Share

ENAM

Penulis: Luna Torashyngu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-26 07:33:23

Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.

Dari Priska? Tanyanya heran.

“Halo?” sapa Arya.

“Lo masih di kantor?” tanya Priska.

“Iya. Ada apa?”

“Pulang jam berapa?”

“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”

“Mau nggak nemenin Gue  buka puasa?”

Arya tertegun mendengar ucapan Priska.

“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.

“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.

“Ngg... itu...”

“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska

“Bukan... bukan...”

“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”

“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”

“Beneran Lo bisa?” tanya Priska lagu-ragu.

“Bisa.” Arya memastikan.

“Asyiik... Di mana ya enaknya kita buka?”

“Terserah Lo aja.”

“Hmmm...  kantor Lo di Jakarta Timur ya?” tanya Priska.

“Rawamangun,”

“Ya udah kita ketemu di Kelapa Gading aja. Nggak terlalu jauh kan dari kantor Lo,”

“Emang Lo berangkat dari mana?”

“Tempat kos gue.”

“Tempat Kos? Bukannya Lo kos di Mampang? Nggak kejauhan tuh.”

 “Nggak papa. Gue bisa berangkat agak pagian biar nggak macet,”

“Nggak...nggak. Kita ketemu di kuningan aja. Biar Gue yang ke sana.”

“Tapi...”

“Lo mau Gue temenin buka nggak?” tukas Arya.

“Mau...”

“Makanya nurut.”

Priska terdiam sejenak.

“Ya udah, nanti Gue kabari di mana kita ketemu,” kata gadis itu akhirnya.

“Oke,”

Arya baru saja mengakhiri pembicaraannya dengan Priska saat pintu ruang kerjanya terbuka sedikit.

“Ada yang ingin bertemu denganmu, “ Kata Purwanto yang juga satu kantor dengan Arya.

Belum sempat Arya berkata apa-apa, pintu yang tadinya terbuka sedikit menjadi melebar, dan masuklah seorang pria Seorang pria bertubuh tinggi besar, berkulit putih an rambut coklat, berusia sekitar 50 tahunan. Arya mengenalnya sebagai Peter Gilbert, ahli astronomi dan fisika asal Amerika Serikat yang telah 6 bulan ini berada di Indonesia untuk sebuah penelitian. Arya sering berdiskusi dengan Peter yang menurut dia telah membuka wawasannya tentang astronomi. Pengalaman Peter yang telah berkecimpung dalam dunia astronomi selama lebih dari 25 tahun dan telah melanglang buana ke berbagai belahan dunia merupakan sesuatu yang berharga bagi Arya.

Peter juga yang membantu Arya mempublikasikan penemuan bintang baru dua tahun yang lalu. Pria itu juga memperjuangkan supaya bintang baru itu diberi nama Alpha Veta, yang merupakan nama yang diusulkan oleh Arya. Peter mempunyai seorang kakak yang bekerja untuk NASA, sehingga dia bisa cepat mendapat informasi mengenai astronomi, atau mengenai luar angkasa.

“Hai... maaf telah mengganggu kamu..” sapa Peter dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah. Sebelum tinggal selama 6 Bulan di Indonesia,  Peter sering bolak-balik ke sini, juga pernah bekerja sama dengan Arya,  dan itu memang membuat dirinya bisa belajar Bahasa Indonesia sedikit-demi sedikit.

“It’s okay, saya juga senang bertemu Anda kembali.” jawab Arya.

Walau telah 6 bulan tinggal di Indonesia, tapi Peter memang jarang bertemu Arya. Selain karena kesibukan masing-masing, bidang kerja mereka juga berbeda, dan keduanya berada di instansi yang berbeda. Arya bekerja di LAPAN sedang Peter lebih banyak menghabiskan waktunya di Planetarium yang berada di komplekss Taman Ismail Marzuki, Cikini. Pertemuan Arya dengan Peter daman 6 bulan terakhir bisa dihitung dengan jari, terbanyak saat Peter baru tiba di Indonesia. Setelah itu Arya sibuk dengan pekerjaannya, demikian juga Peter mulai fokus dengan penelitiannya. Oleh sebab itu Arya heran saat pagi ini Peter mendatanginya. Terakhir kali mereka bertemu sekitar dua bulan yang lalu. Saat Arya berkunjung ke planetarium untuk urusan pekerjaan.

“Saya datang ke sini untuk menyampaikan suatu kabar...” ujar Peter lagi.

“... anakmu sudah mulai nakal, dan dia bisa membunuh kita semua,” lanjutnya.

Arya terkejut mendengar ucapan Peter.

Toko emas di Pasar Cipulir, daerah Kebayoran Lama baru saja buka saat dua orang pria memasuki toko. Kedua pria itu sama-sama mengenakan jaket dan topi, serta menenteng tas ransel esar yang sudah rusuh. Bedanya pria yang berbadan tinggi besar mengenakan jaket kulit coklat yang sudah lusuh, sedangkan pria lain yang perawakan tubuhnya lebih kecil mengenakan jaket parasut berwarna merah tua. Begitu masuk ke dalam toko, kedua pria itu menyebar ke kedua sisi etalase. Pria yang berbadan besar melihat sekelilingnya, seolah-olah sedang mencari sesuatu. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam saku jaket kulit yang dipakainya

Satu dari tiga orang karyawan toko menghampiri pria yang berbadan besar.

“Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya karyawan toko, seorang wanita berusia 30 tahunan bertubuh pendek dan rambut diikat ke belakang. Karyawan toko itu agak bergidik saat melihat sebagian wajah pria yang disapanya. Terlihat kumis dan janggut tebal menyelimuti wajahnya yang hitam.

“Ada,” jawab pria itu,  lalu mengeluarkan tangan kanannya.

Yang memegang sepucuk pistol rakitan.

“Cepat buka etalase dan masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” kata Pria itu sambil tangan kirinya membuka tas ransel yang dibawanya dan ditaruh di atas etalase. Hampir bersamaan, rekannya juga melakukan hal serupa.

Ketiga karyawan toko emas, ditambah si pemilik toko yang merupakan seorang wanita setengah baya. yang semuanya wanita tentu saja menjadi histeris melihat pistol yang ditodongkan ke arah mereka.

“Jangan berisik kalau mau hidup! Cepat masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” bentak pria berjaket kulit sambil menodongkan pistolnya ke arah pegawai dan pemilik toko secara bergantian.

Mata semua karyawan toko melihat ke arah bosnya, seolah-olah minta persetujuan atas permintaan pria berjaket kulit tersebut. Setelah pemilik toko memberi isyarat supaya menuruti kemauan si perampok, barulah ketiga karyawan toko itu membuka etalase dan memindahkan perhiasan-perhiasan emas yang ada di etalase ke dalam tas ransel milik kedua perampok itu.

“Semuanya!” bentak perampok kedua yang mengenakan jaket merah tua saat melihat seorang karyawan toko memisahkan emas logam mulia dan tidak dimasukkan ke dalam tas.

“Tangan diangkat ke atas, Ci!” kata perampok pertama saat melihat kedua tangan pemilik toko berada di bawah dan tertutup oleh mejanya.

Wanita pemilik toko terpaksa menuruti perintah si perampok. Kelihatannya perampok pertama tahu kalau di balik meja kerja si pemilik toko terdapat tombol alarm bisu, yang terhubung dengan pos keamanan pasar. Yang perampok itu tidak tahu, selain berada di meja pemilik toko, alarm bisu juga berada di salah satu ujung etalase, dan salah seorang karyawan toko telah menekan tombol itu.

“HEH! NGAPAIN LO!?” bentak perampok kedua saat melihat apa yang dilakukan karyawan toko.

DOR!

Suara tembakan terdengar!

Diikuti dengan robohnya salah seorang karyawan toko dengan dada berlumuran darah.

“Ngapain lo?? tanya perampok pertama pada rekannya.

“Dia nekan alarm di bawah meja,” jawab perampok kedua.

“Sial!”

Kedua perampok bukan baru pertama kali merampok toko mas. Sebelumnya mereka telah melakukan perampokan emas di beberapa tempat, dan bahkan saat ini masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) polisi. Borex dan komplotannya memang terkenal sebagai perampok yang sadis, yang tidak segan-segan melukai atau  bahkan membunuh korbannya jika mereka melawan atau tidak menuruti perintahnya.

Borex yang memakai jaket kulit mengarahkan pistol ke arah si pemilik toko.

DOR!

Tembakan tepat di kepala membuat wanita pemilik toko terkapar. Borex kemudian mengarahkan pistolnya pada dua karyawan wanita yang tersida, dan menembak semuanya.

“Kita pergi!” kata pria itu pada rekannya.

Saat keluar toko, Borex melihat kerumunan orang di dekat pasar. Mereka berkumpul karena mendengar suara letusan pistol dari arah toko emas.

“Minggir!” seru Borex sambil melepaskan tembakan ke atas.

Tembakan Borex membuat orang-orang yang berkerumun menjadi kocar-kacir. Tidak ada yang berani mendekat, apalagi mencoba melumpuhkan kedua perampok tersebut. Semua mencari selamat. Borex dan rekannya berlari menuju ke arah pintu keluar pasar, di mana telah menunggu dua rekan lainnya yang di atas sepeda  motor masing-masing.

Suara sirene polisi terdengar dari kejauhan saat Borex duduk di bangku belakang salah satu sepeda motor rekannya.

“Ayo jalan!” perintah Borex.

Kedua sepeda motor pun langsung melaju dengan kecepatan tinggi.

Bab terkait

  • The Heart Between Stars   TUJUH

    Priska duduk menghadapi meja yang berada di dalam sebuah rumah makan di kawasan Pasar Festival, Kuningan Jakarta selatan. Sudah hampir satu jam dia berada di sana, setelah sebelumnya sengaja datang lebih awal dari waktu buka puasa supaya bisa mendapat tempat di rumah makan. Maklum, menjelang buka puasa, hampir semua rumah makan pasti penuh, apalagi rumah makan yang berada di daerah pemukiman padat penduduk atau perkantoran yang ramai. Terlambat datang sedikit saja, dipastikan tidak akan mendapat tempat makan. Bahkan jika sudah mendapat meja, harus selalu dijaga dan jangan pernah ditinggal walau hanya sebentar, karena pasti langsung diisi oleh orang lain, Bahkan andaikan telah memesan makanan dan minuman dan semuanya telah tersaji di atas meja, tetap tidak boleh ditinggal. Kalau sudah mendekati jam buka puasa memang terkadang suasana menjadi liar, di mana kadang berlaku hukum rimba ; siapa kuat dia yang menang.Waktu buka puasa tinggal lima belas menit

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   DELAPAN

    08.33 WS Kantor pusat NASA di Washington DC, Amerika Serikat.Tiga unit helikopter militer mendarat di halaman depan kantor NASA. Beberapa orang prajurit militer turun dari helikopter-helikopter tersebut, mengawal beberapa orang sipil yang berada di antara mereka. Termasuk di antara orang-orang sipil itu adalah Paul Gilbert dan Tracy Austin.Seorang karyawan NASA menyambut kedatangan rombongan yang berasal dari Mauna Kea itu. Dengan dipandu karyawan NASA berpakaian necis tersebut, Paul, Tracy, dan beberapa orang lainnya memasuki gedung di depan mereka dengan dikawal beberapa tentara. Mereka menyusuri koridor menuju ke suatu tempat.Suasana di NASA sangat sibuk seperti biasanya. Banyak orang yang terlihat sibuk, atau menyibukkan diri. Semua orang tampak memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan. Bagi Paul yang pernah berada di lingkungan NASA, hal ini tidak aneh baginya. Tapi bagi Tracy da

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEMBILAN

    International Space Station (ISS) adalah stasiun luar angkasa hasil kerja sama Amerika Serikat dengan sebelas negara termasuk Jepang dan Kanada. ISS yang masih dalam tahap penyelesaian itu selalu mengorbit di atas bumi. Saat ini ada tiga astronaut Amerika Serikat dan seorang kosmonaut Rusia yang kini berada dalam stasiun ruang angkasa tersebut. Mereka sedang mengerjakan proyek dari negaranya masing-masing.“Rusia sialan!” gerutu Daniel Byrd, salah seorang astronaut yang berada dalam ISS. Rekannya, Jose Estevez yang berada di sebelahnya heran mendengar gerutukan Daniel.“Ada apa?” tanya Jose sambil tetap mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya, yaitu mengadakan penelitian mengenai kondisi udara dalam ruang hampa.Ruangan dalam stasiun yang tanpa gravitasi membuat tubuh mereka melayang-layang di dalam ruangan. Untung saja para astronaut dan para kosmonaut itu sudah terbiasa hidup dalam kondisi seperti itu.“Bukankah

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEPULUH

    “Pak Presiden,” John menyalami Presiden.“Selamat datang kembali di Gedung Putih.” sapa Presiden sambil tetap tersenyum. Senyum yang getir mengingat apa yang sedang dihadapinya sekarang.Berturut-turut kemudian orang yang datang bersama John bersalaman dengan Presiden Thomas, termasuk Paul. Presiden memandang Paul dengan pandangan bertanya-tanya karena tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Apalagi melihat pakaian Paul yang berbeda dengan yang lain. Paul memang baru pertama kali masuk ke gedung Putih. Dan karena mendadak, dia tidak sempat mempersiapkan baju yang pantas untuk itu.“Prof. Paul Gilbert, ahli astronomi. Dia dapat membantu Anda dalam konferensi pers nanti.” John menjelaskan.“Oya, selamat datang,”“Terima kasih Pak Presiden,” jawab Paul.“Anda akan mengatakannya sekarang?” kata John.Presiden menatap John.“Menurutmu? Kukira sekar

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEBELAS

    15 November 201404.46 WSLembaga Pemasyarakatan Cipinang, JakartaAli Fachruddin berjalan pelan menelusuri lorong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan dikawal dua orang petugas. Sesampainya di depan salah satu sel yang kosong, salah sorang petugas membuka pintu sel dan Ali masuk ke dalamnya.“Terima kasih” ujar Ali.Kedua petugas Lapas itu tidak menjawab.Setelah mengunci kembali pintu sel, keduanya pun beranjak pergi. Ali kemudian menghampiri sebuah tas yang tergeletak di samping ranjang. Pria berusia 28 tahun itu mengambil sebuah buku yang berada di dalam tas besar miliknya yang juga berisi berbagai keperluan pribadi selama berada di penjara terbesar di Indonesia sepuluh hari yang lalu.Saat mulai membaca, suara lirih dari arah ranjangnya membuatnya terhenti sejenak dan menoleh.“Jangan berisik! Gue masih mau tidur!&r

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   DUA BELAS

    07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28
  • The Heart Between Stars   TIGA BELAS

    Suasana di planetarium menjadi sunyi dan mencekam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi pada diri mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka, khususnya orang-orang yang mereka sayangi. Dinginnya AC yang terpasang di dalam ruangan membuat suasana mencekam semakin terasa.Peter tercenung di depan layar laptopnya, Mengamati data dari NASA yang terkirim secara online. Hal yang sama dilakukan Arya di. Sementara Sudaryanto tampak mondar-mandir di dalam ruangan. Serasa ada yang mengganjal pikiran pria itu, dan dia ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukannya.Dering Ponsel memecahkan kesunyian. Sudaryanto mengangkat Ponsel miliknya yang berbunyi.“Iya Pak... baik.. saya mengerti...” demikian ucapan Sudaryanto di telpon. Seluruh pasang mata memandang ke arah Sudaryanto sambil menebak-nebak siapa yang menelepon.“Tadi dari kepala BMKG. Dia sudah berbicara d

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-02
  • The Heart Between Stars   EMPAT BELAS

    Priska tampak duduk di lobi depan bersama Ferry yang menenteng kamera TV. Gadis itu tersenyum melihat kedatangan Arya.“Hai...” sapa Priska.Arya menatap Priska dalam-dalam.“Ada apa Lo kesini? Bukannya Lo sedang tugas?” tanya Arya.“Benar. Tapi ada yang ingin Gue tanyakan ke Lo,”“Tanya apa?”Priska menghela nafasnya sebentar. Rambutnya yang agak basah meneteskan butir-butir air pada baju kerjanya.“Tentang cuaca yang terjadi sekarang, Lo tahu kan penyebabnya?”Arya tertegun. Dia tidak menyangka Priska akan bertanya seperti itu. Seketika itu juga dirinya sadar kalau Priska tidak datang sendiri. Dia membawa seorang juru kamera. Pasti gadis itu sedang mencari berita.Tapi dari mana Priska tahu kalau hujan yang terjadi hari ini bukan hujan biasa? Atau dia hanya menebak-nebak saja?“Kenapa Lo berkesimpulan begitu?” Arya balik bertanya.&ld

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-02

Bab terbaru

  • The Heart Between Stars   DUA PULUH

    09.41 WS Hal yang sama terjadi juga pada Jakarta. Seperti juga kota-kota lainnya yang terletak di pinggir pantai, Jakarta hampir rata dengan tanah, tersapu gelombang raksasa yang memorak-porandakan semua infrastruktur di ibukota negara tersebut. Dari puncak bukit, Arya memandang ke bawah, ke kejauhan di mana tadinya terdapat sebuah kota bernama Jakarta. Kini yang terlihat hanya hamparan air membiru yang sangat luas. Walau serangan gelombang telah reda, tapi air tidak segera surut. Hal itu karena Jakarta terletak di dataran yang paling rendah dekat bibir pantai, dan datarannya yang luas relatif sama ketinggiannya sehingga air mengalir lambat kembali ke laut. Hujan sendiri telah mereda, hanya tinggal bintik-bintik air saja yang masih turun. Walau begitu awan tebal masih menggelayut di langit. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hati Arya. Terlebih dia memikirkan nasib Priska yang terakhir kali diketahuinya masih berada di dalam kota.

  • The Heart Between Stars   SEMBILAN BELAS

    11.35 WSKota Jayapura yang terletak di pinggir pantai Samudera Pasifik bagaikan lenyap di telan bumi. Gelombang raksasa yang menghantam daratan hingga sejauh beberapa puluh kilometer dari bibir pantai telah menghancurkan segalanya. Bangunan, tumbuhan, dan kehidupan lainnya. Belum lagi adanya arus balik kembali ke laut yang menyeret apa saja yang dilaluinya. Pasca serangan gelombang raksasa yang mendadak itu meninggalkan genangan air setinggi kurang lebih 5-10 meter. Mayat makhluk hidup termasuk binatang dan manusia tampak mengambang. Beberapa orang yang selamat dari gelombang raksasa tersebut tampak mencari tempat yang lebih aman, seperti puncak gedung bertingkat, ataupun perbukitan yang mengelilingi ibukota provinsi paling timur Indonesia itu.Sekitar 8 kilometer sebelah selatan Jayapura, sebuah kompleks perumahan penduduk juga tidak luput dari serangan gelombang raksasa yang mendadak itu. Tapi tidak seperti tempat lainnya, kompleks perumaha

  • The Heart Between Stars   DELAPAN BELAS

    Andi sedang berada di dalam mobil BMWnya, terjebak di tengah kemacetan dan genangan air yang menghambat perjalanannya. Dalam hati dokter muda itu menyesal memakai mobil barunya di tengah hujan lebat yang mengguyur Jakarta sejak pagi. Kini, mobil yang dibelinya dengan sangat mahal itu, yang tadi pagi masih berkilat, telah basah dan dipenuhi lumpur dari genangan air yang dilewatinya sepanjang jalan. Andi juga merutuk karena tidak memperkirakan jalanan bakal semacet ini. Karena kesibukannya, Andi tidak sempat mencari info apa pun mengenai kondisi lalu lintas sebelum pergi. Yang jelas saat ini dia melihat orang-orang yang panik di jalan, sibuk seperti hendak keluar kota. Dokter muda itu hanya menduga mungkin ini karena liburan panjang dan efek arus mudik menjelang Idul Fitri. Tapi di sisi lain, Andi juga sempat melihat beberapa kerumunan massa yang nekat menjebol toko-toko dan menjarah isinya. Ada apa ini? batinnya. Setahu Andi, walau menjelang Idul Fitri terjadi

  • The Heart Between Stars   TUJUH BELAS

    Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Bandung. Hujan deras yang mengguyur Bandung sejak dini hari tidak urung membuat Markas Polda Jawa Barat terkena banjir. Apalagi daerah di mana markas itu berdiri adalah dataran yang lebih rendah dari daerah lain, sehingga menjadi tempat berkumpulnya air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi. Sejak pagi para anggota polisi yang berada di Polda sibuk menyelamatkan segala sesuatunya dari banjir, termasuk para tahanan yang berada di sel. Karena sel tahanan yang berada di bagian belakang kompleks Polda termasuk salah satu area yang tergenang air cukup tinggi, maka para tahanan harus dipindahkan ke area yang lebih aman. Dengan diiringi pengawalan para petugas polisi bersenjata, para tahanan pun digiring dari selnya ke bagian depan kompleks. Termasuk di antara para tahanan tersebut adalah Albertus Somata, pemimpin Sekte Hari Kiamat yang menghebohkan akhir-akhir ini, dan baru ditangkap kemarin.

  • The Heart Between Stars   ENAM BELAS

    Di dalam toilet, Priska menenangkan dirinya sambil membasuh wajahnya di wastafel. Gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, dan di dalam hatinya dia menyangkal hal tersebut. Hari kiamat? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Timbul setitik penyesalan di hati Priska. Kenapa dia tidak menuruti kemauan ibunya agar sekali saja bisa pulang ke rumah. Jika saja ketika itu dia pulang, paling tidak jika hari kiamat itu benar-benar terjadi, saat ini dia telah berkumpul bersama keluarganya, bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai dirinya. Tiba-tiba seperti teringat sesuatu, Priska merogoh saku bajunya dan mengeluarkan Ponselnya. Dia hendak menelepon ke orang tuanya. Memberitahu semuanya sekaligus permintaan maaf dan penyesalannya. Tidak ada respons dari seberang telepon. Priska mencoba kembali menekan nomor ponsel orang tuanya. Hasilnya sama saja. Berapa kali pun dia mencoba, tetap tidak berhasil. Kenap

  • The Heart Between Stars   LIMA BELAS

    Priska tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hari kiamat? Hal itu tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lutut gadis itu serasa lemas. Keingintahuan yang begitu besar yang tadi menghinggapi dirinya hilang seketika, berganti dengan perasaan-perasaan lain yang tidak menentu. “Kita harus pergi sebelum segala sesuatunya menjadi buruk.” Kata Peter. “Apa yang menjadi buruk?” tanya Ferry heran. “Tentu saja cuaca ini.” “Maksud Anda?” Peter memandang Ferry sejenak. Dia maklum, sebagai orang awam Ferry memang tidak begitu mengerti tentang ilmu astronomi dan cuaca. “Terus terang saya tidak mengerti. Jika benar ada bintang dekat kita yang sangat panas, kenapa di Jakarta malah hujan. Disertai badai lagi. Ada apa ini?” tanya Ferry lagi. Peter menarik nafas. Dia terpaksa harus menjelaskan semuanya. “Anda tentu tahu tentang penguapan air bukan? Siklus air di alam hingga menghasilkan hujan?” kata Peter. Ferr

  • The Heart Between Stars   EMPAT BELAS

    Priska tampak duduk di lobi depan bersama Ferry yang menenteng kamera TV. Gadis itu tersenyum melihat kedatangan Arya.“Hai...” sapa Priska.Arya menatap Priska dalam-dalam.“Ada apa Lo kesini? Bukannya Lo sedang tugas?” tanya Arya.“Benar. Tapi ada yang ingin Gue tanyakan ke Lo,”“Tanya apa?”Priska menghela nafasnya sebentar. Rambutnya yang agak basah meneteskan butir-butir air pada baju kerjanya.“Tentang cuaca yang terjadi sekarang, Lo tahu kan penyebabnya?”Arya tertegun. Dia tidak menyangka Priska akan bertanya seperti itu. Seketika itu juga dirinya sadar kalau Priska tidak datang sendiri. Dia membawa seorang juru kamera. Pasti gadis itu sedang mencari berita.Tapi dari mana Priska tahu kalau hujan yang terjadi hari ini bukan hujan biasa? Atau dia hanya menebak-nebak saja?“Kenapa Lo berkesimpulan begitu?” Arya balik bertanya.&ld

  • The Heart Between Stars   TIGA BELAS

    Suasana di planetarium menjadi sunyi dan mencekam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi pada diri mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka, khususnya orang-orang yang mereka sayangi. Dinginnya AC yang terpasang di dalam ruangan membuat suasana mencekam semakin terasa.Peter tercenung di depan layar laptopnya, Mengamati data dari NASA yang terkirim secara online. Hal yang sama dilakukan Arya di. Sementara Sudaryanto tampak mondar-mandir di dalam ruangan. Serasa ada yang mengganjal pikiran pria itu, dan dia ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukannya.Dering Ponsel memecahkan kesunyian. Sudaryanto mengangkat Ponsel miliknya yang berbunyi.“Iya Pak... baik.. saya mengerti...” demikian ucapan Sudaryanto di telpon. Seluruh pasang mata memandang ke arah Sudaryanto sambil menebak-nebak siapa yang menelepon.“Tadi dari kepala BMKG. Dia sudah berbicara d

  • The Heart Between Stars   DUA BELAS

    07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status