Rosene mencoba mengingat lagi seberapa penting Melanie sampai ia harus melakukan ini. Ia tahu apa yang ada dalam botol itu. Dalam sekali tenggak, dirinya akan langsung berpindah alam. Mungkin lebih baik begitu. Hidup ini terlalu rumit untuk dijalani seorang diri. Ia butuh pendamping. Tetapi, terlalu tabu untuk memikirkan soal itu sekarang. Rosene berpikir kalau dirinya mati, sudah pasti beban pikirannya juga ikut pergi. Kalau begitu, kenapa ia harus ragu. Ia raih botol itu, kemudian dibuka penutupnya. Ia akan membuktikan pada Aaron kalau dirinya tidak main-main. Aaron memandangnya. Botol dituang. Sudah dipastikan kalau sampai obat itu tertelan, Rosene akan mati seketika. Tetapi, sebelum itu terjadi. Niat Rosene langsung dihalangi oleh Aaron. Tangan Rosene dipukul, seketika botol terlepas dan jatuh ke lantai. Isinya pun tumpah. Kandungan di dalam obat itu langsung bereaksi dan membuat lantai berbahan marmer itu berubah menghitam. Itu menunjukkan betapa berbahayanya obat tersebut.
Apa Tuhan betul-betul membenci dirinya, sampai-sampai doanya tidak dikabulkan. Ini tidak adil. Ia hanya ingin tidur nyenyak hingga pagi menjelang. Tapi belum juga matanya tertutup, gangguan itu malah datang. Sialnya, gangguan itu datang dari Aaron. Dia datang di waktu yang tidak tepat. Lihatlah tatapan itu. Seekor singa yang mengunci mangsanya. Seperti itulah dia. Dan Rosene tahu apa maksud kedatangannya. Tanpa banyak bicara, Aaron naik ke atas tempat tidur, merangkak mendekati Rosene yang membeku melihat tingkahnya. Rosene yang setengah duduk seketika mendongak memandang wajah yang kini sudah berada di atasnya. Bibir itu tersenyum lalu mengucapkan dua patah kata yang menggelitik dada. "Aku menginginkanmu." Jujur, Rosene merinding mendengarnya. Naluri ingin sekali menolak. Namun, reaksi tubuhnya sebaliknya. Rosene benci dirinya yang seperti ini. Sentuhan yang selama ini ia tolak mentah-mentah, sekarang malah berbalik menginginkannya. "Tuan ...." "Sudah kukatakan berapa kali. Pa
Aaron kesal sendiri jadinya. Kenapa Dokter El melarang dirinya menyentuh Rosene. Yang bos di sini siapa? "Ayolah, kau punya banyak wanita 'kan?" Seolah tahu apa yang dipikirkan oleh Aaron. Dokter El langsung menyela. "Kau benar." Dari pada berdebat, lebih baik Aaron menjawab begitu. Tidak ada yang bermasalah di tubuh Rosene. Bagian yang tidak terluka parah, pulih lebih cepat dari sebelumnya. Saran Dokter El sungguh di luar dugaan, mana bisa ia tidak menyentuh Rosene kalau semalam saja ia dibuat ketagihan. Tetapi, ia juga masih punya perasaan. Terlebih, Rosene telah menempati sebagian dari hatinya. Ya, Aaron jatuh hati kepada Rosene saat pertama kali bertemu. Awalnya Aaron hanya menganggap ini hal yang biasa. Ia menyukai wanita cantik dan berakhir di atas ranjang berdua. Tetapi, rupanya Rosene berbeda. Dia menolak dirinya mentah-mentah. Awalnya ia berpikir siapa wanita itu sampai berani menolak pesona seorang Aaron Salvatore. Dan ketika mengetahui jati diri Rosene sebenarnya, Aar
Melanie terkesiap, mata yang tertutup itu seketika terbuka lebar. Ia tidak salah dengar? Tidak, Melanie sangat sadar. Nama siapa tadi yang Markus sebut. Siapa yang dicintai olehnya? Oh, Melanie sudah menduga. Pria itu tidak bisa melupakan Rosene. Jadi apa yang dia rasa selama ini ketika berhubungan dengan dirinya? "Tuan." Dada bidang itu didorong seketika. Markus tersentak dan langsung menghentikan aktivitas. "Ada apa, Melanie? Aku belum selesai." Markus memandang tajam Melanie. Selimut ditarik. Melanie hendak turun namun dihalangi oleh Markus. "Kau mau ke mana? Kembali ke tempatmu!" Nada bicaranya semakin tinggi. "Tuan tanya pada diri sendiri. Bukan aku yang Tuan inginkan!" Tangan itu dihempaskan begitu saja. Oke, Melanie tahu kalau Markus sudah lama menggilai Rosene. Tetapi, bolehkah ia kesal dengan sikap pria itu. Menyebut nama wanita lain saat tidur dengan dirinya. Itu sungguh keterlaluan. Apa sebelumnya juga begitu? Memikirkan Rosene ketika berhubungan dengan dirinya, kalau i
Sosok wanita cantik berpakaian minim berjalan mendekat. Berta menghela napas. Ini yang ia takutkan bila berjalan-jalan di sekitar tempat tinggal para wanita simpanan Aaron. Mereka pasti tidak akan membiarkan siapapun mengusik ketenangan mereka. Terlebih lagi Lucia. Rumor yang beredar bahwa Rosene seorang mata-mata musuh yang diampuni oleh Aaron telah sampai ke telinga mereka. Beberapa dari mereka menganggap hal itu wajar, karena mereka hapal kebiasaan Aaron menyukai wanita cantik. Namun, sebagian besar justru tidak terima karena Aaron telah melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri. Jelas saja mereka menuntut agar Rosene dihukum mati seperti mata-mata lainnya, termasuk Lucia.Wanita itu pernah menyampaikan rasa keberatannya pada Aaron. Namun, sialnya tak digubris sama sekali. Kali ini pun demikian. Rosene tidak ingin mempedulikan wanita itu dan hendak melanjutkan langkahnya. Tetapi, Lucia malah mengucapkan kata-kata yang mengganggu ketenangan Rosene. "Aku dengar kau mata-mata."
Rosene kaget. Matanya membulat. Gerakan Aaron sangat cepat sampai-sampai Rosene tidak bisa menghalangi apa yang dilakukan Aaron terhadap dirinya. "Kau .... mana boleh begitu. Itu sama dengan mencuri," kesal Rosene. Sebelah alis Aaron terangkat. "Mencuri?" Bagaimana dengan ini?" Tangan yang memegang tengkuk bergerak turun menyentuh bagian dada. Rosene melotot. "Hentikan. Ini masih siang." Rosene berdiri, ia sampai harus mendorong dada bidang itu agar terlepas jari jeratan tangan Aaron. Ia beralih ke sofa yang disampingnya. "Apa artinya kau akan memberikan saat malam nanti?" "Aku tidak bilang begitu." Rosene semakin kesal. Ada juga manusia seperti Aaron. Tidak pernah puas berhubungan sekali. Padahal semalam sudah. Tetapi, masih ingin lagi. Kalau terus dituruti, hasrat manusia tidak ada habisnya 'kan. "Sudahlah, bukan kau yang memberi keputusan. Tapi aku. Aku ingin nanti malam." Aaron menaikkan satu kaki pada kaki lainnya. "Ingat, tidak ada penolakan!" Aaron menegaskan. "Terserah
Rosene kembali ke kamar saking kesalnya. Ia paling benci pria yang tidak bisa menjaga perasaan pasangannya. Tapi tunggu, dirinya dan Aaron bukanlah pasangan. Lebih tepatnya bukan siapa-siapa. Hanya saja pernah menghabiskan waktu bersama. Itu pun dalam keadaan terpaksa. Rosene tidak punya pilihan saat itu. Ia prustasi. "Terimakasih karena sudah mengantar." "Sama-sama." "Sebaiknya, kau tak perlu bicara formal padamu. Aku sudah memperingatkanmu. Tapi kau keras kepala." "Itu karena Nona wanita Tuan." "Aku bukan siapa-siapanya. Jangan lagi membahas itu." "Baiklah, semoga mimpi indah." "Kau juga." Setelah memastikan pintu kamar Rosene tertutup. Barulah Berta kembali ke tempatnya bekerja. Tanpa sengaja ia melihat Aaron yang masih berada di halaman rumah, herannya dia malah berbalik arah. "Kenapa tidak jadi, Tuan?" Ben heran karena Aaron malah memutar balik arah. "Tidak usah saja. Aku tidak jadi menemui mereka." Setelah mengucapkan itu, Aaron meninggalkan Ben dan dua pengawal yang m
Memangnya siapa lagi yang berani datang malam-malam ke kamar wanita kalau bukan Aaron. Tunggu, apa yang dibawanya itu? Rosene langsung mundur."Selamat malam, Sayang." Aaron melangkah maju. "Berhenti, tetap di tempatmu." Rosene mengangkat lima jari ke depan. Aaron mengernyit. "Kenapa?" "Kau .... ha-hatchi!" Aaron sampai memejamkan mata karena kaget. Rosene bersin tepat mengarah padanya. Ia menggosok pangkal hidung. "Kau kenapa? Aku membawakan bunga mawar untukmu." Aaron mengulurkan buket bunga yang dibeli Ben secara mendadak. Untungnya, ada toko bunga yang buka malam-malam begini. Ini karena Jekco. Dia menyarankan agar Aaron memberi wanita itu bunga. Biasanya wanita akan luluh bila diberi bunga. Tetapi di luar dugaan. Tanpa Aaron ketahui. Rosene alergi bunga. Khususnya bunga mawar. "Kau sudah gila! Aku .... aku ... hatchi!" Aaron sampai kecipratan. Ia mengusap wajah yang sedikit basah, karena serangan mendadak. Ada apa dengan Rosene? Tiba-tiba bersin tanpa sebab. Apa dia flu.