Makaila terlihat begitu pucat. Bagaimana mungkin dirinya tidak pucat jika saat ini dirinya tengah duduk di atas pangkuan Bara. Tentu saja, Makaila merasa jika posisinya ini sangat tidak aman. Ya, tidak aman sebagai seorang target pembunuhan, dan tidak aman sebagai seorang gadis. Ayolah, Bara itu adalah pria yang sudah dewasa, dan Makaila yakin jika Bara adalah pria yang normal. Tentu saja, sebagai seorang gadis, Makaila merasa jika posisi ini sangatlah berbahaya. Namun, Makaila sama sekali tidak bisa berutik. Saat ini Makaila berusaha untuk tidak bergerak berlebihan dan memilih untuk fokus dengan pelajaran yang tengah tersaji di hadapannya.
“Sekarang, kerjakan sesuai dengan cara yang aku jelaskan barusan. Jika salah, aku tidak akan berpikir dua kali untuk memberikan hukuman padamu. Tapi, jika kau berhasil mengerjakannya dengan baik, maka aku akan memberikan hadiah yang tentu saja akan menyenangkan,” bisik Bara tepat di telinga kiri Makaila. Bisikan itu jelas membuat Makaila merinding bukan main. Namun, Makaila berusaha untuk fokus dan segera mengerjakan soal logaritma yang terlihat begitu rumit. Bahkan, Makaila memerlukan cukup banyak waktu dan kertas untuk memecahkan sebuah soal tersebut.
Namun, Bara sama sekali tidak mengganggu apa yang tengah dikerjakan oleh Makaila. Bara lebih memilih untuk melingkarkan kedua tangannya pada pinggang ramping Makaila. Ternyata saat fokus, Makaila sama sekali tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Bara. Makaila masih saja tetap fokus dengan apa yang ia kerjakan, hal itu membuat Bara merasa tergelitik. Pria satu itu menenggerkan dagunya pada bahu mungil Makaila dan mengamati apa yang tengah dikerjakan oleh Makaila. Mau tidak mau, Bara menyunggingkan senyumnya saat melihat jika Makaila mengerjakan tugasnya dengan sangat baik.
Bara pun mulai memikirkan apa hadiah yang akan ia berikan pada Makaila, karena Bara yakin jika Makaila bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Meskipun niat awal Bara menyamar menjadi seorang guru privat adalah untuk melaksanakan rencananya menjerat Makaila, tetapi Bara rasa tidak ada ruginya untuk mengajarkan pelajaran yang memang dibutuhkan oleh Makaila. Tentu saja, bagi seseorang seperti Bara, kecerdasan adalah hal yang paling utama. Bara adalah seorang bos dalam dunia kriminal, jadi dirinya memang perlu memiliki ketajaman insting yang berbading lurus dengan kecerdasan yang ia miliki.
Mengingat mengenai profesinya, Bara sendiri merasa jika dirinya sudah tidak sabar untuk mengungkapkannya pada Makaila. Selama ini, tentu saja Bara bisa menebak jika Makaila hanya sekadar berpikir bahwa Bara hanyalah seorang penjahat yang tidak segan untuk membunuh seseorang. Namun, nyatanya Bara bukanlah penjahat yang memiliki kejahatan sebatas itu. Sayangnya, Bara tidak bisa mengatakannya saat ini juga. Karena Bara harus melakukan semuanya sesuai dengan rencana, agar apa yang ia lakukan terkendali dan sukses seperti yang ia harapkan.
Bara tersadar saat Makaila berseru, “Ah, sudah selesai!”
Bara pun menatap hasil kerja Makaila yang memang ditunjukkan secara bangga oleh Makaila. Bara meneliti setiap angka demi melihat apakah memang ada angka yang salah. Namun, sesuai dengan perkiraan sebelumnya, Makaila sama sekali tidak melakukan kesalahan dalam proses pengerjaan hingga mendapatkan hasil yang tepat dengan perhitungan Bara sebelumnya. Makaila yang masih duduk di pangkuan Bara yang duduk lesehan di kamar pribadinya, tentu saja merasa harap-harap cemas. Meskipun Makaila yakin dirinya sudah mengerjakannya dengan sangat baik, tetapi Makaila tidak bisa menahan diri untuk merasa gugup. Makaila tidak ingin mendapatkan hukuman dari Bara.
Makaila memang belum tahu hukuman apa yang akan diberikan oleh Bara padanya. Namun, mengingat Bara yang bahkan tidak berkedip saat menarik pelatuk dan membunuh seseorang, Makaila yakin jika hukuman yang akan diberikan oleh Bara pastinya terasa sangat mengerikan. Karena itulan, Makaila berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik mungkin, penuh ketelitian dan kehati-hatian. Mungkin, bisa dibilang Makaila merasa jika dirinya tengah mengerjakan soal ujian seperti dirinya sekolah dulu. Hanya saja, tekanan yang ia rasakan saat ini jelas terasa lebih mencekam karena ada Bara yang mngawasi serta menilai hasil kerjanya.
Bara mengangguk dan mengambil bolpoin merah untuk menilai beberapa poin. Bara menuliskan sesuatu sembari berkata, “Daripada menggunakan cara sepanjang itu, lebih baik kau menggunakan cara seperti ini. Jelas, saat ujian cara yang aku berikan ini akan lebih menguntungkan karena menghemat waktu.”
Makaila tentu saja dengan fokus mengamati apa yang tengah ditulis dengan cepat oleh Bara. Sedikit banyak, Makaila sendiri merasa begitu takjub dengan kemampuan Bara. Karena Bara memang memiliki kemampuan yang sangat baik jika disebut sebagai seorang tenaga pengajar. Dengan kemampuan tersebut, Makaila curiga jika kemungkinnan Bara memang berprofesi sebagai seorang guru. Namun, mengingat Bara yang bahkan memiliki senjata api dan pernah membunuh, rasanya sangat mustahil jika Bara memang adalah seorang tenaga pengajar yang resmi. Apa mungkin, Bara repot-repot belajar dan berusaha menjadi pengajar demi menjerat Makaila? Makaila berusaha untuk menepis pemikirannya tersebut dan memilih untuk kembali fokus dengan apa yang tengah diajarkan oleh Bara.
Setelah selesai menunjukkan cara mudah serta singkat, Bara meletakkan bolpoinnya dan bertanya, “Apa kau mengerti dengan cara ini?”
Makaila tidak menoleh untuk menatap Bara yang jelas tengah mengamatinya. Makaila tetap fokus dengan cara yang ditunjukkan oleh Bara dan malah menjawab, “Bisakah kamu memberikan soal yang lain untukku? Aku ingin mencoba cara yang baru kamu ajarkan.”
Bara yang mendengar perkataan Makaila merasakan pergolakan batin. Di satu sisi, sebagai seseorang yang mengajarkan, Bara merasa senang karena Makaila memiliki semangat untuk belajar. Namun di sisi lain, Bara merasa kesal setengah hidup dengan apa yang dilakukan oleh Makaila. Kenapa? Karena rasanya, Bara kalah menarik dengan soal matematika yang saat ini tengah dipandangi dengan penuh minat oleh Makaila. Hanya saja, Bara sama sekali tidak keberatan untuk membuat sebuah soal yang baru untuk Makaila. Bara jelas ingin mengetahui kemampuan Makaila.
Perkiraan Bara mengenai Makaila yang memang memiliki kecerdasan dalam bidang akademik memang benar adanya. Hal itu terbukti dengan Makaila yang dengan mudah menerapkan apa yang baru saja diajarkan oleh Bara. Makaila berseru senang setelah mengerjakan soal tersebut dan meminta Bara untuk memeriksa hasil kerjanya. “To-tolong periksa hasil kerjaku,” ucap Makaila antusias dengan hasil kerjanya, dan seakan-akan lupa jika sosok yang tengah memangkunya saat ini adalah sosok yang seharusnya sangat ia hindari.
Bara pun menarik buku Makaila agar mudah ia lihat. Bara kembali mengangguk dan memberikan nilai sempurna karena Makaila mengerjakannya dengan sangat baik. Makaila yang melihat hal itu tentu saja tersenyum dengan senangnya, hingga kedua pipinya yang putih merona dengan cantiknya. Tentu saja itu adalah pemandangan langka bagi Bara yang selama ini selalu disuguhkan dengan raut ketakutan yang pucat pasi. Melihat raut senang ini, Bara pun seakan-akan mendapatkan ide cemerlang sebagai hadiah yang akan ia berikan pada Makaila.
Bara berdeham dan berkata, “Karena kau berhasil mengerjakan dua soal dengan sangat baik, maka aku akan menepati janjiku untuk memberikan hadiah atas kerja bagus ini.”
Mendengar hal itu, Makaila pun tersadar dari rasa senangnya dan mengernyitkan keningnya dalam. Tentu saja ia merasa penasaran dengan hadiah yang akan diberikan oleh Bara tersebut. Makaila pun menoleh sembari bertanya, “Apa hadiah yang akan kamu beri—”
Namun, belum juga Makaila menyelesaikan apa yang ia tanyakan, Bara sudah lebih dulu menahan bagian belakang kepala Makaila dan menanamkan sebuah kecupan pada bibir penuh Makaila. Jelas Makaila terkejut dan berusaha untuk menjauhkan diri, hanya saja Makaila kalah cepat karena sebelumnya Bara sudah menahan kepalanya. Apa yang dilakukan oleh Bara tidak sampai di sana saja, Bara juga mengulurkan tangannya yang bebas untuk meremas salah satu buah dada Makaila. Darah seakan-akan surut dari wajah Makaila, dan menyisakan rona pucat yang begitu kentara.
Dada Makaila mulai terasa begitu sesak saat dirinya tidak bisa bernapas dengan baik. Tubuhnya bergetar hebat, disusul keringat dingin yang mengucur deras. Makaila benar-benar takut, hingga tidak lagi bisa mempertahankan kesadarannya dan lunglai dalam pelukan Bara yang sebenarnya sudah mulai bergairah. Melihat Makaila yang sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya, Bara pun tidak bisa menahan diri untuk memaki, “Shit! Apa aku terlalu berlebihan?”
***
“Argh!” teriak Makaila sembari tersentak dari posisi berbaringnya. Keringat dingin mengucur deras mengiringi air mata yang terus saja menetes di sudut kedua matanya.
Mendengar jeritan putrinya, Edelia yang semula tengah menyiapkan makan malam, segera berlari dan masuk ke dalam kamar Makaila masih dengan celemek yang ia kenakan. Edelia duduk di tepi ranjang dan menyeka keringat dingin di kening serta pelipis putrinya. “Sstt, Sayang. Tenanglah, itu hanya mimpi buruk. Mama ada di sini, tenanglah,” ucap Edeli mencoba menenangkan putrinya.
Makaila yang mendengar hal itu menggigit bibirnya dengan kuat. Tidak, apa yang membuatnya bangun bukanlah mimpi biasa. Itu adalah hal yang benar terjadi tadi siang. Bara sudah melecehkan dirinya. Namun, Makaila tidak mungkin mengatakan hal tersebut pada Edelia. Karena hal itu sama saja dengan mengungkapkan identitas sesungguhnya dari Bara, itu artinya Edelia juga akan berada dalam bahaya. Tentu saja, Makaila tidak mau keluarga satu-satunya ini mendapatkan masalah bahkan berada dalam bahaya. Makaila tidak ingin.
Makaila memeluk ibunya dengan erat dan menumpahkan isak tangisnya di sana. Makaila tidak ingin ibunya dalam bahaya, karena itulah Makaila akan berusaha menanggung semua ini sendirian. Makaila akan berusaha sekuat tenaga untuk itu. Walaupun Makaila sendiri tidak yakin, akan sejauh mana dirinya bisa bertahan dengan situasi yang jelas terasa menyesakkan ini. Makaila hanya bisa berdoa, agar Tuhan segera mengulurkan tangannya dan memberikan pertolongan pada Makaila agar segera terlepas dari jeratan Bara.
Meskipun sudah dikatakan membaik, tetapi Makaila tetap harus menjalani konsultasi secara berkala. Hanya saja intensitasnya dikurangi daripada sebelumnya. Jika biasanya adalah seminggu sekali, maka sekarang sekitar dua atau tiga minggu sekali, sesuai dengan yang dijadwalkan oleh psikiater yang menangani Makaila. Saat ini, Makaila sendiri tengah digandeng oleh Edelia menyusuri lorong rumah sakit yang tidak terlalu ramai. Lorong tersebut akan membawa keduanya menuju ruangan praktek psikiater Makaila. Ini juga adalah salah satu perubahan yang dialami oleh Makaila.Sebelumnya
“Bara,” bisik Makaila tidak percaya.Suara Makaila tersebut luput dari pendengaran Yafas, saat ini Yafas malah mempersilakan Bara untuk masuk ke dalam ruangannya untuk memeriksa identitasnya. Tentu saja, Yafas harus memastikan jika Bara memang orang yang bisa dipercaya untuk membawa Makaila kembali ke apartemen dengan selamat. Meskipun Edelia sudah mempercayainya, tetapi Yafas tidak bisa percaya begitu saja. Dilihat dari tampilan Bara, Yafas yakin jika dirinya memiliki profesi yang memang memaksanya mengenaka
Yafas meletakkan bolpoin yang ia gunakan untuk mencatat beberapa hal penting mengenai pasien yang akan ia temui esok hari. Pria satu itu menghela napas panjang dan memilih untuk melangkah menuju beranda rumahnya dan menatap taman rumahnya yang tidak begitu luas, karena Yafas memang tidak memiliki waktu untuk merawat taman yang lebih luas daripada tamannya saat ini. Yafas memilih untuk duduk di salah satu kursi yang memang disediakan untuk bersantai di sana. Kening Yafas mengernyit dalam saat dirinya memikirkan sesuatu yang terasa begitu mengganggu.Tak lama, Yafas pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, setelah memastikan jika saat ini
Makaila merasa begitu malu. Bagaimana tidak malu, jika dirinya kini menggunakan seragam sekolah menengah atasnya di sekolah dulu. Seragam tersebut memang masih muat dikenakan oleh Makaila. Hanya saja, rok kotak-kotak yang menjadi bagian seragamnya sudah terlihat pendek untuk Makaila. Karena tentu saja setelah dua tahun Makaila tumbuh lebih tinggi daripada sebelumnya. Selebihnya, tidak ada yang berubah dari bentuk tubuh Makaila, bahkan buah dadanya sepertinya tidak mengalami pertumbuhan berarti daripada sebelumnya.Namun, Bara yang melihat hal itu merasa puas. Saat ini, Makaila terlihat sangat manis. Malahan, Bara menilai jika Makaila masih sangat pa
Makaila menerima kecupan dari Edelia, dan melambaikan tangannya pada Edelia yang terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Melihat hal itu, Makaila merasa jika dirinya semakin tidak bisa mengatakan identitas Bara, dan seperti apa perlakuan Bara padanya. Makaila, merasa jika dirinya pasti akan membuat beban yang dipikul oleh ibunya semakin berat saja. sudah cukup selama ini Makaila membuat ibunya repot dan terbebani dengan segala hal yang berkaitan dengannya. Makaila menghela napas dan menutup pintu apartemennya. Makaila memilih masuk ke dalam kamarnya dan berganti pakaian dengan gaun yang sebelumnya sudah ditunjuk oleh Bara untuk digunakan saat sesi homeschooling.
“Wah, ke mana perginya rasa percaya dirimu itu? Kau sudah kalah, maka terima konsekuensinya.”Makaila mengkerut takut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Bara. Sudah dipastikan jika kini Bara akan menagih taruhan yang sudah disepakati oleh mereka tadi. “Me-Memangnya, apa yang kamu inginkan?” tanya Makaila gugup. Sejak awal, baik Makaila maupun Bara memang tidak mengatakan apa yang mereka inginkan, jika mereka menang nanti. Karena itulah, Makail
Makaila terbangun saat tengah malam tiba. Sengatan rasa sakit yang menyerang sekujur tubuh Makaila menyentak dirinya untuk sadar dari rasa kantuk yang menggelayut di kedua kelopak matanya. Saat itulah, Makaila sadar jika apa yang ia alami sebelumnya bukanlah khayalan. Rasa sakit yang menyerangnya ini, adalah bukti jika dirinya memang sudah dihancurkan oleh Bara. Memikirkan jika kehidupannya sebagai seorang gadis yang suci sudah direnggut oleh Bara, Makaila sama sekali tidak bisa menahan diri untuk menangis tergugu.Makaila meringkuk dan menarik selimut yang menutupi tubuhnya yang polos. Ah, tidak sepenuhnya polos, tetapi dihiasi oleh berbagai tanda
Makaila menahan rasa malunya saat Bara dengan tidak canggung memeriksa bagian intim Makaila seperti kejadian tadi malam. Setelah mendapatkan ancaman mengenai keselamatan ibunya yang tengah dinas di luar kota, Makaila tidak memiliki kekuatan untuk melawan atau beragumen atas apa yang diinginkan oleh Bara. Makaila tidak ingin sampai ibunya berada dalam bahaya karena dirinya yang tidak bisa menghadapi masalahnya sendiri. Makaila tersentak saat merasakan sesuatu yang dingin di bagian intimnya.Saat mengintip dengan malu-malu, Bara ternyata tengah kembali mengoleskan sebuah obat—yang tidak Makaila ketahui namanya—di bagian intimnya. Namun, ya
Halo semuanya, untuk kalian penggemar Makaila dan Bara, ada kabar baik buat kalian wkwk. Kalian yang mau peluk mereka dalam bentuk fisik, bisa banget ikutan PO cetak ulangnya yang akan berlangsung sejak tanggal 3 hingga tanggal 13 Januari 2021 ya.Harganya Rp. 100.000 (diluar ongkir)(Ps. judul yang naik cetak bukan hanya judul ini aja lho. Hampir semua cerita Mimi yang sudah mejeng di Goodnovel akan naik cetak)Untuk yang tertarik, atau mau tanya-tanya dulu bisa hubungi Mimi lewat DM di instagram difimi_Atau kalian bisa langsung hubungi salah satu nomor admin di bawah ini :1. 0853426571592. 081324971213(Ingat, hanya salah satu ya. Kalo bandel, nanti Mimi cium ampe kehabisan napas wkwk)Sekian, terima kasih atas perhatian kaliann
Lima belas tahun kemudianBara mencium Makaila dengan terburu-buru dan membuat Makaila memukul dada suaminya itu dengan kesal. Bara pun melepaskan ciumannya, tetapi sama sekali tidak terlihat menyesal. Ia malah tersenyum senang dan membuat wajahnya semakin tampan saja. Hal tersebut membuat Makaila benar-benar jengkel dengna tingkah suaminya itu. Makaila benar-benar ingin mencabuti satu per satu bulu kaki Bara agar suaminya itu jera dengan tingkahnya yang spontan. N
Makaila menatap ikan-ikan koi yang berenang di kolam yang berada di bawah kakinya. Saat ini, Makaila memang tengah merendam kedua kakinya di kolam ikan. Makaila memang sangat senang saat beberapa ikan menciumi kakinya. Itu terasa geli, tetapi menyenangkan. Namun, kali ini Makaila tidak bisa berendam lama-lama, ia harus bersiap untuk segera berangkat ke rumah sakit. Makaila tersenyum dan mengusap perutnya yang sudah benar-benar membuncit di usia kehamilannya yang kesembilan bulan. Sebentar lagi Makaila benar-b
“Bara, pelan-pelan!” seru Makaila tetapi dirinya terlihat enggan untuk melepaskan pelukannya pada leher sang suami. Bara memelankan gerakannya, tetapi dirinya tidak menghentikan apa yang saat ini tengah ia lakukan. Bara pun menghentak dengan kekuatan yang cukup membuat Makaila menjerit-jerit dan mendapatkan pelepasan yang hebat serta begitu memuaskannya. Makaila terengah-engah dan mengerang saat Bara juga mendapatkan pelepasannya. Bara mencium kening Makaila dan membaringkan dirinya di samping Makaila. Salah satu tangan Bara terulur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Makaila yang polos. “Tidurlah,” ucap Bara sembari me
“Nyonya, ada paket untuk Anda.”Makaila yang semula tengah sibuk mengunyah buah-buah segar yang sudah dipotong cantik, segera mendongak dan menatap seorang pelayan yang rupanya datang untuk melaporkan paket yang memang baru saja datang. Wajah Makaila tampak begitu bahagia dan mengulurkan kedua tangannya menerima paket yang diserahkan oleh pelayan tersebut. “Kalian benar-benar menyembunyikan masalah ini dari Bara, bukan?” tanya Makaila memastikan pada pelayan yang memang d
“Bara!” teriak Makaila melengking membuat Bara yang sebelumnya tengah berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja, tersentak dan segera berlari menuju kamar utama yang terhubung dengan ruang kerja.Sebenarnya, ini adalah pengaturan baru setelah mengetahui Makaila hamil dan akan tinggal di kediaman Treffen. Sebelum benar-benar pulang dari Rusia, Bara sudah lebih dulu merenovasi kediamannya, agar aman dan tentu saja efisien karena dirinya harus tetap mengawai Makaila yang hari demi hari semakin membesar kandungannya dan bertambah manja saja. Seperti saat ini, Bara masuk ke dalam walk in closet karena mendengar teriakan sang istri yang melengking bukan main. Na
Luna enggan melepaskan pelukannya dari Makaila. Hal tersebut membuat Makaila yang mendapat pelukan erat tersebut hampir saja kehilangan napasnya. Untung saja, Bara dan Dominik yang berada di sana segera mengambil tindakan. Dominik kini merangkul pinggang sang istri dengan penuh kasih, sementara Bara dengan hati-hati mengusap lembut perut Makaila yang sudah membuncit di usia kehamilannya yang menginjak lima bulan. “Mama, Kaila kan hanya pulang ke Indonesia, Kaila tidak pergi ke mana-mana. Jika Mama dan Papa merindukan Kaila, kalian bisa berkunjung ke sana,” ucap Makaila dengan senyum gemilangnya.Ya, rencana pulang ke Indonesia yang sudah Makaila dan Bara sus
Makaila tampak menikmati makanan ringan lezat yang telah dibuat khusus oleh sang mama. Tentu saja, Makaila terlihat begitu senang. Ia bisa memuaskan keinginannya untuk mencicipi berbagai macam makanan yang ia inginkan, tanpa harus takut atau merasa tersiksa oleh rasa mual yang menyerangnya. Makaila benar-benar senang, hingga dirinya tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Makaila bahkan tidak peduli walaupun Bara tidak berada di sisinya. Padahal, sebelum-sebelumnya, Makaila sama sekali tidak mau lepas atau berjauhan dari sang suami. Makaila akan menangis bahkan saat Bara meninggalkannya untuk buang air. Namun, sekarang Makaila sama sekali tidak peduli.Makaila kembali mengunyah redvelvet yang terasa meleleh dan memenu
Bara tersentak terbangun saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bukti gairahnya yang menegang. Bara menatap Makaila yang juga tengah menatapnya dengan terkejut. “Ba-Bara, kenapa itu bangun tiba-tiba, saat Kaila sentuh kenapa semakin tegang saja? Bara tidak apa-apa?” tanya Makaila dengan polosnya membuat Bara merasa geram dengan kepolosan Makaila ini. Padahal, Makaila sudah hamil seperti ini, tetapi kenapa Makaila masih saja tidak mengerti?Bara merasa frustasi dengan kelakuan Makaila ini. Bara juga merasa begitu kesal, kenapa adiknya bisa terbangun gagahnya seperti ini. Agak kesal pula pada Makaila yang malah membuka celananya dan membuat adiknya mengh