Share

TIGA

last update Last Updated: 2021-09-27 21:38:49

14 November 2014

Dua tahun kemudian...

02.34 WS

Observatorium Mauna Kea, Hawaii,

Dering Ponsel yang berada di samping ranjang membangunkan orang yang tidur di atasnya. Paul Gilbert, kepala observatorium berusia 46 tahun mengangkat Ponselnya dengan setengah hati.

“Jika yang menelepon bukan wanita cantik atau tidak membawa berita bagus, kau akan Aku kutuk menjadi seorang insomnia!” Umpat Paul sambil menempelkan Ponsel ke telinga kanannya.

Ternyata dari anak buahnya yang berjaga di observatorium.

“Pak! Anda harus cepat kemari! Ada sesuatu yang harus Anda lihat!”

“Ada apa!?”

“Tidak bisa kujelaskan di telpon. Anda harus kemari! Ini penting!”

“Baiklah! Ke mana aku harus pergi?”

“Keck, Pak!”

Beberapa menit kemudian Paul telah berada di dalam Twin United States Keck Telescope,  teleskop terbesar yang berada di komplekss observatorium Mauna Kea.

“Kuharap ini adalah alasan yang bagus untuk membangunkanku!” ucap Paul yang masih belum merelakan tidurnya terganggu.

Di dalam ruang teleskop terdapat dua orang pengamat. Salah satunya yang sedang menghadapi salah satu teleskop adalah pria berkulit hitam dan berusia sekitar 30 tahunan. Pria itu memberikan lima lembar foto berukuran 10R pada Paul yang langsung melihat lima lembar foto itu dengan saksama. Itu adalah foto sebuah bintang yang dipotret dari dalam observatorium dalam beberapa hari terakhir ini.

“Ini foto dari Bintang Alpha Veta. Kami mengambil gambarnya dalam dua hari terakhir ini.” Orang berkulit hitam yang bernama Tracy Rustin menjelaskan. Dia yang bertanggung jawab atas terbangunnya Paul malam ini.

“Terang sekali,” komentar Paul.

“Semakin lama, cahaya bintang itu semakin terang. Apa Anda tahu tentang itu Pak?” tanya Tracy lagi.

Paul tidak langsung menjawab pertanyaan Tracy. Dia mengamati lembar demi lembar foto di hadapannya. Foto terakhir diambil pukul 00:15.

“Bagaimana sekarang?” tanya Paul.

“Sebaiknya Anda lihat sendiri.” Jawab Tracy.

Paul mengambil alih lensa teleskop dari tangan Tracy. Beberapa saat kemudian,

“Tidak mungkin! Kita harus menghubungi NASA. Mereka pasti telah mengetahui hal ini!” serunya.

03.12 WS, Jayapura - Papua

Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an berkumandang memecah pagi yang dingin dari sebuah rumah sederhana yang berada di daerah Dok 5, sebelah barat kota Jayapura, Papua. Suara yang merdu itu berasal dari mulut seorang remaja putri berusia sekitar 15 tahun di dalam sebuah kamarnya.

Pintu kamar terbuka ketika gadis itu menyudahi bacaannya.

“Ridha, sahur dulu. Makanan sudah siap,”  

Ridha menoleh ke arah ibunya yang berdiri di balik pintu.

“Sebentar lagi Bu,” kata gadis itu.

“Jangan terlalu lama, nanti keburu Imsak” kata ibunya.

10 menit kemudian Ridha bersama ayah ibunya telah berada di meja makan. Bersiap-siap untuk sahur, sebagai bagian dari ibadah puasa di bulan Ramadhan.

“Oya Bu, tadi malam Priska nelepon. Mungkin Idul Fitri nanti dia tidak bisa pulang. Sibuk katanya. Sebagai orang baru dia banyak mendapat tugas.” Kata ayah Ridha.

“Apa Priska nggak dapat cuti Idul Fitri?” tanya ibunya.

“Bapak juga tanya begitu. Tapi kata Priska, biasanya orang baru nggak boleh ambil cuti di tahun pertama masa kerjanya. Baru tahun depan dia boleh mengajukan cuti Idul Fitri,” jawab ayah Ridha.

“Kok gitu ya aturan tempat kerja Priska,”

“Bapak juga nggak tahu. Kata Priska juga, lagi pula saat ini semua sarana transportasi telah penuh. Kalau pun bisa pulang, dia nggak akal kebagian tiket sebelum Idul Fitri. Priska titip salam saja buat Ibu dan Ridha. Tadinya dia mau bicara pada ibu. Tapi karena Bapak lihat Ibu sudah tidur, dan tidurnya pulas sekali, Bapak tidak tega membangunkan Ibu. Nanti Priska akan nelepon lagi kalau ada waktu,” kata Ayah Ridha sebelum mereka mulai makan.

“Ini pertama kalinya kita berlebaran tanpa Mbak Priska ya Bu.” ujar Ridha.

“Yahhh... apa boleh buat. Mbakmu telah tahu risiko saat memilih pekerjaannya. Itu adalah cita-cita Mbakmu sejak lama.  Kita hanya bisa mendukung dan berdoa semoga dia berhasil dalam pekerjaannya. Bukan begitu, Bu?” kata ayah Ridha sambil melirik ke arah istrinya yang hanya diam. Pikiran wanita berusia 40 tahunan itu sedang tertuju pada anaknya yang berada di seberang lautan, nun jauh di sana.

06.10 WS, Bandung-Jawa Barat

 “Pemirsa, pada libur panjang akhir pekan ini kepadatan kendaraan yang melewati tanjakan Nagrek sudah mulai ada peningkatan, walau belum menimbulkan kemacetan berarti. Arus kendaraan diperkirakan akan mencapai puncaknya sore hingga malam nanti. Saya Priska Chindyana melaporkan untuk VanTV langsung dari tanjakan Nagrek, Bandung.”

Priska Chindyana, atau biasa dipanggil Priska melepaskan mic mini yang terselip di kemejanya.

“Bagus Ka...sekarang kamu siap-siap kembali ke Jakarta. Indra akan menggantikan kamu di sini.” Kata seorang pria yang sedari tadi berdiri di dekat juru kamera. Dia adalah Budi Haryono, yang menjabat sebagai pengarah acara dalam liputan mudik VanTV.

“Naik kereta, Mas?” tanya Priska.

“Iya. Soalnya kami masih ada keperluan Bandung. Ini tiketnya. Kamu berangkat dengan kereta jam 9.15. Nanti kamu akan diantar ke hotel lalu langsung ke stasiun. Kamu sudah berkemas kan?” lanjut Budi.

“Udah, Mas.”

‘Bagus. Jadi kamu masih punya waktu kalu mau beli oleh-oleh. Sekalian aja nanti minta sopir anterin beli oleh-oleh.” Kata Budi lagi.

Priska hanya mengangguk mengiyakan sambil mengibaskan rambutnya yang panjangnya sebahu.

Tiga jam kemudian Priska berada dalam kereta api eksekutif yang akan membawanya ke Jakarta. AC pada kereta membantu menghilangkan keringat yang sedari tadi menempel pada bajunya.

Kok tumben panas ya! Batin Priska.

Baru jam sembilan pagi, tapi udara Bandung sudah terasa sangat panas. Padahal dulu ketika Priska masih kuliah di kota ini, suhu udaranya belum sepanas ini. Bahkan saat libur, jam segini biasanya Priska masih tidur di kamar kosnya dengan memakai selimut tebal, dan baru bangun saat matahari sudah berada tepat di atas kepala. Jangan tanyakan jam berapa dia mandi.

Tapi sekarang kondisinya berbeda. Bahkan sebenarnya sejak subuh tadi, Priska sudah merasakan suhu udara yang meningkat. Padahal tadi gadis itu telah mandi, tapi semuanya jadi sia-sia ketika keringat kembali muncul. Bahkan menurut Priska Jakarta pun tidak sepanas Bandung saat ini. Mungkin karena adanya perubahan iklim akibat rusaknya alam oleh manusia, sehingga iklim semakin terasa tidak menentu dan semakin menyiksa. Bagi Priska yang sedang berpuasa, udara panas sedikit menghambatnya untuk melaksanakan ibadah wajib bagi umat muslim itu. Keinginan untuk minum kadang muncul di kepalanya, sekedar untuk menghilangkan rasa haus yang sering muncul di siang hari. Walau begitu, sampai sekarang Priska masih bisa menahan godaan itu.

Tempat duduk di sebelah Priska masih kosong. Mungkin pemilik tiket nanti baru muncul beberapa saat sebelum kereta berjalan, dan itu hal yang biasa. Banyak penumpang yang baru masuk ke dalam kereta saat kereta akan berangkat dengan berbagai alasan. Dari yang merasa pengap kalau menunggu di dalam kereta terlalu lama, sampai alasan menghabiskan rokok terlebih dahulu, karena di dalam kereta tidak boleh merokok. Siapa pun penumpang yang nanti duduk di sebelahnya, Priska berharap dia adalah orang yang menyenangkan Syukur-syukur kalau orang itu bisa diajak ngobrol, atau minimal orang itu tidak akan membuatnya merasa tidak nyaman selama dalam perjalanan dan membuatnya seperti ingin meloncat dari kereta.

Dugaan Priska benar. Lima menit sebelum kereta berangkat, sesosok tubuh berdiri di samping kursi yang kosong. Seorang pria, dan masih muda. Usianya mungkin sama atau hanya berbeda sedikit dari Priska. Gadis itu bisa menebaknya walau wajah pemuda itu sebagian tertutup topi bisbol berwarna hitam yang dipakainya.

Priska terus memandang ke arah pemuda yang sedang menaruh tasnya di atas kursi. Setelah menaruh tas,  tanpa basa-basi pemuda tersebut duduk di samping Priska. Saat itulah Priska dapat melihat jelas wajah pemuda itu dari arah samping, dan tiba-tiba dia merasa dejavu. Merasa pernah melihat wajah itu sebelumnya.

“Arya?” panggil Priska lirih, hampir tidak terdengar karena dia takut salah orang.

Tapi suaranya itu ternyata  cukup untuk membuat pemuda di sampingnya menoleh.

“Kamu Arya kan?” ulang Priska untuk meyakinkan. Kali ini suaranya sedikit lebih keras.

Pemuda itu menatap wajah Priska sejenak, seolah-olah mengumpulkan memorinya yang berserakan di mana-mana.

“Priska?” akhirnya pemuda membuka suara.

“Ya Tuhan! Lo bener-bener Arya yah!?” tanpa sadar Priska setengah berteriak sehingga membuat orang-orang yang berada di sekitarnya menoleh ke arah mereka.

Tapi gadis itu tidak peduli.

“Nggak nyangka bisa ketemu lo di sini” kata Priska lagi.

“Sama. Gue  juga nggak nyangka. Apa kabar?” tanya Arya.

“Baik. Lo?”

“Baik.”

Suara peluit kereta menandakan kereta akan segera berangkat. Priska merasa perjalanan kali akan menyenangkan, bahkan sangat menyenangkan. Bertemu dengan teman lama yang dikenalnya semasa kuliah pasti akan sangat mengasyikkan dan membuat perjalanan Jakarta – Bandung tidak akan terasa lama. Rasa lelah dan kantuk yang menyerang Priska sedari tadi karena bekerja dari subuh pun seakan menjadi sirna dengan kehadiran Arya.

Related chapters

  • The Heart Between Stars   EMPAT

    Priska dan Arya pun mulai berbincang-bincang mengobrol mengenai keadaan masing-masing sepanjang perjalanan.“Oya, bagaimana kabar Putri? Kalian masih pacaran kan?” tanya Priska.Pertanyaan Priska itu membuat raut wajah Arya tiba-tiba berubah. Sejenak pemuda tersebut terdiam. Dari raut wajah pemuda itu, Priska seakan telah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Pasti bukan sesuatu yang menggembirakan.“Kami telah putus. Nggak lama setelah Putri lulus.” Jawab Arya akhirnya.“Putus? Kenapa?” tanya Priska.“Kamu sudah bisa tebak.”“Karena orang ketiga?”Arya mengangguk pelan.“Mungkin ini merupakan cerita klise. Setelah lulus, Sikap Putri mulai berubah. Kami jadi sering bertengkar, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Apalagi sejak Putri pulang ke rumah orang tuanya di Sumedang, hubungan kami semakin renggang. Komunikasi semakin jarang. Sampai akhirnya

    Last Updated : 2021-09-27
  • The Heart Between Stars   LIMA

    Menjelang tengah hari, kereta yang membawa Priska dan Arya tiba di Stasiun Gambir, Jakarta. Terlambat sepuluh menit dari jadwal seharusnya. Ketika turun dari gerbong yang ber-AC itulah Priska baru menyadari panasnya udara Jakarta siang ini. “Eh, perasaan Gue atau Jakarta juga makin panas yah?” tanya Priska pada Arya. Arya yang berjalan di sampingnya juga merasakan hal yang sama. Dalam beberapa hari ini suhu udara di Jakarta terasa meningkat. Dan menurut Arya hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di Bandung dia juga merasakan adanya peningkatan suhu. Mungkin hal ini terjadi di seluruh Indonesia. “Iya, kayaknya akhir-akhir ini udara makin panas aja.” Balas Arya. “Kira-kira kenapa bisa begitu?” tanya Priska. “Apa?” “Lo kan sarjana astronomi. Gue tanya kenapa bisa begitu....” “Mungkin karena musim kemarau yang panjang menyebabkan kelembaban udara menjadi rendah, atau bisa juga pengaruh angin panas di Pasifik. “ jawab A

    Last Updated : 2021-09-27
  • The Heart Between Stars   ENAM

    Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.Dari Priska? Tanyanya heran.“Halo?” sapa Arya.“Lo masih di kantor?” tanya Priska.“Iya. Ada apa?”“Pulang jam berapa?”“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”“Mau nggak nemenin Gue buka puasa?”Arya tertegun mendengar ucapan Priska.“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.“Ngg... itu...”“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska“Bukan... bukan...”“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”“Beneran Lo bisa?” tanya

    Last Updated : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   TUJUH

    Priska duduk menghadapi meja yang berada di dalam sebuah rumah makan di kawasan Pasar Festival, Kuningan Jakarta selatan. Sudah hampir satu jam dia berada di sana, setelah sebelumnya sengaja datang lebih awal dari waktu buka puasa supaya bisa mendapat tempat di rumah makan. Maklum, menjelang buka puasa, hampir semua rumah makan pasti penuh, apalagi rumah makan yang berada di daerah pemukiman padat penduduk atau perkantoran yang ramai. Terlambat datang sedikit saja, dipastikan tidak akan mendapat tempat makan. Bahkan jika sudah mendapat meja, harus selalu dijaga dan jangan pernah ditinggal walau hanya sebentar, karena pasti langsung diisi oleh orang lain, Bahkan andaikan telah memesan makanan dan minuman dan semuanya telah tersaji di atas meja, tetap tidak boleh ditinggal. Kalau sudah mendekati jam buka puasa memang terkadang suasana menjadi liar, di mana kadang berlaku hukum rimba ; siapa kuat dia yang menang.Waktu buka puasa tinggal lima belas menit

    Last Updated : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   DELAPAN

    08.33 WS Kantor pusat NASA di Washington DC, Amerika Serikat.Tiga unit helikopter militer mendarat di halaman depan kantor NASA. Beberapa orang prajurit militer turun dari helikopter-helikopter tersebut, mengawal beberapa orang sipil yang berada di antara mereka. Termasuk di antara orang-orang sipil itu adalah Paul Gilbert dan Tracy Austin.Seorang karyawan NASA menyambut kedatangan rombongan yang berasal dari Mauna Kea itu. Dengan dipandu karyawan NASA berpakaian necis tersebut, Paul, Tracy, dan beberapa orang lainnya memasuki gedung di depan mereka dengan dikawal beberapa tentara. Mereka menyusuri koridor menuju ke suatu tempat.Suasana di NASA sangat sibuk seperti biasanya. Banyak orang yang terlihat sibuk, atau menyibukkan diri. Semua orang tampak memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan. Bagi Paul yang pernah berada di lingkungan NASA, hal ini tidak aneh baginya. Tapi bagi Tracy da

    Last Updated : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEMBILAN

    International Space Station (ISS) adalah stasiun luar angkasa hasil kerja sama Amerika Serikat dengan sebelas negara termasuk Jepang dan Kanada. ISS yang masih dalam tahap penyelesaian itu selalu mengorbit di atas bumi. Saat ini ada tiga astronaut Amerika Serikat dan seorang kosmonaut Rusia yang kini berada dalam stasiun ruang angkasa tersebut. Mereka sedang mengerjakan proyek dari negaranya masing-masing.“Rusia sialan!” gerutu Daniel Byrd, salah seorang astronaut yang berada dalam ISS. Rekannya, Jose Estevez yang berada di sebelahnya heran mendengar gerutukan Daniel.“Ada apa?” tanya Jose sambil tetap mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya, yaitu mengadakan penelitian mengenai kondisi udara dalam ruang hampa.Ruangan dalam stasiun yang tanpa gravitasi membuat tubuh mereka melayang-layang di dalam ruangan. Untung saja para astronaut dan para kosmonaut itu sudah terbiasa hidup dalam kondisi seperti itu.“Bukankah

    Last Updated : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEPULUH

    “Pak Presiden,” John menyalami Presiden.“Selamat datang kembali di Gedung Putih.” sapa Presiden sambil tetap tersenyum. Senyum yang getir mengingat apa yang sedang dihadapinya sekarang.Berturut-turut kemudian orang yang datang bersama John bersalaman dengan Presiden Thomas, termasuk Paul. Presiden memandang Paul dengan pandangan bertanya-tanya karena tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Apalagi melihat pakaian Paul yang berbeda dengan yang lain. Paul memang baru pertama kali masuk ke gedung Putih. Dan karena mendadak, dia tidak sempat mempersiapkan baju yang pantas untuk itu.“Prof. Paul Gilbert, ahli astronomi. Dia dapat membantu Anda dalam konferensi pers nanti.” John menjelaskan.“Oya, selamat datang,”“Terima kasih Pak Presiden,” jawab Paul.“Anda akan mengatakannya sekarang?” kata John.Presiden menatap John.“Menurutmu? Kukira sekar

    Last Updated : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEBELAS

    15 November 201404.46 WSLembaga Pemasyarakatan Cipinang, JakartaAli Fachruddin berjalan pelan menelusuri lorong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan dikawal dua orang petugas. Sesampainya di depan salah satu sel yang kosong, salah sorang petugas membuka pintu sel dan Ali masuk ke dalamnya.“Terima kasih” ujar Ali.Kedua petugas Lapas itu tidak menjawab.Setelah mengunci kembali pintu sel, keduanya pun beranjak pergi. Ali kemudian menghampiri sebuah tas yang tergeletak di samping ranjang. Pria berusia 28 tahun itu mengambil sebuah buku yang berada di dalam tas besar miliknya yang juga berisi berbagai keperluan pribadi selama berada di penjara terbesar di Indonesia sepuluh hari yang lalu.Saat mulai membaca, suara lirih dari arah ranjangnya membuatnya terhenti sejenak dan menoleh.“Jangan berisik! Gue masih mau tidur!&r

    Last Updated : 2021-10-26

Latest chapter

  • The Heart Between Stars   DUA PULUH

    09.41 WS Hal yang sama terjadi juga pada Jakarta. Seperti juga kota-kota lainnya yang terletak di pinggir pantai, Jakarta hampir rata dengan tanah, tersapu gelombang raksasa yang memorak-porandakan semua infrastruktur di ibukota negara tersebut. Dari puncak bukit, Arya memandang ke bawah, ke kejauhan di mana tadinya terdapat sebuah kota bernama Jakarta. Kini yang terlihat hanya hamparan air membiru yang sangat luas. Walau serangan gelombang telah reda, tapi air tidak segera surut. Hal itu karena Jakarta terletak di dataran yang paling rendah dekat bibir pantai, dan datarannya yang luas relatif sama ketinggiannya sehingga air mengalir lambat kembali ke laut. Hujan sendiri telah mereda, hanya tinggal bintik-bintik air saja yang masih turun. Walau begitu awan tebal masih menggelayut di langit. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hati Arya. Terlebih dia memikirkan nasib Priska yang terakhir kali diketahuinya masih berada di dalam kota.

  • The Heart Between Stars   SEMBILAN BELAS

    11.35 WSKota Jayapura yang terletak di pinggir pantai Samudera Pasifik bagaikan lenyap di telan bumi. Gelombang raksasa yang menghantam daratan hingga sejauh beberapa puluh kilometer dari bibir pantai telah menghancurkan segalanya. Bangunan, tumbuhan, dan kehidupan lainnya. Belum lagi adanya arus balik kembali ke laut yang menyeret apa saja yang dilaluinya. Pasca serangan gelombang raksasa yang mendadak itu meninggalkan genangan air setinggi kurang lebih 5-10 meter. Mayat makhluk hidup termasuk binatang dan manusia tampak mengambang. Beberapa orang yang selamat dari gelombang raksasa tersebut tampak mencari tempat yang lebih aman, seperti puncak gedung bertingkat, ataupun perbukitan yang mengelilingi ibukota provinsi paling timur Indonesia itu.Sekitar 8 kilometer sebelah selatan Jayapura, sebuah kompleks perumahan penduduk juga tidak luput dari serangan gelombang raksasa yang mendadak itu. Tapi tidak seperti tempat lainnya, kompleks perumaha

  • The Heart Between Stars   DELAPAN BELAS

    Andi sedang berada di dalam mobil BMWnya, terjebak di tengah kemacetan dan genangan air yang menghambat perjalanannya. Dalam hati dokter muda itu menyesal memakai mobil barunya di tengah hujan lebat yang mengguyur Jakarta sejak pagi. Kini, mobil yang dibelinya dengan sangat mahal itu, yang tadi pagi masih berkilat, telah basah dan dipenuhi lumpur dari genangan air yang dilewatinya sepanjang jalan. Andi juga merutuk karena tidak memperkirakan jalanan bakal semacet ini. Karena kesibukannya, Andi tidak sempat mencari info apa pun mengenai kondisi lalu lintas sebelum pergi. Yang jelas saat ini dia melihat orang-orang yang panik di jalan, sibuk seperti hendak keluar kota. Dokter muda itu hanya menduga mungkin ini karena liburan panjang dan efek arus mudik menjelang Idul Fitri. Tapi di sisi lain, Andi juga sempat melihat beberapa kerumunan massa yang nekat menjebol toko-toko dan menjarah isinya. Ada apa ini? batinnya. Setahu Andi, walau menjelang Idul Fitri terjadi

  • The Heart Between Stars   TUJUH BELAS

    Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Bandung. Hujan deras yang mengguyur Bandung sejak dini hari tidak urung membuat Markas Polda Jawa Barat terkena banjir. Apalagi daerah di mana markas itu berdiri adalah dataran yang lebih rendah dari daerah lain, sehingga menjadi tempat berkumpulnya air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi. Sejak pagi para anggota polisi yang berada di Polda sibuk menyelamatkan segala sesuatunya dari banjir, termasuk para tahanan yang berada di sel. Karena sel tahanan yang berada di bagian belakang kompleks Polda termasuk salah satu area yang tergenang air cukup tinggi, maka para tahanan harus dipindahkan ke area yang lebih aman. Dengan diiringi pengawalan para petugas polisi bersenjata, para tahanan pun digiring dari selnya ke bagian depan kompleks. Termasuk di antara para tahanan tersebut adalah Albertus Somata, pemimpin Sekte Hari Kiamat yang menghebohkan akhir-akhir ini, dan baru ditangkap kemarin.

  • The Heart Between Stars   ENAM BELAS

    Di dalam toilet, Priska menenangkan dirinya sambil membasuh wajahnya di wastafel. Gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, dan di dalam hatinya dia menyangkal hal tersebut. Hari kiamat? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Timbul setitik penyesalan di hati Priska. Kenapa dia tidak menuruti kemauan ibunya agar sekali saja bisa pulang ke rumah. Jika saja ketika itu dia pulang, paling tidak jika hari kiamat itu benar-benar terjadi, saat ini dia telah berkumpul bersama keluarganya, bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai dirinya. Tiba-tiba seperti teringat sesuatu, Priska merogoh saku bajunya dan mengeluarkan Ponselnya. Dia hendak menelepon ke orang tuanya. Memberitahu semuanya sekaligus permintaan maaf dan penyesalannya. Tidak ada respons dari seberang telepon. Priska mencoba kembali menekan nomor ponsel orang tuanya. Hasilnya sama saja. Berapa kali pun dia mencoba, tetap tidak berhasil. Kenap

  • The Heart Between Stars   LIMA BELAS

    Priska tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hari kiamat? Hal itu tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lutut gadis itu serasa lemas. Keingintahuan yang begitu besar yang tadi menghinggapi dirinya hilang seketika, berganti dengan perasaan-perasaan lain yang tidak menentu. “Kita harus pergi sebelum segala sesuatunya menjadi buruk.” Kata Peter. “Apa yang menjadi buruk?” tanya Ferry heran. “Tentu saja cuaca ini.” “Maksud Anda?” Peter memandang Ferry sejenak. Dia maklum, sebagai orang awam Ferry memang tidak begitu mengerti tentang ilmu astronomi dan cuaca. “Terus terang saya tidak mengerti. Jika benar ada bintang dekat kita yang sangat panas, kenapa di Jakarta malah hujan. Disertai badai lagi. Ada apa ini?” tanya Ferry lagi. Peter menarik nafas. Dia terpaksa harus menjelaskan semuanya. “Anda tentu tahu tentang penguapan air bukan? Siklus air di alam hingga menghasilkan hujan?” kata Peter. Ferr

  • The Heart Between Stars   EMPAT BELAS

    Priska tampak duduk di lobi depan bersama Ferry yang menenteng kamera TV. Gadis itu tersenyum melihat kedatangan Arya.“Hai...” sapa Priska.Arya menatap Priska dalam-dalam.“Ada apa Lo kesini? Bukannya Lo sedang tugas?” tanya Arya.“Benar. Tapi ada yang ingin Gue tanyakan ke Lo,”“Tanya apa?”Priska menghela nafasnya sebentar. Rambutnya yang agak basah meneteskan butir-butir air pada baju kerjanya.“Tentang cuaca yang terjadi sekarang, Lo tahu kan penyebabnya?”Arya tertegun. Dia tidak menyangka Priska akan bertanya seperti itu. Seketika itu juga dirinya sadar kalau Priska tidak datang sendiri. Dia membawa seorang juru kamera. Pasti gadis itu sedang mencari berita.Tapi dari mana Priska tahu kalau hujan yang terjadi hari ini bukan hujan biasa? Atau dia hanya menebak-nebak saja?“Kenapa Lo berkesimpulan begitu?” Arya balik bertanya.&ld

  • The Heart Between Stars   TIGA BELAS

    Suasana di planetarium menjadi sunyi dan mencekam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi pada diri mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka, khususnya orang-orang yang mereka sayangi. Dinginnya AC yang terpasang di dalam ruangan membuat suasana mencekam semakin terasa.Peter tercenung di depan layar laptopnya, Mengamati data dari NASA yang terkirim secara online. Hal yang sama dilakukan Arya di. Sementara Sudaryanto tampak mondar-mandir di dalam ruangan. Serasa ada yang mengganjal pikiran pria itu, dan dia ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukannya.Dering Ponsel memecahkan kesunyian. Sudaryanto mengangkat Ponsel miliknya yang berbunyi.“Iya Pak... baik.. saya mengerti...” demikian ucapan Sudaryanto di telpon. Seluruh pasang mata memandang ke arah Sudaryanto sambil menebak-nebak siapa yang menelepon.“Tadi dari kepala BMKG. Dia sudah berbicara d

  • The Heart Between Stars   DUA BELAS

    07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status