Dallas menaikkan sebelah alisnya seraya memandang dua orang di depannya bingung. Di hadapan pria itu saat ini, berdiri Hana dan seorang pria lain yang sama sekali tidak ia kenal.
Pria asing itu berpakaian rapi. Ia tersenyum ramah kepada Dallas yang sayangnya, tdak membalas ramahnya senyuman pria itu.
"Siapa dia?"tanya Dallas pada Hana.
"Ah, dia adalah Alan Lennon. Seorang fisioterapis terkenal. Tn. Lennon, akan menjadi fisioterapismu."jawab Hana seraya memperkenalkan pria di sampingnya dengan semangat.
Dallas mengerutkan dahinya. Ia menatap Hana dan Alan secara bergantian. "Dia? Fisioterapis yang kau pilihkan untukku?"tanya pria itu sekali lagi. Ia memperhatikan penampilan Alan dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Selamat pagi, Tn. Wheeler. Saya Alan Lennon, calon fisioterapis anda. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu proses penyembuhan anda. Saya mohon
Happy reading and enjoy💕
"Kau akan cuti? Kapan?" "Sekitar dua minggu lagi." Dallas teringat obrolannya dengan Hana tempo hari. Di mana dokter cantik itu mengatakan bahwa ia akan mengambil cuti dua minggu lagi. Bukan hanya itu, Hana juga mengatakan bahwa Dallas akan segera pulang ke rumah sekitar satu minggu lagi. Dallas berdecak. Pria itu mengusap wajahnya. Entah mengapa, memikirkan semua itu membuat Dallas merasa frustasi. Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia tidak lagi bertemu dengan Hana. "Ah, kenapa aku menjadi seperti ini? Kenapa rasanya aku ingin sekali mendapatkan hati wanita itu?"tanya Dallas pada dirinya sendiri. "Hey, sadarlah! Kau itu Dallas Wheeler! Para wanitalah yang mengejarmu. Bukan kau yang mengejar mereka. Lalu, sekarang mengapa kau keluar dari prinsipmu itu?" "Tapi, bukankah dokter Hana itu adalah wanita yang manis. Bukan masalah besar
Seperti biasa, makan siang kali ini Hana habiskan di kafetaria. Namun, bedanya kali ini ia ditemani oleh seorang fisioterapis tampan yang bernama Alan Lennon. "Sudah lama sekali, bukan? Seingatku, kita bertemu terakhir kali tahun lalu, benar bukan?"tanya Alan mencoba mengingat-ingat pertemuannya dengan Hana terakhir kali. Hana menganggukkan kepalanya. "Ya, kau benar. Itu terjadi tahun lalu, tepatnya saat menghadiri sebuah seminar?" Alan tersenyum. "Seingatku juga seperti itu." "Bagaimana dengan Jepang? Kau belum menceritakannya padaku."ucap Hana. Ia teringat bahwa Alan bekerja di Jepang sebelumnya. Alan meneguk Americano yang ia pesan tadi, lalu berpikir sejenak. "Tidak terlalu buruk. Jepang adalah negara yang indah. Sayang sekali, aku mengunjunginya saat bunga Sakura belum bermekaran. Jepang juga menjunjung tinggi nilai sopan santun. Itulah yang membuatku mer
Louis melangkahkan kakinya ke sebuah bar di kota London. Wajah tampan pria itu terlihat kusut. Ia berjalan mendekati meja bartender. "Selamat malam, Tn. Louis."ucap sang bartender berambut ikal. Louis menganggukkan kepalanya. "Aku ingin sebotol wine."ucapnya. Bartender berambut ikal itupun menganggukkan kepalanya. Dengan cekatan, ia menyediakan sebotol wine pilihan lengkap dengan sebuah gelas kaca di hadapan Louis. Louis menuangkan cairan pekat itu kedalam gelas kaca yang telah disediakan lalu meneguknya. Pria itu memejamkan matanya sembari merasakan sensasi wine yang perlahan mengalir di kerongkongannya. Perlahan kedua mata coklatnya terbuka disusul dengan helaan napas berat yang terdengar. Meski tampak lebih rileks, wajah Louis tetap saja terlihat kusut. Seperti banyak sekali beban memenuhi kepala pria itu. "Ada apa? Kau tampak berbeda ha
Dallas tengah bersantai di atas ranjang rumah sakitnya saat ini. Pria itu berniat untuk beristirahat setelah melewati hari yang penuh dengan kejutan. Namun, suara ketukan di pintu mengurungkan niat pria tampan itu. "Masuk!"ucap Dallas. Tak lama kemudian, muncul seorang wanita dari balik pintu. Wanita itu membawa sebuket bunga mawar merah. Ia mengenakan stelan kantoran sexy yang beberapa kancing kemeja teratasnya dibiarkan terbuka. Sehingga menampakkan belahan dadanya yang begitu menggoda. Rok span bewarna hitam ketat membentuk sempurna lekukan tubuh indahnya. Sungguh itu adalah sebuah pemandangan yang begitu indah untuk disaksikan sebelum tidur. Dallas menyeringai. Ia mengenal perempuan itu sebagai sekretaris pribadinya di kantor. "Lena, kau datang untuk menjengukku? Manis sekali."ucap Dallas sembari mengedipkan sebelah matanya genit. Jika yang berkunjung ke kamarnya adalah seorang pria, Dallas bersumpah aka
Suasana di kamar Dallas seketika menjadi canggung. Masing-masing orang yang berada di dalamnya terjebak dalam keheningan yang menyesakkan. Tidak ada yang berani berbicara semenjak tertangkap basahnya Dallas dan Lena. Dallas tidak berhenti menatap ke arah Hana yang tengah sibuk mengganti botol infusnya. Wanita itu sejak tadi tidak mengucapkan sepatah katapun. Ia hanya sibuk memeriksa Dallas dengan mulut yang terkunci rapat. "Selamat pagi, dokter Hana."sapa Dallas yang mencoba mencairkan suasana. Hana melirik pria itu sekilas kemudian kembali melanjutkan segala urusannya. Ia tampak sedikit tergesa-gesa seakan ingin segera menyelesaikan segala urusannya di sana. "Kau datang lebih awal pagi inj, dokter Hana."ucap Dallas. "Aku akan menghadiri konferensi pers beberapa jam kedepan. Jika aku tidak memeriksamu sekarang, mungkin aku akan terlambat datang kemari dan kau akan me
"Hey! Hana, tunggu!" Erick berteriak memanggil Hana yang berjalan beberapa langkah di depannya. Teriakannya yang cukup keras, membuat orang-orang di sekitar pria itu menoleh ke arahnya. Hana menghentikan langkahnya. Wanita itu mendengus seraya membalikkan badannya. Ia menatap Erick malas. "Tidak perlu berteriak. Aku terus berjalan bukan karena aku tidak bisa mendengarmj, tetapi hanya karena aku tidak ingin mendengarmu."ucap Hana setelah Erick tiba di hadapannya. Erick memasang senyum tanpa dosa sehingga menampakkan deretan gigi putih yang membuatnya kian terlihat manis. "Maafkan aku. Sejak tadi aku berusaha memanggilmu tapi kau sama sekali tidak menghiraukanku." "Sudah kukatakan aku hanya sedang tidak ingin menghiraukanmu."ujar Hana ketus. Erick mengerutkan dahinya. Pria itu kemudian menyejajarkan langkahnya di sebelah Hana. "Kau baik-baik saja? Kulihat mood mu
Louis tengah berjalan di koridor rumah sakit saat ini. Kedua kaki jenjangnya melangkah dengan tenang di atas lantai rumah sakit yang dingin. Sesekali ia menyenandungkan irama lagu yang hanya ua sendiri yang tahu lagu apa itu. Tiba-tiba pria itu teringat pada Dallas. Sungguh, tingkah sahabatnya itu hari ini benar-benar menyebalkan. Sebenarnya, setiap hari juga seperti itu. Akan tetapi, hari ini Dallas sungguh kelewat batas. Louis juga tidak habis pikir, bagaimana Dallas bisa tetap bersikap tenang seolah tidak terjadi apapun. Bahkan, Louis yang tidak ikut melakukannya saja merasa malu. Dan Dallas? Jangankan merasa malu, pria itu bahkan tidak merasa perbuatan yang telah ia lakukan itu salah. Ia bahkan dengan santainya berbicara kepada dokter Hana seolah tidak menyesali perbuatannya itu. Louis menghela napasnya kasar. Pria itu kini telah sampai di basement rumah sakit. Dan ia, tengah berjalan mendekati mobilnya.
Hari yang benar-benar melelahkan bagi Hana. Banyak hal terjadi yang cukup menguras emosi dokter muda tersebut. Tapi, untungnya hari yang melelahkan itu telah usai. Wanita cantik itu saat ini tengah berjalan menuju basement rumah sakit. Ia melangkah kan kakinya cepat. Sepertinya, Hana ingin tiba di rumahnya sesegera mungkin. Kedua mata bewarna coklat milik Hana tampak sayu memperlihatkan betapa lelahnya wanita itu hari ini. Wajahnya juga tampak tak lagi bersemengat. Rasanya, Hana ingin cepat-cepat menghempaskan tubuh di atas ranjang kesayangannya di rumah. "Hai, Hana." Langkah Hana terpaksa terhenti saat ia mendengar seseorang memanggil namanya. Hana tak perlu menolehkan kepala maupun membalikkan badannya. Karena, orang yang memanggil namanya itu telah berdiri tepat di sebelahnya saat ini. Dia adalah Alan yang sepertinya juga hendak pulang setelah seharian bekerja. Na