Yafas menatap layar komputernya dengan seksama. Ia tengah membaca sebuah rekam medis pasien yang barusan selesai berkosultasi dengannya. Yafas menutup rekam medis tersebut dan membuka jadwalnya. Ia melihat, jika saat ini adalah waktunya Makaila untuk berkonsultasi. Rasanya, Yafas sudah lama tidak mendengar kabar Makaila. Hal tersebut membuat Yafas penasaran dan ingin bertemu dengan Makaila lagi. Pertemuan terakhirnya dengan Makaila berakhir kurang baik, karena Makaila seperti tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, kesempatan konsultasi kali ini bisa ia gunakan untuk mengorek informasi dari Makaila.
Namun, setelah menunggu hampir lima menit, tidak ada satu pun ora
Makaila tampak mengunyah buah apel yang sudah dipotong oleh ibunya dengan lahap. Apel memang salah satu buah yang disukai oleh Makaila. Karena itulah, Makaila sama sekali tidak akan mengabaikan potongan buah apel yang sudah dipotong dengan baik oleh ibunya. Apalagi, kini Edelia memotong buah apel merah dan hijau dengan bentuk yang lucu. Sebab itulah, nafsu makan Makaila meningkat dengan baik. Edelia yang melihat hal itu tidak bisa menahan diri untuk tersenyum dan mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut.“Sayang, ayo minum obatnya dulu,” ucap Edelia sembari memberikan obat pada Makaila.
Edelia tidak memiliki pilihan lain, selain menerima tawaran yang diberikan oleh Bara. Pada akhirnya, kini Edelia dan Makaila sudah berada di vila milik Bara yang ternyata memang luas, bahkan lebih megah daripada vila milik sahabat Edelia tadi. Keduanya semakin dikejutkan dengan para pelayan yang bertugas di sana. Tentu saja, Edelia dan Makaila dengan kompak menilai jika Bara adalah orang kaya yang jelas memiliki uang dan kuasa. Karena itulah, kini keduanya semakin berhati-hati dalam bertindak.“Tolong antarkan tamu kita ke kamar mereka masing-masing,” ucap Bara pada salah satu pelayan di antara puluhan pelayan yang berbaris dan menyambut
Kini, Edelia dan Makaila sudah kembali ke rumah mereka. Acara berlibur yang semula mereka anggap akan berakhir tanpa ada kenangan indah, ternyata bisa tetap berlanjut karena Bara yang memberikan tempat menginap bagi keduanya. Edelia menatap Makaila yang kini menguap dan tampak begitu kelelahan. Tadi, Edelia sempat bertanya apakah Makaila lelah, dan Makaila menjawab jika lelahnya ini karena perjalanan jauh yang mereka lalui. Namun, Edelia tahu jika putrinya ini berbohong. Ia merasa lelah karena Bara terus menyentuhnya selama mereka berada di vila.“Sayang, tidurlah dulu. Nanti, jika sudah waktunya makan malam Mama akan membangungkanmu lagi,” ucap Edelia sembari menanamkan sebuah kecupan pada kening putrinya. Makaila me
Edelia mengikat rendah rambut tebal Makaila, lalu menyelipkan sebuah jepitan cantik yang kemarin Edelia beli secara khusus untuk putrinya ini. Edelia memastikan kembali tatanan rambut Makaila sesuai dengan apa yang ia harapkan. Setelah itu, Edelia menyentuh bahu Makaila dan mengecup puncak kepala putrinya itu. “Wah, putrinya Mama cantik sekali,” puji Edelia sembari melihat pantulan putrinya pada cermin.Sosok Makaila memang terlihat memukau dengan gaun hitam pemberian Bara yang membalut tubuh mungilnya. Bara menyiapkan gaun yang sangat cocok untuk Makaila. Selain ukurannya yang sangat pas, seakan-akan dibuat secara khusus untuk Makaila,
“Kita mungkin rekan bisnis, tetapi aku sama sekali tidak senang saat pria mana pun menatap wanitaku sepertimu.”Ucapan Bara tersebut tentu saja lebih dari cukup menyentak Dominik dari dunianya sendiri. Saat ini, Dominik mengarahkan kedua netranya pada Bara. Ia tidak memberikan ekspresi yang berarti, tetapi saat sadar jika Makaila juga tengah menatapnya, Dominik mengulas sebuah senyum tipis. Entah mengapa, Dominik sendiri ingin sampai Makaila merasa tidak nyaman dengan apa yang yang ia lakukan. Karena itulah, Dominik mencoba menekan dirinya agar tidak bersikap
Edelia tampak duduk di kursi kerjanya. Saat ini adalah waktu istirahat makan siang, dan semua rekan kerja Edelia sudah tidak ada di kantor karena sibuk dengan urusan mengisi perut mereka. Benar, Edelia berbeda dengan rekan-rekannya yang memang tengah makan siang, Edelia kini memilih untuk memandangi ponselnya. Lebih tepatnya memandangi sebuah nomor yang terpampang jelas di sana. Nomor yang beberapa hari ini, membuat Edelia merasa begitu bimbang. Apakah dirinya perlu menelepon nomor tersebut atau tidak, pertanyaan tersebut terus saja berputar di kepala Edelia.Edelia menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia meraih ponselnya dan memilih untuk mengirim pesan pada putrinya. Edelia mengingatkan Makaila untuk meminum obatnya tanpa terkecuali.
Yafas berdiri di dekat pintu masuk gedung kantor di mana Edelia bekerja. Ia memang sengaja datang untuk bertemu dengan Edelia. Beberapa hari ini, Yafas memang berusaha untuk menghubungi Edelia dan meminta waktu untuk berbincang dengannya. Namun, akhir-akhir ini ternyata Edelia sulit untuk dihubungi. Hal tersebut membuat Yafas mau tidak mau merasa jika Edelia menghindarinya. Yafas yakin, hal ini masih berkaitan dengan masalah Edelia yang tidak lagi meminta bantuannya untuk menjadi psikiater Makaila. Semakin curigalah Yafas bahwa memang ada hal lain yang mendasari keputusan Edelia tersebut. Alasan yang jelas bukanlah alasan yang bisa diterima oleh Yafas, hingga Edelia berusaha menyembunyikannya.Yafas tersenyum tipis saat melihat E
Suara letusan senjata api yang memuntahkan peluru terdengar memekakan telinga bagi mereka yang tidak menggunakan pelindung telinga. Sosok yang menarik pelatuk senjata api tersebut tak lain adalah Makaila. Perempuan satu itu tampak terkejut dengan apa yang berhasil ia lakukan. Makaila berhasil membidik sasaran dengan sempurna. Makaila berseru senang dan mengangkat senjata apinya dengan riang. Saat itulah, Bara menyadari hal berbahaya yang tengah Makaila lakukan dan merebut senjata api Makaila dengan gerakan yang terlatih. “Jangan melakukan hal itu. Apa kau tidak sadar jika hal itu sangat berbahaya?” tanya Bara sembari menyarungkan senjata api tersebut.
Halo semuanya, untuk kalian penggemar Makaila dan Bara, ada kabar baik buat kalian wkwk. Kalian yang mau peluk mereka dalam bentuk fisik, bisa banget ikutan PO cetak ulangnya yang akan berlangsung sejak tanggal 3 hingga tanggal 13 Januari 2021 ya.Harganya Rp. 100.000 (diluar ongkir)(Ps. judul yang naik cetak bukan hanya judul ini aja lho. Hampir semua cerita Mimi yang sudah mejeng di Goodnovel akan naik cetak)Untuk yang tertarik, atau mau tanya-tanya dulu bisa hubungi Mimi lewat DM di instagram difimi_Atau kalian bisa langsung hubungi salah satu nomor admin di bawah ini :1. 0853426571592. 081324971213(Ingat, hanya salah satu ya. Kalo bandel, nanti Mimi cium ampe kehabisan napas wkwk)Sekian, terima kasih atas perhatian kaliann
Lima belas tahun kemudianBara mencium Makaila dengan terburu-buru dan membuat Makaila memukul dada suaminya itu dengan kesal. Bara pun melepaskan ciumannya, tetapi sama sekali tidak terlihat menyesal. Ia malah tersenyum senang dan membuat wajahnya semakin tampan saja. Hal tersebut membuat Makaila benar-benar jengkel dengna tingkah suaminya itu. Makaila benar-benar ingin mencabuti satu per satu bulu kaki Bara agar suaminya itu jera dengan tingkahnya yang spontan. N
Makaila menatap ikan-ikan koi yang berenang di kolam yang berada di bawah kakinya. Saat ini, Makaila memang tengah merendam kedua kakinya di kolam ikan. Makaila memang sangat senang saat beberapa ikan menciumi kakinya. Itu terasa geli, tetapi menyenangkan. Namun, kali ini Makaila tidak bisa berendam lama-lama, ia harus bersiap untuk segera berangkat ke rumah sakit. Makaila tersenyum dan mengusap perutnya yang sudah benar-benar membuncit di usia kehamilannya yang kesembilan bulan. Sebentar lagi Makaila benar-b
“Bara, pelan-pelan!” seru Makaila tetapi dirinya terlihat enggan untuk melepaskan pelukannya pada leher sang suami. Bara memelankan gerakannya, tetapi dirinya tidak menghentikan apa yang saat ini tengah ia lakukan. Bara pun menghentak dengan kekuatan yang cukup membuat Makaila menjerit-jerit dan mendapatkan pelepasan yang hebat serta begitu memuaskannya. Makaila terengah-engah dan mengerang saat Bara juga mendapatkan pelepasannya. Bara mencium kening Makaila dan membaringkan dirinya di samping Makaila. Salah satu tangan Bara terulur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Makaila yang polos. “Tidurlah,” ucap Bara sembari me
“Nyonya, ada paket untuk Anda.”Makaila yang semula tengah sibuk mengunyah buah-buah segar yang sudah dipotong cantik, segera mendongak dan menatap seorang pelayan yang rupanya datang untuk melaporkan paket yang memang baru saja datang. Wajah Makaila tampak begitu bahagia dan mengulurkan kedua tangannya menerima paket yang diserahkan oleh pelayan tersebut. “Kalian benar-benar menyembunyikan masalah ini dari Bara, bukan?” tanya Makaila memastikan pada pelayan yang memang d
“Bara!” teriak Makaila melengking membuat Bara yang sebelumnya tengah berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja, tersentak dan segera berlari menuju kamar utama yang terhubung dengan ruang kerja.Sebenarnya, ini adalah pengaturan baru setelah mengetahui Makaila hamil dan akan tinggal di kediaman Treffen. Sebelum benar-benar pulang dari Rusia, Bara sudah lebih dulu merenovasi kediamannya, agar aman dan tentu saja efisien karena dirinya harus tetap mengawai Makaila yang hari demi hari semakin membesar kandungannya dan bertambah manja saja. Seperti saat ini, Bara masuk ke dalam walk in closet karena mendengar teriakan sang istri yang melengking bukan main. Na
Luna enggan melepaskan pelukannya dari Makaila. Hal tersebut membuat Makaila yang mendapat pelukan erat tersebut hampir saja kehilangan napasnya. Untung saja, Bara dan Dominik yang berada di sana segera mengambil tindakan. Dominik kini merangkul pinggang sang istri dengan penuh kasih, sementara Bara dengan hati-hati mengusap lembut perut Makaila yang sudah membuncit di usia kehamilannya yang menginjak lima bulan. “Mama, Kaila kan hanya pulang ke Indonesia, Kaila tidak pergi ke mana-mana. Jika Mama dan Papa merindukan Kaila, kalian bisa berkunjung ke sana,” ucap Makaila dengan senyum gemilangnya.Ya, rencana pulang ke Indonesia yang sudah Makaila dan Bara sus
Makaila tampak menikmati makanan ringan lezat yang telah dibuat khusus oleh sang mama. Tentu saja, Makaila terlihat begitu senang. Ia bisa memuaskan keinginannya untuk mencicipi berbagai macam makanan yang ia inginkan, tanpa harus takut atau merasa tersiksa oleh rasa mual yang menyerangnya. Makaila benar-benar senang, hingga dirinya tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Makaila bahkan tidak peduli walaupun Bara tidak berada di sisinya. Padahal, sebelum-sebelumnya, Makaila sama sekali tidak mau lepas atau berjauhan dari sang suami. Makaila akan menangis bahkan saat Bara meninggalkannya untuk buang air. Namun, sekarang Makaila sama sekali tidak peduli.Makaila kembali mengunyah redvelvet yang terasa meleleh dan memenu
Bara tersentak terbangun saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bukti gairahnya yang menegang. Bara menatap Makaila yang juga tengah menatapnya dengan terkejut. “Ba-Bara, kenapa itu bangun tiba-tiba, saat Kaila sentuh kenapa semakin tegang saja? Bara tidak apa-apa?” tanya Makaila dengan polosnya membuat Bara merasa geram dengan kepolosan Makaila ini. Padahal, Makaila sudah hamil seperti ini, tetapi kenapa Makaila masih saja tidak mengerti?Bara merasa frustasi dengan kelakuan Makaila ini. Bara juga merasa begitu kesal, kenapa adiknya bisa terbangun gagahnya seperti ini. Agak kesal pula pada Makaila yang malah membuka celananya dan membuat adiknya mengh