Sang fajar akhirnya menampakkan dirinya. Semburat cahaya indah menerpa bagian rumah besar Walter. Cahaya-cahaya itu masuk melalui lubang ventilasi dan jendela yang tak ditutup tirainya.
Ingin rasanya detik ini Rain menangis karena sudah tak ada kesempatan untuk menolong kekasihnya. Akan tetapi dia sabar tentang statusnya yang bukan manusia lagi. Akhirnya ia hanya bisa beberapa kali mengusap kasar wajah sambil duduk di ruang tamu bersama Matt dan Bianca. Sementara John dan Erika ada di ruang kerja, mereka tampak serius mendiskusikan satu hal penting.
"Apa Henry belum pulang juga?" tanya Bianca pada Matt dan Rain.
Matt mengedikkan bahu. "Kupikir dia ada di rumah pacarnya."
"Yang benar saja, Matt. Mana mungkin dia di rumah manusia itu!" kesal Bianca lalu bangkit dari du
Selena mengintip kembali keluar jendela. Ia memerhatikan bagian bawah sana. Memang sekarang dia berada di tempat yang tinggi, mungkin di lantai tiga menurut perkiraannya. Akan tetapi dia tidak menyangka kalau ternyata selama ini disekap di sebuah gereja tua yang bahkan pekarangannya saja tidak terawatt sama sekali.Apa ini gereja khusus untuk pernikahan para vampir? Tanya Selena dalam hatinya. Ia lalu membalikkan badan dan melihat Henry yang duduk termenung di atas tempat tidur. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu.“Henry,” panggil Selena sembari berjalan mendekati adiknya.“Kenapa kita tidak kabur sekarang saja, Elle?” tanya Henry tidak mengerti.Sekali lagi Selena memberikan senyum pahit. Terus terang saja dari lubuk hati terdalamnya sangat ingin kembali ke rumah, bertemu dengan Rain lalu memeluk lelaki itu hingga dalam waktu yang sangat lama. Akan tetapi itu sama sekali tidak mungkin.“Aku tidak memiliki j
Tidak ada pilihan lagi bagi Selena sekarang. Hanya dalam hitungan detik, pintu gereja akan terbuka. Di sisinya ada Henry yang berdiri dengan tegap, memakai setelan jas yang sangat rapi. Raut wajahnya sedih dan tidak ada senyuman ceria seperti biasa. Bukan hanya Henry, Selena pun merasakan hal yang sama.Pintu di depannya masih tertutup rapat. Sayup-sayup Selena bisa mendengar suara kidung nyanyian dari paduan suara di dalam sana. Ia memejamkan mata sebentar dan berharap ini hanya mimpi. Ini tidak nyata. Semua hanya mimpi buruk dari ketakutannya selama ini. Akan tetapi, setelah matanya terbuka, ia tetap melihat hal yang sama di hadapannya. Yaitu, sebuah pintu kembar yang besar dan tinggi masih tertutup rapat.“Elle … masih ada waktu untuk berubah pikiran,” bisik Henry pada mempelai perempuan yang sedang menggandeng lengannya bersama sebuket bunga mawar hitam.“Kumohon jangan mengatakan hal itu lagi, Henry. Itu tidak mungkin untukku membat
Tidak ada yang bisa bergerak sekarang, baik Rain maupun yang lainnya. Mereka membeku ketika melihat Arion yang melangkah tenang menuju keluar gereja. Tidak ada yang tahu apakah upacara pernikahan sudah terjadi atau belum. Yang jelas dari ekspresi tenang Arion menunjukkan bahwa semuanya berjalan baik-baik saja.Rain mengepalkan tangannya ketika melihat Selena yang tak berdaya di belakang lelaki itu. Ingin sekali ia menyerang Arion secara membabi buta, akan tetapi kakinya masih saja terasa berat untuk melangkah. Bahkan bergerak saja dia tak bisa.“Selena,” lirih Rain dengan suara berbisik.Seperti mendengar panggilan dari Rain. Selena mengangkat wajahnya dan menatap nanar sang kekasih hati. Ia menggigit bibir bawah dengan kening mengernyit dan meringis. Bibirnya berucap satu kata nama Rain meski tak keluar suara apapun.“Apa tujuan kalian kesini ingin membawa mempelai perempuanku?” tanya Arion dengan tenang.“Serahkan Se
“Apa yang kau katakan?” tanya Rain yang mulai gelisah dengan kalimat bocoran dari Erika.Erika mendekati Rain. Menarik mundur lelaki itu agar menjauh dari Arion lalu ia sendiri menunduk untuk melihat wajah lelaki yang sekarang tersungkur ke tanah. “Arion … kau masih hidup?” tanya Erika dengan suara pelan.“Apa maksudmu, Erika?!” tuntut Rain yang ingin penjelasan lebih banyak. Ia belum bisa mencerna sepenuhnya maksud dari penyihir itu.Erika mengabaikan pertanyaan Rain hingga lelaki itu mengumpat kata fuck di belakangnya. Ia terus fokus pada Arion tanpa menyentuh lelaki itu. Ia hanya mengawasi mata Arion yang terpejam dengan lebam di mana-mana.“Arion,” panggilnya lagi dengan lirih.Arion membuka mata perlahan. Dia langsung melihat Erika yang begitu mencemaskannya. Namun, bukannya merasa terharu karena penyihir itu masih peduli, Arion malah bersikap menyebalkan. Ia berdecak sebal sambil berkata,
Semuanya menatap Erika dengan raut wajah tak percaya. Apa yang dikatakan Erika bisa mereka simpulkan bahwa sekarang penyihir itu bersiap mengorbankan dirinya sendiri.John tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dirinya dan Arion langsung mendekati Erika dan membujuk gadis muda itu agar tidak melakukan hal bodoh seperti itu.“Erika, jangan lakukan itu!” kata John dengan wajah cemas. Dia menurunkan nada suaranya agar Erika bisa merasa aman sekarang. “Kita bisa bicarakan hal ini baik-baik.”Erika menatap John dengan mata berkaca-kaca. Ia menggelengkan kepalanya. “Aku yang membuat masalah ini, maka harus aku yang menyelesaikan semuanya.”“Erika!” seru Arion yang begitu ketakutan. Sorot mata yang sebelumnya begitu angkuh sekarang penuh dengan perasaan takut dan cemas. Melihat ujung belati sudah siap menancap jantung penyihir itu, Arion mengambil ancang-ancang untuk mengambil alih pisau tersebut.“Apa
Dalam gereja, semuanya duduk dengan tenang dan tanpa suara. Mereka bukan sedang melangsungkan pernikahan melainkan ingin membicarakan hal yang sangat serius.Di depan dekat altar yang seharusnya akan dijadikan tempat Arion dan Selena mengikrarkan janji suci, sekarang sudah duduk tiga orang dengan tiga belati di hadapan mereka. Arion, Selena dan Erika. Mereka memiliki satu belati yang diletakkan di atas meja.Sementara itu ada John yang bersilang tangan di dada menghadap mereka bertiga dengan ekspresi serius. Ia tak ingin bersikap lebih lembut sekarang. Tidak mungkin ada yang mendengarnya membujuk dengan kalimat lembut.“Apa maksudmu melakukan ini?” ketus Arion menatap John yang keningnya terus mengernyit dalam.“Kalian bertiga sudah memiliki pisau di depan kalian. Kalau kalian memang sangat ingin bunuh diri, silakan! Aku akan berusaha mengerti dan tak peduli pada keputusan bodoh itu!” kata John.Arion berdecih lalu tertawa s
Beberapa hari kemudian. Semua berjalan seperti biasa. Selena sudah tidak memiliki kutukan yang mengikatnya lagi. Ia bisa hidup dengan tenang bersama kekasih dan saudara-saudaranya. Sementara Arion tetap menjadi guru di SMA Valley dengan alasan dia akan mengambil hati Selena secara natural tanpa ada sihir atau apapun namanya.Semua kembali normal bagi Selena, namun tidak bagi Henry. Ia masih kehilangan Syilea yang melupakan kenangan tentang dirinya. Meski Arion sudah melenyapkan semua kemampuan sihirnya, tetap saja ingatan Syilea tidak kembali lagi.“Ini sangat aneh!” gerutu Henry ketika dia duduk dalam ruang guru saat jam pelajaran berakhir dan seluruh murid pulang ke rumah masing-masing.Henry menemui Arion yang begitu normal seperti manusia. Ia menjadi guru yang sangat baik. Sekarang saja dia sedang sibuk menilai tes para muridnya dan bersedia lembur di sekolah.“Apa? Tentang pacarmu?” tanya Arion dengan tenang dan terus mencoret
Selena dan Rain memutuskan untuk pergi ke pusat kota sekarang. Sesuai dengan keinginan mereka yang akan merenovasi rumah Rain agar layak huni, maka mereka harus membeli beberapa bahan dan perlengkapan rumah tangga di sebuah toko. Sambil mengendarai mobil terbaru milik Rain, lelaki itu mengemudi dengan kecepatan sedang.“Bagaimana kalau kita menambah beberapa lampu hias untuk di teras rumah?” usul Selena sambil memegang pulpen dan buku catatan kecil di tangannya.Di sampingnya, Rain memegang setir mobil dan menatap lurus ke depan sambil menganggukkan kepala tanda setuju. “Boleh. Seperti sedang natal, benar ‘kan?”Selena mengekeh dan menjawab, “Sebenarnya itu adalah suatu tanda dari pemilik rumah bahwa dia tipikal orang yang ramah dan hangat.”“Memangnya seperti itu?” tanya Rain ragu.Selena mengangguk mantap. “Dulu … beratus-ratus tahun yang lalu, orang-orang akan memasang pelita di