, kamu--?" Ia menggantungkan kata-katanya karena sedikit lupa dengan Bima."Saya Arkana Bimantara, pemilik organisasi Wolf Eagle," sergah Bima langsung."Ah, iya maaf saya lupa. Kamu tahu tentang peristiwa bom meledak
Pagi-pagi sekali, Bima sudah ke luar dari kamarnya dan berpakaian rapih. Ia kemudian menuju dapur dan meminta Nara untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arthur."Buatin sereal aja, Nar, biar cepat," pinta Bima."Baiklah, Tuan, saya buatkan dahulu," ucap Nara yang yang sedikit terkejut melihat majikannya bangun sepagi ini.Bima hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil menunggu sarapannya tiba. Tak lama kemudian, Arthur pun datang dengan pakaian yang rapi juga.Bima sudah membuat janji dengan Arthur menuju markas kedua Wolf Eagle untuk menginterogasi pemotor yang dibawa Arthur kemarin."Senjata yang lo pesen waktu itu, udah masuk ruangan," ucap Arthur."Oh, bagus deh. Ngomong-ngomong di sana ada siapa aja, Thur?" tanya Bima."Kayak biasa aja, ada beberapa yang berjaga ."Bima mengangguk. Nara kemudian datang dengan dua mangkuk sereal dan beberapa potong roti cokelat.
Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray
Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu