'' Baik, Bos!''
Kedua orang itu berdiri kemudian meninggalkan warung Bu Mar, mereka pergi tergesa seperti di buru oleh sesuatu yang menakutkan mereka.
Sedangkan Darren masih memperhatikan mereka berjalan keluar. Di benaknya masih ada pertanyaan, siapa orang yang menginginkan Pak Salim.
''Ka Darren, terima kasih yah sudah mentraktir kita makan,'' ucap Yasa yang sedikit mengagetkan Darren.
'' Oh ... iyah. Gimana, enak makanannya?''
'' Enak Ka!'' jawab anak-anak kompak.'' Kalau enak, kalian boleh pesan buat di rumah nanti.'''' Serius Ka?'' anak-anak bertanya kompak.'' Serius, kalian boleh pesan makanan yang paling enak buat di rumah nanti. Biar nanti Ka Nara yang membayar semua makanan kalian. Iya kan Nara?''''Heuh?'' Adinara sedikit kaget.'' I-iyah, kalian boleh memesan makanan sesuka kalian. Nanti Ka Nara yang bayar.''
'' Terima kasih ka Nara!'' seru anak-anak terlihat senang.
Darren dan Adinara berjalan bersama dengan kelima anak itu. Di tepi jalan raya, Darren dan Adinara melepas kepergian kelima anak itu dengan penuh kehangatan.
Darren sedikit menyenggol badan Adinara, saat Adinara terlihat terdiam beberapa saat.
'' Kenapa, nyesel? Berbuat baik ko nyesel.''
'' Siapa yang nyesel? Aku senang bisa mentraktir mereka.'''' Berarti kamu harus berterima kasih sama saya.'''' Kenapa harus berterima kasih?'' tanya Adinara ketus.Darren mendekatkan wajahnya ke wajah Adinara, sedang Adinara memundurkan wajahnya beberapa centi.
'' Karena saya yang memberi kamu kesempatan untuk berbuat baik,'' ujar Darren sambil menaikan kedua alisnya. '' Saya tau, kamu paling antikan berbuat baik seperti tadi.''
'' Siapa yang anti?'' balas Adinara cepat, sedang Darren tersenyum saat melihat tingkah Adinara.
'' Sayang sekali!'' Darren melihat layar ponelnya.'' Saya harus pergi, saya tahu kamu masih ingin bersama saya. Tapi Maaf, saya banyak pekerjaan.'''' Heuh? Manusia satu ini kepedean banget sih.'' gumam Adinara.
Adinara menatap tajam Darren yang sudah melangkah jauh dari tempatnya berdiri. Dengan perasaan kesal, Adinara meninggalkan rumah makan Bu Mar berjalan kemobilnya.
20.30 WIB
Darren pulang kerumah menemui Pak Salim, ada banyak hal yang ingin Darren ketahui dari Pak Salim tentang kasus pembunuhan Pak Tirta.
Darren membuka pintu, terlihat Pak Salim seperti waspada saat menyambut kedatangan Darren dengan tongkat bisbol di tangannya.
''Pak Darren! saya pikir siapa,'' ujar Pak Salim sembari mengelus dada, sedang Darren hanya tersenyum sambil berjalan kemudian duduk di sofa.
Pak Salim di sembunyikan oleh Darren di salah satu rumah yang jarang sekali di tempati oleh Darren. Rumah itu juga terletak di dalam perkampungan, sehingga sulit untuk di lacak keberadaan Pak Salim.
'' Pak Salim, Saya ingin tahu kejadian sebelum Pak Salim dan keluarga Pak Tirta pergi ke puncak. Saya ingin tahu siapa saja yang mengetahui keberangkatan Pak Tirta, dan di rumah itu ada siapa saja?'' tanya Darren tegas dan lengkap.
'' Mas Andreas! Mas Andreas pagi itu datang kerumah, katanya sih mau ke singapura.''
'' Terus, Pak Tirta punya berapa saudara kandung?'' Dua Pak, Pak Simon sama mas Andreas!'''' Simon?'' tanya Darren penasaran.'' Waktu kejadian, Pak Simon ada dimana?'''' Yang Bapak tau, Pak Simon ada di surabaya Pak.'' Pak Salim menjelaskan.'' Bapak juga tidak tau, dari kedua adiknya itu siapa yang punya niat jahat ke PakTirta, seperti apa yang di ceritakan oleh Pak Tirta tempo hari.''Darren terdiam sejenak, dengan satu tangan menopang dagu.
'' Apa Pak Salim pernah melihat Andreas melakukan sesuatu yang mencurigakan?'' tanya Darren dengan tatapan tajam, penuh makna dan penuh kecurigaan.
Pak Salim menggelengkan kepala, sorot matanya kosong, sementara otaknya terus berusaha mengingat sikap Andreas selama ini.
'' Setau Bapak, Mas Andreas orangnya baik, Mas Andreas sering main kerumah. Mas Andreas juga sangat perhatian sama Salwa dan Syafa, Bapak tidak yakin kalau mas Andreas bisa melakukan tindakan sekejam itu.''
'' Kalau Pak Simon?''
Pak Salim kembali menggelengkan kepalanya.'' Bapak kurang begitu mengenal Pak Simon. Pak Simon selalu pergi keluar kota, Pak Simon jarang main kerumah Pak Tirta. Tapi beberapa kali Pak Simon main kerumah atau ke kantornya Pak Tirta, Pak Simon terlihat cukup ramah.''
Darren menghela napas, kasus yang akan di tanganinya saat ini memang cukup rumit, karena sang pembunuh sesungguhnya sangat misterius.
'' Baik Pak, saya siapkan berkasnya-berkasnya, besok kita ke kantor polisi,'' ujar Darren sambil berdiri, bersiap meninggalkan Pak Salim yang masih teduduk di Sofa,'' Bapak sekarang istirahat!'' pinta Darren kemudian berjalan kekamar.
9,30 WIB
Darren bersama Pak Salim sudah tiba di kantor polisi, untuk mengklarifikasi keterlibatan Pak Salim dalam kasus pembunuhan Pak Tirta, Pak Salim di periksa sebagai saksi.
" Pak Salim, apa benar Anda yang membunuh Pak Tirta bersama keluarganya?'' tanya salah satu wartawan yang mengerubuni Darren dan Pak Salim.
'' Pak Salim tidak terlibat, Pak Salim hanya di jadikan kambing hitam oleh pelaku sesungguhnya!'' jelas Darren tegas sambil berusaha berjalan ke mobil.
'' Lalu bagaimana dengan sidik jari yang ada di pistol yang di temukan di sekitar TKP?''
'' Sekali lagi saya katakan, Pak Salim di jadikan kambing hitam oleh pelaku sesungguhnya.''Darren masuk kemobil bersama Pak Salim, kemudian meninggalkan kantor polisi.
Prank!!!
Satu buah gelas pecah berantakan setelah di lempar oleh pemiliknya.
''Jack!" panggil Pria itu dengan nada membentak. Tidak lama kemudian terlihat seorang pria tegap datang menghampiri.
'' Iya, Bos!'''' Kamu lihat!'' kata pria itu dengan jari telunjuk mengarah ke Televisi.'' Pak Salim ada di kantor polisi, bahkan Pak Salim datang bersama seorang pengacara. Kita kecolongan, kalian selama ini ngapain saja?Pokoknya saya tidak mau tau, kamu temukan di mana Pak Salim tinggal. Cari tahu juga, siapa orang yang sudah membantu Pak Salim.'''' Siap, Bos! Saya permisi.''
Sambil menunduk, pria yang bernama Jack itu pergi meninggalkan sang Bos besar.
''Kamu dari dulu selalu meremehkan aku mas! Dan sekarang waktu yang paling tepat untuk merebut semua yang kamu miliki. Tapi terlebih dahulu aku akan menyingkirkan semua orang yang bisa menggagalkan semua keinginanku,'' tutur pria itu, dengan tatapan penuh kebencian.
Sang Bos besar kemudian pergi ke kantor Pak Tirta, karena hari ini akan di adakan rapat direksi siapa yang berhak menggantikan Pak Tirta untuk memimpin perusahaan.
11.00 WIB
Andreas berjalan cepat masuk ke kantornya, Andreas sudah di tunggu oleh dewan di reksi lain di ruang rapat.
'' Pak Andreas, Bapak sudah di tunggu oleh dewan direksi,'' ucap sang sekretaris yang sedang menunggu kedatangan Andreas.
'' Iyah, saya tau!'' jawab Andreas sambil berjalan masuk ke ruang rapat.'' Maaf semuanya saya terlambat, tadi saya terjebak macet."'' Pak Simon apa meetingnya sudah bisa kita mulai?'' tanya salah satu dewan direksi, Simon mengangguk, kemudian membuka meeting tersebut.Sebagai adik tertua, Simon memang lebih punya peluang di bandingkan Andras. Simon juga lebih berpengalaman di bandingkan Andreas, dan Dewan direksipun mengetahui hal itu.
Setelah satu jam lebih, akhirnya dewan direksi sepakat kalau Simonlah yang akan menjadi pemimpin Bintang Grup. Andreas sebenarnya merasa iri, karena ia merasa mampu untuk memimpin Bintang Grup. Tapi apa boleh buat, Simon lebih senior dan lebih berpengalaman dari dirinya.
'' Selamat ya Mas, semoga perusahaan lebih maju lagi setelah di pimpim oleh Mas,'' ujar Andreas ke Simon.
'' Mas juga butuh kamu. Mas tidak bisa menjalankan perusahaan ini sendirian.''
Andreas mengangguk sembari tersenyum.'' Iya mas tentu, saya siap membantu.'' sahut Andreas,'' Mas, bagaimana perkembangan kasus pembunuhan mas Tirta. Pak Salim sudah muncul di kantor polisi, apa mungkin Pak Salim yang melakukan pembunuhan?'''' Mas juga tidak tau. Kita lihat saja perkembangannya nanti,'' jawab Simon,kemudian melihat jam di tangannya.'' Mas harus pergi, masih ada urusan.'''' Iya Mas, hati-hati.''Andreas terus menatap Simon yang perlahan menjauh, Andreas terus menatap punggung tegap kakanya itu sampai meghilang di balik pintu lift.
Tut,tut,tut!'' Ada apa lagi?'' tanya bos besar, saat ia menerima telepon dari pria yang bernama Jeck.
'' Pengacara yang melindungi Pak Salim bernama Darren Sanjaya, putra Edward Sanjaya Bos!'''' Edward Sanjaya!'' Bos Besar tersenyum miring.'' Beri dia pelajaran, tapi jangan sampai gaduh. Hanya sebuah peringatan kecil.''
'' Untuk tempat tinggal Pak Salim, saya belum menemukannya Bos.''
'' Cari terus!''Tutt!
Bos besar langsung menutup teleponnya, bahkan sebelum pria yang bernama Jack itu membalas.
12.30 WIB
Sambil bersiul ria, Darren berjalan keluar dari lift. Memang itulah salah satu tingkah konyol yang sering di lakukan Darren, yang mungkin saja bisa membuat orang lain naik pitam.
DEG!Darren dan Adinara hampir saja bertabrakan saat mereka berpapasan di lantai basement. Darren tersenyum, tapi tidak dengan Adinara. Entah kenapa sejak kemarin, Adinara selalu nerveus saat melihat senyum Darren.
'' Aku mau lewat!'' kata Adinara ketus.
'' Memang ada larangan kamu lewat,'' sahut Darren sambil menatap kesana kemari.'' Kamu menghalangi jalan saya.'''' Lewat saja.''Darren kembali mempermainkan kesabaran Adinara, Darren selalu mengikuti langkah yang di ambil oleh Adinara, sehingga Adinara tidak bisa lewat.
'' Darreen!!!''
'' Apa?'' dengan ekspresi menyebalkan Darren mendekatkan wajahnya kewajah Adinara.Adinara menarik napas, kemudian dengan cepat ia berusaha menginjak kaki Darren. Tapi replek Darren juga tidak kalah baik, Darren menghindar.
'' Tidak kena!''
'' Tidak kena!''Darren berjingkrak senang, saat berhasil mempermainkan Adinara. Sedang Adinara, tanpa ia sadari ia mengeluarkan senyum manisnya saat bercanda dengan Darren.
'' Auuww!!!''
'' Sukurin!''Ucap adinara, saat berhasil menendang tulang kering Darren kemudian hendak pergi. Tapi kemudian Adinara berbalik badan, ia tersenyum saat melihat Darren terlihat kesakitan sambil mengusap kakinya.
Prank!!!
Darren dan Adinara reflek berjongkok saat kaca mobil yang ada di samping Darren tiba-tiba pecah. Suara bising dua sepeda motor menggema dan memekikan telinga di basement itu, Dua sepeda motor itu silih berganti menyerang Darren dengan masing-masing dua orang di atasanya.
Satu orang mengendarai, satu orang lagi memegang tongkat bisball di tangan. Darren terus menghindar, saat beberapa kali ayunan tongkat bisball itu hampir saja mengenai kepalanya.
'' Darren!!!
'' Lari Nara,lari!!!'' Tolong!! tolong!!tolong !!" teriak Adinara sekencang mungkin. Adinara tidak tau harus berbuat apa, hanya berteriak yang bisa ia lakuakan.
'' Akh!''
'' Darren!!!''Darren!!Adinara berteriak saat salah satu orang itu berhasil memukul punggung Darren. Darren hampir terjatuh, tapi kemudian berhasil bangkit kembali.'' Tetap di situ jangan kesini.'' pinta Darren saat Adinara hampir saja menghampirinya.'' Wooy!!''Dirga bersama laras menghampiri, bersama dua orang satpam datang untuk membantu. Kempat orang tersebut berbalik arah, meninggalkan Darren saat bantuan datang.'' Nara kamu tidak apa-apa?'' tanya Laras saat Adinara terlihat Syok, dengan mata terus memandangi Darren yang di tolong oleh Dirga. Adinara menggelengkan kepala, tapi mulutnya terdiam.Adinara tau, pekerjaannya sebagai pengacara memungkinkan ia menghadapi masalah seperti ini. Tapi bagaimanapun Adinara seorang perempuan yang punya rasa takut, seberani apapun Adinara, pasti akan merasakan Syok saat menghadapi masalah seperti sekarang.'' Masuk yu,'' ajak Laras sambil menggandeng tangan Adinara yang masih terlihat Syok. Adinara menuruti
Seperti adegan dalam Film laga, Darren dan mobil yang mengejarnya terus saling mengejar, benturan-benturanpun tidak bisa di hindari saat itu. Sampai akhirnya mobil yang di tumpangi Darren terpojok di sebuah jalan yang cukup sepi.Darren keluar dari mobil kemudianberlari. Darren berusaha sebisa mungkin untuk menghindari ke empat orang yang mengejarnya. Langkah kakinya coba ia percepat, ia berlari ke sebuah kebun, Darren mencoba menghilang di tingginya ilalang di kebun itu. Tapi percuma, ke empat orang itu bisa menemukannya juga.Tatapan sangar Darren dapatkan dari keempat orang yang sudah berhasil mengepungnya. Sementara Darren yang berada di tengah-tengah mereka, mencoba merenggangkan kakinya, memasang kuda-kuda, bersiap untuk menangkis.Sementara kedua tangan ia kepalkan sekuat mungkin, bersamaan dengan sorot mata tajam ke arah mereka berempat.Sampai kemudian salah satu di antara mereka maju kedepan, pria yang di ketahui bernama Jack itu melepaskan jaket yang i
Sesampainya di kantor polisi, Pak Salim langsung di jebloskan ke tahanan. Darren sebenarnya merasa iba dengan kondisi Pak Salim, Darren juga yakin kalau Pak Salim tidak bersalah.''Pak Salim, Bapak sepertinya harus bersabar terlebih dahulu sampai saya bisa membuktikan kalau Pak Salim tidak bersalah,''ucap Darren ke Pak Salim.'' Iya Pak Darren saya paham, dan saya akan bersabar.'''' Terima kasih Pak,'' Darren berdiri,'' kalau begitu saya permisi.''Pak Salim tersenyum, sedang Darren berjalan keluar dari kantor polisi meninggalkan Pak Salim yang sudah memakai baju tahanan.Di mobilnya, Darren terus memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk bisa membebaskan Pak Salim. Kasus ini sangat rumit, karena sampai saat ini Darren belum menemukan satu buktipun yang mengarah ke pelaku sesungguhnya.'' Pak Simon!''Darren menghentikan mobilnya saat melihat Pak Simon sedang berada di pinggir jalan, kemudian masuk ke mobil. Darren mengikuti mobil Pak
''Itu Pak Salim kliennya Darrenkan, Nara?'' tanya Laras kaget, sedang mata Adinara masih terfokus ke layar Televisi yang ada di hadapannya.''Mungkin!'' jawab Adinara singkat sambil berdiri.''Kamu mau kemana?''Aku mau ke rumah sakit, sebentar!'' jawab Adinara sambil berlalu.Adinara bergegas segera menaiki Lift, tapi secara bersamaan Darren juga muncul dan menaiki Lift yang sama. Wajah mereka berdua terlihat tegang, saling diam, bahkan tidak saling menyapa beberapa saat.''Saya turut prihatin atas apa yang di alami oleh Pak Salim!'' ujar Adinara ke Darren.''Saya tidak menyangka Pak Salim akan melakukan hal senekat itu.''''Menurut saya ada sesuatu yang aneh! Pak Salim tidak akan melakukan hal itu,'' sahut Darren cepat.''Maksud kamu?'' alis Adinara berkedut. Adinara menatap tajam Darren yang berdiri di sampingnya.''Menurut saya, kematian Pak Salim seperti di buat-buat. Pak Salim sebelumnya masih terlihat semangat, walau ada rasa ber
AdinaraTunggu disitu, jangan keluar mobil. Saya tidak mau Papa tahu kalau saya jalan sama kamu19.30Darren tersenyum saat mendapatkan balasan pesan dari Adinara. Ia paham kenapa Adinara bersikap seperti itu, Karena memang selama ini Papa dan orang tuanya Adinara tidak pernah akur.Sementara di kamarnya, Adinara berusaha mencari akal supaya Papanya tidak curiga kalau ia akan pergi bersama Darren.''Laras,'' panggil Adinara,''kalau nanti papa nanya, kamu jawab saja kita mau pergi ke ulang tahun teman SMA kita.''''Jadi kamu nyuruh aku kesini untuk di jadikan tameng, supaya papa kamu tidak curiga?'' tanya Laras sedikit ketus.Adinara tersenyum lebar, ia tahu kalau Laras pasti akan bertanya seperti itu.''Iyaah!'' jawab Adinara sambil tersenyum, tanpa menunjukan rasa bersalah sedikitpun.'' Tahu kaya gitu, aku tadi diam di rumah saja.'''' Laras,Pleas! Adinara memohon.'' Iya deh aku bantu.''
''Salman,'' ucap Pria itu, yang membuat Adinara berseru girang, dengan mulut sedikit menganga.''Salmann!!'' seru Adinara sambil berdiri, Adinara memperhatikan pria bernama Salman itu dengan seksama.''Beneran kamu Salman?'' tanya Adinara, sedang pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum.''Aku Salman,teman SMA kamu. Yang pernah kamu tolak cintanya dua kali,'' jelas Salman mengingatkan, wajah Adinara mengernyit, ia tidak menyangka kalau Salman masih mengingat peristiwa itu.''Kamu masih ingat saja!''''Jelas aku masih ingat, karena kamu dulu sangat sepesial buat aku.''DEG!Jantung Adinara seperti terkena pukulan yang lumayan keras. Adinara tahu, Salman dulu selalu mengejar-ngejar cintanya. Tapi Adinara tidak merespon, karena hanya menganggap Salman sebagai sahabat.''Sampai sekarangpun, kamu masih sepesial!''''Heuh?'' Adinara terdiam sejenak.''Maksud kamu?''Adinara kembali hanya terdiam. Tak tahu harus berbuat apa, apalag
''Bos! Pak Andreas sudah kami kurung di gudang, seperti yang Bos Simon perintahkan.''Simon tersenyum penuh kemenangan, saat Jack anak buahnya memberi kabar kalau Andreas sudah mereka tangkap.''Bagus! Jaga terus jangan sampai lolos. Kalau Andreas sampai lolos, nyawa kalian taruhannya.''''Baik, Bos!''Tutt!''Sekarang tinggal mengurus dua pengacara itu. Kalau mereka terus di biarkan, mereka bisa menjadi masalah.''Simon terdiam sejenak sambil memegang dagunya.''Tapi ... apa maksud mereka mengenai brangkas rahasia Tirta Adiyasa. Brangkas apa yang di maksud? Di mana Tirta Adiyasa menyembunyikan brangkas itu.''Simon berdiri, dengan cepat ia melangkahkan kakinya ke kamar Tirta Adiyasa. Simon ingin segera menemukan brangkas yang di sebutkan oleh Darren. Dengan cepat Simon mengacak-acak isi kamar itu, mulai dari lemari, bawah kasur, belakang kursi, tidak ada yang ia lewatkan. Tapi semuanya nihil,
''Yang mau nonton sama dia siapa coba!''Adinara menggerutu, sambil terus menatap Darren yang masuk ke mobilnya.''Sok sibuk lagi! Nonton? Ogah banget nonton sama dia.''Adinara berjalan cepat kekantornya. Suasana hatinya saat ini sedang tidak baik, terutama saat memikirkan kasus yang sedang ia tangani, karena sampai sekarang belum menemukan titik temu.''Kenapa?'' tanya Laras saat tiba-tiba Adinara masuk keruangannya dengan wajah kusam.''Darren! Masa tiba-tiba ngajak aku nonton. Dia tidak mikir apa, sampai sekarang kasus yang sedang dia tangani belum juga selesai.''Laras tersenyum tipis saat mendengar keluh kesah sahabatnya itu. Terdengar emosi, tapi di dalamnya tersimpan perasaan yang hanya Adinara yang tau.''Emang kenapa?'' tanya Laras setelah mematikan laptopnya, kemudian menatap Adinara serius.''Ya, seharusnya dia fokus sama kasusnya. Tidak usah memikirkan yang lain dulu.''''Nara! Darren, kamu, aku, kita bukan robot.
Door!!Jack tersungkur kelantai di detik terakhir, saat jari telunjuknya hampir saja menarik platuk pistol itu. Jack tergeletak tidak berdaya dengan darah mengalir di pinggang sebelah kiri setelah polisi menembaknya.''Angkat tangan!''''Jangan bergerak. Kalian semua sudah terkepung!''Itulah suara-suara teriakan di luar sana, suasana gaduh pihak kepolisian yang berhasil menyergap anak buahnya Simon.''Kalian tidak apa-apa?'' tanya salah satu polisi yang sedang membuka ikatan Nathan dan kemudian Adinara.Nathan segera menggenggam tangan Adinara, dan membawanya keluar dari tempat ini.''Nara!''Darren!!Lambayan tangan Laras dan Dirga di luar sana, membuat Adinara merasa lega karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bertemu mereka lagi.''Laras!!''Adinara langsung memeluk Laras saat mereka sudah saling berhadapan, kemudian di ikuti oleh Dirga dan Nathan yang melakukan hal yang sama.''Terima
Empat pasang mata sedang terfokus ke pria yang ada di hadapannya. Mereka benar-benar mengawasi Darren tanpa melewatkan sedetikpun.Sedang Darren, otaknya terus berfikir keras bagaimana caranya supaya bisa lepas dari kedua orang ini, tapi tidak membuat Adinara dalam bahaya.Sementara di kantornya, beberapa pasang mata menatap heran saat Darren masuk ke kantor bersama dua orang yang tidak mereka kenal.''Darren siapa mereka?'' tanya Dirga, sembari berdiri menatap dua orang yang mengekor di belakang Darren.Tapi kemudian dengan sigap salah satu dari mereka langsung menjauhkan Dirga dari Darren. Dirga di dorong oleh salah satu dari mereka, sampai pria berkacamata itu hampir saja terjatuh kebelakang.''Sudah!'' kata Darren mencegah.''Urusan kita lebih penting. Jangan menyakiti karyawan saya,'' pinta Darren, sembari menahan tubuh kekar orang itu dengan tangannya.Tapi ada situasi dimana Darren berhasil memanfaatkan keributan itu. Tanpa sepengetahu
Simon tersenyum miring di dalam mobilnya, setelah berhasil mengelabui Darren. Darren tidak tahu kalau Simon bersembunyi di sebuah gang kecil, saat mobil taksi yang di tumpangi oleh Darren lewat di hadapannya, Simon baru beranjak pergi.''Darren .... saya lebih berpengalaman dari pada kamu. Kamu tidak bisa dengan mudah menjebak saya,'' ucap Simon, sembari menatap tajam mobil Darren yang melintas di hadapannya.Simon kembali meneruskan perjalanannya, sekarang ia harus berhati-hati agar tidak masuk dalam perangkap Darren. Jika itu terjadi, hancurlah semua yang sudah ia rencanakan selama ini.Langkah cepat Simon lakukan, setelah ia masuk ke halaman rumah dimana Adinara di sekap. Simon mendapatkan kabar dari anak buahnya kalau Adinara tidak sadarkan diri.''Kenapa dia bisa seperti itu?'' tanya Simon, setelah melihat Adinara pingsan sembari terikat di kursi.''Ti-tidak tahu Bos! Tadi saat saya masuk kesini wanita itu sudah tidak sadarkan diri.'' ja
Rintik hujan pagi itu, menambah kesenduan yang sedang Adinara rasakan. Gadis cantik dengan rambut terurai itu beberapa kali menghela napasnya, mencoba mengurai rasa sesak yang sedang ia rasakan.Pedasnya tamparan sang Ayah yang tadi malam Adinara rasakan, masih terasa sampai sekarang. Tamparan itu bukan hanya menyakiti kulit wajahnya, tapi sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.Tiin ... tiiin ... tiiin!!!Tidak terasa, lamunannya pagi itu sampai membuat Adinara lupa, kalau sekarang dia sedang berada di dalam mobil di tengah-tengah padatnya jalanan ibu kota. Bahkan gadis itu sampai tidak menyadari, kalau kendaraan yang tadi sempat padat karena lampu merah, sekarang sudah mengurai secara perlahan.Adainara mencoba menerobos padatnya jalanan pagi itu, tapi kemudian perhatiannya teralihkan ke mobil yang ada di hadapannya. Adinara mengenali mobil itu, mobil mewah milik Pak Simon.''Om Simon!'' sekejap Adinara sempat terdiam, terlintas di benaknya so
Sepasang mata manusia sedang mengintai bagai elang yang ingin memangsa mangsanya. Jack pria berbadan tegap itu sedang berdiri tepat di depan rumah Brian, bersama ke tiga anak buahnya.''Bos, apa yang harus kita lakukan?'' tanya salah satu pria yang berdiri di belakang Jack.''Tanggu saja, kita awasi saja dahulu. Kalau suasananya sudah sepi, baru kita bergerak,'' jawab Jack yang di balas anggukan pelan oleh ketiga anak buahnya.''Baik,Bos!''Sampai kemudian, Brian pria yang sedang mereka incar keluar dari rumahnya dan pergi menggunakan sepeda motor.''Ikuti dia. Jangan sampai lolos!''Jack dan ketiga anak buahnya segera bergegas masuk ke mobil, kemudian mengejar Brian yang sudah berlalu pergi menggunakan sepeda motornya.''Tadi kemana jalanannya, Bos!'' tanya salah satu orang yang membawa mobil saat matanya tidak melihat keberadaan Brian.''Dasar payah!Lihat itu, dekat mobil taksi yang berwarna biru,'' kata Jack, sembari menunjuka
Darren berjalan cepat setelah keluar dari warung Bu Mar. Tapi kemudian ada seseorang yang menabrak pundaknya, Darren menatap orang itu, ada keanehan yang di tunju'kan oleh pria muda yang memakai topi hitam itu.Mimik wajahnya seperti mengisyaratkan pada Darren kalau Darren harus mengikutinya. Pemuda yang di perkirakan berusia 23 Tahun itu berjalan cepat, sementara Darren berada lima langkah di belakangnya.''Siapa kamu?Apa kita pernah saling mengenal?'' Darren bertanya dengan nada tegas, sorot matanya tajam memperhatikan setiap jengkal penampilan pemuda itu. Darren benar-benar tidak mengenalinya, dan belum pernah bertemu sama sekali.Pemuda itu tetap bersikap dingin, menatap kosong air danau yang ada di hadapannya.''Hei!Apa maumu?Kenapa kau memintaku mengikutimu?'' Darren bertanya lagi, kali ini lebih tegas.Pemuda itu berbalik badan, membuka topinya, terlihat sorot mata tajam menatap Darren. Pemuda berkulit kuning langsat itu, mengambil sesuatu d
''Darren!''panggil Adinara dan Darren berhenti.''Auww!Sakit Nara, kenapa kamu menginjak kakiku?'' protes Darren, saat tiba-tiba Adinara menginjak kakinya.''Lagian salah sendiri, kenapa asal cium saja,'' balas Adinara sembari berjalan cepat masuk ke kantornya.Darren melupakan sejenak rasa sakit akibat di injak oleh Adinara. Ada yang harus ia lurus'kan soal tadi ia menciumnya.''Nara, kita sudah berpacaran'kan?Apa ada yang salah dengan yang kulaku'kan?'' tanya Darren, sembari mengimbangi kecepatan Adinara berjalan.''Atau jangan-jangan, kamu belum pernah di cium oleh seorang pria sebelumnya, yah?'' goda Darren.Adinara reflek menghenti'kan langkah kakinya. Mata Adinara menatap Darren tajam.''Aa-aku ... aku cuma tidak mau melakukan hal itu sebelum kita menikah,'' kilah Adinara, kemudian melanjut'kan langkahnya.''Oke ... oke, Nara,'' Darren berhasil meraih tangan Adinara, dan mereka sekarang saling berhadapan.''Aku minta maaf, a
Dengan wajah kusutnya, Adinara duduk di sebuah kursi yang ada di taman itu. Wajahnya sendu, ada kebingungan yang sedang Adinara rasakan.Di belakangnya, Darren berjalan pelan menghampiri Adinara yang sedang duduk termenung. Sama seperti Adinara, Darren juga membawa perasaan galaunya saat pergi ketaman itu.''Nara!'' panggil Darren, kemudian Adinara menoleh.'Maaf agak lama. Tadi jalanan lumayan macet,'' jelas Darren kemudian duduk di samping Adinara tanpa di perintah.''Tidak apa-apa. Aku juga baru sampai,'' balas Adinara.Darren dan Adinara saling diam beberapa saat, mereka tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Bahkan Adinara yang sebelumnya sudah siap menanyakan sesuatu ke Darren, sekarang malah sungkan untuk bertanya.''Kamu mau membicarakan masalah apa, meminta aku kesini?'' tanya Darren memecah keheningan.Adinara masih memilih diam, tapi tatapan matanya ke Darren menunjukan kalau ia tidak sedang baik-baik saja. Tapi Adinara bin
Pagi hari yang cerah, Darren berlari santai di lingkungan kompleknya. Hari ini hari libur, jadi Darren memanfaatkannya untuk merenggangkan otot-ototnya sejenak dengan berolaraga.Dengan tinggi 180 cm, Darren benar-benar idola kaum hawa, apalagi di tambah dengan tubuhnya atletis dan wajah setengah bulenya, Darren layak menjadi seorang play boy kalau dia mau.Tapi entah kenapa sampai umurnya menginjak 26 Tahun, Darren seperti sulit untuk mendapatkan kekasih.''Darren!'' panggil sang Papa setelah Darren tiba di rumah dan hendak naik ke tangga.''Iya Pa,'' sahut Darren.''Kamu cepat mandi setelah itu ganti baju. Nanti jam delapan kamu ikut Papa, Papa mau mengajak kamu mengunjungi sahabat lama Papa,'' kata Pak Edward, sembari melihat jam yang melingkar di lengannya.''Darren harus ikut?''''Iya, kamu juga!''''Apa urusannya sama Darren?'' tanya Darren penasaran.''Nanti kamu akan tahu sendiri,'' jawab Pak Edward sambil berlalu meninggalk