Share

4

Author: tiareyss
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 4

Cat berwarna hitam juga ornamen ornamen vintage mendominasi ruangan yang pencahayaannya remang-remang ini. Di dalamnya, duduklah seorang pria yang sedang mengisap rokoknya sambil menghadap tembok. Memperhatikan lukisan yang baru saja ia beli.

Setelah mengetuk pintu, satu pria lain masuk ke dalam ruangan. Ia adalah asisten sekaligus tangan kanan dari pria yang masih duduk itu.

"Info penting apa?" tanya pria yang sedang duduk itu dengan santai.

"Polisi udah mulai nyari nyari kita," balasnya.

Pria itu pun tersenyum meremehkan. "Jadi, Wolf Eagle datang atas perintah polisi?"

"Nope. Awalnya gue juga mikir begitu, tapi ternyata ada yang lain ...." Ia seperti menggantungkan kata katanya.

"What's wrong?"

"Wolf Eagle datang, atas perintah Widhibrata."

Pria itu langsung membalikan badannya. "Widhibrata?" Ia tertawa terbahak-bahak, sedangkan asistennya hanya diam saja.

"Sejak kapan Wolf Eagle turun kasta melayani sampah seperti Widhibrata? Hahahaha."

Ia kemudian mengambil sebilah pisau yang berada di atas meja.

"Mereka udah ngacauin semua rencana gue semalem." Pria itu terdiam sebentar. "Kayaknya kita harus ngirim peringatan perang ke pihak mereka?"

***

Rayana terjatuh di atas dada bidang milik Bima. Saat keduanya bertatapan, Rayana merasakan debaran yang luar biasa. Menatap wajah tampan Bima dari jarak yang sangat dekat, sedangkan lawannya juga menatap Rayana dengan tatapan yang datar.

"Mau sampai kapan ngeliatin gue?" ucap Bima yang sudah mulai kesakitan dengan posisinya.

Mendengar itu Rayana langsung mencoba untuk berdiri. "Sorry. Gue lupa."

Bima hanya meliriknya. Sejujurnya, Bima juga sangat salah tingkah saat menatap wajah Rayana. Wajahnya sangat halus, tak ada sedikit pun bekas luka.

"Ayo keluar, kita berangkat sekarang sebelum lo makin kena masalah gak laporan," ucap Bima.

"Eh, tunggu dulu ...." Rayana memegang lengan Bima. Tetapi langsung ia lepaskan lagi karena Bima meliriknya dengan tatapan datar seolah olah berkata "Apaan lagi sih" , Rayana jadi terlihat seperti ragu-ragu untuk berbicara.

"Gue perlu ke kamar mandi," ucapnya. Ia berada disini semalaman tentu saja ia sangat ingin buang air kecil. Rayana juga perlu membasuh wajahnya yang sudah kusam, sebelum pergi ke kantornya.

"Kamar mandinya disana." Bima langsung berjalan duluan dan Rayana mengikutinya dari belakang.

Rayana sangat kagum melihat rumah sebesar ini bak istana. Rumah dengan konsep modern klasik, dengan dindingnya yang berwarna putih.

Ia sedikit terkejut dengan banyak orang orang berpakaian hitam sedang duduk di ruang tengah termasuk pria yang membuatnya pingsan semalam. Seperti sedang rapat?

Rayana menjadi tidak nyaman, terlebih mereka semua malah menatapnya dengan tatapan aneh. Setelah menjauh dari tempat itu, Bima menunjukan letak kamar mandinya. Setelahnya Rayana langsung masuk ke dalam kamar mandi itu untuk melegakan perutnya yang menahan buang air kecil.

Ia juga mencuci wajahnya dengan air seadanya, dan menguncir ulang rambutnya agar lebih rapih. Rayana menghela nafasnya sebentar, melihat pantulan wajahnya dicermin. Rayana harus mempersiapkan diri untuk bertemu komandannya nanti. Ia hanya berharap pria itu memberikan alasan yang logis agar tidak di curigai.

Ia pun memutar kunci pintu dan membukanya, dan betapa terkejut nya ia saat seorang pria bertubuh besar berada dihadapannya.

"Silahkan, Nona. Anda harus masuk ke dalam mobil sekarang. Mari saya antar," ucapnya.

Nona apanya? Pikir Rayana.

Rayana hanya mengikutinya untuk keluar dari rumah itu. Ia melihat tidak ada lagi kumpulan pria yang sedang rapat itu. Ia juga tidak melihat pria yang sedari tadi bersamanya. Siapa nama nya? Ia berbicara lama dengannya tetapi tidak mengetahui siapa namanya. Ah sudahlah.

Bahkan halaman rumahnya pun sangatlah megah, seperti lobi hotel untuk menerima tamu. Rayana juga harus menuruni tangga untuk bisa sampai ke depan mobil.

Pria tadi pun membukakan pintu mobil untuk Rayana.

"Terimakasih." Hanya itu yang bisa Rayana katakan. Saat ia masuk ke dalam mobil pun terlihat lagi seorang pria berbadan besar berada dikursi pengemudi.

Rayana hanya diam saja, menunggu pria itu datang. Tatapannya kemudian terpaku kepada 3 botol air mineral yang berada dikeranjang sebelah kursi pengemudi. Betul juga, pikirnya. Ia belum makan dan minum bahkan sejak kemarin sore. Ia terlalu sibuk untuk memikirkan manusia anonim yang membebani pikirannya itu.

Rayana menarik nafasnya sebentar. "Permisi, ehm ...."

Pria itu hanya melirik dari kaca spion diatasnya.

"Apa boleh saya minta air mineral itu?" ucapnya dengan hati-hati.

Pria itu kembali menatap ke depan. "Jangan melakukan sesuatu tanpa ada izin dari Tuan Bima. Lebih baik, kamu tidak banyak bertingkah."

Bertingkah katanya? Rayana hanya meminta air mineral itu, apakah sangat merepotkan? Cih.

Tunggu.

Siapa namanya?

Bima! Jadi nama pria itu adalah Bima? Pikir Rayana. 

Rayana kembali terdiam, canggung dengan pria di depannya ini. Mengapa Bima lama sekali? Apakah dia merias wajah dulu sampai selama ini?

Saat menunggunya hingga bosan, Rayana teringat ia belum mengaktifkan ponselnya. Ia merogoh kantung celana dan jaketnya, tidak ada ponsel miliknya. Pasti Bima. Huh.

Ia menatap keluar jendela, melihat Bima keluar dengan jas yang rapih lengkap dengan sepatu pantopelnya. Huh? Mengapa dia rapih sekali?

Bima kemudian seperti berbicara sesuatu dengan penjaga yang ada di depan pintu masuk nya. Setelah itu ia turun dan masuk ke dalam mobil, duduk disamping Rayana. Mereka pun berangkat menuju kantor BIN tempat Rayana bekerja.

Rayana tetap diam saja, bahkan tidak menatap Bima. Ia hanya melihat ke arah jendela, melihat jalan raya yang begitu ramai pagi ini.

"Nih ...." Bima menyodorkan ponsel milik Rayana.

Rayana langsung mengambilnya dan menyalakan ponselnya. Tidak bisa. Sepertinya baterai nya habis.

"Itu baterainya habis, jadi gak bisa nyala. Lupa gue charger," ucap Bima.

Rayana mendengus dan kembali diam. Ia sangat ingin sekali minum air, tenggorokannya sudah kering dan mulai sakit. Ia melihat Bima, sedang sibuk dengan tab ditangannya.

Rayana kemudian menyentuh lengan Bima dengan jari telunjuknya, membuat Bima langsung menoleh menatapnya. "Apa?" ucap Bima.

"Itu ... Boleh gue minta minum itu?" Rayana menunjuk kearah botol air mineral.

"Ya minum aja, ada yang ngelarang?"

Rayana melirik pria yang sedang menyetir itu. "Ah, enggak. Gue kan izin dulu aja.. Thank you. ", ia kemudian mengambil dan meminumnya.

Sejujurnya, ia memang kesal dengan sikap sopir itu tetapi Rayana tidak ingin membuatnya dalam masalah. Toh, dia hanya bertugas yang memang menjadi tugas dia.

Bima tiba-tiba menyodorkan sebuah kotak makan kepada Rayana. "Makan, dari semalem lo belum makan kan?"

What the fuck? Ia berbicara dingin tetapi malah membuat hati siapapun yang mendengarnya menjadi hangat.

Rayana menerima kotak makan itu. "Makasih." Ia kemudian membukanya dan terlihat beberapa potong roti coklat dan ada buah apel yang sudah dipotong-potong. Rayana tersenyum kecil, dan mulai memakan roti coklat itu.

Bima yang melihat itu merasa lega. Walaupun Rayana terlihat tenang dan berani, Bima dapat melihat sorot matanya menunjukan ketakutan saat ia menginterogasinya.

Mereka tidak banyak berbicara. Hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Lagi pula tidak ada yang perlu di bicarakan.

Sesampainya dikantor BIN yang sangat luas dan megah, mereka berdua memasuki gedung tersebut. Tetapi sampai di lobi, ada beberapa tahapan yang hanya pegawai BIN yang dapat mengakses.

Bima menahan Rayana agar tidak masuk terlebih dahulu. "Gue bakal hubungi komandan, biar kita bisa sama sama masuk."

Rayana hanya mengangguk. Ia memperhatikan sekelilingnya, sangat ramai karena ini adalah hari kerja. Beberapa rekannya pun menyapa Rayana dan berkata bahwa komandan mencarinya.

Setelah Bima selesai bicara, ia di beri akses masuk untuk menuju ruangan komandan pasukan BIN itu. Rayana begitu terkejut melihat ekspresi komandannya yang terlihat seperti marah kepadanya.

"Astaga, Raya ... Kamu ini darimana saja, huh? Tidak bisa dihubungi dan tidak memberikan laporan. Kamu tidak mengalami hal sulit kan?" ucap Aresa Raymond - Komandannya.

"Maaf komandan ...." Hanya itu yang bisa Rayana katakan untuk saat ini.

"Tapi tunggu, mengapa kalian datang bersama? Kalian sudah saling kenal?" tanya Ares.

"Ehm ... Begini komandan .... " Rayana seperti ragu-ragu untuk menjawabnya.

"Kami bertemu karena kesalahpahaman." sela Bima. Komandan Ares dan Rayana kompak menengok kearah Bima. "Aku bertemunya di jalan saat sedang mencari bukti tentang kasus yang saat ini ku tangani. Saat itu bukti yang kami cari, berada ditangan Rayana. Jadi, aku membawanya ke markas," lanjutnya.

"Benar itu Raya?" tanya komandan Ares.

Rayana mengangguk. "Maafkan saya, komandan. Saya tidak memberi laporan yang jelas. Maafkan saya." Ia kemudian membungkukan badannya.

Komandan Ares hanya menghela nafasnya. "Kau sedang menangani kasus apa, Bim? Pembunuhan anonim itu?"

Bima mengangguk. "Betul."

"Saya tidak suka kamu membahayakan dirimu seperti ini Raya. Saya belum memberikan perintah apapun, apalagi kasus pembunuhan seperti ini. Apa yang kamu cari, huh?" tanya komandan Ares.

"Ehm, komandan ... Rayana hanya tidak sengaja berada di tkp dan terjadi kesalahpahaman antara pihak ku dan dia. Tolong jangan memarahinya terlalu keras." ucap Bima dengan hati-hati.

"Baiklah ... Baiklah. Raya, lebih baik kamu membersihkan dirimu dahulu lalu mulai bekerja lagi saat badan mu tidak lelah. Jangan memaksakam dirimu kerja saat lelah, mengerti?"

Rayana memberikan hormat kepada komandan nya itu. "Siap, Komandan." Ia lalu bergegas pergi dari ruangan itu dan menuju mejanya.

Ia menuju meja kerjanya yang berada di lanta 5 yang bernama divisi 5, bagian teknologi. Saat ia sampai di ruangan kerjanya, teman seprofesinya datang menyambut dengan suara lantang bak toa kampanye.

"RAYAAAA, LO KEMANA AJA GAK ANGKAT TELEPON GUE?!" ucap Zevanya Grace -- Sahabat Rayana.

Rayana langsung membekap mulut Vanya. "Ssstttt ... Lo tuh ya, ganggu yang lain kerja tau gak?"

Vanya hanya mencibir. "Ya, habis lo gak ada kabar. Pasti lo abis dimarahin komandan kan?"

"He'em."  Rayana langsung duduk ditempat kerjanya. Ada beberapa dokumen yang harus ia periksa.

"Emang lo abis dari mana sih? Kok bisa semalaman gak bisa dihubungi?" tanya Vanya.

Rayana tersenyum kecut. "Gue masih penasaran, soal kematian orangtua gue. Jadi kemarin gue pergi ke suatu tempat untuk nyari  sesuatu. Tapi sialnya, gue malah ketemu sama anggota Wolf Eagle dan gue ditangkap sama mereka."

"What?? Seriously? Berarti lo ke markas mereka dong?"

Rayana mengangguk. Ia sambil memeriksa berkas berkas yang ada di mejanya. Ia melihat bahwa kasus pembunuhan yang terjadi semalam sudah masuk ke dalam daftar tugas untuk divisi 5.

"Tapi, lo gak kenapa-kenapa kan? Lo gak di sakitin mereka?"

Rayana terkekeh. "Ya, enggaklah. Buktinya gue bisa pulang kesini lagi."

"Syukur deh. Btw, semalem pas gue baru mau pulang, teman di club bela diri lo telepon kesini. Gue angkat, sorry ya kalau lancang."

"Ehm ... Gio? Kok sampai nelfon kesini?"

"Ya, kan ponsel lo gak aktif gimana sih. Mungkin dia khawatir sama lo? Cie cie ...." Vanya mencubit kecil lengan Rayana.

"Apaan sih, udah deh gue mau mandi dulu. Bye, ngomong aja sama tembok." Rayana langsung melengos pergi meninggalkan Vanya.

Kantornya memang sangat lengkap dalam fasilitas. Maklum, karena pegawainya sering lembur karena pekerjaan yang sering terjadi dadakan. Terkadang, Rayana bahkan berhari hari tak pulang ke rumahnya karena sibuk di kantor.

Setelah mengambil beberapa pakaian ganti di lemarinya, ia pun bergegas mandi. Menghilangkan rasa penat yang ia rasakan sejak tadi.

Kurang lebih 20 menit Rayana menghabiskan waktunya di kamar mandi, kini ia merasa lebih fresh dan siap untuk bekerja kembali.

Saat baru tiba di mejanya, Vanya berkata bahwa ia dipanggil untuk ke ruangan komandan. Bingung, tetapi Rayana langsung bergegas naik ke lantai 7 untuk menemui komandannya.

Ia mengetuk pintu, dan masuk ke dalam ruangan komandan Ares. Terlihat, Bima yang masih berada disana.

"Mohon maaf saya telat, Komandan. Ada apa memanggil saya?"

Komandan Ares kemudian memberikan selembar kertas kepada Rayana. Ia membaca nya dan begitu terkejut saat melihat isinya.

Ini surat penugasan? batin Rayana

"Mulai hari ini, kamu saya tugaskan untuk mengusut kasus pembunuhan yang terjadi di rumah kosong semalam, tetapi dengan catatan kamu harus bersama tim Wolf Eagle."

"Saya izinkan juga kamu untuk mencari tahu penyebab kematian orangtua mu. Silahkan kamu kemas barang-barang yang kamu butuhkan." lanjut komandan Ares.

Rayana terpaku beberapa saat. Ia tidak bisa tahu harus beraksi seperti apa. Di satu sisi ia sangat senang jika diizinkan untuk mencari tau tentang kecelakaan yang menimpa orang tua nya enam tahun yang lalu, tetapi di sisi lain ia harus bekerja bersama Wolf Eagle. Organisasi dengan anggotanya yang bahkan belum ia kenal.

Mengapa komandan Ares tiba-tiba seperti ini? Ia sangat tidak mengerti. Biasanya, ia sangat sulit melepas Rayana kedalam kasus-kasus yang berbahaya. Apa yang dibicarakan oleh Bima sampai komandan seperti ini? Ia sungguh tidak mengerti.

-bersambung-

Related chapters

  • The Perfect Stranger   5

    Setelah Rayana keluar dari ruangan, Bima mempunyai kesempatan untuk bisa berbicara berdua dengan komandan Ares."Komandan, boleh kita bicara sebentar?" tanya Bima.Ares melihat jam yang berada dipergelangan tangannya. "Ehm, ya. Silahkan, saya ada rapat satu jam lagi. Ah, dunia ini semakin menggila, makin banyak orang-orang yang menganggap nyawa manusia tidak berarti lagi." Ares menggerutu akibat laporan yang masuk hari ini tentang pembunuhan semalam."Begini, berhubung sepertinya laporan pembunuhan itu sudah sampai ke pihak BIN mungkin kita bisa bekerja sama ...." Bima memulai pembicaraannya. "Saya pun sedang menangani kasus ini. Beberapa hari yang lalu direktur perusahaan Widhibrata melaporkan kasus penipuan yang dilakukan oleh anonim, ia meminta saya untuk mencari tahu tentang pelaku ini. Tepat saat saya menemukan petunjuk, saya datang ke lokasi petunjuk itu yang ternyata-- " Bima menghela nafasnya sebentar. "Terjadi pembunuhan

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   6

    Malam ini adalah malam pertama Rayana berada di markas Wolf Eagle. Sebenarnya ia sangat sering tinggal jauh dari rumah karena pekerjaannya tetapi kali ini, ia seperti kurang nyaman dengan tempat tinggal barunya yang sangat asing. Ia merasa sendirian.Tok tok ....Seseorang mengetuk pintu kamar ditempati oleh Rayana. Ia pun langsung membukakan pintunya. Nara - ART yang bekerja di rumah ini."Nona Rayana, anda ditunggu untuk makan malam bersama oleh Tuan Bima," ucap Nara.Ia awalnya ingin menolak, tetapi sejak sampai di rumah ini ia belum berbicara lagi dengan Bima. Ia hanya berterimakasih dan langsung masuk ke dalam kamar. Bagaimanapun, saat ini Bima adalah partner kerja dan pemilik rumah ini. Ia tidak bisa seenaknya.Rayana mengangguk kemudian mengikuti Nara berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Bima dan pria yang membuatnya pingsan kemarin.

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   7

    01.24 tengah malam. Jalanan kota Los Angeles sudah terbilang cukup lengang walaupun masih ada beberapa kendaraan yang melintas. Di pinggir sepanjang trotoar terdapat beberapa pengemis jalanan yang sudah tertidur di sana. Para penghuni jalanan yang tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal, mereka terpaksa tidur di atas dingin nya badan jalan dengan sealas koran.Tampak seorang pria berjalan santai sambil memperhatikan beberapa orang yang sudah terlelap di sana. Beberapa yang ia lalui adalah seorang laki-laki yang terlihat sudah tua. Sekitar satu meter ia berjalan, langkah kakinya terhenti dan ia mengeluarkan senyum senang dibalik masker hitamnya.Pria itu menghampiri seorang gadis malang yang tidur seorang diri dengan pakaian lusuh dan tanpa alas kaki. Ia lalu menyentuh lengan sang gadis dan membangunkannya dengan pelan."Halo, Cantik?"Gadis itu pun terbangun dan langsung memposisikan tubuh nya menjadi duduk. "Ya, ada apa

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   8

    To : RayaGue udah di depan kantor lo, nih.Hari ini, Gio datang lebih awal karena ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan teman se-perclub-annya yang super sibuk itu. Rayana hanya berlatih bela diri sebanyak 3x dalam sebulan karena sangat sibuk dengan pekerjaannya, itu membuat Gio kecewa karena ia menjadi sangat jarang bertemu Rayana.Setelah beberapa menit Gio menunggu, ia melihat Rayana yang berjalan menuju mobilnya lalu masuk dan duduk disebelahnya."Halo, miss rempong yang super sibuk....!!!" sambut Gio dengan penuh candaan. "Ray, kok lo gemukan sih? Biasanya orang stres itu kurus lo malah--"Belum sempat Gio melanjutkan omongannya ia sudah mendapat pelototan dari Rayana. "Malah apa?!" tanyanya dengan nada tinggi.Gio hanya cengengesan. "Malah makin cantik!!" Kini ia malah menggoda Rayana.Rayana menghela napasnya, tidak l

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   9

    Setelah sampai di rumah Bima, Rayana langsung berjalan masuk dan mencari di mana Bima. Ia sempat kesulitan terlebih kerena belum terbiasa dengan rumah ini terlebih lagi, rumah ini sangat besar.Rayana kemudian bertanya pada salah satu anggotanya yang sedang berjaga dan berkata bahwa Bima sedang berada di meja makan. Ia pun langsung menghampiri.Bima menatap Rayana saat mereka melihat Rayana datang."Baru pulang?" tanya Bima yang dibalas anggukan dengan Rayana."Kita punya petunjuk," ucap Bima tanpa basa basi."Yang benar?" tanya Rayana, ia kemudian ikut duduk di sana. Ia kemudian menuangkan segelas air dan meminumnya.Bima mengangguk. Ia kemudian menjelaskan secara rinci tentang rencana yang akan mereka laksanakan nanti malam untuk mencari bukti."Masuk akal," gumam Rayana. Ia pun berkata di dalam hati bahwa dugaannya adalah benar. Korban itu

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   10

    Arthur duduk di kursi penumpang bagian depan, sambil memainkan ponselnya. Ia sedang sedang mencari tahu, club malam di beberapa daerah yang dominan dengan pengunjung orang-orang menengah keatas. Jaga-jaga jika orang itu tidak ada di dalam club yang akan ia datangi.Tiba-tiba sekumpulan motor seperti mendekat ke arah mobilnya, dan mengepung disisi kanan dan kiri."Thur...," ucap salah satu anggotanya yang menyetir. Arthur kemudian baru menyadari dan langsung terkejut."Sial, ada urusan apa mereka kayak gini?"Baru beberapa detik, tiba-tiba salah satu orang yang berada dimotor bagian kanan, menembak ke kaca mobinya membuat mereka terkejut. Sayangnya, kaca mobil mereka anti peluru, sehingga tembakan itu tidak berarti baginya."Thur, kita harus ngalihin perhatian mereka jangan sampe dia ngejar mobil Bima, mobilnya gak pasang kac

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   11

    Pria yang mengenakan kaus hitam dan celana panjang itu sedang mengisap kuat rokok ditangannya, dan menghembuskan kepulan asap dari mulutnya."Kenapa kalian terburu-buru untuk menghabisi dia? Itu akan jadi gak menarik nantinya," katanya.Tujuh orang yang mengganggu Bima dijalan hanya terdiam dan menundukan kepalanya."Tapi gue puas sama cara kerja kalian, berambisi!" lanjutnya sambil tertawa."Ngomong-ngomong, kenapa itu..." Ia menunjuk ke arah lengan salah satu anak buahnya di sana. "Kok bisa sampai ke tembak? Dan ke mana teman kalian satu lagi? Bukannya gue kirim kalian delapan orang?""Maaf, Bos. Bima gak sendirian, ada perempuan yang membantunya menembakan peluru agar kami terjatuh. Dan anggota kami yang satunya, tertangkap mereka."Pria itu langsung menoleh. "Perempuan?""Betul, Bos. Saya gak ingat wajahnya karena dia gak turun dari mobil saat itu.""Setahu gue, Wolf Eagle gak pernah punya an

    Last Updated : 2024-10-29
  • The Perfect Stranger   12

    Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • The Perfect Stranger   20

    Hari ini, Bima bangun lebih awal lagi. Selama semalaman ia sangat sulit untuk memejamkan matanya. Kepalanya sakit karena banyak pikiran sehingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Ia kemudian menuju dapur untuk meminta dibuatkan teh hangat oleh Nara. Tetapi, saat ia sampai di sana, yang pertama kali ia lihat adalah Rayana dengan kaus putih yang sedikit kebesaran dan celana leging hitam, serta rambutnya yang dijepit ke atas sehingga menampakkan leher putihnya.Awalnya Bima hanya terdiam saja menatap Rayana yang seperti sedang menyiapkan sesuatu di sana, tetapi kemudian lamunannya buyar ketika Rayana menoleh ke arahnya.Rayana pun sedikit terkejut melihat Bima yang berdiri di belakangnya. "Lho, Bim? Lo udah bangun?" tanyanya."Nara mana?" balas Bima yang mengalihkan perhatian."Dia harus ke supermarket buat beli bahan makanan yang abis, lo mau minum ses

  • The Perfect Stranger   19

    Rayana tidak pernah menyangka akan terjadi hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ia duga. Ia belum siap jika menceritakan kepada Gio tentang pekerjaannya bersama Bima, tetapi hari ini mungkin akan jadi awal untuk Rayana menceritakan tentang hidupnya kepada Gio."Lo mau pulang, Ray? Biar gue anter pulang," ucap Gio yang membuat Rayana menjadi bingung dan tidak enak hati. Ia tidak tega jika meninggalkan Gio dalam keadaan seperti ini, tetapi ada tugas yang harus Rayana jalankan bersama Bima juga. Lagi pula ia tidak bisa pulang ke rumahnya sekarang karena saat ini ia sudah tinggal bersama Bima."Raya pergi sama gue, dan pulang juga harus sama gue. Itu lebih sopan," sergah Bima langsung yang membuat Gio dan Rayana menoleh kompak ke arahnya. Tetapi, kemudian tatapan Gio kembali kepada Rayana seolah meminta Rayana untuk memilih pulang dengan siapa.Rayana kemudian menghela napasnya dan menatap Gio. "Iy

  • The Perfect Stranger   18

    Arthur dan Bima kemudian berjalan menuju pria paruh baya yang sedang duduk dengan seorang wanita di sana. Saat keduanya sudah dekat dengan pria itu, Bima sempat melirik ke arah bodyguard pria itu yang juga sedang melirik ke arah Bima, tetapi tidak Bima pedulikan."Permisi...," ucap Arthur dengan hati-hati. Pria paruh baya yang sedang tertawa bersama wanitanya itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Arthur.Arthur kemudian tersenyum simpul. "Maaf jika saya mengganggu Tuan, boleh saya minta waktunya sebentar?""Siapa kalian?" balas pria itu dengan sedikit ketus."Kami dari organisasi intelegen Wolf Eagle, saya Bima, pemimpin organisasi ini," selak Bima dengan tegas dan tanpa basa basi. Pria itu terlihat sedikit terkejut, karena ia tentu mengetahui siapa Wolf Eagle."Ada urusan apa? Saya nggak pernah terlibat sama kalian.""Iya, tapi boleh kita minta waktu Tuan sebentar? Ada beberapa pertan

  • The Perfect Stranger   17

    "Ko udah gitu aja nanyanya?" tanya Arthur ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Bima kemudian memasang seatbeltnya. "Si Gala ini kayak nyembunyiin sesuatu deh, ngerasa nggak?" tanyanya. "Tentang apa?" "Gue tau pasti Widhibrata banyak musuh, tapi harusnya dia ngasih tahu ke kita pihak-pihak yang dia curigai. Toh kita juga nggak akan langsung nuduh mereka kan? Kita telusuri dulu," tutur Bima dengan jelas. "Jadi intinya? Aduh sorry deh, gue lagi bego nih," lanjut Arthur. Bima kemudian terkekeh. "Itu sih emang lo bego beneran. Intinya mungkin ada salah satu musuh perusahaan mereka yang kita gak boleh tahu." Arthur terdiam, mereka semua sama-sama terdiam. "Kalian tahu masa lalunya perusahaan Widhibrata?" Rayana tiba-tiba menimpali membuat Arthur dan Bima menoleh ke belakang. "Mak

  • The Perfect Stranger   16

    Bima sedang menatap kosong ke arah luar jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam waktu dekat ini, juga mencari hubungan dari segala rentetan kejadian beberapa hari ini.Bagaimana pihak anonim itu selalu bisa menembus keamanan Widhibrata yang sangat ketat? Jika orang itu hanyalah orang biasa maka akan sulit baginya untuk masuk ke situ. Atau mungkin benar yang dikatakan pemotor itu, jika pelaku yang ada dibalik semua ini adalah orang terdekat dari kita semua? Atau mungkin orang terdekat dari pihak keluarga Widhibrata?Semua pikiran itu berkecamuk di dalam pikiran Bima. Ia telah meminta semua pasukan untuk meningkatkan keamanan di rumahnya untuk berjaga-jaga akan serangan teror yang datang secara mendadak.Tiba-tiba pikirannya beralih kepada wanita yang tinggal bersamanya sekarang. Bima langsung melihat plester luka yang Rayana berikan siang tadi sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Bima langsung tersenyum

  • The Perfect Stranger   15

    Perjalanan menuju kantor Widhibrata memang memakan waktu cukup lama, karena jarak antara markas dan kantor memang jauh. Selama diperjalanan Bima banyak mengkhawatirkan sesuatu terutama Rayana yang mungkin masih dalam perjalanan pulang. Ia sangat berharap sekali Rayana akan pulang dengan selamat karena tidak ada yang tahu kapan anonim ini akan bergerak.Sesampainya di sana, sudah ramai orang-orang yang berkumpul di luar gedung termasuk banyak polisi di sana. Bima langsung mencoba melewati kerumunan orang-orang itu karena melihat kepala polisi yang ia kenal berada di depan."Halo, Pak," sapa Bima.Kepala Polisi itu pun langsung menoleh. "Eh, kamu--?" Ia menggantungkan kata-katanya karena sedikit lupa dengan Bima."Saya Arkana Bimantara, pemilik organisasi Wolf Eagle," sergah Bima langsung."Ah, iya maaf saya lupa. Kamu tahu tentang peristiwa bom meledak

  • The Perfect Stranger   14

    Pagi-pagi sekali, Bima sudah ke luar dari kamarnya dan berpakaian rapih. Ia kemudian menuju dapur dan meminta Nara untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arthur."Buatin sereal aja, Nar, biar cepat," pinta Bima."Baiklah, Tuan, saya buatkan dahulu," ucap Nara yang yang sedikit terkejut melihat majikannya bangun sepagi ini.Bima hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil menunggu sarapannya tiba. Tak lama kemudian, Arthur pun datang dengan pakaian yang rapi juga.Bima sudah membuat janji dengan Arthur menuju markas kedua Wolf Eagle untuk menginterogasi pemotor yang dibawa Arthur kemarin."Senjata yang lo pesen waktu itu, udah masuk ruangan," ucap Arthur."Oh, bagus deh. Ngomong-ngomong di sana ada siapa aja, Thur?" tanya Bima."Kayak biasa aja, ada beberapa yang berjaga ."Bima mengangguk. Nara kemudian datang dengan dua mangkuk sereal dan beberapa potong roti cokelat.

  • The Perfect Stranger   13

    Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray

  • The Perfect Stranger   12

    Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu

DMCA.com Protection Status