Share

Bab 8 : Reno

Sati yang masih tidur dengan sangat lelap dibangunkan oleh suara berisik dari luar ruangan kepala laboratorium, seakan ada tubrukan benda besar yang jatuh ke bawah. Pagi buta masih menyandra sang fajar untuk bersinar terang, faktanya fajar selalu berlomba bersinar di balik langit kemerahan. Untuk saat ini kalah bersama malam yang hampir mulai terkikis oleh fajar. Jam tidak lagi menjadi tolak ukur waktu dalam keharian karena kini hanya ada siang dan malam sebagai penentu.

"Kenapa saya ada disini?" Merasa bingung saat terbangun dari tidur berada di atas sofa ruang kepala laboratorium.

"Bukannya malam tadi saya ada di dekat jendela melihat pria terinfeksi dan ketiduran di dekat jendela?" Berfikir dengan sangat keras, bagaiman cara bisa sampai di sofa. Apakah Sati mempunyai penyakit berjalan diwaktu tidur, sedangkan kedua kaki masih sangat sulit untuk digerakkan. 

Sati meraih kursi roda yang berada di samping sofa, dengan perlahan mencoba berdiri dan berjalan perlahan ke kursi roda dengan tumpuan bantuan benda-benda di sekitar.

"Sepertinya kaki saya sudah mulai tidak kaku lagi. Jika menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan mungkin saya tidak perlu kursi roda lagi." Duduk perlahan ke kursi roda dengan omelan untuk diri sendiri.

"Tadi suara apa di luar, bukannya pintu di tutup rapat dan diganjal dengan lemari." Menggerakkan kursi roda keluar dari ruangan kepala laboratorium menuju laboratorium untuk mencari sumber suara berasal dari mana. 

Dalam cahaya remang-remang yang masih terbias ccahaya rembulan, Sati yang dibelakangi melihat Hans sibuk melakukan kegiatannya.

"Tumben Hans pagi buta seperti ini sibuk melakukan aktivitas. Biasanya juga masih malas-malasan." Merasa sangat heran dengan sikap yang tidak biasa dilakukan oleh Hans.

Sati semangkin mendekati, "Hans..... Hans..... Hans...." Dengan suara berbisik memanggil.

"Iya Sati, ada apa?" 

"Hans!!!!!" Sati terkejut dengan yang dilihatnya dan mencoba mengendalikan suara dengan menutup mulut menggunakan kedua tangannya. Seorang manusia terinfeksi ada di ruang persembunyian mereka.

"Iya."

"Kamu kapan keluar?" Sati sangat heran dengan riba-tiba Hans sudah membawa manusia terinfeksi.

"Jika dihitung mungkin ada satu jam lalu." Masih sibuk mengikat dengan ketat dan terus memastikan tidak ada kesalahan yang akan terjadi.

"Kamu gila! gimana kalau waktu kamu keluar mereka masuk ke dalam. Sedangkan aku masih tidur, tidak bisa melakukan pembelaan atas diriku sendiri." Emosi Sati meluap-luap karena tidak ada diskusi terlebih dahulu diantara keduanya.

"Maaf Sati, tadi refleks saja." Dengan enteng Hans meminta maaf

"Refleks?" Merasa tidak habis fikir dengan perkataan refleks yang dengan mudah diucapkan.

"Jangan marah, saya akan jelaskan." Melakukan pembelaan kepada dirinya sendiri untuk menenangkan tatapan Sati yang tajam penuh amarah.

πŸ’ŽπŸ’ŽπŸ’Ž

Hans terbangun dari tidurnya karena tuntutan terdesak dari dalam diri harus ke kamar mandi. Menghidupkan senter dari Smartphone untuk pencahayaan berjalan keluar ruangan menuju kamar mandi. Senter disorotkan ke sofa sebelah dimana biasanya Sati berada untuk tertidur. 

"Sati kemana?!" Terkejut dan sangat panik karena Sati tidak terlihat ada di sofa, berlari keluar ruangan kepala Laboratorium mencari Sati dengan sangat panik.

"Sati." Suara Hans melemah ketika melihat Sati tertidur di atas kursi rodanya di dekat jendela. Hans menggendong kembali dan juga membawa kembali kursi roda ke ruangan kepala Laboratorium. Setelah meletakkan Sati, Hans berjalan terburu-buru ke kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dan mengintip dari jendela untuk melihat langit dengan membuka tirai. 

"Benar-benar seperti film horor situasinya, langit memerah dengan bulan purnama yang besar. Ya Tuhan kapan semua ini akan berakhir."

Pandangan Hans beralih ke manusia terinfeksi, ada yang menarik perhatiannya.

"Mereka tertidur? Kenapa tidur di malam hari? Jika sudah mati kenapa tidur?" Merasa heran dengan apa yang disaksikan. Melihat pria terinfeksi yang memakai jaket coklat dan topi hitam melakukan hal yang sama seperti lainnya yang terinfeksi. Tidur lelap di malam hari sama seperti manusia normal. 

"Pria terinfeksi itu juga tertidur, pasti ada cara untuk membawa dia keruangan ini tanpa menarik perhatian yang lainnya. Selama saya tidak menimbulkan suara pasti semua akan baik saja dan akan terkendali. Saya akan mencoba menggunakan obat bius, saya tidak tahu berhasil atau tidak. Saya akan menggunakan dosis tinggi, mungkin ada di lemari penyimpanan." Berjalan dengan setengah berlari menghampiri lemari penyimpanan. Membuka setiap laci yang ada pada lemari untuk mencari obat bius. Membuka laci paling bawah, Hans menemukan kumpulan tali. 

"Ada tali, saya bisa gunakan tali tambang kecil ini untuk mengikat pria terinfeksi." Mencari kembali yang menjadi tujuan utama. Membuka lemari paling atas akhirnya yang dicari dapat ditemukan.

"Akhirnya saya menemukan obat bius, saya akan membawa tiga jarum bius. Semoga ini mempunyai efek ke manusia terinfeksi untuk melemahkan. Berjuanglah Hans!" Menyemangati diri sendiri, membawa peralatan yang dibutuhkan di dalam saku celana dengan senjata statif infus.

Hans menggeser lemari yang mengganjal pintu, membuka pintu perlahan dan mengintip dari celah pintu. Keluar dengan mengendap-ngendap, berusaha suara kaki tidak menimbulkan bunyi. Di dalam kegelapan bersama cahaya bulan purnama yang remang-remang menuruni anak tangga hingga sampai ke lantai satu. 

"Kenapa semua manusia terinfeksi pada tidur ya? Bagusnya setiap adegan ini dijadikan film horor, pasti laku keras." Berbicara di dalam hati dengan diri sendiri, karena masih bingung alasan yang menyebabkan manusia terinfeksi mempunyai waktu tidur seperti manusia normal walau posisi tidur yang berbeda. 

Hans melewati koridor lantai satu yang hampir setengahnya terdapat manusia terinfeksi. 

"Apa??!! Kenapa banyak manusia terinfeksi disini?" Lagi-lagi hati Hans bertanya keanehan yang sedang disaksikannya. Berjalan diantara celah-celah berdirinya manusia terinfeksi.

"Kalau saya salah perkiraan bisa-bisa saya menyenggol. Bisa mati di sini saya." Berjalan diantara manusia terinfeksi yang tertidur dengan hati-hati.

Tinggal satu lagi manusia terinfeksi yang dilewati tapi jarak anatara manusia terinfeksi satu dengan manusia terinfeksi lain sangat dekat, sehingga celah diantara keduanya sangat kecil. Hans tidak boleh salah memperhitungkan jika tidak akan berada dalam berbahaya. Dengan memeringkan badan Hans melewati celah sempit, dahi berkeringat menghadapi ketegangan. Menahan nafas dalam melewati celah sempit.

"Akhirnya bisa dilewati, nanti coba dari pintu belakang. Mungkin di sana hanya sedikit manusia terinfeksi." 

Berjalan ke arah pohon tempat terdapat pria terinfeksi dengan perlahan tanpa menimbulkan suara dalam melangkah.  Dan langsung menyuntikkan tiga obat bius kepada pria terinfeksi dengan harapan ada efek tertentu yang bisa membantu. Hans mengikat tangan, kaki dan tubuh pria terinfeksi yang masih tertidur. Tidak lupa menyumpal mulut pria terinfeksi dengan kain untuk menghindari gigitan ketika terbangun.

Hans menggendong di bahunya, dengan berjalan perlahan tanpa menimbulkan suara lagi. Kini Hans melewati pintu belakang, dan pendapatnya benar hanya sedikit manusia terinfeksi yang ada di lorong pintu belakang. Waktu dan takdir seakan berpihak pada Hans, yang menandakan tindakan untuk membawa pria terinfeksi ke laboratorium berjalan dengan lancar tanpa ada penghalang.

πŸ’ŽπŸ’ŽπŸ’Ž

Sati tidak dapat berkata-kata mendengar cerita Hans, Kenapa bisa melakukan hal ceroboh tanpa diskusi terlebih dahulu. 

"Jreng..... Jreng...... Ini dia pria terinfeksi yang kamu inginkan Sati." Memperlihatkan dengan jelas apa yang dibawahnya dari perburuan pagi buta.

"Kamu bercanda Hans?" Merasa tidak percaya, Hans berhasil membawa pria terinfeksi yang dimaksud ke dalam ruangan laboratorium.

"Coba kenali Sati, jaket coklat dan topi hitam yang sama."

"Iya sama." Sati mencoba lebih dekat lagi untuk memastikan kebenaran dari perkataan Hans. 

"Saya buka ya topinya, pasti ini pria tampan." Membuka topi yang menutupi setengah wajah pria terinfeksi.

Sati melihat kagum, wajah yang tampan dengan alis yang tebal. Pangkas rambut yang cepak menambah kegagahan beserta kerapihan dari pria terinfeksi. 

"Dari pada kita terus memanggilnya pria terinfeksi, bagaimana kalau kita kasih nama." Sati mengambil inisiatif dengan penuh semangat.

"Boleh saja."

"Hmmm nama apa yang bagus ya?" Berfikir nama yang sesuai dengan pria terinfeksi.

"Kalau saya ok saja." Hans selalu menuruti perkataan Sati.

"Hmm,,, Namanya Reno gimana?"

"Bagus, terdengar keren."

"Ok fix namanya Reno."

Hans memegang bahu pria terinfeksi sambil menepuk-nepuk pelan. "Nama kamu sekarang Reno."

"Hans!!! Kamu harus hati-hati. Bagaimana jika dia bangun dan mengamuk." Sati kawatir dengan tindakan Hans terhadap Reno.

"Tenang Sati saya sudah mengikatnya dengan ketat."

"Kamu yakin?"

"Kenapa kamu merasa takut akan di serang dan berubah seperti mereka atau kamu takut organ kamu di makan." Hans meledek Sati yang sedang ketakutan.

"Hans saya tidak lagi sedang bercanda." Melihat dengan wajah serius dan bernada sedikit menekan dengan kata-kata.

"Baik.... Baik Sati." Mengangkat tangan dan bahu menjauhi pria terinfeksi. 

"O iya Hans, sepertinya kaki saya sudah tidak kaku lagi. Saya tadi menggerakkannya saat naik di kursi roda, saya sudah dapat berdiri stabil." Memberikan informasi kepada Hans mengenai perkembangan dirinya.

"Perkembangan yang sangat bagus Sati." Hans merasa sangat senang atas perkembangan Sati.

"Apakah saya bisa minta tolong kepada kamu Hans?"

"Minta tolong tentang apa?"

"Saya ingin belajar berjalan, saya butuh tongkat atau alat bantu lainnya untuk membantu saya berdiri."

"Jika kamu sangat membutuhkannya, saya akan keluar mencarinya." Hans mengabulkan permintaan patnernya.

"Maaf saya selalu menyusahkan kamu."

"Kamu memang selalu menyusahkan saya." Tertawa lepas dengan ekspresi bangga karena dirinya sangat berguna, Sati hanya menunduk malu mendengar perkataan Hans.

"Tapi bohong." Hans tertawa kembali karena berhasil jahilin Sati, Wajah Sati semangkin kesal.

πŸ’ŽπŸŒΈπŸ’Ž

Sementara itu di rumah Hans, ada aura kawatir yang menyelimuti seisi rumah. Dicky yang selalu ada di balkon melihat ke arah jalanan, menantikan kepulangan ayahnya yang sudah berjanji untuk kembalo dengan selamat. 

"Den tidak tidur?" Hasnah bertanya kepada Dicky yang dari kemarin selalu melihat ke arah jalan dari balkon lantai dua.

"Saya tidak ngantuk mbak."

"Tapi den harus istirahat, dari kemarin den belum ada tidur.  Jika bisa tidur, den hanya tidur sebentar." Mencoba membujuk tuan kecilnya untuk segera beristirahat.

"Saya hanya khawatir kepada papa mbak, ini sudah satu minggu papa tidak pulang-pulang. Situasi di luar semangkin mencemaskan, kita tidak tahu yang tersisa ada berapa orang manusia yang belum berubah." Kata-kata Dicky mengabdung rasa putus asa dari penantian.

"Aden saya yakin tuan akan baik-baik saja dan segera pulang." Meyakinkan Dicky bahwa papanya adalah orang yang selalu menepati janji.

"Saya khawatir dengan papa mbak, saya sangat bersyukur papa masih hidup, tapi jika papa berubah jadi mereka saya harus bagaimana mbak?"

"Den, tuan itu orang yang kuat jadi pasti tuan lolos dari segala maut yang mencoba mengambil nyawa tuan."

"Sehebat-hebatnya tupai melompat pasti akan jatuh juga mbak." Teringat kata pepatah yang membuat hati Dicky semangkin cemas. 

"Kita berdo'a saja den agar tuan selamat dan segera pulang ke rumah." Hasnah memeluk Dicky untuk menenangkannya.

"Semoga saja mbak." Air mata Dicky tidak bisa dibendung lagi, menangis dengan puasnya melepaskan kepenatan dan beban yang ada di dalam hati dan fikiran dalam pelukan Hasnah.

"Saya kangen sama papa mbak."

"Sabar den pasti kita semua dapat keluar dari semua permasalahan ini."

"Jika saja komunikasi bisa berjalan dengan benar maka saya bisa mengetahui kabar papa sekarang mbak."

"Iya den, sabar." Mencoba kembali menenangkan Dicky dengan kata-katanya.

Satria mengawasi manusia terinfeksi di lantai satu, masih tetap penasaran dengan apa yang terjadi pada kehidupan. 

Pagi buta ingin menculik matahari untuk bersinar terang, dalam kegelisahan, kesedihan, kepenatan, kekecewaan semua rasa hadir untuk menciptakan putus asa tidak berhenti. Hingga akhirnya penyerahan hidup kepada kehidupan, menyerahkan diri menjadi manusia terinfeksi atau mati dengan tetap normal tanpa berjalan ke sana ke mari tidak jelas. Dunia yang aneh, seakan berada di dalam film yang sering disaksikan di bioskop.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status