Dua hari telah berlalu semenjak perintah terakhir yang diberikan Gai Bian. Zou Biya atau dengan nama samaran Ying Er hanya bisa berdiam diri di dalam rumah. Ia tidak berani keluar, bahkan sampai izin sakit ke tempatnya bekerja. Hatinya tengah kalut, bimbang mengenai keputusan mana yang terbaik untuk diambil. Walau pada kenyataannya kedua pilihan sama-sama beresiko tinggi. “Menolak maka nyawaku melayang ditangan Gai Bian. Menerima maka nyawaku habis ditangan para naga. Mengapa tidak ada jalan keluar dari masalah ini?!” Zou Biya memeluk lutut, membenamkan wajahnya. “Haruskah aku kabur?” “Kau mau kabur kemana?” Tiba-tiba sebuah suara baru mengejutkan Zou Biya. Gadis itu sontak mengangkat wajah. Mata hitamnya sedikit melebar, terkejut melihat kedatangan Huanglong. Pemuda berambut hitam pendek dengan satu anting hitam di telinganya. Entah datang dari mana, melangkah maju namun berhenti di jarak aman. “Tu-tuan… sa-saya tidak ada niat untuk kabur! Pe-percayalah!” Zou Biya turun dari ata
Langit sore nampak cerah dengan jejak awan menipis. Waktu menunjukan pukul lima sore, namun alun-alun Kota Xiantao bukannya sepi malah kian ramai. Para orang tua menemani anak-anak mereka bermain di taman, para kekasih menikmati waktu mereka. Di tengah hiruk pikuk keramaian, tanpa mereka ketahui telah terjadi ketegangan di antara dua kubu. Shi Jiu dan Gai Bian masih mempertahankan senyum mereka. Zou Biya memperhatikan dengan perasaan cemas yang kian menumpuk dan membuat perutnya sakit. Yang lebih dulu menarik tangan adalah Jiu. “Omong-omong, Nona Ying Er.” Gai Bian tiba-tiba mengalihkan atensinya kepada gadis bermata hitam. “Saya sudah lama tidak melihat, Tuan Long Wang. Bagaimana kabar beliau?” “Eh? I-itu…” Belum sempat Zou Biya memahami niat Gai Bian yang tiba-tiba menanyakan Long Wang. Pemuda itu berganti atensi pada Jiu. “Ah! Jika kalian berdua adalah teman. Apakah kau juga mengenal, Tuan Long Wang, Nona Jiu?” “Tuan Gai Bian!” Zou Biya tanpa sadar menaikan suaranya. Begitu
“Tuan Long Wang, Anda salah paham.” Gai Bian maju ke hadapan naga lautan yang tengah memeluk Jiu dengan erat. “Kami memang mengenal, Nona Ying Er. Tetapi hanya sebatas pembeli dan penjual. Sama sekali tidak ada niatan atau pun konspirasi untuk melawan, Tuan.” Melihat tatapan dari Long Wang masih penuh curiga. Gai Bian merapatkan rahang, hampir kehabisan akal. Sampai akhirnya ia menarik pedang dan mengarahkannya pada Zou Biya. Gadis itu tersentak, menyeret pantatnya untuk mundur. “Ini semua karena ulahmu, Nona Ying Er. Hanya karena warga Xiantao memujimu sebagai gadis baik dan mirip seperti mendiang kekasih Tuan Long Wang. Kau jadi lupa daratan, bersikap sombong hingga mengira mampu mengambil hati naga yang kami hormati. Bahkan akibat dari hati busukmu, kau tidak segan mencelakai Nona Jiu yang ternyata kekasih sejati dari Tuan Long Wang.” Seluruh badan Zou Biya gemetar hebat, kepalanya sudah tidak bisa berpikir jernih. Ia tidak mengerti mengapa dirinya bisa dalam kondisi seperti ini
Langit kelabu perlahan kembali cerah. Tekanan yang diberikan Long Wang berangsur-angsur menghilang. Mereka yang berhasil mempertahankan kesadaran, menghela napas lega. Orang-orang sontak mengangkat wajah, melihat pemandangan agung di depan mata. Sosok Jiu dan Long Wang turun perlahan menginjak tanah. “Hi–hidup, Tuan Long Wang dan Nona Jiu!” seseorang berseru. “Hidup Naga Lautan dan Nona Pendeta!” “Hidup Naga Lautan dan Nona Pendeta!” “Hidup, Tuan Long Wang dan Nona Jiu!” Alun-alun kota Xiantao begitu ramai. Menyerukan nama Long Wang dan Jiu bersama-sama. Tetapi dari sorot mata coklat itu tidak nampak rasa senang. Justru gurat kesedihan terpancar jelas. Shi Jiu melepaskan pelukan Long Wang dan maju dua langkah. Keramaian perlahan redup, berganti akan perasaan was-was menunggu Jiu berbicara. “Aku sudah mengingat semua perbuatan para leluhur Kota Xiantao. Mereka menuduhku tanpa bukti konkret, menjatuhkanku di depan Long Wang.” Nada suara Shi Jiu tidak terlalu tinggi maupun rendah.
Acara makan bersama masih berlangsung sampai malam. Jiu menghabiskan waktu bertukar cerita dengan Zou Biya. Huanglong sesekali ikut menimpali, kemudian berakhir adu mulut dengan Jiu. Di tengah keramaian itu, terdapat dua kursi kosong di sana. Dua naga yang mewakilkan angin dan laut, tengah berada di luar penginapan. Shenlong lebih dulu menarik diri, mencari angin. Sampai Long Wang menyusul untuk membicarakan sesuatu.“Melihat dari sikapnya, sepertinya kau belum menceritakan semuanya ke Jiu. Mengenai arti dari keberadaannya.”Shenlong tertawa pendek. “Tanpa basa-basi seperti biasa.”Mata emas dari naga laut melirik sekilas, lalu ikut menatap bulan. “Aku asumsikan, si naga lembah pun belum mengingat Jiu seutuhnya. Mengapa kau berbeda, Shenlong? Mungkinkah… karena kau yang terakhir?”Lengang sejenak. Seakan naga angin enggan menjawab. Ataukah ia masih mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Long Wang.“Apa kau akan bergabung dengan kami?” Alih-alih menjawab, Shenlong balik bertanya de
Kondisi penginapan hari ini tampak ramai. Mereka kedatangan banyak pengunjung penting sejak pagi. Ini semua dikarenakan kabar mengenai rombongan Shi Jiu hendak meninggalkan kota. Mulai dari Zou Biya hingga Pemimpin Sekte, Xiang De dan murid tingkat akhir Lee Gai Bian datang untuk melepas kepergian. Shi Jiu turun dari lantai dua dan terkejut melihat banyak wajah-wajah tidak asing di lobi penginapan. “Sedang apa kalian semua di sini?” Nyatanya Jiu tidak tahu bahwa banyak orang yang ingin mengantar kepergiannya. Xiang De adalah yang pertama menyapa. “Selamat pagi, Nona Jiu. Kami sebagai perwakilan dari Kuil Hansan, ingin mengantar kepergian Anda pagi ini.”Sapaan pria paruh baya itu terlalu formal, membuat Jiu merasa tidak nyaman. Shenlong yang menyadari hal itu, segera mendekat dan berbisik. “Tidak usah merasa terbebani. Memang seharusnya ia bersikap seperti itu padamu sejak awal.”Kening Jiu terlipat mendengarnya. Sebenarnya ia ingin tanya alasannya pada Shenlong. Tapi Gai Bian lebih
Perjalanan menuju ke Kota Wuzhishan diperkirakan membutuhkan waktu tujuh hari. Jika tidak ada kendala selama perjalanan. Shi Jiu seperti biasa naik kuda sementara tiga naga lain berjalan kaki. Seperti yang sudah-sudah, setiap pagi adalah jadwal latihan Jiu. Mulai lari lari pagi 10 km sampai latihan dasar 100 sampai 200 kali. Sekarang gadis itu tidak mengalami kesulitan seperti di awal. Semua ia lakukan dengan mudah dan cepat.Jadwal latihan hari ini adalah latihan tanding dengan Long Wang. Shenlong ingin melihat hasil latihan Jiu setelah dibimbing oleh naga biru dan naga kuning. Sebelum gadis itu belajar teknik naga laut. Ya, selama ini Jiu belajar menguasai teknik-teknik milik Shenlong dan Huanglong sampai ke tahap batas kemampuannya. Meski ada beberapa teknik yang belum bisa diajarkan pun dikuasai sang gadis.Saat ini mereka ada di lapangan luas dengan rerumputan setinggi semata kaki. Semalam rombongan Jiu memilih untuk berkemah di sini. Lalu pagi ini, usai pemanasan adalah waktunya
Ruangan berukuran 6 x 6 m² itu memiliki pencahayaan minim dari lampu minyak. Dinding berwarna putih gading dengan jendela besar yang ditutup tirai kecoklatan. Membuat ruangan semakin memberikan kesan tertutup, bersifat pribadi, dan tidak bisa sembarangan orang bisa masuk. Di tengah ruangan terdapat meja persegi panjang terbuat dari pohon oak dan sembilan kursi dengan sandaran tinggi. Tujuh dari sembilan kursi sudah terisi. Semua mata memandang ke arah kursi tanpa tuan yang sudah beberapa kali pertemuan tidak kunjung datang. Suasana pertemuan kali ini cukup tegang dengan adanya konflik serta terjadinya perpecahan. Sejak beberapa bulan belakangan ini semenjak berita kesalahan informasi mengenai gadis dalam ramalan.Kuil Hansan lebih dulu menarik diri dari pertemuan bulanan. Bahkan keluar dari Badan Penanggulangan Bencana yang didirikan dari beberapa generasi sebelumnya. Mereka menyatakan keberatan dengan ide gila para pemimpin sekte dan memutuskan mencari solusi sendiri. Hanya sekali m
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan