"Orang baik, belum tentu nasibnya akan selalu baik."
***
Selena tercekat, dia tak bersuara dan tetap menatap wajah perempuan di depannya yang baru saja selesai bercerita. Perihal tentang dirinya dan Rain yang akan sulit bersatu.
"Selena …," panggil Danna penuh perhatian.
"Aku tidak apa-apa," kata Selena meyakinkan. Ia menggerakkan badannya dan membalikkan badan agar tidak menghadap Danna lagi.
"Elle … apa yang kau pikirkan sekarang?" tanya John sedikit cemas.
Selena mengedikkan bahu dan menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu apa yang ada dalam pikiranku sekarang. Aku terkejut," jujurnya.
"Aku sudah berjanji akan melindungimu dan mengawasimu. Maka dari itu, biarkan aku menepati janjiku itu."***Selena berlari secepat mungkin yang dia bisa. Melewati pepohonan yang berlumut pada bagian batangnya dan batu-batu besar. Tanpa alas kaki, dia menginjak ranting dan kerikil kecil di bawah guyuran hujan. Rambutnya menjadi basah hingga beberapa kali dia harus menyibak dari wajahnya agar matanya tetap terfokus pada apa yang ada di depannya. Tak ingin dia menabrak sesuatu meski matanya setajam elang.“Kejar dia!” teriak orang-orang di belakang Selena. Tangan mereka masing-masing membawa obor.Mata Selena membelalak saat menoleh ke belakang tanpa menghentikan laju langkah kakinya. Ketakutannya begitu besar ketika melihat api di obor tersebut.Teruslah berlari, Selena … jangan berpaling ke belakang! Buat mereka terus mengejarmu!Selena terus membatin dan tidak sabar ingin mencapai tujuannya.
"Keinginan untuk hidup bersamamu jauh lebih besar dari apapun juga."***Seperti mengalami mimpi terburuk sepanjang sejarah hidup mereka. Empat lelaki yang memakai baju seragam berwarna hitam dilapisi jas yang warnanya senada itu tampak membelalak kaget saat melihat taring tajam dan mengkilap di antara bibir mungil Selena."Si–siapa kamu?" tanya asisten boss dengan suara bergetar dan menjulurkan pisaunya seolah mengancam Selena agar jangan mendekat."Kalian sudah salah memilih target," desis Selena.Mata gadis itu masih menyala merah."A–apa kamu seorang vampire?" tanya salah satu dari mereka.Selena berpalin
"Ciuman yang selama ini hanya bisa kubayangkan dan kusangka menjadi angan-angan. Akhirnya terwujud juga."***Matt seolah mati pikir untuk hal yang lain. Dalam kepalanya terus menampilkan wajah Selena yang dingin, tersenyum dan tertawa. Namun, saat dia membayangkan wajah Selena yang kesakitan membuat tangannya gemetar ketakutan.Selena lebih berharga dari apapun yang ada di dunia ini bagi Matt. Takkan dia membiarkan gadis itu merasa sedih apalagi kesakitan. Sumpahnya saat menjadikan Selena makhluk abadi adalah menjaganya sampai kapan pun dengan segenap jiwa raganya."Elle … bertahanlah! Aku akan datang!" kata Matt tanpa melihat kiri dan kanan saat melompat dari satu dahan pohon ke pohon lainnya. Dia juga berlari secepat yang dia bisa agar tidak m
"Mimpiku selalu tentangmu ... meski aku tak memikirkanmu, tetap saja alam bawah sadarku membuatku selalu mengenangmu."***Di sebuah rumah sederhana yang memiliki pekarangan indah karena ditumbuhi beraneka ragam bunga-bunga. Selena kecil sedang berdiri di atas tumpukan kayu yang dikumpulkan oleh ayahnya. Di tangannya memegang sebuah biola beserta busur, dia siap memberikan persembahan permainannya sore itu."Ayah, seharusnya Elle kita cukup berdiri di bawah saja. Jangan di atas seperti itu. Bagaimana kalau dia jatuh?" protes wanita cantik berambut coklat bergelombang seraya membawa dua gelas teh dan biskuit.Sang ayah hanya tersenyum dan mengambil segelas teh di atas nampan yang dipegang istrinya. "Tenang saja, Bu … dia takkan jatuh ke tanah kare
"Apabila aku tak dapat memilikimu seutuhnya, maka biarkan kau tetap berada di jagad khayalku agar kubisa memelukmu dengan erat di sana." *** Matt mendorong seorang gadis ke dinding lalu memerangkapnya dengan dua tangan, sehingga tak ada jalan keluar untuk gadis tersebut. Bukannya ketakutan, gadis itu hanya menggigit bibir bawahnya dan tersenyum menggoda. Lantas, Matt langsung diserang gadis yang begitu agresif itu di bagian bibir. Mereka berkenalan baru dua jam yang lalu di depan sebuah toko barang antik. Matt yang baru saja berburu darah hewan di hutan merasa belum cukup terpuaskan dahaganya kecuali langsung menghisap zat feromon gadis muda. Berciuman dengan Selena membuat Matt kehausan luar biasa. Bukan Matt yang menghisap energi Selena, melainkan sebaliknya. Demi keselamatan gadis itu, Matt rela menghabiskan energinya untuk Selena. “Hahh ….” Gadis itu menjambak rambut Matt dengan gemas saat bagian dadanya sudah disentuh uj
“Ini tentang cinta pertama. Dia yang membantuku untuk tetap hidup hingga sekarang.”***Bianca berjalan sembari memegang keranjang penuh dengan buah-buahan. Sudut bibirnya tak berhenti mengembang karena berhasil mendapatkan buah-buah segar yang berjatuhan di kebun kakeknya. Hujan deras tadi malam sudah membuat apel-apel merah tersebut jatuh sebelum dipetik. Meski begitu, apel tersebut tetap manis karena Bianca sudah mencobanya.“Akhirnya kakek bisa makan pie apel,” ucap Bianca senang.Karena terlalu fokus dengan sekeranjang apel yang dipeluknya, dia tak melihat ada sebuah mobil melaju dengan kencang menuju ke arahnya.Diiiiin! Bunyi klakson mobil membuat Bianca tersentak kaget dan menjatuhkan keranjang hingga apel-apel berserakan di jalan. Terlambat untuknya menghindar, mobil tersebut langsung menabrak tubuh ringkih Bianca hingga ia terlempar beberapa meter.Mobil itu berhenti sebentar dan mencengker
Bel pintu di rumah Syilea berbunyi. Gadis yang baru saja selesai memasukkan nampan kue ke dalam oven itu langsung keluar dan membuka pintu. Masih menggunakan apron, dia tersenyum lebar saat melihat Henry berdiri di balik pintu. Lelaki tampan dengan coat hitam panjang itu membawa seikat bunga mawar merah di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya melambai. “Hai, apa kabar?” Syilea tersipu dan mengangguk. Sejujurnya sudah dua hari mereka tidak bertemu. Di sekolah juga tidak nampak ada Henry sementara saat Syilea menghubunginya, tak ada jawaban sama sekali dari pacarnya. “Silakan masuk,” ucap Syilea. “Bunganya belum diterima,” kata Henry mengulurkan bunga di tangannya. Syilea segera menerima bunga mawar itu. “Terima kasih,” ucapnya tulus. “Sama-sama.” Henry masuk ke dalam. Melepaskan coat yang terpasang di badannya dan menggantungkan pada stand hanger dekat pintu. Dia sudah tidak merasa asing lagi deng
"Ciuman darimu menyelamatkan hidupku, terima kasih."***Langkah kaki Selena terseret ketika dia harus masuk ke kamar John yang sudah berganti menjadi kamar rawat untuk Rain. Hatinya selalu tak sanggup setiap melihat Rain yang belum juga membuka mata. Dirinya merindukan tatapan lembut lelaki itu.Di depan pintu, Selena berdiri memerhatikan Rain yang tak bergerak sama sekali kecuali dadanya yang naik turun karena jantung yang masih berfungsi. Setidaknya itu membuat ia lega karena lelaki itu masih bernapas hingga detik ini.“Elle,” panggil Henry yang sudah berdiri di sampingnya.Selena menoleh pada Henry yang masih mengenakan mantelnya. Adik lelakinya baru saja pulang dari rumah Syilea, sudah pasti.“Hai,” sapa Selena berusaha tersenyum meski jelas kalau itu terlalu dipaksakan.Henry menatap Rain yang tak berdaya. Sejujurnya dia sendiri sangat iba pada lelaki itu. Terlebih bagaimana Selena yang