Home / Romansa / The Devil's Gift / BAB 7 : Teman Lama

Share

BAB 7 : Teman Lama

Author: Shafazana
last update Last Updated: 2022-02-27 07:54:23

Cerano tidak memberikan kesempatan untuk Raveena membalas. Dia hanya melemparkan mantelnya ke atas tubuh Raveena, kemudian melangkah menaiki podium dan berhenti di depan Carlos Vincente.

“Maaf, racunnya tidak sengaja kutumpahkan,” kata Raveena di bawah undakan tangga.

Cerano kembali mengokang pistolnya, kemudian mengarahkan ujung senapannya ke depan kening Carlos. “Aku bisa menggunakan cara lain untuk membunuh seseorang.”

Carlos lantas memandangi Cerano dengan raut wajah panik. Saat di pesta, dia tidak meletakkan senapan di dekatnya, karena Carlos percaya kalau seluruh anak buahnya mampu untuk melindunginya. Namun, sekarang dia menyesali kepercayaannya itu.

“Carlos Vincente, ada dua hal yang tidak boleh kamu lupakan saat menjadi bos organisasi gelap. Pertama, jangan memprovokasi lawan yang lebih kuat darimu.”

Cerano perlahan menarik pelatuknya sedikit demi sedikit, sehingga membuat suasana di antara mereka menjadi lebih tegang. “Kedua, kamu tidak boleh meninggalkan senjatamu dengan alasan apapun. Karena ketika kamu tidak memegang senjata, maka di situlah akhir dari riwayatmu.”

Dor!

Tatkala pelatuk ditarik, peluru meluncur keluar dari senapan kemudian menembus tengkorak Carlos Vincente dalam hitungan detik. Darah merah menyembur dengan kuat, mengotori dinding dan karpet di sekitar Carlos. Untungnya, Cerano segera mundur sehingga wajah dan pakaiannya tidak terkena darah.

“Ini adalah balasan atas perbuatan busukmu.”

Umumnya, seseorang akan takut saat melihat orang di hadapannya berlumuran darah. Namun, Raveena masih bergeming di tempatnya, tanpa menunjukkan ekspresi takut yang berarti.

Seperti saat mereka pertama kali bertemu di atap.

Raveena tahu pria ini berbahaya, tapi dia masih dengan berani mendekatinya dan bahkan berbicara dengan Cerano.

“Berdirilah,” perintah Cerano. “Kita akan segera pergi.”

Raveena merapatkan mantel yang diberikan oleh Cerano ke tubuhnya, lalu mulai berjalan di belakang Cerano. “Apakah polisi akan datang?”

Cerano tertawa. “Polisi selalu menutup mata terhadap kasus pembunuhan kartel atau mafia. Para petugas pemerintah itu masih menyayangi nyawa mereka, sehingga tidak akan berani untuk mengusik kita.”

Ketika Raveena berjalan keluar, dia bisa melihat ada banyak mayat bergelimpangan di atas permukaan lantai. Masing-masing dari mereka mati dengan luka tembak di kepala ataupun dada, sehingga ada banyak darah yang keluar dari tubuh mereka.

“Raveena.” Cerano mendadak berhenti di tengah jalan. “Apa kamu akan menganggapku sebagai monster setelah melihat semua ini?”

Raveena menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan yang dihiasi oleh warna merah, kemudian kembali menatap Cerano. “Di Distrik Merah, aku sudah biasa melihat orang-orang saling membunuh karena menyimpan dendam. Kamu pun juga membunuh hari ini karena memiliki dendam. Orang luar sepertiku tidak berhak mencaci.”

“Seperti katamu sebelumnya, dunia ini tidak tercipta atas warna hitam dan putih. Jadi, aku tidak bisa menganggapmu benar atau salah,” tambah Raveena.

Cerano tidak lagi bertanya, dia kemudian menuntun Raveena kembali ke mobil. Namun, langkahnya terhenti saat Raveena juga berhenti. Wanita itu menengadahkan telapak tangannya ke atas langit, lalu menangkap satu butiran salju kecil yang terasa dingin. “Salju akhirnya turun.”

Cerano ikut mengangkat kepalanya ke atas langit, menyaksikan butiran-butiran putih itu mulai turun ke jalanan.

“Orang-orang sering berkata kalau salju selalu memberikan nostalgia tersendiri, sehingga kita bisa mengingat masa kecil kita. Namun, aku tak bisa. Sekeras apapun aku berusaha mengingat, kenangan masa kecilku akan hancur menjadi fragmen-fragmen kecil,” kata Raveena.

Sejak ia tinggal di rumah bordil, dia selalu menunggu salju.pertama, dengan harapan ia mampu memulihkan ingatannya. Akan tetapi, ingatan itu tak pernah kembali dan lambat laun, Raveena mulai melupakan keinginannya itu.

“Jika kamu tidak bisa mengingatnya, maka tak perlu dipaksakan.” Cerano lantas menarik Raveena supaya wanita itu segera masuk ke dalam mobil. “Sebentar lagi suhunya akan dingin, tidak baik berlama-lama di luar.”

Sebelum Cerano ikut masuk ke mobil, Henry Russo berlari ke arahnya sambil memberikan sebuah ponsel yang berdering. “Bos, Don [1] Dante menghubungimu.”

[1] Don, sebuah panggilan yang berasal dari Italia, yang artinya Kepala Keluarga.

Cerano segera mengambil ponsel itu dan menjawab. Suara seorang pria baruh baya lantas terdengar di telinganya. “Aku sudah mendengar perbuatanmu di Philadelphia. Kerjamu bagus, tapi aku dengar, kamu juga membunuh para tamu.”

Cerano membalas, “Maaf, Don Dante. Aku terlalu impulsif sampai tidak bisa menahan diri.”

Dante Acheron menghela napas saat mendengar penuturan Cerano. “Katakan, apa yang terjadi sampai kamu tiba-tiba bisa bertingkah impulsif?”

Dante Acheron sudah mengasuh Cerano sejak anak itu masih berusia 14 tahun. Sehingga dia sangat paham bahwa Cerano bukanlah orang yang mudah tersulut emosi dan mengacaukan rencana awalnya. Jika pria itu sampai bertindak terlalu jauh, maka Dante yakin ada sesuatu yang salah.

Di antara keheningan malam, Cerano berbisik, seolah tidak ingin ada seorang pun disekitarnya yang mendengar. “Aku berhasil menemukannya.”

Dante terdiam sebentar, sebelum melanjutkan. “Maksudmu, kamu berhasil menemukan teman lamamu itu?”

“Ya, aku berhasil menemukannya.”

Setelah beberapa saat, Dante kembali menghela napas. “Maka aku bisa mengerti tindakanmu hari ini. Pastikan saja kamu menghilangkan jejak pembunuhan hari ini.”

Cerano mengakhiri panggilan setelah dia memahami perintah Dante. Lalu segera memberikan arahan kepada Henry untuk meminta bawahannya membersihkan mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah.

Begitu menyelesaikan perintahnya, Cerano akhirnya masuk ke dalam mobil dan meminta supirnya, Steven untuk pergi ke salah satu penginapan di Philadelphia.

“Aku pikir, kamu adalah bos tertinggi di Acheron,” kata Raveena.

Sebelum Cerano menjauh, Raveena sempat melihat Cerano berbicara dengan nada sopan ke orang yang ada di seberang telepon, sehingga dia berasumsi orang itu adalah atasannya Cerano.

“Tentu saja bukan.” Cerano tertawa. “Aku hanyalah Underboss di Acheron Familia. Bos tertinggi di Acheron Familia adalah Don Dante.”

Dante Acheron dulunya adalah seseorang yang pernah menyelamatkan Cerano saat dia terluntang-lantung seperti gelandangan di jalan. Bos besar itu bahkan tidak ragu mengangkatnya sebagai seorang anak dan menjadikannya sebagai Underboss saat dewasa. Karena pertolongan Dante itulah, Cerano jadi sangat menghormati pria itu.

“Maaf, Raveena,” kata Cerano tiba-tiba. “Aku tidak bermaksud untuk mempermalukan kamu tadi.”

Raveena sedikit tersentak saat mendengar hal itu. Tapi, ekspresinya kembali datar seperti biasa. “Tidak apa, saat masih di rumah bordil, Hose juga sering memaksaku untuk melepaskan busana di depan tamu. Jadi, aku tidak terlalu memikirkannya.”

Wanita kotor seperti dia, bagaimana mungkin berani mempunyai rasa malu.

Cerano menggertakan giginya, kemudian mengalihkan pandangannya dari Raveena. “Tapi, aku bukanlah Hose. Dan aku tidak akan pernah mempermalukan kamu di depan khalayak umum.”

Usai itu, mobil itu menjadi sunyi. Raveena tidak tahu harus membalas apa, sehingga dia memutuskan untuk memejamkan matanya dan tanpa sadar tertidur. Sedangkan, Cerano sedang memikirkan masa lalu yang masih dengan jelas terukir di dalam benaknya.

Dia berhasil menemukan teman lamanya.

Raveena Hesper, wanita itu adalah seorang teman lama yang telah Cerano cari selama bertahun-tahun.

Saat ini, ingatan wanita itu telah rusak, sehingga dia tidak lagi mengingat Cerano. Namun, selama Cerano masih mengingatnya, maka itu tidaklah masalah.

• • •

Dua jam kemudian, mobil yang ditumpangj Cerano sampai di sebuah penginapan mewah yang ada di bagian barat Kota Philadelphia. Hari sudah sangat larut, sehingga tidak ada lagi tamu yang datang selain dirinya.

Ketika Steven mematikan mesin mobil, Raveena kebetulan membuka matanya dan sadar kalau mereka telah sampai di tujuan. “Di mana kita?”

“Sampai Henry mengurus passport-mu, kita akan menginap di hotel ini dulu,” balas Cerano.

Dengan kata lain, Cerano ingin mengajak Raveena pulang dengannya ke Kota Sisilia di Italia. Namun, mereka tidak bisa langsung pergi karena Raveena belum memiliki Passport.

Tatkala Cerano dan Raveena berjalan memasuki hotel, Steven turut mengekori mereka seraya membawakan tas Cerano. Ketika Cerano menyebutkan jumlah kamar yang ingin dia pesan, resepsionis di depannya menunjukkan ekspresi menyesal. “Maaf, Tuan. Saya dengan menyesal ingin menyampaikan bahwa kamar kosong di hotel kami tinggal satu.”

Cerano mengerutkan keningnya. “Benar-benar tidak ada lagi?”

“Ya, Tuan. Hari ini hotel kami kedatangan banyak tamu, jadi tidak ada lagi kamar yang tersisa.”

Cerano berpikir sejenak, hotel lain yang terdekat itu jaraknya sekitar 45 menit dari hotel ini. Cerano merasa begitu lelah, jadi sepertinya tidak akan sanggup bila harus pergi lagi.

“Kamu tidak keberatan jika kita berbagi kamar?” tanya Cerano.

Raveena, “Bertiga?”

“Tidak, hanya aku dan kamu. Steven akan menginap di hotel lain.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ehem.. bisa ae Cerano
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • The Devil's Gift   BAB 8 : Mabuk

    Saat mendengar perkataan Cerano, Steven langsung ingin protes. Dia juga lelah! Kenapa Bos-nya sangat kejam sampai tidak mau berbagi kamar untuk bertiga?! Namun, Steven tidak berani mengutarakan protesnya itu. “Aku tidak keberatan,” bisik Raveena. Cerano mengangguk, lalu berbicara dengan resepsionis, “Baiklah, aku akan memesan satu kamar dan tolong beritahu alamat hotel terdekat untuk temanku ini.” Resepsionis tersenyum. “Baik, Tuan.” Beberapa saat kemudian, akhirnya Cerano dan Raveena bisa masuk ke dalam kamar hotel. Kamar itu cukup luas, tetapi hanya ada satu tempat tidur di dalam kamar. “Aku bisa tidur di sofa,” kata Raveena. Cerano, “Kenapa kamu harus tidur di sofa? Apa kamu tidak lihat kalau sofanya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berbaring? Tidurlah di tempat tidur, gunakan saja pembatas di tengah kasur jika kamu tidak mau tidur denganku.” “Bukan begitu, kupikir kamu yang akan merasa tidak nyaman denganku,” be

    Last Updated : 2022-02-28
  • The Devil's Gift   BAB 9 : Gairah yang Meledak

    “Aku hanya memintamu untuk tidur, astaga!” Setelah diam sebentar, Raveena akhirnya berjalan mendekati tempat tidur. Namun, dia tidak naik ke kasur, melainkan merangkak ke atas tubuh Cerano dan membuat pria itu kalang kabut. “Kamu ingin apa?!” “Cerano,” panggil Raveena. “Saat kamu memilihku, katanya kamu ingin meniduri perawan, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum menyentuhku?” “Apa maksudmu? Bukankah aku sudah pernah bilang, aku hanya membutuhkan perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos Vincente. Aku tidak ingin menidurimu.” Raveena mengerutkan keningnya. “Kenapa tidak mau? Apa kamu berpikir aku tidak berpengalaman?” “Raveena, kamu mabuk. Berhentilah meracau dan segera tidur,” kata Cerano dengan lelah. Raveena masih bergeming di atas Cerano, wanita itu bahkan mulai menurunkan jubah bagian atasnya sehingga pundaknya dapat terlihat dengan jelas. “Aku merasa panas. Apa karena pendingin ruangannya belum dinyalakan?”

    Last Updated : 2022-02-28
  • The Devil's Gift   BAB 10 : Membersihkan Diri

    Tatkala Raveena membuka mata, dia merasa tubuh bagian bawahnya tidak nyaman, terasa lengket seolah ada banyak cairan yang menumpuk di sela-sela kakinya. Selain itu, rasa sakit yang tajam turut ia rasakan ketika Raveena berusaha untuk duduk, membuat wanita itu langsung kembali berbaring tanpa berani untuk bergerak lagi.Raveena terdiam selama beberapa saat, berusaha keras untuk mencerna situasi yang kini tengah ia alami. Secara tiba-tiba kepingan ingatan yang memalukan mulai menghujani benaknya, memaksa Raveena untuk melihat setiap adegan yang dipenuhi oleh gairah dan rasa panas. Raveena bahkan bisa ingat, saat di mana ia bergerak seperti wanita murahan di atas tubuh Cerano, mengingat saat dia melebarkan kedua kakinya supaya pria itu bisa melesakkan kejantanannya lebih dalam.Raveena Hesper ingat, dialah orang yang sudah memancing Cerano dan membuat pria itu kehilangan kendali.Klek. Suara pintu kamar yang terbuka membuat sekujur tubuh R

    Last Updated : 2022-03-03
  • The Devil's Gift   BAB 11 : Meninggalkan Philadelphia

    Hari esoknya, tatkala matahari belum terbit sepenuhnya. Cerano sudah membawa Raveena pergi menuju bandara. Sepanjang jalan, Raveena menatap jalanan Kota Philadelphia dengan perasaan hampa. Meskipun, seluruh memorinya buruk tentang kota ini, dia tidak dapat memungkiri bahwa dia sudah tinggal selama 12 tahun di Philadelphia.“Raveena, anak-anak buahku sudah menunggu kita di bandara Italia. Mereka memang terlihat kasar dan tidak baik, tapi tidak perlu takut, mereka tidak akan menyakiti kamu,” kata Cerano.Karena yang terkendala passport hanyalah Raveena, anak-anak buah Cerano sudah pulang lebih dahulu ke Italia sejak kemarin. Namun, mereka akan menjemput Cerano di bandara.Raveena akhirnya menoleh. “Aku mengerti.”Cerano, “Apa kamu sedih karena akan meninggalkan Philadelphia?”“Dibandingkan dengan sedih, hatiku sepertinya terasa kosong,” Ravena menambahkan, “Mungkin karena kehidupanku terlalu monoton saat tinggal di Distrik Merah. Tapi, aku

    Last Updated : 2022-03-04
  • The Devil's Gift   BAB 12 : Kediaman Acheron Familia

    Raveena Hesper tercengang saat Cerano membawanya ke kediaman utama Acheron Familia, yang terletak di bagian paling utara dari Pulau Sisilia. Tempat itu sangat rahasia dan tertutup, bahkan sekitar 3 meter dari kediaman utama, terdapat peringatan bahwa mereka akan memasuki wilayah terlarang, sehingga orang yang tak memiliki izin tidak diperbolehkan untuk masuk.Raveena juga perlu memasukan data sidik jari serta retina matanya terlebih dahulu sebelum diperbolehkan masuk ke lingkungan Acheron.Kediaman utama dari Acheron Familia berupa sebuah mansion mewah bertingkat lima, di mana warna eksteriornya didominasi oleh warna hitam dan kelabu, membuat mansion itu memancarkan aura yang kelam. Di sekeliling mansion, terdapat jalan setapak dan lahan hijau yang terbentang begitu luas. Bahkan Raveena sempat berpikir, dia pasti akan tersesat apabila berjalan-jalan sendirian di dalam lingkungan mansion.“Apa kamu pernah berjalan kaki dari pintu masuk ke gerbang utama?” ta

    Last Updated : 2022-03-07
  • The Devil's Gift   BAB 13 : Kenangan

    Dante berbincang-bincang sebentar dengan Raveena, intonasi suaranya begitu lembut, tak terdengar mengerikan atau kejam seperti bayangan Raveena. Alih-alih tampak seperti seorang pimpinan dari kelompok mafia, Dante malah terlihat seperti seorang pria tua yang ramah.Beberapa saat kemudian, akhirnya Dante meminta Raveena untuk keluar lebih dahulu karena ingin membicarakan sesuatu dengan Cerano. Wanita itu jelas langsung menurut dan meninggalkan ruangan.“Nak, dia tampaknya tidak ingat kamu,” kata Dante dengan iba.Cerano tersenyum getir. “Dia melupakan ingatannya sejak berada di rumah bordil. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin trauma berat telah menghancurkan isi ingatannya.”Dante, “Maka, kamu hanya bisa menarik ingatannya pelan-pelan. Menyembuhkan trauma seseorang adalah sesuatu yang sulit, apalagi Raveena sudah mengalami banyak penyiksaan dan pelecehan saat di rumah bordil. Teman lamamu ini, jelas rusak parah sekaran

    Last Updated : 2022-03-09
  • The Devil's Gift   BAB 14 : Kamar Baru

    Pria yang membawanya pergi adalah Dante Acheron, yang kemudian menjadikan Cerano sebagai anak angkatnya. Di bawah bimbingan Dante pula, Cerano berlatih begitu keras untuk menjadi lebih kuat, belajar lebih giat agar ia tak mudah ditipu oleh siapa pun.Cerano ingin menjadi kuat, supaya ia mampu menyelamatkan Raveena, seperti sekarang ini.“Tapi, bagaimana kamu tahu dia adalah teman yang kamu cari?” tanya Dante.Cerano, “Awalnya aku tidak tahu, sampai aku melihat gelang di tangannya. Gelang itu adalah buatanku, jadi aku bisa tahu kalau itu adalah Raveena yang kucari.”Ketika mereka bertemu di atap, Cerano tanpa sengaja melihat gelang yang Raveena pakai saat wanita itu menarik lengannya. Setelah itu, Cerano menyelidiki Raveena dan tahu kalau dia tinggal di sebuah rumah bordil sebagai perawan tua. Karena itulah, akhirnya Cerano datang ke rumah bordil dan berpura-pura mencari perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos.

    Last Updated : 2022-03-13
  • The Devil's Gift   BAB 15 : Pelatihan

    Raveena berjalan dengan mata yang mengantuk. Semalam, dia tanpa sadar membaca begitu banyak buku sampai pukul 4 pagi. Tatkala dia baru tertidur selama satu jam, seseorang menggedor pintunya dan meminta Raveena untuk segera pergi ke ruang pelatihan. “Kenapa jalan begitu lelet! Cepatlah! Bos, pasti sudah menunggu!” pria bernama Diego itu sejak tadi terus berteriak kepada Raveena, sampai membuat telinga Raveena berdengung. “Aku sudah berusaha jalan secepat mungkin,” tukas Raveena, “Lagi pula, kenapa aku harus pergi ke tempat pelatihan sepagi ini? Cerano bahkan tidak memberitahuku jamnya.” Diego menghentikkan langkahnya, lalu berbalik dengan ekspresi wajah gelap. “Kamu memanggil Bos dengan nama?! Beraninya kamu bersikap tidak sopan seperti itu! Anak baru, siapa namamu?!” “Raveena Hesper,” jawab Raveena tanpa gentar. Dia sudah biasa dibentak-bentak oleh Hose dulu, jadi teriakan Diego tidak ada artinya untuk Raveena. “Bisa-bisanya kau membalas denga

    Last Updated : 2022-03-19

Latest chapter

  • The Devil's Gift   BAB 33 : Bercumbu di Tempat Umum

    “Ahh … mhm ….”Raveena mendesah tatkala kejantanan Cerano memasuki intinya yang sudah begitu basah. Sementara Raveena menumpukkan tangannya di atas wastafel, Cerano memegang pinggang wanita itu dari belakang dan mulai menggerakan pinggulnya dengan cepat. Tepat di hadapan Raveena adalah sebuah cermin besar, sehingga wanita itu mampu melihat ekspresi wajahnya yang tampak memalukan serta pakaiannya yang dikacaukan oleh Cerano.Beberapa saat yang lalu, tepatnya setelah Cerano memeluk Raveena di lapangan. Pria itu tiba-tiba saja menariknya ke kamar mandi umum yang ada di dekat lapangan dan langsung mencumbunya dengan penuh gairah.Beruntung hanya mereka yang sedang mengunjungi lapangan tembak hari itu, sehingga kamar mandi umumnya kosong dan bisa mereka pergunakan untuk melakukan kegiatan panas.Usai Cerano mengunci pintu kamar mandi, dia mulai melepaskan kancing kemeja Raveena satu-persatu, kemudian meremas dada wanita itu selagi dia mencumbu bibir Raveena yang mulai memerah.Ketika tubu

  • The Devil's Gift   BAB 32 : Rasa Malu Raveena

    Raveena mengalihkan pandangannya dari Cerano, kemudian berkata dengan suara pelan, “Tentu saja aku merindukanmu, kau bahkan tidak pernah menghubungiku selama beberapa hari ini. Kupikir kau sudah bosan denganku, jadi tidak ingin menemuiku lagi.”Cerano tersenyum, tangannya perlahan membelai helaian rambut Raveena. “Mana mungkin aku bosan, kita bahkan baru menghabiskan waktu sebentar.”“Lalu mengapa kau tidak kunjung datang untuk menemuiku?”Cerano sempat terdiam. Manik cobalt-nya menatap Raveena lekat-lekat. “Aku hanya merasa bersalah kepadamu.”Raveena terkejut, tidak menyangka bila seorang bos dari organisasi gelap itu bisa mempunyai rasa bersalah kepadanya. “Bersalah tentang apa?”Cerano menghembuskan napas pendek, lalu berkata, “Walau aku tidak bermaksud buruk, tapi tetap saja aku membuatmu menjauhi salah satu teman dekatmu.”Cerano jelas mengetahui masa lalu Raveena dengan baik, dia sangat mengerti kalau wanita itu tidak pernah punya banyak teman yang bisa dia percaya di rumah bor

  • The Devil's Gift   BAB 31 : Kekecewaan

    Setelah Matilda keluar dari ruangan Cerano, pria itu kembali menemui Raveena di ruang kesehatan. Ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus, malah cenderung diliputi oleh kekesalan karena tidak mampu mengungkap siapa dalang yang telah membuat Raveena terluka.Selain itu, Cerano merasa harga dirinya tercoreng karena tidak mampu melindungi Raveena meskipun dia berada di dekat wanita itu.“Cerano! Bagaimana hasil interograsinya? Apa Matilda benar-benar telah berusaha mencelakaiku?” tanya Raveena dengan raut wajah cemas. Pasalnya, dia tidak ingin teman dekatnya menjadi tersangka atas kecelakaan yang dia hadapi.Cerano meminta Henry dan Diego untuk keluar usai mengantarnya ke dalam ruang kesehatan, kemudian pria itu menjalankan kursi rodanya ke samping ranjang. “Jangan khawatir, Nona Buscemi dinyatakan tidak bersalah.”Begitu mendengar penuturan itu, Raveena langsung menghembuskan napas lega. “Syukurlah bukan dia pelakunya.”“Untuk apa kau bersyukur?” Cerano berbicara dengan agak ketus, “Tidak

  • The Devil's Gift   BAB 30 : Memanggil Matilda (2)

    “Nona Buscemi, ternyata kau memang cerdik, tidak salah aku meloloskan tesmu dulu.” Cerano berbasi-basi sebelum akhirnya mengeluarkan paku berkarat yang sudah dimasukkan ke kantung plastik dari dalam sakunya. “Apa kamu tahu alasan kami mencurigai kamu?” Tanpa banyak berpikir, Matilda segera membalas, “Karena aku adalah orang terakhir yang berlari sebelum Raveena. Jadi, Bos berpikir bila aku adalah orang yang menaruhnya.” “Ya, kau benar, kami memang memiliki kecurigaan seperti itu. Namun, atas permintaan Raveena, aku ingin memberikan kesempatan kepadamu untuk membiarkan kau menjelaskan alibimu.” Matilda tertegun sebentar sebelum berkata, “Kalau alibiku tak membuatmu puas?” Cerano, “Maka kau akan kumasukkan ke dalam ruang bawah tanah dan kupaksa mengakui kejahatanmu.” Walau Cerano selalu terlihat lembut di hadapan Raveena, sesungguhnya dia bukanlah pria yang selembut itu. Sebagai ketua tim di organisasi mafia, Cerano sudah sering melakukan banyak cara kotor untuk mendapatkan informa

  • The Devil's Gift   BAB 29 : Memanggil Matilda

    Cerano mengangguk. “Ya, Matilda Buscemi adalah orang yang lari sebelum kamu. Aku tidak suka menuduh, tetapi ada baiknya melakukan pemeriksaan.”Raveena buru-buru memegang lengan Cerano. “Rasanya tidak mungkin bila Matilda yang melakukannya. Kami berteman cukup baik selama beberapa hari belakangan.”“Raveena, ketika kamu masuk ke dalam organisasi hitam seperti ini, kamu harus membiasakan diri untuk dikhianati. Teman bisa menjadi musuh dan musuh bisa menjadi kawan. Karena itu, kamu tidak bisa membela Matilda sampai bukti terungkap.”Cerano lantas mengalihkan pandangannya kepada Henry. “Panggil Nona Buscemi ke ruanganku, aku ingin memastikan kebenarannya sendiri.”Henry mengangguk, kemudian segera meninggalkan ruangan untuk melakukan perintah Cerano. “Tapi untuk apa Matilda mencelakaiku? Aku bahkan tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk diperebutkan,” tukas Raveena, masih sepenuhnya mempercayai Matilda.“Siapa yang tahu? Kamu bahkan baru mengenal Matilda selama beberapa hari, bagaim

  • The Devil's Gift   BAB 28 : Mendapat Kesialan

    Sontak Raveena menepis tangan Cerano dan menatap pria itu dengan kaget. “Kita lagi ada di depan orang banyak.”“Tapi tanganku ada di belakang.”Ketika Raveena ingin membalas lagi, Diego sudah mengumumkan hasil waktu milik Matilda.“3 menit 55 detik. Matilda Buscemi lulus!”“Berikutnya, Raveena Hesper!”Raveena bergegas lari menuju lapangan, mengabaikan Cerano yang sempat meremas bokongnya sekali lagi. Ketika Raveena sudah ada di hadapan Diego, Diego segera membunyikkan peluit sehingga Raveena langsung menggerakkan kakinya dengan cepat.Raveena berusaha mengatur napasnya supaya tidak merasa sesak saat dia mempercepat laju larinya. Walau tidak bisa secepat Sergio, setidaknya Raveena juga termasuk salah satu anggota yang mampu berlari dengan cepat setelah berlatih selama berhari-hari.Setelah berlari selama 40 detik, dia berhasil melewati putaran pertamanya.Kemudian melewati putaran kedua di 40 detik berikutnya.Raveena berhasil lari dengan lancar, sampai tiba-tiba mengalami gangguan di

  • The Devil's Gift   BAB 27 : Tes Mingguan

    “Bagaimana ini? Aku takut tidak bisa lulus, lalu disuruh terus lari selama sebulan.” Paolina terus mengeluarkan ketakutannya sejak anak-anak baru berkumpul di ruang latihan.Saro yang sudah lelah mendengar keluhan Paolina akhirnya protes. “Bisakah kamu berhenti mengeluh?! Kamu malah menyebarkan energi negatif kepada kita semua!”“Kalau tidak suka, ya jangan didengarkan!” balas Paolina.Kedua orang itu akhirnya ribut dengan beradu mulut, bahkan Antonio harus susah payah melerai keduanya supaya tidak berlanjut ke kekerasan fisik.Sementara mereka ribut, Raveena dan Matilda melakukan pemanasan ringan supaya otot mereka tidak kaku, sesekali Matilda juga akan membantu Raveena untuk melenturkan tubuhnya.Setelah beberapa hari berlatih bersama, Raveena mulai merasa nyaman berada di dekat Matilda, mereka bahkan sesekali akan makan siang bersama saat istirahat.“Matilda, sesungguhnya aku juga agak takut tidak lulus,” kata Raveena sepelan mungkin supaya yang lain tidak mendengar.Matilda membal

  • The Devil's Gift   BAB 26 : Memuaskan Raveena

    Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Cerano segera menundukkan kepalanya dan mencium bibir Raveena. Ciuman itu tidak terburu-buru, cenderung lambat sehingga mereka bisa menikmati setiap lumatan yang mereka lakukan.Raveena masih khawatir dengan kondisi Cerano, tetapi ciuman Cerano membuatnya terbawa suasana sampai dia tidak lagi mau melepaskan ciuman mereka yang kian lama kian dalam.Cerano menarik lengan Raveena supaya tubuh mereka bisa semakin berdekatan, lalu di saat Raveena sedang lengah, tangan Cerano mulai merayap masuk ke dalam pakaian Raveena, mencari-cari dada Raveena yang masih ditutupi oleh bra.Begitu Cerano mengangkat bra milik Raveema ke atas, wanita itu segera sadar dan menahan tangan Cerano. “Cerano, ingat kata Rachel, kamu masih belum boleh bergerak terlalu banyak.”“Tenang saja, aku hanya akan menyenangkan kamu.”Karena setiap kali Cerano melihat Raveena, dia selalu ingin menyentuh tubuh wanita itu, meraba setiap jengkal kulitnya yang mulus dan lembut. Bisa dibilang, pria

  • The Devil's Gift   BAB 25 : Keinginan

    Raveena kembali ke kamar Cerano dalam keadaan sangat lelah. Evaluasi mingguannya akan segera tiba, sehingga dia dan rekan-rekannya harus berusaha keras meningkatkan stamina supaya mendapatkan nilai tinggi saat evaluasi.Begitu Raveena masuk ke dalam kamar, dia melihat Cerano sedang tidur sambil memegang buku di tangannya. Sepertinya obat yang diminum oleh Cerano membuatnya cepat lelah sampai-sampai dia bisa ketiduran saat membaca buku.Dengan hati-hati, Raveena mengambil buku dari tangan Cerano, kemudian menyelimuti tubuh pria itu. Meski sudah berusaha untuk bergerak sepelan mungkin, tetap saja pria yang dipenuhi oleh kewaspadaan seperti Cerano langsung bangun.“Kamu baru kembali?” tanya Cerano dengan suara seraknya.Raveena tertegun, merasa kalau suara itu terdengar sangat seksi di pendengarannya. “Mhm, aku baru saja kembali. Kamu tidur lagi saja.”“Setelah bangun, rasanya aku tidak mau tidur lagi,” Cerano berkata, “Bagaimana harimu? Latihannya berjalan baik?”Raveena menarik kursi se

DMCA.com Protection Status