Lula Arumi wanita berparas cantik berusia 21tahun yang hidup bergelimang harta. Kedua orang tua Lula tak ada yang perduli akan hidup anak tunggalnya, mereka disibukkan akan urusan bisnis yang tak pernah habisnya. Bagi mereka, harta berlimpah yang mereka beri untuk anaknya sudah cukup untuk menggantikan peran orang tua.
Lula yang sudah terbiasa hidup tanpa figur orang tua sedari masa SMP, kini tumbuh menjadi wanita kuat dan pemberani. Kecantika yang diturunkan dari Mamanya serta ketajaman dalam memandang yang diturunkan oleh Papanya membuat Lula kerap menjadi rebutan para pria dari semua kalangan.
Kepopuleran yang ia miliki saat ini tak membuat seorang Lula berbangga hati. Kerasnya hidup tanpa figur keluarga membuat Lula kehilangan anugerah terindah dari Tuhan sebagai pelengkap kecantikannya. Senyuman! Tak sekalipun semenjak memasuki bangku SMP kelas dua orang-orang melihat seulas senyum diwajah Lula.
Meski terlihat sangat cuek dan terkesan tak perduli, Lula adalah wanita yang sangat sopan terhadap orang yang lebih tua darinya.
Seumur hidupnya Lula hanya memiliki satu teman. Diki! Diki adalah pria lugu 20tahun bermata empat yang selalu ada disaat Lula meneteskan air matanya. Diki satu-satunya orang yang tahu betapa rapuhnya Lula saat semua orang menganggap Lula wanita perkasa.
Diki berkuliah di Universitas A, tempat dimana Lula kuliah tiga tahun lalu. Saat Lula masih aktif kuliah, tidak ada satupun yang berani menyentuh Diki barang sedikitpun. Tapi saat Lula wisudah lebih cepat satu tahun, kehidupan Diki berubah 180°. Ia sering mendapatkan buli-an dari teman-teman dikampusnya. Meski sakit hati namun Diki tak bisa berbuat apa-apa, ia tidak mungkin jika harus menarik Lula sebagai perisainya. Ia tulus berteman dengan Lula, tidak ada sedikitpun niatan untuk memanfaatkan kelebihan Lula meski wanita itu selalu menolongnya.
...........................Leonard Alison, pria sempurna dari segala sudut pandang kaum hawa dalam segi fisik. Mata hazel kombinasi dari Mama dan Papanya membuat aura pria 27 tahun itu terlihat semakin menghipnotis saat dipandang.Mama Leon asli Bandung, sedangkan Papa Leon adalah cucu dari seorang pria asli Turkey. Kombinasi yang sempurna. Leon anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adiknya berusia 21 dan 23 tahun. Mereka dikenal sebagai keluarga harmonis yang banyak menjadi contoh masyarakat setempat.
..........
Hari ini merupakan hari kelulusan bagi seorang wanita cantik bernama Lula Wilston. Hari bahagia yang dimana sebuah senyuman akan terbuka lebar, namun hal itu tidak berlaku pada Lula.
Sudah sejak SMP Lula tidak pernah menampakkan senyum manisnya. Semua itu hilang bersama dengan perginya figur orang tua disisinya.
Kesibukan orang tuanya dalam berbisnis dan hampir tidak pernah pulang kerumah membuat Lula kerap menjadi pribadi yang kuat, pemberani, tanpa ada rasa takut, dan cerdas.
Lula sendiri bingung dari mana ia bisa mendapatkan otak seencer ini, yang ia tahu bahwa Papanya bukanlah orang yang cerdas meski ia sering membantu pekerjaan Mamanya di perusahaan.
Sedangkan Mamanya? Ia bukan Mama kandungnya, tapi Lula sudah diasuh oleh Mamanya sedari dia bayi. Bukankah peran orang tua itu akan mempengaruhi otak anaknya meski mereka tidak sedarah? Atau Ibu kandung Lula adalah orang cerdas? Namun siapakah beliau? Papa Lula tidak pernah membahas sedikitpun tentang Ibu kandungnya.
Lamunan Lula akan Ibu kandungnya buyar saat seorang pria bernama Diki saputra menepuk bahunya sembari tersenyum aneh.
Diki adalah sahabat ... Oh no, Diki adalah salah satu dari dua orang terbaik yang dikenal Lula. Satunya adalah Inah, pembantu dirumahnya. Hanya mereka berdua yang selalu ada buat Lula, berhubung Ina adalah seorang wanita paruh baya yang selalu sibuk mengurus rumah dan anaknya dirumah Lula, itu membuat Lula tak sedekat itu dibanding Diki.
Diki hari ini terlihat sangat rapi, jas hitam melekat pada tubuh kurusnya, membuat pria itu terlihat seperti orang-orangan sawah yang sedang dipakaikan jas. Tak lupa kacamata tebal selalu terhias didepan mata pria itu.
"Mikirin apa, La?" tanya Diki.
Lula hanya menggelengkan kepalanya dengan wajah datarnya. Mereka lalu menduduki kursi bagian belakang yang masih kosong. Lula sengaja menamani Diki disana, ia tidak mau duduk diantara mahasiswa lainnya depan sana.
Saat nama Lula dipanggil kedepan untuk memberi sedikit ucapan atas kerberhasilannya yang telah menyelesaikan S1 management hanya dalam jangka waktu dua tahu.
"Terimakasih, ya terimakasih."
Semua orang terbengong-bengong dengan apa yang Lula ucapkan. Hanya kata terimakasih tanpa penjelasan lebih lanjut atau sekedar doa untuk kampus tampat ia mencari ilmu ini.
Lula berjalan santai menghampiri Diki. Sebenarnya dia ingin segera pulang, ia gerah dengan kebaya yang dilapisi rompi kelulusan yang melekar ditubuhnya ini. Sekali lagi, jika bukan Inah dan anaknya yang meminta Lula memakai ini, jelas ia tidak akan sudi.
"Sebentar lagi ya, La. Ini kan belum selesai, aku masih mau lihat temen-temen tuh." jelas Diki dengan gaya super aneh yang membuat Lula hanya memutar bola matanya jengah namun tak bisa menolak untuk tetap stay disana.
Setelah setengah jam lamanya ia berusaha bersabar diruangan ber AC namun terkesan panas itu, akhirnya ia menyerah. Lula berdiri lalu keluar dari gedung dan diikuti Diki dari belakang yang sedang berlari kecil.
"Kamu kenapa?" tanya Lula saat mereka telah berada didalam mobil menuju pulang dan tak sengaja Lula melihat raut wajah Diki seperti menahan kesedihan. Lula yang peka, right!
"Aku bakal kehilangan temen baik dikampus. Aku bakal makan sendirian dikantin. Aku bakal duduk sendirian membaca buku diperpus. Aku bakal pusing sendirian ngerjain tugas kampus."
Lula menarik salah satu sudut bibirnya. "Gak usah lebay deh, rumah kita kan gak jauh, Dik. Kamu bisa kapanpun kerumahku, aku pengangguran loh. Gak punya temen juga, aku bakal seneng banget kalo kamu main kerumah." ucap Lula hangat namun tak ada sedikitpun senyum diwajah wanita cantik itu dalam setiap kalimat yang ia ucapkan.
"Iya sih. Tapi kan beda, La. Kamu gak ada dikampus, aku sama siapa La disana?" Diki memberengutkan wajahnya.
"Apa Aku kuliah lagi aja?"
"Hah!" Diki terbengong mendengar perkataan Lula. Kuliah lagi?
Lula memang terkesan seperti tidak memiliki masa depan. Hidupnya selama ini hanya ia habiskan untuk belajar bersama Diki, menjaga Diki dari segala macam bulliying, dan bermain dengan komputer dan alat-alat aneh didalam ruang rahasia yang berada dalam kamar pribadinya.
Tidak ada fikiran sedikitpun untuk ia memikirkan suatu hubungan lebih dari persahabatannya dengan Diki.
Dia kaya, meski itu uang orang tuanya. Lula tak ambil pusing jika orang-orang bilang ia kaya karena harta orang tua. Memang itu benar adanya, dan dia harus memanfaatkan ini dengan baik bukan?
Hari ini adalah hari pertama Diki kuliah tanpa adanya seorang Lula disampingnya. Seperti apa yang ia katakan pada Lula kemarin, mulai hari ini ia akan melakukan segala aktifitasnya sendirian. Mulai dari memasuki kampus, mengerjakan tugas, membaca buku, makan dikantin, hingga pulang kerumah .Sepulang dari kampus, Diki tidak langsung pulang kerumahnya. Dengan menggunakan bis dia menuju rumah Lula. Jarak rumah mereka hanya sekitar seratus meter, tidak masalah jika dia harus pulang dengan berjalan kak8 nantinya.Setibanya dirumah Lula, Diki duduk diruang tamu, dan Inah memanggilkan majikannya itu. Sebenarnya Lula sudah pernah mengatakan pada orang yang ada dirumah agar Diki langsung saja masuk kedalam kamarnya jika pria lugu dan cupu itu datang berkunjung. Namun seorang Diki yang dididik baik oleh orang tuanya tak pernah mau begitu saja memasuki kamar wanita meski itu saudaranya, apalagi Lula bukan saudaranya.Berulang kali
"Kamu gak pernah cerita ke aku kalo selama aku gak ada, kamu sering diperlakukan seperti ini hah?""Kamu udah gak nganggep aku sahabat kamu lagi, Dik? Kamu bilang aku ini layaknya kakak kamu, tapi kamu gak pernah cerita apapun sama aku! Kamu mau aku laporin kejadian hari ini sama orang tua kamu!"Diki menggeleng kepalanya cepat, ia tidak mau jika orang tuanya sampai tahu kejadian hari ini, ia tidak mau orang tuanya sedih."Kalo kamu gak mau orang tua kamu tahu, mulai sekarang laporin siapapun yang berani membuli kamu ngerti!""Aku tulus temenan sama kamu, La. Aku gak mau manfaatin kamu. Aku gak papa kok." Diki berusaha meyakinkan Lula bahwa dirinya baik-baik saja.Lula menghembuskan nafasnya panjang. Dia sayang sama Diki, dia sungguh tidak rela melihat sahabatnya ini ditindas oleh orang-orang yang sok berkuasa dibalik harta or
Kasak kusuk terdengar ditelinga Lula dari beberapa orang dikantin karena kehadirannya disana."Gimana nih, gue kira Lula gak bakal dateng kesini lagi." seorang pria bertubuh tak terlalu kurus terlihat tengah gugup."Lo juga sih, udah dibilangin gak usah deketin si cupu masih aja. Cari masalah lo!""Gue gak ikut-ikut. Lo terima sendiri tuh kemarahan Lula nanti kalo dia ngamuk.""Iya, gue gak ikutan. Gue gak mau masuk rumah sakit, Lula serem banget kalo udah ngamuk."Seruan semua teman-temannya membuat rasa takut pria itu semakin menjadi, wajahnya berubah pucat seketika."Ya mana gue tau kalo pawang si cupu itu bakal dateng lagi kesini."Lula yang menangkap dengar pembicaraan benerapa orang disekitarnya tak menggubrisnya, ia ingin memastikan sendiri apa yang telah terjadi selama ia tak ada. Meski sebenarnya ia sudah menduga bahwa sesuatu ha
"Jangan kaget, Kak. Dia memang begitu, wanita cantik paling horor dikampus ... dulu hingga sekarang."Leon menaikkan salah satu alisnya, dulu hingga sekarang?"Dia itu mahasiswi Universitas A, satu tingkat sama aku, tapi dia udah lulus lebih dulu hampir satu tahun lalu.""Pinter dong," sahut Leon."Ya, denger-denger sih memang pinter banget. Banyak juga dosen yang muji otaknya." Jane meminum jus miliknya."Yang begitu cocok untuk dijadikan teman, siapa tahu pinternya nular kekamu, Jane." Jane terbatuk mendengar ucapan Leon, teman? Yang benar saja."Meski beruntung jika menjadi teman dekatnya uhukk, tapi gak ah, serem!" seru Jane disela batuknya.Serem?"Serem apanya?" tanya Leon penasaran."Ya serem aja. Kalo udah marah, seisi cafe ini bisa abis gak bersisa."Leon tampak berfi
Tiga minggu lagi Lula akan mulai berkuliah di Universitas A untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Lula sedikit gelisah meninggalkan Diki sendirian dikampus. Meski sudah memberi peringatan pada para mahasiswa disana, tapi tidak ada yang menjamin keamanan pria lugu nan cupu itu. Untuk saat ini hidup Lula hanya penuh dengan Diki.Tepat malam ini, orang tua Diki mendatangi rumahnya dalam keadaan menyedihkan. Mereka menangis sembari berteriak didepan pintu rumahnya. Betapa mengejutkan saat mengetahui bahwa Diki tidak pulang kerumah dalam dua hari ini. Bagaimana bisa? Diki tak punya teman selain dirinya."Mami sama Papi udah lapor polisi?" tanya Lula saat orang tua Diki sudah mulai tenang dan tidak menangis lagi.
Setelah diizinkan, Lula masuk dan duduk dikursi penumpang bersama seorang pria oriental yang sudah setengah mabuk. Pria itu menatap tubuh Lula yang hanya berbalut kain tipis pun kini tak bisa menahan diri. Baru saja ingin menyentuh kulit mulus Lula, pria itu sudah pingsan lebih dulu. Ternyata Lula menyuntikkan sebuah obat bius pada pria itu. Ya, Lula sudah menyiapkan sebuah suntikan sebelum ia menaiki mobil itu.Lula mendorong tubuh pria yang pingsan itu agar bersandar pada punggung kursi."Nona, apa kau mau ikut kami?" tanya pria disamping si pengemudi."Terimakasih, mungkin besok-besok saja," jawab Lula lembut seraya tersenyum manis.
LeonPukul 23:15 ia sudah bersiap untuk melajukan kendaraannya dari bar langganannya selama ia berada di Indonesia. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang biasa pulang menjelang pagi. Malam ini ia memutuskan untuk pulang kerumah lebih awal.Ditengah jalan samar-samar ia melihat seseorang berdiri dipinggir jalan yang gelap dan sepi. Ia tidak tahu itu pria atau wanita karena tubuhnya tertutup sempurna oleh sesuatu berwarna hitam. Suasana yang gelap juga tak dapat membuatnya melihat vebtuk tubuh dari orang itu. Namun saat ia melihat cahaya yang tidak terlalu besar tepat disanping orang utu, ia dapat melihat jelas bahwa orang itu adalah seorang wanita. Namu cahaya itu hanya bertahan dalam hitungan detik, membuatnya tak bisa melihat jelas siapa dan sedang apa wanita yang s
LeonPukul 23:15 ia sudah bersiap untuk melajukan kendaraannya dari bar langganannya selama ia berada di Indonesia. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang biasa pulang menjelang pagi. Malam ini ia memutuskan untuk pulang kerumah lebih awal.Ditengah jalan samar-samar ia melihat seseorang berdiri dipinggir jalan yang gelap dan sepi. Ia tidak tahu itu pria atau wanita karena tubuhnya tertutup sempurna oleh sesuatu berwarna hitam. Suasana yang gelap juga tak dapat membuatnya melihat vebtuk tubuh dari orang itu. Namun saat ia melihat cahaya yang tidak terlalu besar tepat disanping orang utu, ia dapat melihat jelas bahwa orang itu adalah seorang wanita. Namu cahaya itu hanya bertahan dalam hitungan detik, membuatnya tak bisa melihat jelas siapa dan sedang apa wanita yang s
Setelah diizinkan, Lula masuk dan duduk dikursi penumpang bersama seorang pria oriental yang sudah setengah mabuk. Pria itu menatap tubuh Lula yang hanya berbalut kain tipis pun kini tak bisa menahan diri. Baru saja ingin menyentuh kulit mulus Lula, pria itu sudah pingsan lebih dulu. Ternyata Lula menyuntikkan sebuah obat bius pada pria itu. Ya, Lula sudah menyiapkan sebuah suntikan sebelum ia menaiki mobil itu.Lula mendorong tubuh pria yang pingsan itu agar bersandar pada punggung kursi."Nona, apa kau mau ikut kami?" tanya pria disamping si pengemudi."Terimakasih, mungkin besok-besok saja," jawab Lula lembut seraya tersenyum manis.
Tiga minggu lagi Lula akan mulai berkuliah di Universitas A untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Lula sedikit gelisah meninggalkan Diki sendirian dikampus. Meski sudah memberi peringatan pada para mahasiswa disana, tapi tidak ada yang menjamin keamanan pria lugu nan cupu itu. Untuk saat ini hidup Lula hanya penuh dengan Diki.Tepat malam ini, orang tua Diki mendatangi rumahnya dalam keadaan menyedihkan. Mereka menangis sembari berteriak didepan pintu rumahnya. Betapa mengejutkan saat mengetahui bahwa Diki tidak pulang kerumah dalam dua hari ini. Bagaimana bisa? Diki tak punya teman selain dirinya."Mami sama Papi udah lapor polisi?" tanya Lula saat orang tua Diki sudah mulai tenang dan tidak menangis lagi.
"Jangan kaget, Kak. Dia memang begitu, wanita cantik paling horor dikampus ... dulu hingga sekarang."Leon menaikkan salah satu alisnya, dulu hingga sekarang?"Dia itu mahasiswi Universitas A, satu tingkat sama aku, tapi dia udah lulus lebih dulu hampir satu tahun lalu.""Pinter dong," sahut Leon."Ya, denger-denger sih memang pinter banget. Banyak juga dosen yang muji otaknya." Jane meminum jus miliknya."Yang begitu cocok untuk dijadikan teman, siapa tahu pinternya nular kekamu, Jane." Jane terbatuk mendengar ucapan Leon, teman? Yang benar saja."Meski beruntung jika menjadi teman dekatnya uhukk, tapi gak ah, serem!" seru Jane disela batuknya.Serem?"Serem apanya?" tanya Leon penasaran."Ya serem aja. Kalo udah marah, seisi cafe ini bisa abis gak bersisa."Leon tampak berfi
Kasak kusuk terdengar ditelinga Lula dari beberapa orang dikantin karena kehadirannya disana."Gimana nih, gue kira Lula gak bakal dateng kesini lagi." seorang pria bertubuh tak terlalu kurus terlihat tengah gugup."Lo juga sih, udah dibilangin gak usah deketin si cupu masih aja. Cari masalah lo!""Gue gak ikut-ikut. Lo terima sendiri tuh kemarahan Lula nanti kalo dia ngamuk.""Iya, gue gak ikutan. Gue gak mau masuk rumah sakit, Lula serem banget kalo udah ngamuk."Seruan semua teman-temannya membuat rasa takut pria itu semakin menjadi, wajahnya berubah pucat seketika."Ya mana gue tau kalo pawang si cupu itu bakal dateng lagi kesini."Lula yang menangkap dengar pembicaraan benerapa orang disekitarnya tak menggubrisnya, ia ingin memastikan sendiri apa yang telah terjadi selama ia tak ada. Meski sebenarnya ia sudah menduga bahwa sesuatu ha
"Kamu gak pernah cerita ke aku kalo selama aku gak ada, kamu sering diperlakukan seperti ini hah?""Kamu udah gak nganggep aku sahabat kamu lagi, Dik? Kamu bilang aku ini layaknya kakak kamu, tapi kamu gak pernah cerita apapun sama aku! Kamu mau aku laporin kejadian hari ini sama orang tua kamu!"Diki menggeleng kepalanya cepat, ia tidak mau jika orang tuanya sampai tahu kejadian hari ini, ia tidak mau orang tuanya sedih."Kalo kamu gak mau orang tua kamu tahu, mulai sekarang laporin siapapun yang berani membuli kamu ngerti!""Aku tulus temenan sama kamu, La. Aku gak mau manfaatin kamu. Aku gak papa kok." Diki berusaha meyakinkan Lula bahwa dirinya baik-baik saja.Lula menghembuskan nafasnya panjang. Dia sayang sama Diki, dia sungguh tidak rela melihat sahabatnya ini ditindas oleh orang-orang yang sok berkuasa dibalik harta or
Hari ini adalah hari pertama Diki kuliah tanpa adanya seorang Lula disampingnya. Seperti apa yang ia katakan pada Lula kemarin, mulai hari ini ia akan melakukan segala aktifitasnya sendirian. Mulai dari memasuki kampus, mengerjakan tugas, membaca buku, makan dikantin, hingga pulang kerumah .Sepulang dari kampus, Diki tidak langsung pulang kerumahnya. Dengan menggunakan bis dia menuju rumah Lula. Jarak rumah mereka hanya sekitar seratus meter, tidak masalah jika dia harus pulang dengan berjalan kak8 nantinya.Setibanya dirumah Lula, Diki duduk diruang tamu, dan Inah memanggilkan majikannya itu. Sebenarnya Lula sudah pernah mengatakan pada orang yang ada dirumah agar Diki langsung saja masuk kedalam kamarnya jika pria lugu dan cupu itu datang berkunjung. Namun seorang Diki yang dididik baik oleh orang tuanya tak pernah mau begitu saja memasuki kamar wanita meski itu saudaranya, apalagi Lula bukan saudaranya.Berulang kali
Lula Arumi wanita berparas cantik berusia 21tahun yang hidup bergelimang harta. Kedua orang tua Lula tak ada yang perduli akan hidup anak tunggalnya, mereka disibukkan akan urusan bisnis yang tak pernah habisnya. Bagi mereka, harta berlimpah yang mereka beri untuk anaknya sudah cukup untuk menggantikan peran orang tua.Lula yang sudah terbiasa hidup tanpa figur orang tua sedari masa SMP, kini tumbuh menjadi wanita kuat dan pemberani. Kecantika yang diturunkan dari Mamanya serta ketajaman dalam memandang yang diturunkan oleh Papanya membuat Lula kerap menjadi rebutan para pria dari semua kalangan.Kepopuleran yang ia miliki saat ini tak membuat seorang Lula berbangga hati. Kerasnya hidup tanpa figur keluarga membuat Lula kehilangan anugerah terindah dari Tuhan sebagai pelengkap kecantikannya. Senyuman! Tak sekalipun semenjak memasuki bangku SMP kelas dua orang-orang melihat seulas senyum diwajah Lula.Meski terlihat sangat cuek dan terkesan tak perdul