Cath dan Leo bersembunyi berusaha melarikan diri tanpa di ketahui. Namun gagal pada akhirnya keduanya terlibat baku hantam dengan mereka. Suara ledakan pistol juga terdengar berkali-kali hingga terdengar sirine mobil polisi terdengar.
Terlihat Leo yang memegangi lengannya yang mengeluarkan darah. Cath sudah tidak terlihat di pandangannya membuat Leo harus keluar dari persembunyiannya dan melihat jika Cath tertangkap oleh beberapa orang dan membawanya pergi dengan menggunakan mobil.
Leo yang melihat itu berusaha mengejar, namun apalah daya mobil itu melaju dan menghilang dari pandangannya yang mulai mengabur. Darah semakin banyak di lengannya ringisan beberapa kali terdengar dari mulutnya yang terkatup rapat.
"Sial! Siapa mereka bajingan!" Dengan terburu-buru Leo menghubungi Ganesa untuk meminta bantuan.
"Ada apa kau menghubungiku?" Tanya Ganesa dengan nada yang terdengar malas.
"Bangun dari tidurmu, Cath mendapat serangan dan sekarang dia disandra"
Part 3Al menoyor kepala Ganesa, ia benar-benar kesal karena temannya itu sudah sembarangan menggunakan ponselnya. Untuk pertama kalinya ia merasa kesal hanya karena masalah sepele. Ganesa berulang kali memohon ampun pada Al yang terus menoyor kepalanya."Aku kan sudah minta maaf!" kata Ganesa.Al memicingkan kedua matanya, ia menatap Ganesa dengan sorot yang tajam. "Minta maaf tidak bisa membuat pesan itu ditarik kembali!""Tapi ini belum 5 menit," kata Fano. Ia menyambar ponsel Al dan menghapus pesan tersebut. "Selesai.""Benar bisa dihapus?" tanya Al.Fano mengangguk cepat, tangannya terulur memberikan ponsel itu pada pemiliknya. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya. Rupanya sudah hampir tengah malam. Ia menarik kerah baju Ganesa lalu memaksanya untuk bangun. Tapi nampak Ganesa enggan beranjak dari tempatnya. Ia bahkan tidak peduli dengan tatapan mematikan dari Al yang seakan sudah siap memangsanya."Ini benar sudah dihapu
Part 4"Saya terima nikah dan kawinnya Camelia Nureliza binti Abdul Jabbar dengan maskawinnya yang tersebut, tunai."Usai pelaksanaan ijab dan qabul, gedung mewah milik Reidan langsung dipenuhi oleh para tamu. Al yang baru saja duduk itu dipaksa untuk kembali berdiri dan menghampiri tamu ayahnya. Sedangkan Camelia masih harus berada di tempatnya bersama Zebedia. Tiba-tiba Camelia teringat dengan kedua orang tuanya. Padahal ia di kelilingi banyak orang, entah mengapa ia merasa kesepian."Nanti setelah azan berkumandang, kamu ganti pakaian ya," kata Zebedia sambil tersenyum hangat ke arahnya.Camelia tersenyum tipis, ia menganggukkan kepalanya. "Baik, Bu."Setelah itu tidak ada lagi percakapan. Keduanya sibuk menyambut tamu yang datang untuk bersalaman. Lebih dari 3 jam, Camelia tidak bisa duduk dengan tenang. Setelah sudah mulai sepi, ia minta izin untuk pergi ke toilet. Zebedia mengizinkannya, tapi ia tidak boleh sendirian. Zebedia memerintahkan pe
Part 5Camelia memandangi Al yang tertidur lelap. Walau suaminya itu memunggunginya, ia tetap tersenyum. Tidak ada kata manis atau pun perlakuan lembut yang diberikan oleh Al. Tapi semua itu, hanya dirinya yang tahu. Sosok Al begitu hebat menutupi jati dirinya yang lain. Camelia langsung bangun dari tempat tidurnya. Ia mengambil satu per satu pakaiannya yang berserakan di lantai. Tubuhnya benar-benar terasa lelah. Saat mengambil kemeja milik Al, ia melihat jejak lipstick merah jambu di sana. Ia mengusap bibirnya, rupanya kemarin ia tidak mengenakan pewarna bibir. Camelia mengernyitkan dahinya, ia menoleh ke arah Al."Ada apa?"Camelia tersentak begitu mendapati Al sudah berdiri di belakangnya. Pria itu menarik kasar kemeja yang ada di tangannya dengan kasar. Lalu ia langsung menghilang di balik pintu kamar mandi."Al?" panggil Camelia."Jangan memanggil namaku," jawab Al dari dalam kamar mandi.Camelia tidak menghiraukan ucapan Al. Ia menget
Part 6Setiap orang pasti punya masa lalu yang kelam, begitu juga dengan Al. Walau ia selalu dipuja banyak wanita, tetap saja hanya ada satu orang yang berhasil menempati hatinya. Al memejamkan kedua matanya, ia mengebuskannya perlahan. Kepalanya menoleh ke samping, seperti biasa ia tidur sendirian. Ia sengaja tidak pulang ke rumah, setiap kali melihat wajah Camelia, entah mengapa emosinya terpancing. Seolah ada sesuatu yang membuatnya naik pitam.Terlalu jenuh, Al memutuskan untuk bermain ponsel. Ia menghubungi teman-temannya agar datang ke tempatnya saat ini. Kamar hotel yang lebar tentu saja muat untuk menampung ketiga temannya tersebut."Ganesa, kau bisa datang ke sini?" tanya Al."Aku di rumahmu," sahut Ganesa dari seberang sana.Al mengernyit bingung. "Rumahku? Maksudmu?""Cepat pulang! Camelia tidak sadarkan diri!" teriak Ganesa.Al menggertakkan giginya dengan rahang yang mulai mengeras. Ia segera memutuskan panggilan itu tanp
Part 7"Si-siapa kalian?!" teriak Camelia.Wanita tua itu tersenyum ke arahnya, lalu ia mendekati Camelia yang duduk di lantai. Sedangkan kedua wanita yang menariknya itu langsung keluar dari rumah tersebut. Camelia melirik ke arah jas putih yang dikenakan oleh wanita tua itu.Margaret Braham.Seketika Camelia membeku di tempatnya. Ia kenal betul dengan dokter kandungan yang namanya selalu muncul di majalah. Namun ia tidak tahu maksud kemunculan dokter itu di rumah ini."Cantik sekali," gumam Margaret sambil menyentuh pipi Camelia."Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa anda ada di sini?" tanya Camelia, ia meringsut menjauh dari dokter tersebut.Margaret tersenyum tipis, ia menarik tas kerjanya yang ada di mejanya. "Aku akan melakukannya secara perlahan.""Melakukan apa?!"Camelia melebarkan kedua matanya saat obat bertuliskan Cycotec keluar dari dalam tas dokter tersebut. Ia tahu kalau obat itu digunakan untuk menggugurk
Part 8"Aku yang mengirim mereka ke sini untuk menggugurkan kandunganmu."Bagai tersambar petir, Camelia kehilangan setengah dari kekuatannya. Hingga ia hampir saja tidak bisa menopang berat badannya. Camelia menyipitkan kedua matanya, ia terus menatap Al yang masih diam di tempatnya. Ia berharap kalau pria itu mengatakan kalau apa yang diucapkannya beberapa saat itu hanyalah gurauan. Tapi sayang sekali, wajah Al terlihat sangat serius."Mengapa kamu melakukan itu?" tanya Camelia."Aku tidak mau punya anak," jawab Al dengan begitu mudahnya."Tapi-""Ikuti saja kemauanku," potong Al.Setelah mengatakan itu, Al langsung masuk ke dalam rumah. Kini Camelia sudah tidak tahu harus berbuat apa. Lututnya sudah terlalu lemas untuk mengejar Al yang sudah masuk. Tubuhnya tersungkur di hamparan rumput hijau yang menjadi pijakannya. Lalu air matanya mulai terjatuh, ia menggeleng beberapa kali begitu mengingat ucapan Al yang mengiris hatinya.
Part 9Camelia berlari begitu kencang melewati ramainya jalan di tengah kota Los Angeles. Berulang kali Al memanggilnya dari kejauhan, namun ia enggan menoleh. Hatinya terasa sangat sakit. Awalnya ia berusaha melakukan tawar menawar terkait anak, namun Al semakin memperjelas ketidakinginnannya memiliki buah hati.Bruk!Entah sudah berapa kali, Camelia menabrak orang yang tengah berjalan. Ia tidak henti-hentinya diteriaki dengan makian yang menyakitkan. Walau begitu ia terus berlari tanpa tujuan. Negara ini bukan kampung halamannya. Ia tidak memiliki siapa pun di sini, selain Al—suaminya. Namun sayang sekali, justru suaminya yang membuatnya seperti tidak memiliki tempat untuk pulang.Akhirnya setelah berjalan lebih dari 1 jam, Camelia kembali tiba di depan bangunan mewah. Ia memejamkan kedua matanya begitu erat, lalu ia menekan bel yang ada di dekat pagar. Tidak lama, muncul Al yang sudah tersenyum lebar. Nampaknya pria itu benar-benar sudah mempredi
Part 10Selama lebih dari 1 bulan, Camelia berusaha mencari keberadaan Serena diam-diam. Ia tidak ingin ketahuan oleh Al. Hingga akhirnya ia menemukan titik terang dari pencariannya. Serena berhasil ditemukan di pelabuhan Long Beach, kondisinya sudah begitu mengenaskan. Walau Camelia hanya bisa melihatnya lewat siaran televisi, namun itu sudah cukup untuknya."Rupanya sudah ditemukan."Camelia menoleh cepat ke arah pintu kamar. Nampak Al yang baru saja pulang bekerja, ia menyandarkan tubuhnya di samping pintu. Camelia dengan cepat mematikan televisi tersebut."A-Al ...," gumam Camelia, ia meremas jarinya dengan gugup. "Kamu sudah pulang rupanya."Al mengangguk cepat, langkahnya perlahan mendekat. "Bukankah sudah ku katakan untuk tidak melakukan hal yang merepotkan?""Ma-maksudmu?" Camelia berdiri dari kasurnya, kedua tangannya terkepal kuat. "Bagaimana bisa aku diam saat sahabatku menghilang?""Seharusnya bisa. Tapi kamu yang tidak bi
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m