Seperti adegan dalam Film laga, Darren dan mobil yang mengejarnya terus saling mengejar, benturan-benturanpun tidak bisa di hindari saat itu. Sampai akhirnya mobil yang di tumpangi Darren terpojok di sebuah jalan yang cukup sepi.
Darren keluar dari mobil kemudianberlari. Darren berusaha sebisa mungkin untuk menghindari ke empat orang yang mengejarnya. Langkah kakinya coba ia percepat, ia berlari ke sebuah kebun, Darren mencoba menghilang di tingginya ilalang di kebun itu. Tapi percuma, ke empat orang itu bisa menemukannya juga.
Tatapan sangar Darren dapatkan dari keempat orang yang sudah berhasil mengepungnya. Sementara Darren yang berada di tengah-tengah mereka, mencoba merenggangkan kakinya, memasang kuda-kuda, bersiap untuk menangkis.Sementara kedua tangan ia kepalkan sekuat mungkin, bersamaan dengan sorot mata tajam ke arah mereka berempat.
Sampai kemudian salah satu di antara mereka maju kedepan, pria yang di ketahui bernama Jack itu melepaskan jaket yang i
Sesampainya di kantor polisi, Pak Salim langsung di jebloskan ke tahanan. Darren sebenarnya merasa iba dengan kondisi Pak Salim, Darren juga yakin kalau Pak Salim tidak bersalah.''Pak Salim, Bapak sepertinya harus bersabar terlebih dahulu sampai saya bisa membuktikan kalau Pak Salim tidak bersalah,''ucap Darren ke Pak Salim.'' Iya Pak Darren saya paham, dan saya akan bersabar.'''' Terima kasih Pak,'' Darren berdiri,'' kalau begitu saya permisi.''Pak Salim tersenyum, sedang Darren berjalan keluar dari kantor polisi meninggalkan Pak Salim yang sudah memakai baju tahanan.Di mobilnya, Darren terus memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk bisa membebaskan Pak Salim. Kasus ini sangat rumit, karena sampai saat ini Darren belum menemukan satu buktipun yang mengarah ke pelaku sesungguhnya.'' Pak Simon!''Darren menghentikan mobilnya saat melihat Pak Simon sedang berada di pinggir jalan, kemudian masuk ke mobil. Darren mengikuti mobil Pak
''Itu Pak Salim kliennya Darrenkan, Nara?'' tanya Laras kaget, sedang mata Adinara masih terfokus ke layar Televisi yang ada di hadapannya.''Mungkin!'' jawab Adinara singkat sambil berdiri.''Kamu mau kemana?''Aku mau ke rumah sakit, sebentar!'' jawab Adinara sambil berlalu.Adinara bergegas segera menaiki Lift, tapi secara bersamaan Darren juga muncul dan menaiki Lift yang sama. Wajah mereka berdua terlihat tegang, saling diam, bahkan tidak saling menyapa beberapa saat.''Saya turut prihatin atas apa yang di alami oleh Pak Salim!'' ujar Adinara ke Darren.''Saya tidak menyangka Pak Salim akan melakukan hal senekat itu.''''Menurut saya ada sesuatu yang aneh! Pak Salim tidak akan melakukan hal itu,'' sahut Darren cepat.''Maksud kamu?'' alis Adinara berkedut. Adinara menatap tajam Darren yang berdiri di sampingnya.''Menurut saya, kematian Pak Salim seperti di buat-buat. Pak Salim sebelumnya masih terlihat semangat, walau ada rasa ber
AdinaraTunggu disitu, jangan keluar mobil. Saya tidak mau Papa tahu kalau saya jalan sama kamu19.30Darren tersenyum saat mendapatkan balasan pesan dari Adinara. Ia paham kenapa Adinara bersikap seperti itu, Karena memang selama ini Papa dan orang tuanya Adinara tidak pernah akur.Sementara di kamarnya, Adinara berusaha mencari akal supaya Papanya tidak curiga kalau ia akan pergi bersama Darren.''Laras,'' panggil Adinara,''kalau nanti papa nanya, kamu jawab saja kita mau pergi ke ulang tahun teman SMA kita.''''Jadi kamu nyuruh aku kesini untuk di jadikan tameng, supaya papa kamu tidak curiga?'' tanya Laras sedikit ketus.Adinara tersenyum lebar, ia tahu kalau Laras pasti akan bertanya seperti itu.''Iyaah!'' jawab Adinara sambil tersenyum, tanpa menunjukan rasa bersalah sedikitpun.'' Tahu kaya gitu, aku tadi diam di rumah saja.'''' Laras,Pleas! Adinara memohon.'' Iya deh aku bantu.''
''Salman,'' ucap Pria itu, yang membuat Adinara berseru girang, dengan mulut sedikit menganga.''Salmann!!'' seru Adinara sambil berdiri, Adinara memperhatikan pria bernama Salman itu dengan seksama.''Beneran kamu Salman?'' tanya Adinara, sedang pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum.''Aku Salman,teman SMA kamu. Yang pernah kamu tolak cintanya dua kali,'' jelas Salman mengingatkan, wajah Adinara mengernyit, ia tidak menyangka kalau Salman masih mengingat peristiwa itu.''Kamu masih ingat saja!''''Jelas aku masih ingat, karena kamu dulu sangat sepesial buat aku.''DEG!Jantung Adinara seperti terkena pukulan yang lumayan keras. Adinara tahu, Salman dulu selalu mengejar-ngejar cintanya. Tapi Adinara tidak merespon, karena hanya menganggap Salman sebagai sahabat.''Sampai sekarangpun, kamu masih sepesial!''''Heuh?'' Adinara terdiam sejenak.''Maksud kamu?''Adinara kembali hanya terdiam. Tak tahu harus berbuat apa, apalag
''Bos! Pak Andreas sudah kami kurung di gudang, seperti yang Bos Simon perintahkan.''Simon tersenyum penuh kemenangan, saat Jack anak buahnya memberi kabar kalau Andreas sudah mereka tangkap.''Bagus! Jaga terus jangan sampai lolos. Kalau Andreas sampai lolos, nyawa kalian taruhannya.''''Baik, Bos!''Tutt!''Sekarang tinggal mengurus dua pengacara itu. Kalau mereka terus di biarkan, mereka bisa menjadi masalah.''Simon terdiam sejenak sambil memegang dagunya.''Tapi ... apa maksud mereka mengenai brangkas rahasia Tirta Adiyasa. Brangkas apa yang di maksud? Di mana Tirta Adiyasa menyembunyikan brangkas itu.''Simon berdiri, dengan cepat ia melangkahkan kakinya ke kamar Tirta Adiyasa. Simon ingin segera menemukan brangkas yang di sebutkan oleh Darren. Dengan cepat Simon mengacak-acak isi kamar itu, mulai dari lemari, bawah kasur, belakang kursi, tidak ada yang ia lewatkan. Tapi semuanya nihil,
''Yang mau nonton sama dia siapa coba!''Adinara menggerutu, sambil terus menatap Darren yang masuk ke mobilnya.''Sok sibuk lagi! Nonton? Ogah banget nonton sama dia.''Adinara berjalan cepat kekantornya. Suasana hatinya saat ini sedang tidak baik, terutama saat memikirkan kasus yang sedang ia tangani, karena sampai sekarang belum menemukan titik temu.''Kenapa?'' tanya Laras saat tiba-tiba Adinara masuk keruangannya dengan wajah kusam.''Darren! Masa tiba-tiba ngajak aku nonton. Dia tidak mikir apa, sampai sekarang kasus yang sedang dia tangani belum juga selesai.''Laras tersenyum tipis saat mendengar keluh kesah sahabatnya itu. Terdengar emosi, tapi di dalamnya tersimpan perasaan yang hanya Adinara yang tau.''Emang kenapa?'' tanya Laras setelah mematikan laptopnya, kemudian menatap Adinara serius.''Ya, seharusnya dia fokus sama kasusnya. Tidak usah memikirkan yang lain dulu.''''Nara! Darren, kamu, aku, kita bukan robot.
Mobil Adinara menghantam pohon besar yang ada di pinggir jalan. Untungnya hantaman itu tidak terlalu keras, sehingga Adinara tidak terluka parah.Adinara berusaha tetap tersadar setelah mengalami benturan di kepala, Adinara berusaha tenang setelah apa yang di alaminya. Adinara bersandar ke kursi, Adinara berusaha membuka matanya lebar-lebar, setelah pandangannya tadi sempat samar.''Cepat bawa Adinara ke mobil, sebelum banyak warga yang berdatangan,'' perintah Jack. Dengan sigap, kedua anak buah Jack langsung turun dari mobil menghampiri Adinara.''Siapa kalian?'' tanya Adinara ketakutan, saat tiba-tiba ada dua orang yang membuka pintu mobilnya.''Jangan banyak tanya. Ikut kami!'' bentak salah satu pria itu.''Kalian mau apa?''Kedua orang itu diam, tidak menjawab pertanyaan yang di tanyakan oleh Adinara. Sebaliknya, kedua orang itu terus memaksa Adinara untuk keluar dari mobil. Tangan Adinara di pegang erat oleh kedua orang itu, Adinara berus
Beberapa menit kemudian, Jack kembali legi dengan membawa bungkusan plastik yang berisi obat-obatan.''Berikan obatnya!'' pinta Darren tegas, Jack kembeli tersenyum.''Tidak semudah itu!" Jack berjalan perlahan, Jack kemudian berdiri di depan Adinara yang masih terlihat lemas. ''Kau butuh obat ini? Saya juga butuh sesuatu dari Kau.''Darren menghela napas,''Apa yang kalian inginkan?" tanya Darren sambil menatap tajam Jack.Jack kembali tersenyum miring, ia melangkah perlahan mendekati Jack.''Berangkas itu? Brangkas pak Tirta . Dimana lokasi Brangkas pak Tirta di sembunyikan?''''Hahaha ....'' Darren tertawa pelan kemudian menghela napas.''Ternyata itu yang kalian inginkan. Siapa yang menyuruh kalian?''''Kau tidak perlu tau!'' Jack mengayunkan bungkusan obat di depan wajah Darren.''Kalau kau butuh obat, kau berikan informasi dimana tempat brangkas itu berada.''Darren menatap Adinara yang tergeletak di lantai, hanya beralaskan kardu
Door!!Jack tersungkur kelantai di detik terakhir, saat jari telunjuknya hampir saja menarik platuk pistol itu. Jack tergeletak tidak berdaya dengan darah mengalir di pinggang sebelah kiri setelah polisi menembaknya.''Angkat tangan!''''Jangan bergerak. Kalian semua sudah terkepung!''Itulah suara-suara teriakan di luar sana, suasana gaduh pihak kepolisian yang berhasil menyergap anak buahnya Simon.''Kalian tidak apa-apa?'' tanya salah satu polisi yang sedang membuka ikatan Nathan dan kemudian Adinara.Nathan segera menggenggam tangan Adinara, dan membawanya keluar dari tempat ini.''Nara!''Darren!!Lambayan tangan Laras dan Dirga di luar sana, membuat Adinara merasa lega karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bertemu mereka lagi.''Laras!!''Adinara langsung memeluk Laras saat mereka sudah saling berhadapan, kemudian di ikuti oleh Dirga dan Nathan yang melakukan hal yang sama.''Terima
Empat pasang mata sedang terfokus ke pria yang ada di hadapannya. Mereka benar-benar mengawasi Darren tanpa melewatkan sedetikpun.Sedang Darren, otaknya terus berfikir keras bagaimana caranya supaya bisa lepas dari kedua orang ini, tapi tidak membuat Adinara dalam bahaya.Sementara di kantornya, beberapa pasang mata menatap heran saat Darren masuk ke kantor bersama dua orang yang tidak mereka kenal.''Darren siapa mereka?'' tanya Dirga, sembari berdiri menatap dua orang yang mengekor di belakang Darren.Tapi kemudian dengan sigap salah satu dari mereka langsung menjauhkan Dirga dari Darren. Dirga di dorong oleh salah satu dari mereka, sampai pria berkacamata itu hampir saja terjatuh kebelakang.''Sudah!'' kata Darren mencegah.''Urusan kita lebih penting. Jangan menyakiti karyawan saya,'' pinta Darren, sembari menahan tubuh kekar orang itu dengan tangannya.Tapi ada situasi dimana Darren berhasil memanfaatkan keributan itu. Tanpa sepengetahu
Simon tersenyum miring di dalam mobilnya, setelah berhasil mengelabui Darren. Darren tidak tahu kalau Simon bersembunyi di sebuah gang kecil, saat mobil taksi yang di tumpangi oleh Darren lewat di hadapannya, Simon baru beranjak pergi.''Darren .... saya lebih berpengalaman dari pada kamu. Kamu tidak bisa dengan mudah menjebak saya,'' ucap Simon, sembari menatap tajam mobil Darren yang melintas di hadapannya.Simon kembali meneruskan perjalanannya, sekarang ia harus berhati-hati agar tidak masuk dalam perangkap Darren. Jika itu terjadi, hancurlah semua yang sudah ia rencanakan selama ini.Langkah cepat Simon lakukan, setelah ia masuk ke halaman rumah dimana Adinara di sekap. Simon mendapatkan kabar dari anak buahnya kalau Adinara tidak sadarkan diri.''Kenapa dia bisa seperti itu?'' tanya Simon, setelah melihat Adinara pingsan sembari terikat di kursi.''Ti-tidak tahu Bos! Tadi saat saya masuk kesini wanita itu sudah tidak sadarkan diri.'' ja
Rintik hujan pagi itu, menambah kesenduan yang sedang Adinara rasakan. Gadis cantik dengan rambut terurai itu beberapa kali menghela napasnya, mencoba mengurai rasa sesak yang sedang ia rasakan.Pedasnya tamparan sang Ayah yang tadi malam Adinara rasakan, masih terasa sampai sekarang. Tamparan itu bukan hanya menyakiti kulit wajahnya, tapi sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.Tiin ... tiiin ... tiiin!!!Tidak terasa, lamunannya pagi itu sampai membuat Adinara lupa, kalau sekarang dia sedang berada di dalam mobil di tengah-tengah padatnya jalanan ibu kota. Bahkan gadis itu sampai tidak menyadari, kalau kendaraan yang tadi sempat padat karena lampu merah, sekarang sudah mengurai secara perlahan.Adainara mencoba menerobos padatnya jalanan pagi itu, tapi kemudian perhatiannya teralihkan ke mobil yang ada di hadapannya. Adinara mengenali mobil itu, mobil mewah milik Pak Simon.''Om Simon!'' sekejap Adinara sempat terdiam, terlintas di benaknya so
Sepasang mata manusia sedang mengintai bagai elang yang ingin memangsa mangsanya. Jack pria berbadan tegap itu sedang berdiri tepat di depan rumah Brian, bersama ke tiga anak buahnya.''Bos, apa yang harus kita lakukan?'' tanya salah satu pria yang berdiri di belakang Jack.''Tanggu saja, kita awasi saja dahulu. Kalau suasananya sudah sepi, baru kita bergerak,'' jawab Jack yang di balas anggukan pelan oleh ketiga anak buahnya.''Baik,Bos!''Sampai kemudian, Brian pria yang sedang mereka incar keluar dari rumahnya dan pergi menggunakan sepeda motor.''Ikuti dia. Jangan sampai lolos!''Jack dan ketiga anak buahnya segera bergegas masuk ke mobil, kemudian mengejar Brian yang sudah berlalu pergi menggunakan sepeda motornya.''Tadi kemana jalanannya, Bos!'' tanya salah satu orang yang membawa mobil saat matanya tidak melihat keberadaan Brian.''Dasar payah!Lihat itu, dekat mobil taksi yang berwarna biru,'' kata Jack, sembari menunjuka
Darren berjalan cepat setelah keluar dari warung Bu Mar. Tapi kemudian ada seseorang yang menabrak pundaknya, Darren menatap orang itu, ada keanehan yang di tunju'kan oleh pria muda yang memakai topi hitam itu.Mimik wajahnya seperti mengisyaratkan pada Darren kalau Darren harus mengikutinya. Pemuda yang di perkirakan berusia 23 Tahun itu berjalan cepat, sementara Darren berada lima langkah di belakangnya.''Siapa kamu?Apa kita pernah saling mengenal?'' Darren bertanya dengan nada tegas, sorot matanya tajam memperhatikan setiap jengkal penampilan pemuda itu. Darren benar-benar tidak mengenalinya, dan belum pernah bertemu sama sekali.Pemuda itu tetap bersikap dingin, menatap kosong air danau yang ada di hadapannya.''Hei!Apa maumu?Kenapa kau memintaku mengikutimu?'' Darren bertanya lagi, kali ini lebih tegas.Pemuda itu berbalik badan, membuka topinya, terlihat sorot mata tajam menatap Darren. Pemuda berkulit kuning langsat itu, mengambil sesuatu d
''Darren!''panggil Adinara dan Darren berhenti.''Auww!Sakit Nara, kenapa kamu menginjak kakiku?'' protes Darren, saat tiba-tiba Adinara menginjak kakinya.''Lagian salah sendiri, kenapa asal cium saja,'' balas Adinara sembari berjalan cepat masuk ke kantornya.Darren melupakan sejenak rasa sakit akibat di injak oleh Adinara. Ada yang harus ia lurus'kan soal tadi ia menciumnya.''Nara, kita sudah berpacaran'kan?Apa ada yang salah dengan yang kulaku'kan?'' tanya Darren, sembari mengimbangi kecepatan Adinara berjalan.''Atau jangan-jangan, kamu belum pernah di cium oleh seorang pria sebelumnya, yah?'' goda Darren.Adinara reflek menghenti'kan langkah kakinya. Mata Adinara menatap Darren tajam.''Aa-aku ... aku cuma tidak mau melakukan hal itu sebelum kita menikah,'' kilah Adinara, kemudian melanjut'kan langkahnya.''Oke ... oke, Nara,'' Darren berhasil meraih tangan Adinara, dan mereka sekarang saling berhadapan.''Aku minta maaf, a
Dengan wajah kusutnya, Adinara duduk di sebuah kursi yang ada di taman itu. Wajahnya sendu, ada kebingungan yang sedang Adinara rasakan.Di belakangnya, Darren berjalan pelan menghampiri Adinara yang sedang duduk termenung. Sama seperti Adinara, Darren juga membawa perasaan galaunya saat pergi ketaman itu.''Nara!'' panggil Darren, kemudian Adinara menoleh.'Maaf agak lama. Tadi jalanan lumayan macet,'' jelas Darren kemudian duduk di samping Adinara tanpa di perintah.''Tidak apa-apa. Aku juga baru sampai,'' balas Adinara.Darren dan Adinara saling diam beberapa saat, mereka tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Bahkan Adinara yang sebelumnya sudah siap menanyakan sesuatu ke Darren, sekarang malah sungkan untuk bertanya.''Kamu mau membicarakan masalah apa, meminta aku kesini?'' tanya Darren memecah keheningan.Adinara masih memilih diam, tapi tatapan matanya ke Darren menunjukan kalau ia tidak sedang baik-baik saja. Tapi Adinara bin
Pagi hari yang cerah, Darren berlari santai di lingkungan kompleknya. Hari ini hari libur, jadi Darren memanfaatkannya untuk merenggangkan otot-ototnya sejenak dengan berolaraga.Dengan tinggi 180 cm, Darren benar-benar idola kaum hawa, apalagi di tambah dengan tubuhnya atletis dan wajah setengah bulenya, Darren layak menjadi seorang play boy kalau dia mau.Tapi entah kenapa sampai umurnya menginjak 26 Tahun, Darren seperti sulit untuk mendapatkan kekasih.''Darren!'' panggil sang Papa setelah Darren tiba di rumah dan hendak naik ke tangga.''Iya Pa,'' sahut Darren.''Kamu cepat mandi setelah itu ganti baju. Nanti jam delapan kamu ikut Papa, Papa mau mengajak kamu mengunjungi sahabat lama Papa,'' kata Pak Edward, sembari melihat jam yang melingkar di lengannya.''Darren harus ikut?''''Iya, kamu juga!''''Apa urusannya sama Darren?'' tanya Darren penasaran.''Nanti kamu akan tahu sendiri,'' jawab Pak Edward sambil berlalu meninggalk