"Maafkan aku karena baru saja hadir dalam hidupmu."
***
“Jadi, kau benar-benar sudah berpacaran dengan Syilea?” tanya Selena sembari membuat susu cokelat hitam. Di dapur hanya ada dirinya dan Henry yang begitu antusias bercerita pada Selena.
“Ya … aku tidak menyangka kalau ternyata jiwa kami terikat. Saat aku menciumnya, saat itu juga aku yakin kalau ini tidak salah,” jelas Henry tersenyum senang.
Melihat Henry yang begitu bahagia, Selena ikut senang. “Syukurlah. Aku hanya berpesan padamu untuk menjaganya. Jangan sampai Syilea menangis, kalau tidak kau akan tahu akibatnya,” peringat Selena serius.
Henry mengekeh dan mengangguk. “Sebaliknya … aku akan membuatnya bahagia.”
Selena percaya itu. Henry yang berbeda dari semua saudaranya, tentu saja akan menepati janji. Di waktu bersamaan, John masuk ke dapur dan melihat Selena membuat minuman untuk dua gelas.
&l
"Bisakah aku menciummu sekarang juga?" *** Secangkir teh hangat sudah ada dalam genggaman Selena. Dia mengucapkan terima kasih pada Rain yang sudah membuatkannya. Senyum lelaki itu belum juga reda, seolah menunjukkan betapa bahagianya dia. “Kenapa kau terus tersenyum? Apa yang salah dengan wajahku?” tanya Selena sembari tertawa pelan. “Tidak ada.” Rain menggeleng. Dia mengangkat tangan dan menyelipkan rambut ke samping telinga Selena. “Tak ada yang salah … sebaliknya, kau tampak sangat sempurna,” ucapnya. Selena menundukkan wajah dan terus mengekeh. Tersipu dengan pujian tersebut. Diletakkannya gelas yang belum dia minum itu. Diraihnya tangan Rain dan dipegangnya seraya menatap netra biru tersebut. “Kau tahu … kalau saja aku bisa, aku ingin tinggal bersamamu di sini,” kata Selena menawarkan dirinya. “Tentu saja bisa. Lakukan saja,” jawab Rain antusias. “Kau bisa tinggal di sini bersamaku, Selena.” Sele
"Bagaimana rasanya saat bercinta dengan gadis vampir?***Selena mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Tangan lainnya sedang memangku dagu. Gestur tubuhnya sekarang seperti orang yang tengah memikirkan sesuatu yang rumit."Ada apa?" Syilea yang sibuk memakan keripik kentang pemberian Henry, tampak bingung melihat Selena bersikap seperti itu."Tidak ada," jawab Selena singkat. Dia lalu mengubah posisi duduknya jadi menyandar di kursi kafetaria dengan tangan bersedekap. Alisnya masih saja berkerut dan menatap random ke depan."Kalau kau ada masalah, ceritakan padaku."Selena menggeleng dan mengibaskan tangannya. "Bukan apa-apa.""Hhh
“Mulai detik ini, ijinkan aku untuk selalu menjagamu.”***"Memangnya aku selalu membuat kekacauan dalam hidup kalian? Apa aku begitu merepotkan bagi kalian?" Bianca terus saja mengomel di bangku belakang. Sedangkan Henry memilih duduk di depan tepat samping ayahnya yang menyetir."Matt hanya butuh waktu bicara berdua dengan Selena. Mereka tak pernah begitu akur seperti ini sejak— ya, kalian tahu sendiri bagaimana ceritanya," jelas John menenangkan anaknya."Ayah tidak melihat bagaimana Matt menatapku. Seolah aku ini benalu dalam hidupnya," cecar Bianca lagi.John menahan tawanya, dia melirik Henry yang mengulum senyum. Bianca marah-marah sejak di koridor sekolah dan sampai sekarang. Gadis
"Tetaplah bernapas, kumohon."***"Selena … Selena … Selena …." Entah berapa kali Rain mengucapkan nama itu. Sementara matanya terpejam dan waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Panasnya semakin tinggi, sedangkan di rumah tak ada siapa pun yang bisa merawatnya.Tadi sore, Selena mampir menjenguk Rain. Dia tampak baik-baik saja saat melihat gadis kesayangannya. Wajahnya memang pucat, tapi dia bisa duduk dan mengobrol dengan Selena.Dan sekarang … saat lewat tengah malam, Rain mulai merasakan panas di sekujur tubuhnya begitu menyiksa."Selena … jangan pergi," racaunya dengan keadaan setengah tidur.***Selena menghabiskan malamnya dengan cara menyelesaika
Selena duduk di kursi, tepat samping tempat tidur Rain. Lelaki itu sudah dipindahkan ke ruang inap. Dokter berkata bahwa dia harus istirahat minimal dua hari demi memulihkan tenaganya. Dehidrasi menjadi alasan pemicu utama sakitnya Rain."Rain … maafkan aku," ucap Selena tanpa berani menyentuh Rain, meski tangannya dibalut dengan sarung tangan. Tetap saja rasa takutnya akan kehilangan Rain jauh lebih besar.Beberapa menit kemudian, seseorang masuk ke dalam kamar Rain. Selena menoleh dan tampak John bersama seorang perempuan yang tidak asing baginya.Sepertinya aku pernah melihatnya … batin Selena sembari bangkit dari duduknya dan mendekati sang ayah."Elle, bagaimana keadaannya?" tanya John melihat Rain yang b
"Orang baik, belum tentu nasibnya akan selalu baik."***Selena tercekat, dia tak bersuara dan tetap menatap wajah perempuan di depannya yang baru saja selesai bercerita. Perihal tentang dirinya dan Rain yang akan sulit bersatu."Selena …," panggil Danna penuh perhatian."Aku tidak apa-apa," kata Selena meyakinkan. Ia menggerakkan badannya dan membalikkan badan agar tidak menghadap Danna lagi."Elle … apa yang kau pikirkan sekarang?" tanya John sedikit cemas.Selena mengedikkan bahu dan menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu apa yang ada dalam pikiranku sekarang. Aku terkejut," jujurnya.
"Aku sudah berjanji akan melindungimu dan mengawasimu. Maka dari itu, biarkan aku menepati janjiku itu."***Selena berlari secepat mungkin yang dia bisa. Melewati pepohonan yang berlumut pada bagian batangnya dan batu-batu besar. Tanpa alas kaki, dia menginjak ranting dan kerikil kecil di bawah guyuran hujan. Rambutnya menjadi basah hingga beberapa kali dia harus menyibak dari wajahnya agar matanya tetap terfokus pada apa yang ada di depannya. Tak ingin dia menabrak sesuatu meski matanya setajam elang.“Kejar dia!” teriak orang-orang di belakang Selena. Tangan mereka masing-masing membawa obor.Mata Selena membelalak saat menoleh ke belakang tanpa menghentikan laju langkah kakinya. Ketakutannya begitu besar ketika melihat api di obor tersebut.Teruslah berlari, Selena … jangan berpaling ke belakang! Buat mereka terus mengejarmu!Selena terus membatin dan tidak sabar ingin mencapai tujuannya.
"Keinginan untuk hidup bersamamu jauh lebih besar dari apapun juga."***Seperti mengalami mimpi terburuk sepanjang sejarah hidup mereka. Empat lelaki yang memakai baju seragam berwarna hitam dilapisi jas yang warnanya senada itu tampak membelalak kaget saat melihat taring tajam dan mengkilap di antara bibir mungil Selena."Si–siapa kamu?" tanya asisten boss dengan suara bergetar dan menjulurkan pisaunya seolah mengancam Selena agar jangan mendekat."Kalian sudah salah memilih target," desis Selena.Mata gadis itu masih menyala merah."A–apa kamu seorang vampire?" tanya salah satu dari mereka.Selena berpalin