"apa? Kau bilang apa barusan?" Tanya Fano dengan menarik kerah baju Ganesa.
Fano menatap Ganesa dengan wajah datar, pria arogan itu masih tidak mempercayai apa yang baru saja diucapkan Ganesa. Ia merasa ini hanya sebuah permainan yang mungkin akan membuat Kissela marah dengannya.
"Aku serius, mana mungkin sebuah pernikahan menjadi bercandaan?" Balas Ganesa dengan santai seperti biasanya.
"Kau memanfaatkannya untuk kepentinganmu, jujurlah dan batalkan niat busukmu itu" tekan Fano dengan nada mengancam.
"Tidak bisa, aku harus memilikinya""Bajinagan kau Ganesa! Apa mau mu hah? Kau tahu Kissela bisa saja menghabisiku karena ulahmu ini" seru Fano yang terlihat semakin emosi pada sahabatnya itu.
"Semua akan baik-baik saja karena aku bukan kau"
Dengan menghentak lengan Fano terlepas dari kerahnya Ganesa berjalan mengambil segelas kopi yang sudah di siapkan. Fano yang melihat itu merasa geram dan frustasi. Tak lama Leo dan Al datang de
Ganesa kembali kerumahnya dengan diiringi dering ponsel yang sejak tadi tak dia angkat. Fano dan Al beekali-kali menghubunginya, Ganesa malas untuk membahas kejadian di kantor kepolisian. Ia memilih diam dan pulang u tuk menemui ibunya."Ganesa, Apa yang terjadi? Apa kau diserang lagi?" Tanya ibunya saat melihatnya masuk."Bukan bu, aku hanya berkelahi dengan seseorang untuk mendapatkan calon istriku" balas Ganesa dengan nada candaan."Kau mulai melantur, cepat pergi obati lukamu" suruh ibunya yang merasa Ganesa setengah mabuk."Lamarkan Cath untuk ku, lusa kami akan menikah" mendengar keseriusan Ganesa ibunya hanya mampu menahan haru."Kau serius, Nak?" Tanya ibunya memastikan putranya sedang tidak mabuk."Iya oleh karena itu lamar dia untukku, karena aku tidak bisa melakukannya sendiri" jelas Ganesa tanpa menyebutkan alasan sebenarnya.***Di dalam sebuah kamar Leo masih terduduk di ujung tempat tidurnya. Jas dan
Part 1Pintu ruangan yang terbuat dari kayu pilihan itu terbanting cukup keras. Semua penjaga di rumah mewah berlapis perak itu langsung mengelilingi tamu yang datang tanpa hormat tersebut. Mereka mengarahkan pistol ke arah Al. Lalu Reidan—pemilik rumah itu juga keluar dengan gagahnya. Ia menatap putranya yang menampakkan wajah tidak bersahabat. Al yang sudah lama tidak mengunjungi ayahnya, kini datang dengan napas tersengal-sengal. Reidan menganggukkan kepalanya dengan wajah tegas. Ia mengisyaratkan agar para penjaganya itu menjauh dari Al. Sementara itu Al langsung menghampiri ayahnya."Aku tidak mau dijodohkan!"Reidan mengernyit, lalu sebelah tangannya merangkul bahu putranya tersebut. "Mari bicarakan di ruangan Ayah."Al langsung menepis tangan ayahnya. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Cukup batalkan perjodohanku dengan wanita itu.""Tapi dia wanita yang baik. Ayah yakin kau bisa bahagia dengannya," kata Reidan."Jika dia wanita
Tepat 2 hari setelah Al mengunjungi rumah ayahnya. Kini ia kembali diperintahkan untuk ke sana lagi dengan tujuan bertemu wanita bernama Camelia tersebut. Awalnya Al sedikit keberatan karena ia memiliki kesibukan lain. Namun berkat tekanan yang untuk kesekian kalinya diberikan oleh ayahnya, mau tidak mau ia sudah harus berada di Arab sejak pagi hari.Kondisi rumahnya masih sama seperti biasa, selalu dikelilingi penjagaan yang ketat. Bahkan sepertinya semut yang lewat pun selalu diawasi perjalanannya. Jika berani memasuki ruangan Reidan, semut itu pasti langsung ditembak mati."Kau sudah sampai, Al?"Al langsung menoleh, nampak sosok Reidan dan Zebedia—ibunya. Mereka menghampiri Al dengan wajah bahagianya. Al hanya bisa tersenyum tipis. Ia yakin ibunya itu tidak tahu kalau perjodohan ini di dasarkan oleh tekanan ayahnya."Aku baru sampai beberapa menit yang lalu," jawab Al."Mari ke ruang utama. Camelia sudah menunggu di sana," kata Zebedia.
Cath dan Leo bersembunyi berusaha melarikan diri tanpa di ketahui. Namun gagal pada akhirnya keduanya terlibat baku hantam dengan mereka. Suara ledakan pistol juga terdengar berkali-kali hingga terdengar sirine mobil polisi terdengar.Terlihat Leo yang memegangi lengannya yang mengeluarkan darah. Cath sudah tidak terlihat di pandangannya membuat Leo harus keluar dari persembunyiannya dan melihat jika Cath tertangkap oleh beberapa orang dan membawanya pergi dengan menggunakan mobil.Leo yang melihat itu berusaha mengejar, namun apalah daya mobil itu melaju dan menghilang dari pandangannya yang mulai mengabur. Darah semakin banyak di lengannya ringisan beberapa kali terdengar dari mulutnya yang terkatup rapat."Sial! Siapa mereka bajingan!" Dengan terburu-buru Leo menghubungi Ganesa untuk meminta bantuan."Ada apa kau menghubungiku?" Tanya Ganesa dengan nada yang terdengar malas."Bangun dari tidurmu, Cath mendapat serangan dan sekarang dia disandra"
Part 3Al menoyor kepala Ganesa, ia benar-benar kesal karena temannya itu sudah sembarangan menggunakan ponselnya. Untuk pertama kalinya ia merasa kesal hanya karena masalah sepele. Ganesa berulang kali memohon ampun pada Al yang terus menoyor kepalanya."Aku kan sudah minta maaf!" kata Ganesa.Al memicingkan kedua matanya, ia menatap Ganesa dengan sorot yang tajam. "Minta maaf tidak bisa membuat pesan itu ditarik kembali!""Tapi ini belum 5 menit," kata Fano. Ia menyambar ponsel Al dan menghapus pesan tersebut. "Selesai.""Benar bisa dihapus?" tanya Al.Fano mengangguk cepat, tangannya terulur memberikan ponsel itu pada pemiliknya. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya. Rupanya sudah hampir tengah malam. Ia menarik kerah baju Ganesa lalu memaksanya untuk bangun. Tapi nampak Ganesa enggan beranjak dari tempatnya. Ia bahkan tidak peduli dengan tatapan mematikan dari Al yang seakan sudah siap memangsanya."Ini benar sudah dihapu
Part 4"Saya terima nikah dan kawinnya Camelia Nureliza binti Abdul Jabbar dengan maskawinnya yang tersebut, tunai."Usai pelaksanaan ijab dan qabul, gedung mewah milik Reidan langsung dipenuhi oleh para tamu. Al yang baru saja duduk itu dipaksa untuk kembali berdiri dan menghampiri tamu ayahnya. Sedangkan Camelia masih harus berada di tempatnya bersama Zebedia. Tiba-tiba Camelia teringat dengan kedua orang tuanya. Padahal ia di kelilingi banyak orang, entah mengapa ia merasa kesepian."Nanti setelah azan berkumandang, kamu ganti pakaian ya," kata Zebedia sambil tersenyum hangat ke arahnya.Camelia tersenyum tipis, ia menganggukkan kepalanya. "Baik, Bu."Setelah itu tidak ada lagi percakapan. Keduanya sibuk menyambut tamu yang datang untuk bersalaman. Lebih dari 3 jam, Camelia tidak bisa duduk dengan tenang. Setelah sudah mulai sepi, ia minta izin untuk pergi ke toilet. Zebedia mengizinkannya, tapi ia tidak boleh sendirian. Zebedia memerintahkan pe
Part 5Camelia memandangi Al yang tertidur lelap. Walau suaminya itu memunggunginya, ia tetap tersenyum. Tidak ada kata manis atau pun perlakuan lembut yang diberikan oleh Al. Tapi semua itu, hanya dirinya yang tahu. Sosok Al begitu hebat menutupi jati dirinya yang lain. Camelia langsung bangun dari tempat tidurnya. Ia mengambil satu per satu pakaiannya yang berserakan di lantai. Tubuhnya benar-benar terasa lelah. Saat mengambil kemeja milik Al, ia melihat jejak lipstick merah jambu di sana. Ia mengusap bibirnya, rupanya kemarin ia tidak mengenakan pewarna bibir. Camelia mengernyitkan dahinya, ia menoleh ke arah Al."Ada apa?"Camelia tersentak begitu mendapati Al sudah berdiri di belakangnya. Pria itu menarik kasar kemeja yang ada di tangannya dengan kasar. Lalu ia langsung menghilang di balik pintu kamar mandi."Al?" panggil Camelia."Jangan memanggil namaku," jawab Al dari dalam kamar mandi.Camelia tidak menghiraukan ucapan Al. Ia menget
Part 6Setiap orang pasti punya masa lalu yang kelam, begitu juga dengan Al. Walau ia selalu dipuja banyak wanita, tetap saja hanya ada satu orang yang berhasil menempati hatinya. Al memejamkan kedua matanya, ia mengebuskannya perlahan. Kepalanya menoleh ke samping, seperti biasa ia tidur sendirian. Ia sengaja tidak pulang ke rumah, setiap kali melihat wajah Camelia, entah mengapa emosinya terpancing. Seolah ada sesuatu yang membuatnya naik pitam.Terlalu jenuh, Al memutuskan untuk bermain ponsel. Ia menghubungi teman-temannya agar datang ke tempatnya saat ini. Kamar hotel yang lebar tentu saja muat untuk menampung ketiga temannya tersebut."Ganesa, kau bisa datang ke sini?" tanya Al."Aku di rumahmu," sahut Ganesa dari seberang sana.Al mengernyit bingung. "Rumahku? Maksudmu?""Cepat pulang! Camelia tidak sadarkan diri!" teriak Ganesa.Al menggertakkan giginya dengan rahang yang mulai mengeras. Ia segera memutuskan panggilan itu tanp