"Apabila aku tak dapat memilikimu seutuhnya, maka biarkan kau tetap berada di jagad khayalku agar kubisa memelukmu dengan erat di sana."
***
Matt mendorong seorang gadis ke dinding lalu memerangkapnya dengan dua tangan, sehingga tak ada jalan keluar untuk gadis tersebut. Bukannya ketakutan, gadis itu hanya menggigit bibir bawahnya dan tersenyum menggoda. Lantas, Matt langsung diserang gadis yang begitu agresif itu di bagian bibir.
Mereka berkenalan baru dua jam yang lalu di depan sebuah toko barang antik. Matt yang baru saja berburu darah hewan di hutan merasa belum cukup terpuaskan dahaganya kecuali langsung menghisap zat feromon gadis muda.
Berciuman dengan Selena membuat Matt kehausan luar biasa. Bukan Matt yang menghisap energi Selena, melainkan sebaliknya. Demi keselamatan gadis itu, Matt rela menghabiskan energinya untuk Selena.
“Hahh ….” Gadis itu menjambak rambut Matt dengan gemas saat bagian dadanya sudah disentuh uj
“Ini tentang cinta pertama. Dia yang membantuku untuk tetap hidup hingga sekarang.”***Bianca berjalan sembari memegang keranjang penuh dengan buah-buahan. Sudut bibirnya tak berhenti mengembang karena berhasil mendapatkan buah-buah segar yang berjatuhan di kebun kakeknya. Hujan deras tadi malam sudah membuat apel-apel merah tersebut jatuh sebelum dipetik. Meski begitu, apel tersebut tetap manis karena Bianca sudah mencobanya.“Akhirnya kakek bisa makan pie apel,” ucap Bianca senang.Karena terlalu fokus dengan sekeranjang apel yang dipeluknya, dia tak melihat ada sebuah mobil melaju dengan kencang menuju ke arahnya.Diiiiin! Bunyi klakson mobil membuat Bianca tersentak kaget dan menjatuhkan keranjang hingga apel-apel berserakan di jalan. Terlambat untuknya menghindar, mobil tersebut langsung menabrak tubuh ringkih Bianca hingga ia terlempar beberapa meter.Mobil itu berhenti sebentar dan mencengker
Bel pintu di rumah Syilea berbunyi. Gadis yang baru saja selesai memasukkan nampan kue ke dalam oven itu langsung keluar dan membuka pintu. Masih menggunakan apron, dia tersenyum lebar saat melihat Henry berdiri di balik pintu. Lelaki tampan dengan coat hitam panjang itu membawa seikat bunga mawar merah di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya melambai. “Hai, apa kabar?” Syilea tersipu dan mengangguk. Sejujurnya sudah dua hari mereka tidak bertemu. Di sekolah juga tidak nampak ada Henry sementara saat Syilea menghubunginya, tak ada jawaban sama sekali dari pacarnya. “Silakan masuk,” ucap Syilea. “Bunganya belum diterima,” kata Henry mengulurkan bunga di tangannya. Syilea segera menerima bunga mawar itu. “Terima kasih,” ucapnya tulus. “Sama-sama.” Henry masuk ke dalam. Melepaskan coat yang terpasang di badannya dan menggantungkan pada stand hanger dekat pintu. Dia sudah tidak merasa asing lagi deng
"Ciuman darimu menyelamatkan hidupku, terima kasih."***Langkah kaki Selena terseret ketika dia harus masuk ke kamar John yang sudah berganti menjadi kamar rawat untuk Rain. Hatinya selalu tak sanggup setiap melihat Rain yang belum juga membuka mata. Dirinya merindukan tatapan lembut lelaki itu.Di depan pintu, Selena berdiri memerhatikan Rain yang tak bergerak sama sekali kecuali dadanya yang naik turun karena jantung yang masih berfungsi. Setidaknya itu membuat ia lega karena lelaki itu masih bernapas hingga detik ini.“Elle,” panggil Henry yang sudah berdiri di sampingnya.Selena menoleh pada Henry yang masih mengenakan mantelnya. Adik lelakinya baru saja pulang dari rumah Syilea, sudah pasti.“Hai,” sapa Selena berusaha tersenyum meski jelas kalau itu terlalu dipaksakan.Henry menatap Rain yang tak berdaya. Sejujurnya dia sendiri sangat iba pada lelaki itu. Terlebih bagaimana Selena yang
Dahulu kala, entah berapa ratus tahun yang lalu. Terdapat sebuah hutan mengerikan yang mampu melenyapkan siapa saja yang masuk ke dalamnya. Hutan yang dinamakan Froprain itu tak pernah disapa oleh cahaya matahari. Bukan karena dedaunan yang rindang hingga menggelapkan hutan tersebut, melainkan karena hujan yang tak pernah berhenti.Terdapat sebuah kastil di tengah hutan tersebut. Kastil gelap yang mengerikan. Dianggap sebagai rumah bagi mereka yang putus asa kemudian mati secara perlahan di dalam sana. Tak semua orang bisa mencapai kastil itu kecuali seseorang yang memiliki kekuatan hebat, karena tak semua orang bisa selamat sebelum mencapai tempat mengerikan itu.Henry bergidik ngeri mendengar cerita John tentang hutan kematian. Ia duduk di antara Matt dan Selena di ruang keluarga dengan perapian yang menyala. Tak ada Bianca karena gadis itu pergi entah ke mana.“Menurutmu hutan itu benar-benar ada?” tanya Henry dengan ragu pada Matt.“
Beberapa jam sebelumnya, di saat John masih berada di rumah Danna. Mereka terdiam menatap lilin di atas meja yang bergoyang-goyang karena tertiup angin masuk lewat ventilasi jendela. Tangan mereka masih berpegangan seolah saling menguatkan tentang masalah ini.“Sepertinya aku memiliki satu ide bodoh,” ucap Danna tiba-tiba.“Apa?” tanya John menatap wajah kekasihnya yang sangat cantik itu.“Bagaimana kalau kita menceritakan tentang hutan Froprain pada Selena?” usulnya.John mengernyit tak mengerti. Kenapa dia harus menceritakan tentang hutan yang ditakuti oleh semua makhluk abadi seperti dirinya.“Kenapa aku harus menceritakan itu pada Selena?” heran John.“Agar Selena pergi ke hutan tersebut,” jawab Danna tanpa beban.“Jangan konyol!” bentak John menarik tangannya yang dipegang Danna. “Aku tak mungkin mengirim anakku pergi ke hutan kematian itu! Aku tak ingi
Tangan Matt mendorong pintu rumah dengan kedua tangannya hingga terbuka dengan kasar. Matanya nyalang memindai seisi rumah. Hening dan senyap. Tak ada siapa-siapa di sana. Seketika hatinya menjadi gelisah kalau seandainya yang dikatakan Bianca adalah suatu kebenaran."Elle!" teriak Matt dengan lantang seraya melangkah masuk dan berjalan terburu-buru.Tak ada jawaban sehingga membuat batinnya resah. Tanpa pikir panjang, ia menaiki anak tangga dengan cepat. Matanya menatap satu pintu yang terbuka tak jauh darinya. Itu adalah kamar Selena. Tanpa ragu dia langsung masuk ke dalam kamar tersebut dan hasilnya tetap nihil. Tidak ada Selena di sana."Elle! Di mana kamu?" teriak Henry dari depan pintu.Matt langsung keluar dari kamar Selena dan melihat wajah panik Henry dan
Selena berdiri tepekur di depan sebuah kastil yang atapnya mengerucut menjulang tinggi ke atas. Persis seperti yang dikatakan dalam buku yang dipegangnya perihal bagaimana kondisi kastil tersebut. Ini bukan sekedar mitos belaka. Hutan Froprain atau biasa disebut dengan hutan kematian benar-benar ada. Awan hitam bergulung-gulung di atas langit. Seolah tak pernah ada siang karena selalu gelap.Lututnya gemetar dan lemas karena terus berlari tanpa henti menerobos melewati hujan. Bukan hanya gerimis yang ditemuinya, sesekali ada badai yang menerjangnya. Seolah alam tak memperbolehkan dirinya mencapai kastil itu. Kastil yang sangat sulit untuk dijamah.Keputusannya sudah sangat bulat untuk meninggalkan sang kekasih. Berada di sisi lelaki itu bukanlah hal yang bagus untuknya. Ia takkan mungkin bisa menahan dirinya yang ingin terus menyentuh Rain. Zat feromon Rain yang begitu sensual selalu menarik dirinya tanpa sadar. Jalan terbaik ini sudah dia ambil meski secara sepihak sa
Danna memberikan senyum miring versi terjahat dirinya saat berhadapan dengan Bianca yang tiba-tiba saja menjadi tamu di Apartemennya malam ini. Sungguh tak terduga dan tak pernah terpikir sebelumnya kalau salah satu anak adopsi dari kekasihnya akan mengunjunginya secara tiba-tiba seperti ini.“Apa yang kau inginkan dari ayahku?” tanya Bianca berdiri tegap dibalik dress hitam panjang menjuntai hingga mata kakinya. Sepatu tinggi berwarna merah maroon begitu cantik ketika berpadu dengan gaunnya. Sementara rambut panjangnya tergerai bergelombang dengan lipstick senada dengan warna alas kaki yang dipakainya.“Bagaimana kau bisa tahu tentangku?” Danna menjawab pertanyaan Bianca dengan pertanyaan juga.Bianca langsung melengos dan memutar bola mata dengan malas. Ia tidak suka setiap pertanyaannya tidak dijawab langsung. Lagipula, pertanyaan bodoh apa itu. Tentu saja dia dengan mudah dapat mengendus hubungan ayahnya dengan penjual crepes it
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena