Selena perlahan menundukkan wajahnya, membiarkan rambut coklatnya tergerai menutupi sebagian pipi. Dia sama sekali tidak bergerak.
Tangan Rain menyentuhnya, membuat konsentrasinya menjadi buyar. Butuh beberapa menit untuk Selena mencerna kenapa Rain melakukan itu padanya.
"Untuk apa kau mandi malam, Selena?" Bisik Rain yang tidak berpindah posisinya dari hadapan Selena.
Ruangan yang dipenuhi dengan cahaya lilin yang bergoyang-goyang. Tempat tidur besar dengan selimut beludru berwarna ungu masih rapi di atas ranjang. Hanya ada jendela kembar di dalamnya. Pemandangan langit malam yang dipenuhi bintang bisa dilihat Selena dibalik gorden yang tertiup angin sepoy-sepoy.
"Aku hanya ingin terlihat segar, itu saja." Selena menjawab dengan mata yang masih tertunduk.
“No Rain, No Flowers.”***Nada alunan yang keluar dari alat musik gesek itu terdengar sangat merdu dan indah. Rain tersenyum menatap gadis yang memainkan biola tersebut. Dia duduk paling belakang sehingga takkan ada yang sadar bagaimana sudut bibirnya terangkat ke atas. Sungguh hal langka melihat pemandangan itu dan hanya Selena yang beruntung.Jarinya menekan senar dengan kuat dan satu tangannya mengayunkan busur biola. Sesekali dia memejamkan mata agar suara tampak harmoni dan dia bisa menyampaikan pada pendengar bagaimana permainannya. Dan saat dia membuka mata, langsung mengarah pandangannya kepada Rain yang tak teralihkan netranya menatap Selena.Latihan hari ini tidak akan dilewatkan Rain. Dia ingin mendengar secara langsung, bukan diam-diam seperti sebelumnya. Tentu saja Selena tersenyum mengetahui hal itu. Ada perasaan salah tingkah dan tersipu saat Rain ikut serta dengan teman-temannya bertepuk tangan setelah permainan berak
“Saat aku mengikrarkan janjiku. Maka dengan sepenuh hati akan kupenuhi janji tersebut.” *** “Apa yang akan terjadi jika manusia mengetahui keberadaan kalian?” tanya Danna pada John yang tengah menikmati segelas cokelat hitam hangat. Kembali lagi, hujan turun di kota yang selalu lembab dan diliputi awan itu. John meneguk minuman yang dibuatkan Danna sebelum menjawab. “Mereka akan kuhilangkan ingatannya,” jawab John. “Bagaimana denganku?” Mata John bertemu dengan mata Danna. Dia tersenyum lembut dan menjawab dengan suara indahnya. “Kau akan tetap mengingatku sampai kapan pun, Danna.” Danna termenung mendengar jawaban John, membuat lelaki tersebut harus meletakkan gelasnya di atas meja kecil samping sofa yang didudukinya. John bangkit dari duduknya dan beranjak mendekati Danna yang berbaring di atas tempat tidur. John mencium punggung Danna yang terbuka, tanpa sehelai benang. “Apa yang kau khawatirkan?” tanya Joh
“Bahkan cinta itu rasanya lebih manis dari gula. Kau harus mencobanya agar tidak penasaran dan menganggapku gila.”***Sekarang Breavork tidak seburuk sebelumnya bagi Selena. Sebelum keluar dari kamar, dia memperhatikan penampilannya terlebih dulu. Yang biasanya selalu memakai coat berwarna merah atau hitam, sekarang dia mencoba warna lainnya. Seperti sekarang, dia memakai mantel berwarna biru langit, meski sama sekali tidak sepadan warnanya dengan cuaca hari ini.Selena menundukkan kepala dan melihat sepatu hitamnya yang bersih mengkilap. Kaos kaki panjang hingga di bawah lutut, berpadu dengan rok sekolahnya yang pendek. Dia tampak sangat rapi ketika memilih rambut dikuncir tinggi.“Sempurna!” gumamnya lalu melangkah keluar dengan rasa tak sabar.Saat menutup pintu dia melihat Bianca yang sama seperti dirinya, baru keluar dari kamar.“Selamat pagi, Bia.” Selena menyapa adiknya t
John mengemudikan mobilnya tidak menuju rumah. Dia memilih untuk ke tempat yang sudah sangat sering dia kunjungi di sela waktu kosongnya sebagai pengangguran. Ya meski menganggur, dia tetap memiliki banyak uang dari pekerjaannya lima puluh tahun lalu sebagai dokter hewan. Terlebih karena memiliki kelebihan hidup yang lama daripada manusia lainnya, dia memiliki banyak harta berupa emas dan barang tambang berharga lainnya.Mobil Volvo berwarna hitam itu berhenti di depan sebuah truk makanan penjual crepes. Dia segera turun dan tak melepaskan kacamata hitam yang dipakainya. Penjual crepes yang masih muda itu langsung tersenyum melihat kedatangan pujaan hatinya.“Hai,” sapa John pada Danna yang memakai topi tinggi ala koki cantik. Beruntung sekarang sepi dan tak ada pelanggan, jadi dia bisa lebih nyaman berbicara dengan Danna.“Hai, tumben sekali?” tanya Danna yang keluar dari food truck miliknya dan mendekati John.John tidak
Selena bersenandung seraya tangannya memakai jepit rambut berbentuk pita di kepala sebelah kanannya. Matanya terpejam dan bibirnya tersenyum. Matt tidak pernah melihat Selena sebahagia itu. Ia masuk ke dalam kamar Selena dan siap untuk memuji penampilan gadis itu.“Kau senang, Elle?” tanya Matt.Selena membuka mata dan membalikkan badan. Senyumnya belum pudar, lalu mengangguk membenarkan pertanyaan Matt.“Aku bahagia,” jawabnya.“Penampilanmu akan sangat memukau malam ini,” lanjut Matt, berhenti di depan Selena.“Bagaimana dengan gaunku?” tanya Selena meminta pendapat.Rasanya sangat senang karena Selena menginginkan pendapat dari Matt. Itu adalah hal baru baginya. Matt harus menjawab dengan serius dan tulus. Ia memerhatikan gaun klasik lengan panjang berwarna hitam polos, membuatnya tampak effortless saat memakainya.“Apa aku harus mengatakan sejuta kali bahwa kau akan selalu terl
“Ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku tertarik. Dan itu tidak dimiliki oleh orang lain.”***Henry memberikan sepotong cup cake pada Syilea. Mereka baru saja melihat penampilan Selena, dan Henry yang bertepuk tangan paling keras, tentu saja.“Terima kasih,” ucap Syilea tersenyum menerima kue rasa lemon tersebut.“Aku membelinya di bazzar yang diadakan kelasku,” kata Henry lalu duduk di samping Syilea.Mereka memilih taman samping sekolah yang sudah dihiasi dengan lampu-lampu indah. Hanya ada beberapa orang di sana, sementara yang lainnya lebih memilih melihat pertunjukkan lainnya.“Kamu tidak menemui Selena?” tanya Syilea.“Nanti saja … aku sudah menyiapkan hadiah sebagai ucapan selamat untuknya,” jawab Henry.“Oh ya? Hadiah apa? Apa aku boleh tahu?”“Tentu saja. Aku menyiapkan mantel baru untuknya,” u
"Maafkan aku karena baru saja hadir dalam hidupmu."***“Jadi, kau benar-benar sudah berpacaran dengan Syilea?” tanya Selena sembari membuat susu cokelat hitam. Di dapur hanya ada dirinya dan Henry yang begitu antusias bercerita pada Selena.“Ya … aku tidak menyangka kalau ternyata jiwa kami terikat. Saat aku menciumnya, saat itu juga aku yakin kalau ini tidak salah,” jelas Henry tersenyum senang.Melihat Henry yang begitu bahagia, Selena ikut senang. “Syukurlah. Aku hanya berpesan padamu untuk menjaganya. Jangan sampai Syilea menangis, kalau tidak kau akan tahu akibatnya,” peringat Selena serius.Henry mengekeh dan mengangguk. “Sebaliknya … aku akan membuatnya bahagia.”Selena percaya itu. Henry yang berbeda dari semua saudaranya, tentu saja akan menepati janji. Di waktu bersamaan, John masuk ke dapur dan melihat Selena membuat minuman untuk dua gelas.&l
"Bisakah aku menciummu sekarang juga?" *** Secangkir teh hangat sudah ada dalam genggaman Selena. Dia mengucapkan terima kasih pada Rain yang sudah membuatkannya. Senyum lelaki itu belum juga reda, seolah menunjukkan betapa bahagianya dia. “Kenapa kau terus tersenyum? Apa yang salah dengan wajahku?” tanya Selena sembari tertawa pelan. “Tidak ada.” Rain menggeleng. Dia mengangkat tangan dan menyelipkan rambut ke samping telinga Selena. “Tak ada yang salah … sebaliknya, kau tampak sangat sempurna,” ucapnya. Selena menundukkan wajah dan terus mengekeh. Tersipu dengan pujian tersebut. Diletakkannya gelas yang belum dia minum itu. Diraihnya tangan Rain dan dipegangnya seraya menatap netra biru tersebut. “Kau tahu … kalau saja aku bisa, aku ingin tinggal bersamamu di sini,” kata Selena menawarkan dirinya. “Tentu saja bisa. Lakukan saja,” jawab Rain antusias. “Kau bisa tinggal di sini bersamaku, Selena.” Sele