Sudah beberapa jam berlalu dan tidak ada tanda-tanda Selena kembali ke rumah. Matt yang sedari tadi memang memiliki sebuah firasat buruk semakin gelisah. Ia tak berhenti mondar mandir di teras rumah menunggu kehadiran Selena.
Dengan tangan bersedekap dan terus menatap ke arah pintu gerbang ia bergumam sendiri, “Kenapa belum pulang juga. Sudah tiga jam.”
“Mungkin dia membutuhkan waktu lama karena baru saja berbaikan dengan Rain,” celetuk Bianca yang tiba-tiba saja muncul di belakang Matt. Ia meraih tangan lelaki itu dan menggenggamnya agar bisa menenangkan hati Matt. “Tenanglah,” bisiknya.
“Firasatku tidak bagus, Bia.” Matt membalas menggenggam tangan Bianca.
“Mau ke rumah Rain untuk memastikan?” ajak Bianca akhirnya. Ia sendiri tak akan tenang kalau Matt terus saja gelisah seperti ini.
Tanpa berpikir panjang, Matt mengangguk setuju. “Iya. Kita harus memastikan sendiri,” ujarnya
Di antara semua keluarga Selena, yang paling tidak tenang tentunya adalah Rain. Kekasihnya tidak tahu berada di mana. Bahkan Henry tak dapat melihat di mana Selena berada. Begitu juga dengan Erika yang tak tahu jelasnya dimana keberadaan Selena. Yang dia tahu hanya satu hal yaitu Selena sekarang bersama Arion.“Kemana Arion membawanya?” bisik Rain yang duduk di kursi. Dirinya dan Henry sudah ke rumah Arion untuk memeriksa apakah Selena ada di sana, akan tetapi tak ditemukannya. Bahkan mereka tak dapat mencium wangi zat milik Selena.“Dia membawa jauh Selena,” kata Henry menambahkan. “Apa kamu tidak bisa memastikan ada di mana mereka berdua?” desaknya pada Erika.Erika menarik napas dalam. Situasi seperti ini dia harus tenang, tidak boleh gegabah. Dirogohnya tas usang miliknya dan mengeluarkan satu bola kristal. “Aku akan memeriksa sekali lagi. Kumohon kalian lebih tenang sekarang,” pintanya lalu membawa bola terseb
Selena hanya bisa menatap nanar cahaya rembulan malam yang tampak begitu indah dari balik kaca jendela yang tebal. Kakinya sudah bisa digerakkan, seharusnya dia bisa saja melarikan diri sekarang juga. Akan tetapi kalimat Arion yang mengatakan bahwa siapa saja yang akan menjadi pasangannya pasti akan berakhir tragis.Tidak memiliki jalan lain lagi, Selena hanya bisa pasrah ketika harapannya tak seindah bulan sabit malam ini. Ia bersedekap, memeluk tubuhnya dengan kedua tangan yang melingkar. Dalam hatinya terus menerus memanggil nama Rain, kekasih tercintanya."Aku sekarang terjebak. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Bertemu dengan Rain saja tak akan mungkin rasanya. Percuma kalau mereka ingin menyelamatkanku. Aku tak akan bisa menjadi pasangan Rain untuk selamanya," lirih Selena, seperti dia sedang berbicara pada angin malam di luar sana.*Sementara itu di tengah hutan, kota sebelah Breavork. Setelah me
"Arion tidak pernah menghargai hidup manusia. Dia membunuh tanpa memandang siapa orang itu. Ketika dia haus, maka dia akan berburu. Tak pernah merasa kasihan pada tangisan orang-orang yang akan dia habiskan darahnya. Sekejam itu," jelas John ketika berjalan menuju rumah bersama Rain dan Erika.Mereka sudah berburu dan mendapatkan seekor beruang hitam besar yang cukup untuk dibagi berdua."Ya, tentu saja. Aku juga telah mengenalnya sangat lama. Dia begitu menikmati ketika menyakiti orang lain," imbuh Erika membenarkan."Bagaimana dengan nasib Selena? Apakah dia akan terjadi hal buruk padanya nanti?" tanya Rain yang masih sangat gelisah."Aku rasa dia tak akan berani menyakiti Selena karena … dia benar-benar mencintai Elle," simpul John sambil menoleh pada Rain yang sedih.Rain tak dapat berkata apa-apa lagi. Dia sudah menemui jalan buntu rasanya. Untuk menemukan Selena saja
Sang fajar akhirnya menampakkan dirinya. Semburat cahaya indah menerpa bagian rumah besar Walter. Cahaya-cahaya itu masuk melalui lubang ventilasi dan jendela yang tak ditutup tirainya. Ingin rasanya detik ini Rain menangis karena sudah tak ada kesempatan untuk menolong kekasihnya. Akan tetapi dia sabar tentang statusnya yang bukan manusia lagi. Akhirnya ia hanya bisa beberapa kali mengusap kasar wajah sambil duduk di ruang tamu bersama Matt dan Bianca. Sementara John dan Erika ada di ruang kerja, mereka tampak serius mendiskusikan satu hal penting. "Apa Henry belum pulang juga?" tanya Bianca pada Matt dan Rain. Matt mengedikkan bahu. "Kupikir dia ada di rumah pacarnya." "Yang benar saja, Matt. Mana mungkin dia di rumah manusia itu!" kesal Bianca lalu bangkit dari du
Selena mengintip kembali keluar jendela. Ia memerhatikan bagian bawah sana. Memang sekarang dia berada di tempat yang tinggi, mungkin di lantai tiga menurut perkiraannya. Akan tetapi dia tidak menyangka kalau ternyata selama ini disekap di sebuah gereja tua yang bahkan pekarangannya saja tidak terawatt sama sekali.Apa ini gereja khusus untuk pernikahan para vampir? Tanya Selena dalam hatinya. Ia lalu membalikkan badan dan melihat Henry yang duduk termenung di atas tempat tidur. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu.“Henry,” panggil Selena sembari berjalan mendekati adiknya.“Kenapa kita tidak kabur sekarang saja, Elle?” tanya Henry tidak mengerti.Sekali lagi Selena memberikan senyum pahit. Terus terang saja dari lubuk hati terdalamnya sangat ingin kembali ke rumah, bertemu dengan Rain lalu memeluk lelaki itu hingga dalam waktu yang sangat lama. Akan tetapi itu sama sekali tidak mungkin.“Aku tidak memiliki j
Tidak ada pilihan lagi bagi Selena sekarang. Hanya dalam hitungan detik, pintu gereja akan terbuka. Di sisinya ada Henry yang berdiri dengan tegap, memakai setelan jas yang sangat rapi. Raut wajahnya sedih dan tidak ada senyuman ceria seperti biasa. Bukan hanya Henry, Selena pun merasakan hal yang sama.Pintu di depannya masih tertutup rapat. Sayup-sayup Selena bisa mendengar suara kidung nyanyian dari paduan suara di dalam sana. Ia memejamkan mata sebentar dan berharap ini hanya mimpi. Ini tidak nyata. Semua hanya mimpi buruk dari ketakutannya selama ini. Akan tetapi, setelah matanya terbuka, ia tetap melihat hal yang sama di hadapannya. Yaitu, sebuah pintu kembar yang besar dan tinggi masih tertutup rapat.“Elle … masih ada waktu untuk berubah pikiran,” bisik Henry pada mempelai perempuan yang sedang menggandeng lengannya bersama sebuket bunga mawar hitam.“Kumohon jangan mengatakan hal itu lagi, Henry. Itu tidak mungkin untukku membat
Tidak ada yang bisa bergerak sekarang, baik Rain maupun yang lainnya. Mereka membeku ketika melihat Arion yang melangkah tenang menuju keluar gereja. Tidak ada yang tahu apakah upacara pernikahan sudah terjadi atau belum. Yang jelas dari ekspresi tenang Arion menunjukkan bahwa semuanya berjalan baik-baik saja.Rain mengepalkan tangannya ketika melihat Selena yang tak berdaya di belakang lelaki itu. Ingin sekali ia menyerang Arion secara membabi buta, akan tetapi kakinya masih saja terasa berat untuk melangkah. Bahkan bergerak saja dia tak bisa.“Selena,” lirih Rain dengan suara berbisik.Seperti mendengar panggilan dari Rain. Selena mengangkat wajahnya dan menatap nanar sang kekasih hati. Ia menggigit bibir bawah dengan kening mengernyit dan meringis. Bibirnya berucap satu kata nama Rain meski tak keluar suara apapun.“Apa tujuan kalian kesini ingin membawa mempelai perempuanku?” tanya Arion dengan tenang.“Serahkan Se
“Apa yang kau katakan?” tanya Rain yang mulai gelisah dengan kalimat bocoran dari Erika.Erika mendekati Rain. Menarik mundur lelaki itu agar menjauh dari Arion lalu ia sendiri menunduk untuk melihat wajah lelaki yang sekarang tersungkur ke tanah. “Arion … kau masih hidup?” tanya Erika dengan suara pelan.“Apa maksudmu, Erika?!” tuntut Rain yang ingin penjelasan lebih banyak. Ia belum bisa mencerna sepenuhnya maksud dari penyihir itu.Erika mengabaikan pertanyaan Rain hingga lelaki itu mengumpat kata fuck di belakangnya. Ia terus fokus pada Arion tanpa menyentuh lelaki itu. Ia hanya mengawasi mata Arion yang terpejam dengan lebam di mana-mana.“Arion,” panggilnya lagi dengan lirih.Arion membuka mata perlahan. Dia langsung melihat Erika yang begitu mencemaskannya. Namun, bukannya merasa terharu karena penyihir itu masih peduli, Arion malah bersikap menyebalkan. Ia berdecak sebal sambil berkata,