Erika menatap lekat dengan tajam dan menyalang ke arah Arion yang berdiri dengan sikap santai di hadapannya. Mereka sekarang berada di halaman rumah Rain, hanya berdua karena Rain ada di dalam.
“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Erika dingin.
“Kamu tidak merindukanku?” Arion menanyakan hal itu lagi pada Erika. Sama seperti sebelumnya.
Dan Erika jelas membalas itu dengan dengkusan kasar dan tangan berlipat di dada. “Merindukan lelaki yang sudah meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal lalu aku mendapat kabar bahwa dia akan menikahi gadis remaja. Apa aku patut merindukannya?”
Arion mengekeh pelan dia lalu menyentuh rambut Erika sambil tersenyum tanpa beban. “Ternyata kamu sedang cemburu?”
“Shut up!” seru Erika seraya menepis tangan Arion dengan kasar. “Kau bahkan sudah menyalahgunakan mantraku!”
“Hahahaha!” Arion tertawa terbahak sendirian. Me
“Kamu siapa?” tanya Henry yang tidak kenal dengan Erika. Dia bahkan belum tahu sama sekali apa rencana John dan Selena yang akan mencari penyihir guna mematahkan kutukan yang dilontarkan oleh Arion.“Kamu ….” John menggantungkan kalimatnya. Ia langsung mengerti siapa tamunya sekarang.“Ayah, siapa dia?” tanya Henry pada ayahnya.Namun, John meminta Henry untuk diam dengan memberikan aba-aba lewat tangannya. Henry dengan patuh langsung menutup mulutnya.John melangkahkan kaki dengan pelan untuk mendekati Erika yang bergeming di tempatnya berdiri. Di waktu bersamaan, Selena tiba-tiba saja muncul dan berdiri tepat di hadapan Erika hingga memunggungi ayahnya dan Henry.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Selena dengan tatapan tidak bersahabat. Begitu tajam, menghujam Erika yang tampak tenang.“Elle, kamu mengenalnya?” tanya John pada Selena.“Dia ….” S
Semua keluarga Walter duduk di ruang kerja John bersama dengan Erika. Penyihir cantik itu berdiri di depan mereka semua dengan ekspresi serius. Ia harus menjelaskan apa saja yang akan dilakukan oleh Selena dan salah satu yang harus menguasai tekhnik sihir ini.“Aku tidak bisa,” tolak Bianca ketika dirinya ditunjuk oleh John untuk menguasai sihir yang bisa mematahkan kutukan dari Arion.“Ada apa?” tanya Selena bingung karena Erika menolak.“Kalian tahu sendiri bagaimana aku yang masih labil ini,” ujar Bianca lagi. “Bagaimana kalau suatu saat aku akan menyalahgunakan sihirnya? Lagipula … cukup menjadi vampir untukku, tak usah merangkap jadi penyihir,” singgungnya sambil melirik Erika.Erika tampak tidak tersinggung sama sekali. Ia lantas memberikan seulas senyum dan mengangguk paham.“Baiklah … tidak masalah kalau Bianca tidak menginginkan ini,” kata Erika dengan bijaksana. &ld
Sudah beberapa jam berlalu dan tidak ada tanda-tanda Selena kembali ke rumah. Matt yang sedari tadi memang memiliki sebuah firasat buruk semakin gelisah. Ia tak berhenti mondar mandir di teras rumah menunggu kehadiran Selena.Dengan tangan bersedekap dan terus menatap ke arah pintu gerbang ia bergumam sendiri, “Kenapa belum pulang juga. Sudah tiga jam.”“Mungkin dia membutuhkan waktu lama karena baru saja berbaikan dengan Rain,” celetuk Bianca yang tiba-tiba saja muncul di belakang Matt. Ia meraih tangan lelaki itu dan menggenggamnya agar bisa menenangkan hati Matt. “Tenanglah,” bisiknya.“Firasatku tidak bagus, Bia.” Matt membalas menggenggam tangan Bianca.“Mau ke rumah Rain untuk memastikan?” ajak Bianca akhirnya. Ia sendiri tak akan tenang kalau Matt terus saja gelisah seperti ini.Tanpa berpikir panjang, Matt mengangguk setuju. “Iya. Kita harus memastikan sendiri,” ujarnya
Di antara semua keluarga Selena, yang paling tidak tenang tentunya adalah Rain. Kekasihnya tidak tahu berada di mana. Bahkan Henry tak dapat melihat di mana Selena berada. Begitu juga dengan Erika yang tak tahu jelasnya dimana keberadaan Selena. Yang dia tahu hanya satu hal yaitu Selena sekarang bersama Arion.“Kemana Arion membawanya?” bisik Rain yang duduk di kursi. Dirinya dan Henry sudah ke rumah Arion untuk memeriksa apakah Selena ada di sana, akan tetapi tak ditemukannya. Bahkan mereka tak dapat mencium wangi zat milik Selena.“Dia membawa jauh Selena,” kata Henry menambahkan. “Apa kamu tidak bisa memastikan ada di mana mereka berdua?” desaknya pada Erika.Erika menarik napas dalam. Situasi seperti ini dia harus tenang, tidak boleh gegabah. Dirogohnya tas usang miliknya dan mengeluarkan satu bola kristal. “Aku akan memeriksa sekali lagi. Kumohon kalian lebih tenang sekarang,” pintanya lalu membawa bola terseb
Selena hanya bisa menatap nanar cahaya rembulan malam yang tampak begitu indah dari balik kaca jendela yang tebal. Kakinya sudah bisa digerakkan, seharusnya dia bisa saja melarikan diri sekarang juga. Akan tetapi kalimat Arion yang mengatakan bahwa siapa saja yang akan menjadi pasangannya pasti akan berakhir tragis.Tidak memiliki jalan lain lagi, Selena hanya bisa pasrah ketika harapannya tak seindah bulan sabit malam ini. Ia bersedekap, memeluk tubuhnya dengan kedua tangan yang melingkar. Dalam hatinya terus menerus memanggil nama Rain, kekasih tercintanya."Aku sekarang terjebak. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Bertemu dengan Rain saja tak akan mungkin rasanya. Percuma kalau mereka ingin menyelamatkanku. Aku tak akan bisa menjadi pasangan Rain untuk selamanya," lirih Selena, seperti dia sedang berbicara pada angin malam di luar sana.*Sementara itu di tengah hutan, kota sebelah Breavork. Setelah me
"Arion tidak pernah menghargai hidup manusia. Dia membunuh tanpa memandang siapa orang itu. Ketika dia haus, maka dia akan berburu. Tak pernah merasa kasihan pada tangisan orang-orang yang akan dia habiskan darahnya. Sekejam itu," jelas John ketika berjalan menuju rumah bersama Rain dan Erika.Mereka sudah berburu dan mendapatkan seekor beruang hitam besar yang cukup untuk dibagi berdua."Ya, tentu saja. Aku juga telah mengenalnya sangat lama. Dia begitu menikmati ketika menyakiti orang lain," imbuh Erika membenarkan."Bagaimana dengan nasib Selena? Apakah dia akan terjadi hal buruk padanya nanti?" tanya Rain yang masih sangat gelisah."Aku rasa dia tak akan berani menyakiti Selena karena … dia benar-benar mencintai Elle," simpul John sambil menoleh pada Rain yang sedih.Rain tak dapat berkata apa-apa lagi. Dia sudah menemui jalan buntu rasanya. Untuk menemukan Selena saja
Sang fajar akhirnya menampakkan dirinya. Semburat cahaya indah menerpa bagian rumah besar Walter. Cahaya-cahaya itu masuk melalui lubang ventilasi dan jendela yang tak ditutup tirainya. Ingin rasanya detik ini Rain menangis karena sudah tak ada kesempatan untuk menolong kekasihnya. Akan tetapi dia sabar tentang statusnya yang bukan manusia lagi. Akhirnya ia hanya bisa beberapa kali mengusap kasar wajah sambil duduk di ruang tamu bersama Matt dan Bianca. Sementara John dan Erika ada di ruang kerja, mereka tampak serius mendiskusikan satu hal penting. "Apa Henry belum pulang juga?" tanya Bianca pada Matt dan Rain. Matt mengedikkan bahu. "Kupikir dia ada di rumah pacarnya." "Yang benar saja, Matt. Mana mungkin dia di rumah manusia itu!" kesal Bianca lalu bangkit dari du
Selena mengintip kembali keluar jendela. Ia memerhatikan bagian bawah sana. Memang sekarang dia berada di tempat yang tinggi, mungkin di lantai tiga menurut perkiraannya. Akan tetapi dia tidak menyangka kalau ternyata selama ini disekap di sebuah gereja tua yang bahkan pekarangannya saja tidak terawatt sama sekali.Apa ini gereja khusus untuk pernikahan para vampir? Tanya Selena dalam hatinya. Ia lalu membalikkan badan dan melihat Henry yang duduk termenung di atas tempat tidur. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu.“Henry,” panggil Selena sembari berjalan mendekati adiknya.“Kenapa kita tidak kabur sekarang saja, Elle?” tanya Henry tidak mengerti.Sekali lagi Selena memberikan senyum pahit. Terus terang saja dari lubuk hati terdalamnya sangat ingin kembali ke rumah, bertemu dengan Rain lalu memeluk lelaki itu hingga dalam waktu yang sangat lama. Akan tetapi itu sama sekali tidak mungkin.“Aku tidak memiliki j