Share

EMPAT

Penulis: Luna Torashyngu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-27 21:39:35

Priska dan Arya pun mulai berbincang-bincang mengobrol mengenai keadaan masing-masing sepanjang perjalanan.

“Oya, bagaimana kabar Putri? Kalian masih pacaran kan?” tanya Priska.

Pertanyaan Priska itu membuat raut wajah Arya  tiba-tiba berubah. Sejenak pemuda tersebut terdiam. Dari raut wajah pemuda itu, Priska seakan telah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Pasti bukan sesuatu yang menggembirakan.

“Kami telah putus. Nggak lama setelah Putri lulus.” Jawab Arya akhirnya.

“Putus? Kenapa?”  tanya Priska.

“Kamu sudah bisa tebak.”

“Karena orang ketiga?”

Arya mengangguk pelan.

“Mungkin ini merupakan cerita klise. Setelah lulus, Sikap Putri mulai berubah. Kami jadi sering bertengkar, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Apalagi sejak Putri pulang ke rumah orang tuanya di Sumedang, hubungan kami semakin renggang. Komunikasi semakin jarang. Sampai akhirnya Putri meneleponku, hanya untuk memutuskan hubungan kami. Tapi dia tidak mau mengatakan alasannya. Dia juga melarangku mencarinya ke rumah orang tuanya. Bahkan sampai mengancam, dia akan ngusir gue kalau gue sampai nekat datang. Gue baru tahu alasannya sebulan kemudian ketika bertemu dengan adik Putri di Bandung. Adiknya mengatakan kalau Putri telah menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Putri sekarang ada di Batam, ikut dengan suaminya yang bekerja di sana.” Kata Arya.

Priska menghela nafasnya mendengar cerita Arya.

“Bener. Ceritanya emang klise banget. Kayak cerita cinta jaman dulu,” komentar Priska.

“Sampai sekarang Gue nggak tahu alasan Putri kenapa mau menikah dengan pria yang tidak dikenalnya.” Kata Arya lagi.

Priska melihat ada raut kesedihan dalam wajah Arya saat pemuda itu bercerita. Ingatan gadis itu kembali pada masa lalunya, saat dia masih kuliah. Priska mengenal Arya karena sama-sama tinggal di lingkungan kos mahasiswa di Bandung, walau mereka berbeda rumah kos. Mereka sering makan di warung makan yang sama dekat tempat kos, dan sering berangkat kuliah bersama kalau jam kuliahnya sama, walau tempat kuliah mereka berbeda.

 Tanpa terasa hubungan Arya dan Priska menjadi sangat dekat. Walau begitu hubungan mereka hanya merupakan hubungan persahabatan tanpa ada niat mengubah hubungan itu menjadi hubungan asmara. Sifat Priska yang cenderung tomboi dan senang bicara ceplas-ceplos apa adanya membuat Arya senang bersahabat dengan gadis itu. Arya sering curhat mengenai masalahnya pada Priska, demikian pula sebaliknya. Dari Priska pulalah Arya mengenal Putri yang merupakan teman satu kos Priska.

Berbeda dengan Priska, sifat Putri sedikit pendiam, lembut dan selalu senang memakai rok ke mana-mana. Mungkin itulah yang membuat Arya jatuh hati kepada Putri, hingga akhirnya mereka berpacaran. Walau merasa senang saat Arya dan Putri pacaran, tapi diam-diam Priska merasa cemas dengan hubungan mereka, terutama jika melihat sifat Putri yang menurutnya sedikit kekanak-kanakan dan kadang-kadang  lebih mengutamakan egonya sendiri serta selalu bertindak terburu-buru, tanpa berpikir terlebih dahulu.  Ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sifat Arya yang dewasa dan selalu berpikir dahulu  sebelum bertindak.

Dan sekarang kekhawatiran Priska terbukti. Hubungan Arya dan Putri ternyata tidak sampai berlanjut ke jenjang selanjutnya. Kalau dengar dari cerita Arya, putusnya

“Maaf kalau Gue menyinggung hal itu.” Kata Priska lagi.

“Nggak papa kok. Itu kan udah lama.” Sahut Arya.

“Omong-omong, Lo nggak pernah kontak dengan Putri lagi?” tanya pemuda itu.

Priska menggeleng.

Priska lulus kuliah setahun lebih cepat dari Putri. Begitu lulus, gadis itu  Priska pulang dulu ke rumah orang tuanya di Jayapura, Papua sebelum datang ke Jakarta mencari pekerjaan. Sejak itu Priska dan Putri mulai jarang berkomunikasi. Saat itu alasannya karena Putri sedang sibuk dengan skripsinya, dan Priska juga sibuk mencari pekerjaan.

Tidak hanya terhadap Putri, hubungan Priska dan Arya juga ikut menjadi renggang. Terus terang, ketika Arya resmi pacaran dengan Putri, hubungannya dengan Priska memang tidak seakrab dulu. Selain karena Arya lebih sering menghabiskan waktunya bersama Putri, Priska memang sengaja menjaga jarak. Dia tidak ingin Putri berprasangka buruk padanya. Putri pernah marah kepada Priska saat dia melihat  Priska makan berdua dengan Arya di kafe, dan menurut Putri, Priska terlihat sangat akrab dengan Arya. Walau bagi Priska dan Arya itu adalah hal yang biasa karena mereka sering melakukannya sejak lama, tapi tidak bagi Putri. Keakraban Priska dan Arya menimbulkan rasa cemburu di dalam hatinya, dan dia tidak bisa menerimanya. Sejak saat itu Priska berusaha tidak terlalu akrab dengan Arya, terutama di hadapan Putri. Bahkan ketika Arya lulus dan kembali ke Jakarta, Priska tidak berusaha menghubungi  pemuda itu lebih dahulu. Hingga akhirnya, semakin lama dia semakin kehilangan kontak dengan Arya, akhirnya mereka bertemu di kereta.

Arya membuka kantong plastik kecil yang dibawanya. Ternyata kantong plastik itu berisi beberapa potong roti kecil dan sebotol kecil air putih.

“Mau?” Arya menawarkan roti pada Priska.

“Kamu serius?” tanya Priska sambil  menatap tajam pada Arya.

Seketika itu juga Arya menepuk keningnya.

“Oh God! Sorry Gue lupa! Lo pasti lagi puasa.” Kata pria itu.

Priska hanya tersenyum.

“Kok nggak jadi makan?” tanya Priska melihat Arya menyimpan roti dan minumnya kembali.

“Gak ah! Ntar aja.”

“Kenapa? Nggak enak ama Gue? Cuek aja.”

“Tapi Lo kan lagi puasa?”

“Memang kenapa? Kalau Gue puasa berarti Lo juga ikut puasa? Kita kayak baru kenal aja. Gue tahu Lo pasti belum sarapan kan? Makanya Lo bawa roti ke kereta. Daripada Lo kelaparan, mending Lo makan aja. Gue nggak merasa terganggu kok.” Ujar Priska.

Arya memandang ke arah Priska sambil menimbang-nimbang. Priska benar. Dia memang sedari pagi belum sarapan. Selain terburu-buru, di bulan puasa ini hampir tidak ada tempat makan yang buka pagi-pagi. Roti ini pun dibelinya tadi di minimarket di depan stasiun.

“Lo sedang puasa, kenapa nggak pesen tiket untuk gerbong yang khusus bagi yang berpuasa?” tanya Arya sambil mengunyah rotinya.

“Buat apa? Bagiku semua sama saja. Justru menurutku Priska, ibadah puasa akan semakin berarti jika godaannya banyak. Semakin banyak godaan di sekeliling kita, kadar keimanan kita akan semakin diuji. Dan semakin kita kuat menahan godaan, makna puasa bagi kita akan semakin terasa.” Jawab Priska.

“Gitu ya?”

 “Iya. Dan Gue sebetulnya nggak setuju jika di bulan puasa ini umat muslim diperlakukan lebih istimewa dari yang lain. Seperti mengharuskan rumah makan tutup siang hari, menjatuhkan sanksi bagi umat agama lain yang makan di luar, dan segudang aturan yang menurutku sangat aneh. Bagaimana dengan umat beragama lain atau yang tidak berpuasa karena sakit, atau suatu hal yang membuat mereka tidak puasa dan mereka butuh makan? Indonesia kan bukan negara Islam. Memang kita harus menghormati orang yang sedang berpuasa, tapi Gue rasa kita harus bertindak sewajarnya. Makanya kadang-kadang Gue salut dengan orang yang berpuasa di negara-negara non muslim. Godaannya lebih besar, tapi mereka tahan melaksanakannya.”  Lanjut Priska bersemangat

“Lo memang nggak berubah. Anti mainstream.” Ujar Arya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

11.00 WS

BRAK!!

“ANGKAT TANGAN! JANGAN BERGERAK!”

Puluhan orang polisi bersenjata lengkap masuk ke dalam sebuah rumah yang cukup besar dan megah. Para polisi yang berasal dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat  itu telah bersiap sejak pagi menunggu perintah untuk menggerebek rumah yang dicurigai merupakan tempat berkumpulnya sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah sekte yang mereka beri nama Sekte Hari Kiamat, yaitu sebuah sekte agama yang dibentuk oleh seorang mantan pendeta bernama Albertus Somata.

Dinamakan Sekte Hari Kiamat karena orang-orang yang bergabung dalam sekte ini percaya jika hari kiamat akan datang sebentar lagi. Tepatnya pada tanggal 15 November tahun ini. Itu menurut Albertus yang diyakini 100% kebenarannya oleh para pengikutnya, yang sebagian adalah bekas jemaatnya saat masih menjadi pendeta dulu. Albertus bahkan mulai menyebarkan ajarannya dalam setiap khotbah saat dirinya masih menjadi pendeta di sebuah gereja di kawasan Bandung Utara.  Karena khotbahnya yang dinilai menyimpang, dia pun dikeluarkan dari gereja tempatnya mengabdi. Dikeluarkan dari gereja tidak membuat Albertus menghentikan kegiatannya, sebaliknya dia malah lebih aktif dan intens mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang menjadi pengikutnya yang semakin lama jumlahnya semakin bertambah. Semakin lama kegiatan sekte ini semakin menyimpang dari ajaran agama dan meresahkan. Oleh karena itu, berdasarkan laporan dari masyarakat, pihak kepolisian akhirnya memutuskan untuk melakukan penggerebekan dan membubarkan kegiatan Albertus dan para pengikutnya yang dilakukan di sebuah rumah besar dan megah milik salah satu pengikutnya yang terletak sekitar 10 Km di sebelah selatan kota Bandung.

Polisi tidak mendapat kesulitan berarti saat memasuki rumah tempat kegiatan Sekte Hari Kiamat. Petugas keamanan sekte yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang tidak bisa berbuat apa-apa ketika puluhan petugas kepolisian mendobrak pintu gerbang yang tinggi secara paksa. Mereka semua segera diamankan. Polisi pun kini mengarahkan sasarannya ke dalam rumah.

Tidak ada perlawanan berarti ketika polisi masuk ke dalam rumah. Hanya ada wajah-wajah terkejut dan panik dari para pengikut Sekte Hari Kiamat yang jumlahnya sekitar 200 orang itu. Mereka bukan saja para pria, tapi juga wanita dengan berbagai tingkatan usia, bahkan juga ada anak-anak. Sebagian dari mereka telah ada dan tinggal di rumah ini sejak 4 hari yang lalu, menunggu datangnya hari kiamat yang mereka yakini akan datang besok.  Mereka juga percaya, saat hari kiamat itu tiba, tubuh mereka akan langsung diangkat ke surga oleh para malaikat yang datang menjemput. Setidaknya begitulah yang dikatakan Albertus  pada para pengikutnya.

Albertus sendiri masih mencoba meyakinkan para pengikutnya untuk tidak goyah pada keyakinannya walau puluhan anggota polisi telah mengepung mereka.

“Yakinlah anak-anakku, bahwa keadilan Tuhan akan segera tiba! Lihatlah tanda-tanda kekuasaan Tuhan dan segeralah bertobat!” Seru Albertus sebelum polisi meringkusnya.

Dalam waktu singkat pihak kepolisian dapat menguasai keadaan. Para pengikut Sekte Hari Kiamat segera digiring keluar halaman, untuk selanjutnya diangkut dengan beberapa truk menuju ke markas Polda Jawa Barat untuk di data sebelum dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Albertus dan para pengurus Sekte Hari Kiamat lainnya segera ditahan untuk diproses secara hukum. Saat ditangkap, Albertus tetap berteriak-teriak dan mengutuk tindakan polisi yang disebutnya melawan takdir Tuhan. Tapi polisi tidak memedulikannya, dan  Albertus dimasukkan langsung dimasukkan ke dalam mobil polisi yang terpisah dari para pengikutnya.

Bab terkait

  • The Heart Between Stars   LIMA

    Menjelang tengah hari, kereta yang membawa Priska dan Arya tiba di Stasiun Gambir, Jakarta. Terlambat sepuluh menit dari jadwal seharusnya. Ketika turun dari gerbong yang ber-AC itulah Priska baru menyadari panasnya udara Jakarta siang ini. “Eh, perasaan Gue atau Jakarta juga makin panas yah?” tanya Priska pada Arya. Arya yang berjalan di sampingnya juga merasakan hal yang sama. Dalam beberapa hari ini suhu udara di Jakarta terasa meningkat. Dan menurut Arya hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di Bandung dia juga merasakan adanya peningkatan suhu. Mungkin hal ini terjadi di seluruh Indonesia. “Iya, kayaknya akhir-akhir ini udara makin panas aja.” Balas Arya. “Kira-kira kenapa bisa begitu?” tanya Priska. “Apa?” “Lo kan sarjana astronomi. Gue tanya kenapa bisa begitu....” “Mungkin karena musim kemarau yang panjang menyebabkan kelembaban udara menjadi rendah, atau bisa juga pengaruh angin panas di Pasifik. “ jawab A

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • The Heart Between Stars   ENAM

    Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.Dari Priska? Tanyanya heran.“Halo?” sapa Arya.“Lo masih di kantor?” tanya Priska.“Iya. Ada apa?”“Pulang jam berapa?”“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”“Mau nggak nemenin Gue buka puasa?”Arya tertegun mendengar ucapan Priska.“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.“Ngg... itu...”“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska“Bukan... bukan...”“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”“Beneran Lo bisa?” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   TUJUH

    Priska duduk menghadapi meja yang berada di dalam sebuah rumah makan di kawasan Pasar Festival, Kuningan Jakarta selatan. Sudah hampir satu jam dia berada di sana, setelah sebelumnya sengaja datang lebih awal dari waktu buka puasa supaya bisa mendapat tempat di rumah makan. Maklum, menjelang buka puasa, hampir semua rumah makan pasti penuh, apalagi rumah makan yang berada di daerah pemukiman padat penduduk atau perkantoran yang ramai. Terlambat datang sedikit saja, dipastikan tidak akan mendapat tempat makan. Bahkan jika sudah mendapat meja, harus selalu dijaga dan jangan pernah ditinggal walau hanya sebentar, karena pasti langsung diisi oleh orang lain, Bahkan andaikan telah memesan makanan dan minuman dan semuanya telah tersaji di atas meja, tetap tidak boleh ditinggal. Kalau sudah mendekati jam buka puasa memang terkadang suasana menjadi liar, di mana kadang berlaku hukum rimba ; siapa kuat dia yang menang.Waktu buka puasa tinggal lima belas menit

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   DELAPAN

    08.33 WS Kantor pusat NASA di Washington DC, Amerika Serikat.Tiga unit helikopter militer mendarat di halaman depan kantor NASA. Beberapa orang prajurit militer turun dari helikopter-helikopter tersebut, mengawal beberapa orang sipil yang berada di antara mereka. Termasuk di antara orang-orang sipil itu adalah Paul Gilbert dan Tracy Austin.Seorang karyawan NASA menyambut kedatangan rombongan yang berasal dari Mauna Kea itu. Dengan dipandu karyawan NASA berpakaian necis tersebut, Paul, Tracy, dan beberapa orang lainnya memasuki gedung di depan mereka dengan dikawal beberapa tentara. Mereka menyusuri koridor menuju ke suatu tempat.Suasana di NASA sangat sibuk seperti biasanya. Banyak orang yang terlihat sibuk, atau menyibukkan diri. Semua orang tampak memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan. Bagi Paul yang pernah berada di lingkungan NASA, hal ini tidak aneh baginya. Tapi bagi Tracy da

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEMBILAN

    International Space Station (ISS) adalah stasiun luar angkasa hasil kerja sama Amerika Serikat dengan sebelas negara termasuk Jepang dan Kanada. ISS yang masih dalam tahap penyelesaian itu selalu mengorbit di atas bumi. Saat ini ada tiga astronaut Amerika Serikat dan seorang kosmonaut Rusia yang kini berada dalam stasiun ruang angkasa tersebut. Mereka sedang mengerjakan proyek dari negaranya masing-masing.“Rusia sialan!” gerutu Daniel Byrd, salah seorang astronaut yang berada dalam ISS. Rekannya, Jose Estevez yang berada di sebelahnya heran mendengar gerutukan Daniel.“Ada apa?” tanya Jose sambil tetap mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya, yaitu mengadakan penelitian mengenai kondisi udara dalam ruang hampa.Ruangan dalam stasiun yang tanpa gravitasi membuat tubuh mereka melayang-layang di dalam ruangan. Untung saja para astronaut dan para kosmonaut itu sudah terbiasa hidup dalam kondisi seperti itu.“Bukankah

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEPULUH

    “Pak Presiden,” John menyalami Presiden.“Selamat datang kembali di Gedung Putih.” sapa Presiden sambil tetap tersenyum. Senyum yang getir mengingat apa yang sedang dihadapinya sekarang.Berturut-turut kemudian orang yang datang bersama John bersalaman dengan Presiden Thomas, termasuk Paul. Presiden memandang Paul dengan pandangan bertanya-tanya karena tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Apalagi melihat pakaian Paul yang berbeda dengan yang lain. Paul memang baru pertama kali masuk ke gedung Putih. Dan karena mendadak, dia tidak sempat mempersiapkan baju yang pantas untuk itu.“Prof. Paul Gilbert, ahli astronomi. Dia dapat membantu Anda dalam konferensi pers nanti.” John menjelaskan.“Oya, selamat datang,”“Terima kasih Pak Presiden,” jawab Paul.“Anda akan mengatakannya sekarang?” kata John.Presiden menatap John.“Menurutmu? Kukira sekar

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   SEBELAS

    15 November 201404.46 WSLembaga Pemasyarakatan Cipinang, JakartaAli Fachruddin berjalan pelan menelusuri lorong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan dikawal dua orang petugas. Sesampainya di depan salah satu sel yang kosong, salah sorang petugas membuka pintu sel dan Ali masuk ke dalamnya.“Terima kasih” ujar Ali.Kedua petugas Lapas itu tidak menjawab.Setelah mengunci kembali pintu sel, keduanya pun beranjak pergi. Ali kemudian menghampiri sebuah tas yang tergeletak di samping ranjang. Pria berusia 28 tahun itu mengambil sebuah buku yang berada di dalam tas besar miliknya yang juga berisi berbagai keperluan pribadi selama berada di penjara terbesar di Indonesia sepuluh hari yang lalu.Saat mulai membaca, suara lirih dari arah ranjangnya membuatnya terhenti sejenak dan menoleh.“Jangan berisik! Gue masih mau tidur!&r

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • The Heart Between Stars   DUA BELAS

    07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28

Bab terbaru

  • The Heart Between Stars   DUA PULUH

    09.41 WS Hal yang sama terjadi juga pada Jakarta. Seperti juga kota-kota lainnya yang terletak di pinggir pantai, Jakarta hampir rata dengan tanah, tersapu gelombang raksasa yang memorak-porandakan semua infrastruktur di ibukota negara tersebut. Dari puncak bukit, Arya memandang ke bawah, ke kejauhan di mana tadinya terdapat sebuah kota bernama Jakarta. Kini yang terlihat hanya hamparan air membiru yang sangat luas. Walau serangan gelombang telah reda, tapi air tidak segera surut. Hal itu karena Jakarta terletak di dataran yang paling rendah dekat bibir pantai, dan datarannya yang luas relatif sama ketinggiannya sehingga air mengalir lambat kembali ke laut. Hujan sendiri telah mereda, hanya tinggal bintik-bintik air saja yang masih turun. Walau begitu awan tebal masih menggelayut di langit. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hati Arya. Terlebih dia memikirkan nasib Priska yang terakhir kali diketahuinya masih berada di dalam kota.

  • The Heart Between Stars   SEMBILAN BELAS

    11.35 WSKota Jayapura yang terletak di pinggir pantai Samudera Pasifik bagaikan lenyap di telan bumi. Gelombang raksasa yang menghantam daratan hingga sejauh beberapa puluh kilometer dari bibir pantai telah menghancurkan segalanya. Bangunan, tumbuhan, dan kehidupan lainnya. Belum lagi adanya arus balik kembali ke laut yang menyeret apa saja yang dilaluinya. Pasca serangan gelombang raksasa yang mendadak itu meninggalkan genangan air setinggi kurang lebih 5-10 meter. Mayat makhluk hidup termasuk binatang dan manusia tampak mengambang. Beberapa orang yang selamat dari gelombang raksasa tersebut tampak mencari tempat yang lebih aman, seperti puncak gedung bertingkat, ataupun perbukitan yang mengelilingi ibukota provinsi paling timur Indonesia itu.Sekitar 8 kilometer sebelah selatan Jayapura, sebuah kompleks perumahan penduduk juga tidak luput dari serangan gelombang raksasa yang mendadak itu. Tapi tidak seperti tempat lainnya, kompleks perumaha

  • The Heart Between Stars   DELAPAN BELAS

    Andi sedang berada di dalam mobil BMWnya, terjebak di tengah kemacetan dan genangan air yang menghambat perjalanannya. Dalam hati dokter muda itu menyesal memakai mobil barunya di tengah hujan lebat yang mengguyur Jakarta sejak pagi. Kini, mobil yang dibelinya dengan sangat mahal itu, yang tadi pagi masih berkilat, telah basah dan dipenuhi lumpur dari genangan air yang dilewatinya sepanjang jalan. Andi juga merutuk karena tidak memperkirakan jalanan bakal semacet ini. Karena kesibukannya, Andi tidak sempat mencari info apa pun mengenai kondisi lalu lintas sebelum pergi. Yang jelas saat ini dia melihat orang-orang yang panik di jalan, sibuk seperti hendak keluar kota. Dokter muda itu hanya menduga mungkin ini karena liburan panjang dan efek arus mudik menjelang Idul Fitri. Tapi di sisi lain, Andi juga sempat melihat beberapa kerumunan massa yang nekat menjebol toko-toko dan menjarah isinya. Ada apa ini? batinnya. Setahu Andi, walau menjelang Idul Fitri terjadi

  • The Heart Between Stars   TUJUH BELAS

    Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Bandung. Hujan deras yang mengguyur Bandung sejak dini hari tidak urung membuat Markas Polda Jawa Barat terkena banjir. Apalagi daerah di mana markas itu berdiri adalah dataran yang lebih rendah dari daerah lain, sehingga menjadi tempat berkumpulnya air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi. Sejak pagi para anggota polisi yang berada di Polda sibuk menyelamatkan segala sesuatunya dari banjir, termasuk para tahanan yang berada di sel. Karena sel tahanan yang berada di bagian belakang kompleks Polda termasuk salah satu area yang tergenang air cukup tinggi, maka para tahanan harus dipindahkan ke area yang lebih aman. Dengan diiringi pengawalan para petugas polisi bersenjata, para tahanan pun digiring dari selnya ke bagian depan kompleks. Termasuk di antara para tahanan tersebut adalah Albertus Somata, pemimpin Sekte Hari Kiamat yang menghebohkan akhir-akhir ini, dan baru ditangkap kemarin.

  • The Heart Between Stars   ENAM BELAS

    Di dalam toilet, Priska menenangkan dirinya sambil membasuh wajahnya di wastafel. Gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, dan di dalam hatinya dia menyangkal hal tersebut. Hari kiamat? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Timbul setitik penyesalan di hati Priska. Kenapa dia tidak menuruti kemauan ibunya agar sekali saja bisa pulang ke rumah. Jika saja ketika itu dia pulang, paling tidak jika hari kiamat itu benar-benar terjadi, saat ini dia telah berkumpul bersama keluarganya, bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai dirinya. Tiba-tiba seperti teringat sesuatu, Priska merogoh saku bajunya dan mengeluarkan Ponselnya. Dia hendak menelepon ke orang tuanya. Memberitahu semuanya sekaligus permintaan maaf dan penyesalannya. Tidak ada respons dari seberang telepon. Priska mencoba kembali menekan nomor ponsel orang tuanya. Hasilnya sama saja. Berapa kali pun dia mencoba, tetap tidak berhasil. Kenap

  • The Heart Between Stars   LIMA BELAS

    Priska tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hari kiamat? Hal itu tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lutut gadis itu serasa lemas. Keingintahuan yang begitu besar yang tadi menghinggapi dirinya hilang seketika, berganti dengan perasaan-perasaan lain yang tidak menentu. “Kita harus pergi sebelum segala sesuatunya menjadi buruk.” Kata Peter. “Apa yang menjadi buruk?” tanya Ferry heran. “Tentu saja cuaca ini.” “Maksud Anda?” Peter memandang Ferry sejenak. Dia maklum, sebagai orang awam Ferry memang tidak begitu mengerti tentang ilmu astronomi dan cuaca. “Terus terang saya tidak mengerti. Jika benar ada bintang dekat kita yang sangat panas, kenapa di Jakarta malah hujan. Disertai badai lagi. Ada apa ini?” tanya Ferry lagi. Peter menarik nafas. Dia terpaksa harus menjelaskan semuanya. “Anda tentu tahu tentang penguapan air bukan? Siklus air di alam hingga menghasilkan hujan?” kata Peter. Ferr

  • The Heart Between Stars   EMPAT BELAS

    Priska tampak duduk di lobi depan bersama Ferry yang menenteng kamera TV. Gadis itu tersenyum melihat kedatangan Arya.“Hai...” sapa Priska.Arya menatap Priska dalam-dalam.“Ada apa Lo kesini? Bukannya Lo sedang tugas?” tanya Arya.“Benar. Tapi ada yang ingin Gue tanyakan ke Lo,”“Tanya apa?”Priska menghela nafasnya sebentar. Rambutnya yang agak basah meneteskan butir-butir air pada baju kerjanya.“Tentang cuaca yang terjadi sekarang, Lo tahu kan penyebabnya?”Arya tertegun. Dia tidak menyangka Priska akan bertanya seperti itu. Seketika itu juga dirinya sadar kalau Priska tidak datang sendiri. Dia membawa seorang juru kamera. Pasti gadis itu sedang mencari berita.Tapi dari mana Priska tahu kalau hujan yang terjadi hari ini bukan hujan biasa? Atau dia hanya menebak-nebak saja?“Kenapa Lo berkesimpulan begitu?” Arya balik bertanya.&ld

  • The Heart Between Stars   TIGA BELAS

    Suasana di planetarium menjadi sunyi dan mencekam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi pada diri mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka, khususnya orang-orang yang mereka sayangi. Dinginnya AC yang terpasang di dalam ruangan membuat suasana mencekam semakin terasa.Peter tercenung di depan layar laptopnya, Mengamati data dari NASA yang terkirim secara online. Hal yang sama dilakukan Arya di. Sementara Sudaryanto tampak mondar-mandir di dalam ruangan. Serasa ada yang mengganjal pikiran pria itu, dan dia ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukannya.Dering Ponsel memecahkan kesunyian. Sudaryanto mengangkat Ponsel miliknya yang berbunyi.“Iya Pak... baik.. saya mengerti...” demikian ucapan Sudaryanto di telpon. Seluruh pasang mata memandang ke arah Sudaryanto sambil menebak-nebak siapa yang menelepon.“Tadi dari kepala BMKG. Dia sudah berbicara d

  • The Heart Between Stars   DUA BELAS

    07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status