Kuil Hansan dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Liang dari Dinasti Selatan dari tahun 502 M. Kuil ini meliputi area seluas sekitar 13.000 meter persegi, dengan luas pembangunan lebih dari 3.400 meter persegi. Dalam sejarah Kuil Hansan adalah salah satu dari sembilan kuil terkenal. Selain dikenal sebagai salah satu sekolah yang menghasilkan para ahli seni bela diri ternama. Kuil Hansan juga terkenal sebagai tempat berdoa untuk memohon berkah. Ada lonceng raksasa di kuil. Setiap hari, banyak orang percaya datang ke kuil untuk membunyikan bel dan berdoa.Saat dua naga tiba di depan gerbang Kuil Hansan, mereka melihat pengunjung kuil sebagian hendak pulang. Di bagian lapangan, murid-murid tingkat dasar sedang berlatih mengayunkan pedang. Sementara itu tidak terlihat para murid tingkah menengah maupun akhir. Setelah memeriksa secara menyeluruh, Shenlong memberi aba-aba pada Huanglong untuk melanjutkan penyusupan. Tujuan mereka adalah menara Kuil Hansan yang terletak di bagian belakan
“Aku menolak. Tidak ada untungnya aku mengikuti kemauanmu.” Jiu dengan tegas menyatakan ketidak tertarikannya. Embusan angin laut mulai terasa dingin. Mengingat malam sudah di depan pintu kaki langit, siap menyambut bersama para bintang. Satu demi satu lampu-lampu sepanjang jalan tepi pantai menyala. Sesekali deburan ombak terdengar, membelah lengang antara dua kubu.Sepasang mata sehitam arang beradu dengan manik coklat. Pemiliknya saling tatap, tidak ada yang mau mengalah. Ying Er lebih dulu menghela napas, seperti menyerah namun nyatanya tidak. Ia hanya mengganti siasatnya. “Nona Jiu, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan hal ini. Tapi aku tidak punya pilihan, mungkin kau akan berubah pikiran dan mendukungku setelah mendengar rahasia ini.”Sejak pertama bertemu, Shi Jiu sudah merasa kalau Ying Er lebih cocok bekerja sebagai artis ketimbang pelayan toko. Ia begitu natural dalam mendalami peran sebagai gadis baik-baik. Mungkin sebenarnya seluruh Kota Xiantao sudah tertipu oleh citr
‘Zou Biya… putriku tersayang.’Suara seorang wanita muda yang berkarakter sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Bagai jenis suara Mezzo Sopran khas paduan suara perempuan. Terdengar menyenangkan di telinga Zou Biya. ‘Berjanjilah pada, Ibunda… apapun yang terjadi, Zou Biya akan bertahan hidup.’Jika mengabaikan kejadian berikutnya, kata-kata dari Nyonya Keluarga Zou adalah kalimat terakhir bagi Zou Biya. Kalimat itu selalu terngiang bagai kutukan, sekaligus dukungan mental untuk bertahan. Setiap hari Zou Biya berusaha bertahan hidup. Membangun kembali kehidupan yang luluh lantak dalam semalam. Hingga dia mendapatkan kesempatan balas dendam, hanya untuk dihalangi oleh seorang yang gadis muncul entah dari mana. Zou Biya tidak terima, tidak sudi jika balas dendamnya gagal dilaksanakan. Maka dari sanalah muncul keberanian. Zou Biya atau Ying Er berdiri, berjalan tergopoh menuju salah satu anak buahnya. Mengambil pedang kemudian berlari menyerang Shi Jiu. “Kau yang tida
Shenlong mendengus pendek, “memang itu yang sedang kulakukan.” “Ma-maafkan aku… ma-maafkan aku…” Wajah Ying Er sudah seputih kertas. Mata sehitam arang basah dan merah. “Tu-Tuan Long Wang, to-tolong selamatkan saya…” Manik emas naga lautan hanya memandang dingin pada tangan yang terulur minta diselamatkan. Ia hanya menghela napas lalu memalingkan wajah, tidak peduli. Ying Er merasa jantungnya berhenti berdetak. Ternyata semua usaha untuk memenangkan hati Long Wang belumlah cukup. Langkah kaki Shenlong berhasil menarik kembali kesadaran Ying Er. Begitu juga dengan rasa takut akan kematian yang kian mendekat. Semula ia menunduk, hanya berani melihat pasir dan kedua tangannya. Sampai ujung pedang Shenlong memaksa dagunya untuk naik dan membuat Ying Er mengangkat wajah. Sejak awal Ying Er tidak mengharapkan raut wajah ramah dari Shenlong. Tetapi jika ia diberi kesempatan untuk bertemu dengan dewa. Melihat wajah murka mereka, mungkin akan sama menyeramkannya dengan wajah Shenlong saa
Melihat perdebatan cukup panjang, dan tidak juga menemukan titik temu. Long Wang merasa sudah waktunya ia menarik diri. Meski begitu ia tidak akan pulang sebelum mendapatkan kembali kalung bandul mutiara peninggalan Ying Er. “Ini tidak akan berhasil. Berhenti membuang waktuku dan cepat serahkan kalungnya!” Tiga pasang mata sontak melihat ke arah naga lautan. “Lagi pula kalian ini hanya orang asing. Mengapa pula dua naga dari Lembah Suoxi dan Gunung Tianzi jauh-jauh kemari hanya untuk menemani seorang anak adam?” Mendengar identitas asli dari Shenlong dan Huanglong membuat mata Ying Er melebar. Ia memang mengira kalau keduanya memiliki status tinggi. Namun tidak dengan kenyataan bahwa saat ini Ying Er dikelilingi tiga naga sekaligus. Sekali lagi, gadis itu melihat ke arah Jiu yang nampak biasa-biasa saja. Shi Jiu, sebenarnya kau ini siapa? Ying Er menelan ludah gugup dan menggeser pantatnya menjauh. Tiba-tiba seseorang berdecak, Ying Er bahkan tidak berani untuk melihat siapa pel
Dua hari telah berlalu semenjak perintah terakhir yang diberikan Gai Bian. Zou Biya atau dengan nama samaran Ying Er hanya bisa berdiam diri di dalam rumah. Ia tidak berani keluar, bahkan sampai izin sakit ke tempatnya bekerja. Hatinya tengah kalut, bimbang mengenai keputusan mana yang terbaik untuk diambil. Walau pada kenyataannya kedua pilihan sama-sama beresiko tinggi. “Menolak maka nyawaku melayang ditangan Gai Bian. Menerima maka nyawaku habis ditangan para naga. Mengapa tidak ada jalan keluar dari masalah ini?!” Zou Biya memeluk lutut, membenamkan wajahnya. “Haruskah aku kabur?” “Kau mau kabur kemana?” Tiba-tiba sebuah suara baru mengejutkan Zou Biya. Gadis itu sontak mengangkat wajah. Mata hitamnya sedikit melebar, terkejut melihat kedatangan Huanglong. Pemuda berambut hitam pendek dengan satu anting hitam di telinganya. Entah datang dari mana, melangkah maju namun berhenti di jarak aman. “Tu-tuan… sa-saya tidak ada niat untuk kabur! Pe-percayalah!” Zou Biya turun dari ata
Langit sore nampak cerah dengan jejak awan menipis. Waktu menunjukan pukul lima sore, namun alun-alun Kota Xiantao bukannya sepi malah kian ramai. Para orang tua menemani anak-anak mereka bermain di taman, para kekasih menikmati waktu mereka. Di tengah hiruk pikuk keramaian, tanpa mereka ketahui telah terjadi ketegangan di antara dua kubu. Shi Jiu dan Gai Bian masih mempertahankan senyum mereka. Zou Biya memperhatikan dengan perasaan cemas yang kian menumpuk dan membuat perutnya sakit. Yang lebih dulu menarik tangan adalah Jiu. “Omong-omong, Nona Ying Er.” Gai Bian tiba-tiba mengalihkan atensinya kepada gadis bermata hitam. “Saya sudah lama tidak melihat, Tuan Long Wang. Bagaimana kabar beliau?” “Eh? I-itu…” Belum sempat Zou Biya memahami niat Gai Bian yang tiba-tiba menanyakan Long Wang. Pemuda itu berganti atensi pada Jiu. “Ah! Jika kalian berdua adalah teman. Apakah kau juga mengenal, Tuan Long Wang, Nona Jiu?” “Tuan Gai Bian!” Zou Biya tanpa sadar menaikan suaranya. Begitu
“Tuan Long Wang, Anda salah paham.” Gai Bian maju ke hadapan naga lautan yang tengah memeluk Jiu dengan erat. “Kami memang mengenal, Nona Ying Er. Tetapi hanya sebatas pembeli dan penjual. Sama sekali tidak ada niatan atau pun konspirasi untuk melawan, Tuan.” Melihat tatapan dari Long Wang masih penuh curiga. Gai Bian merapatkan rahang, hampir kehabisan akal. Sampai akhirnya ia menarik pedang dan mengarahkannya pada Zou Biya. Gadis itu tersentak, menyeret pantatnya untuk mundur. “Ini semua karena ulahmu, Nona Ying Er. Hanya karena warga Xiantao memujimu sebagai gadis baik dan mirip seperti mendiang kekasih Tuan Long Wang. Kau jadi lupa daratan, bersikap sombong hingga mengira mampu mengambil hati naga yang kami hormati. Bahkan akibat dari hati busukmu, kau tidak segan mencelakai Nona Jiu yang ternyata kekasih sejati dari Tuan Long Wang.” Seluruh badan Zou Biya gemetar hebat, kepalanya sudah tidak bisa berpikir jernih. Ia tidak mengerti mengapa dirinya bisa dalam kondisi seperti ini