Raveena sengaja menuangkan narkotika ke dalam mangkuk koktail, hal ini karena kebanyakan tamu dan penjaga pesta mengambil minuman itu. Hanya dalam waktu beberapa menit, semua orang sudah memegang koktail di tangan mereka seraya menyeruputnya perlahan-lahan.
Padahal Raveena juga ingin mencicipi rasa koktail. Tapi, sayangnya dia hanya bisa minum jus sebagai gantinya.
“Nona Lili, kamu dipanggil oleh Bos untuk kembali,” bisik seorang penjaga di samping telinga Raveena.
Karena tubuh anggota Kartel Meksiko itu cukup besar, ia bisa menutup jarak pandang Carlos ke arahnya, membuat penjaga itu mengambil kesempatan dengan menelusupkan tangannya ke dalam gaun Raveena, kemudian dengan sengaja mengelus perut wanita itu.
Sabar, Raveena harus sabar.
Dia akan merusak rencana Cerano apabila membuat keributan, jadi dia lebih baik diam saja.
“Nona Lili, kamu memang sangat cantik, aku tidak sabar menunggumu di pesta utama.”
Kata-katanya membuat Raveena merasa bingung.
Apa yang sebenarnya ada di Pesta Utama sampai penjaga ini begitu tidak sabar?
Carlos bahkan juga terlihat sangat senang saat membicarakan pesta utama.
Seketika ada sesuatu yang mengganjal di hati Raveena.
“Cepat pergilah, jangan sampai Bos marah,” peringat pria itu seraya mendorong punggung Raveena.
Raveena mengangguk, tak lupa dia membawa satu gelas koktail yang sudah dituangkan racun untuk Carlos Vincente.
Ketika dia kembali ke samping Carlos, Raveena membungkukkan punggungnya dan berkata, “Tuan, saya juga membawakan minuman untuk Anda. Silahkan dinikmati selagi masih dingin.”
Carlos menerima koktail itu dengan senang hati. “Haha, kamu sangat perhatian! Tapi, aku akan meminumnya nanti, sekarang pesta utama akan segera dimulai!”
Hati Raveena mencelos saat mendengar penuturan itu. Jika Carlos tidak segera meminum koktail tersebut, maka bisa-bisa rencana Cerano akan hancur.
Raveena hendak meyakinkan Carlos untuk meminum koktail itu, tapi tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditarik oleh Carlos. Pria itu menarik Raveena sampai dia duduk di atas pangkuan Carlos. Bagian bawah roknya yang pendek tersingkap sampai memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna hitam.
Para tamu pesta yang didominasi oleh pria segera memandangi Raveena dengan mata yang dipenuhi nafsu.
“Seluruh tamuku yang kuhormati! Malam ini, aku akan menyuguhkan hiburan yang menarik untuk para Tuan-Tuan sekalian! Hiburan ini merupakan pesta utama dari pesta malam ini, dan dapat kujamin, kalian tidak akan bosan!” suara Carlos menggelegar di dalam aula, memantul ke setiap telinga milik tamu-tamunya.
Dari atas pangkuan Carlos, Raveena melihat para wanita penghibur digiring ke tengah aula oleh para penjaga. Mereka semua dipaksa untuk berlutut dan menggunakan kalung anjing di leher mereka.
“Aku tahu kalian pasti mempunyai banyak tekanan saat bekerja! Karena itulah, silahkan melepaskan stress kalian kepada wanita-wanita cantik ini! Kalian bebas melakukan apa saja kepada mereka!” Carlos menambahkan, “Bermainlah dengan mereka dan biarkan aku menonton kalian!”
Malam itu, Raveena melihat naluri hewan buas dari para pria yang datang ke pesta. Mereka semua berlarian ke tengah aula, melucuti pakaian wanita-wanita yang kini tampak ketakutan seperti kelinci. Pakaian mereka dirobek, kemudian tubuh mereka digerayangi oleh tangan-tangan kotor.
“Tidak! Kumohon jangan lakukan ini!”
“Aku hanya dibayar untuk menghibur! Tapi kenapa diperlakukan seperti ini?!”
Satu-persatu wanita itu mulai menangis, berteriak dan memohon supaya para pria meninggalkan mereka. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari pria itu yang berhenti. Mereka semua menganggap tangisan dari wanita-wanita itu sebagai alunan musik untuk pertunjukkan mereka.
Hentikan.
Raveena merasa tidak tahan untuk menonton itu, dia ingin menghentikan perbuatan biadab mereka, dan mau membawa pergi wanita-wanita itu.
Mereka hanya ingin mencari uang, tapi kenapa diperlakukan seperti hewan?
“Lili, kenapa kamu ingin kabur?” bisikan Carlos membuat sekujur tubuh Raveena merinding.
Dengan kasar, Carlos memposisikan tubuh Raveena supaya bagian depannya menghadap ke arah aula. Kemudian tangan Carlos merobek gaun Raveena, membuat dadanya yang tidak ditutupi oleh bra terekspos ke hadapan umum.
Pria-pria yang ada di aula bersorak dan bersiul. Mereka berbondong-bondong berbaris di hadapan Carlos untuk menonton tubuh molek Raveena yang terlihat jelas.
Kebanyakan dari pria itu adalah para pengusaha yang memiliki kerja sama dengan Kartel Meksiko.
Para pengusaha seharusnya memiliki otak yang cerdas, tapi kenapa mereka bertingkah seperti makhluk buas?
Apa ini yang disebut kecerdasan tidaklah sejalan dengan hati nurani?
Raveena mengepalkan tangannya, dia ingin melawan, tapi dia sudah berjanji kepada Cerano untuk tetap diam.
“Lili, lihatlah mereka semua! Begitu bernafsu dengan keindahan tubuhmu ini!”
Telapak tangan Carlos meraba-raba dada Raveena, sambil sesekali meremas kedua dadanya.
“Bos! Cepat gunakan tubuhnya! Bagian intinya pasti sangat nyaman digunakan!” teriakan seorang anggota Kartel Meksiko terdengar.
Raveena memejamkan matanya, kemudian membuang muka agar tidak melihat kerumunan menjijikan itu lagi.
“Tidak apa-apa,” batin Raveena.
Jika memang dia akan dijadikan bahan tontonan para pria ini, Raveena tidak akan memberontak. Lagipula, sejak awal dia memang sudah kotor, bertambah jadi lebih kotor tidak akan mengubah apapun dari Raveena.
Dor!
Prang!
Suara tembakan pistol terdengar, kemudian disusul oleh suara pecahnya kaca jendela. Dari balik jendela yang pecah, satu-persatu sosok yang mengenakan mantel hitam terlihat. Mereka semua membawa serta senapan laras panjang, tampak bersiap untuk membidik semua orang yang ada di dalam ruangan.
Cerano Acheron berjalan di tengah anak-anak buahnya. Mata biru cobaltnya memancarkan amarah yang membara, seolah ingin menggerus siapa pun di hadapannya sampai mati.
“Carlos Vincente, pantas saja aku mencium aroma bangkai di luar, ternyata itu berasal darimu yang lebih busuk daripada bangkai tikus,” Cerca Cerano.
Carlos membulatkan matanya, ia sontak berteriak kepada anak-anak buahnya. “Tembak mereka semua!”
Namun, efek narkotika yang sempat dituangkan oleh Raveena mulai muncul. Para anggota Kartel Meksiko itu berjatuhan satu-persatu ke lantai, mungkin terlalu mabuk sampai tidak bisa menyeimbangkan tubuh mereka.
Tamu-tamu yang hadir pun turut sempoyongan dan jatuh, memberikan kesempatan bagi para wanita untuk meraih pakaian mereka dan melarikan diri.
Di dalam aula, hanya sedikit dari anggota Kartel Meksiko yang masih sadar, tapi jumlah mereka tidak bisa disandingkan dengan anggota Acheron.
Cerano mengokang senapan di tangannya, kemudian berkata dengan intonasi rendah. “Tembak semua pria di dalam aula, mereka semua hanyalah binatang liar yang tak patut untuk hidup.”
“Siap, Bos!”
Dor! Dor! Dor!
Ratusan peluru meluncur ke seluruh ruang aula, suara tembakannya memekikkan telinga semua orang di sana. Bubuk mesiu berterbangan di udara, kemudian jatuh dan mengotori lantai bersama dengan genangan darah yang berasal dari tubuh para tamu.
Ruang aula yang sebelumnya didominasi oleh warna emas, kini tertutupi oleh warna merah yang pekat.
Raveena memanfaatkan kekacauan itu untuk melarikan diri dari jeratan Carlos, dia menyikut perut Carlos dengan kuat, kemudian berlari sambil mengambil gelas koktail berisikan racun.
“Wanita sialan! Kembali ke sini!” Carlos menarik ujung gaun Raveena yang masih melekat di pinggang wanita itu, menyebabkan Raveena kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari podium.
Jarak antara podium dan lantai bawah itu sekitar satu meter. Jarak yang tidak begitu tinggi, tapi cukup menyakitkan untuk jatuh.
Gelas koktail yang Raveena pegang juga sudah menghantam lantai sampai pecah.
Beberapa saat kemudian, sepasang sepatu hitam berjalan di atas pecahan gelas, kemudian berhenti tepat di hadapan Raveena. Ketika Raveena mendongak, hal pertama yang ia lihat adalah dua manik cobalt yang tampak menyala.
“Kamu berkata akan menendang pria yang menyentuhmu, tapi kenapa hari ini kamu begitu patuh meski dipermalukan?” tanya Cerano.
Raveena lantas menjawab dengan tatapan kosong. “Kamu memintaku untuk tidak melawan, jadi aku tidak melawan.”
Cerano mengepalkan kedua tangannya, lalu menghela napas berat saat berkata, “Kalau aku memintamu untuk mati, apakah kamu akan menurutinya juga?”
Tanpa jeda, Raveena segera membalas, “Tentu, aku sudah memberikan jiwa dan ragaku kepadamu. Jadi, aku akan menuruti semua perkataanmu.”
Sesuatu yang sudah Raveena berikan, tidak bisa lagi diambil, termasuk jiwa dan raganya.
Cerano lantas berlutut di hadapan Raveena supaya tinggi mereka sejajar. Dia kemudian menatap kedua manik hazel yang selalu kosong itu. “Maka mulai hari ini, aku memerintahkanmu untuk tetap hidup. Karena itulah, jika di masa depan nyawamu terancam, kamu diperbolehkan untuk melawan atau melarikan diri.”
Cerano tidak memberikan kesempatan untuk Raveena membalas. Dia hanya melemparkan mantelnya ke atas tubuh Raveena, kemudian melangkah menaiki podium dan berhenti di depan Carlos Vincente. “Maaf, racunnya tidak sengaja kutumpahkan,” kata Raveena di bawah undakan tangga. Cerano kembali mengokang pistolnya, kemudian mengarahkan ujung senapannya ke depan kening Carlos. “Aku bisa menggunakan cara lain untuk membunuh seseorang.” Carlos lantas memandangi Cerano dengan raut wajah panik. Saat di pesta, dia tidak meletakkan senapan di dekatnya, karena Carlos percaya kalau seluruh anak buahnya mampu untuk melindunginya. Namun, sekarang dia menyesali kepercayaannya itu. “Carlos Vincente, ada dua hal yang tidak boleh kamu lupakan saat menjadi bos organisasi gelap. Pertama, jangan memprovokasi lawan yang lebih kuat darimu.” Cerano perlahan menarik pelatuknya sedikit demi sedikit, sehingga membuat suasana di antara mereka menjadi lebih tegang. “Kedua, kamu ti
Saat mendengar perkataan Cerano, Steven langsung ingin protes. Dia juga lelah! Kenapa Bos-nya sangat kejam sampai tidak mau berbagi kamar untuk bertiga?! Namun, Steven tidak berani mengutarakan protesnya itu. “Aku tidak keberatan,” bisik Raveena. Cerano mengangguk, lalu berbicara dengan resepsionis, “Baiklah, aku akan memesan satu kamar dan tolong beritahu alamat hotel terdekat untuk temanku ini.” Resepsionis tersenyum. “Baik, Tuan.” Beberapa saat kemudian, akhirnya Cerano dan Raveena bisa masuk ke dalam kamar hotel. Kamar itu cukup luas, tetapi hanya ada satu tempat tidur di dalam kamar. “Aku bisa tidur di sofa,” kata Raveena. Cerano, “Kenapa kamu harus tidur di sofa? Apa kamu tidak lihat kalau sofanya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berbaring? Tidurlah di tempat tidur, gunakan saja pembatas di tengah kasur jika kamu tidak mau tidur denganku.” “Bukan begitu, kupikir kamu yang akan merasa tidak nyaman denganku,” be
“Aku hanya memintamu untuk tidur, astaga!” Setelah diam sebentar, Raveena akhirnya berjalan mendekati tempat tidur. Namun, dia tidak naik ke kasur, melainkan merangkak ke atas tubuh Cerano dan membuat pria itu kalang kabut. “Kamu ingin apa?!” “Cerano,” panggil Raveena. “Saat kamu memilihku, katanya kamu ingin meniduri perawan, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum menyentuhku?” “Apa maksudmu? Bukankah aku sudah pernah bilang, aku hanya membutuhkan perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos Vincente. Aku tidak ingin menidurimu.” Raveena mengerutkan keningnya. “Kenapa tidak mau? Apa kamu berpikir aku tidak berpengalaman?” “Raveena, kamu mabuk. Berhentilah meracau dan segera tidur,” kata Cerano dengan lelah. Raveena masih bergeming di atas Cerano, wanita itu bahkan mulai menurunkan jubah bagian atasnya sehingga pundaknya dapat terlihat dengan jelas. “Aku merasa panas. Apa karena pendingin ruangannya belum dinyalakan?”
Tatkala Raveena membuka mata, dia merasa tubuh bagian bawahnya tidak nyaman, terasa lengket seolah ada banyak cairan yang menumpuk di sela-sela kakinya. Selain itu, rasa sakit yang tajam turut ia rasakan ketika Raveena berusaha untuk duduk, membuat wanita itu langsung kembali berbaring tanpa berani untuk bergerak lagi.Raveena terdiam selama beberapa saat, berusaha keras untuk mencerna situasi yang kini tengah ia alami. Secara tiba-tiba kepingan ingatan yang memalukan mulai menghujani benaknya, memaksa Raveena untuk melihat setiap adegan yang dipenuhi oleh gairah dan rasa panas. Raveena bahkan bisa ingat, saat di mana ia bergerak seperti wanita murahan di atas tubuh Cerano, mengingat saat dia melebarkan kedua kakinya supaya pria itu bisa melesakkan kejantanannya lebih dalam.Raveena Hesper ingat, dialah orang yang sudah memancing Cerano dan membuat pria itu kehilangan kendali.Klek. Suara pintu kamar yang terbuka membuat sekujur tubuh R
Hari esoknya, tatkala matahari belum terbit sepenuhnya. Cerano sudah membawa Raveena pergi menuju bandara. Sepanjang jalan, Raveena menatap jalanan Kota Philadelphia dengan perasaan hampa. Meskipun, seluruh memorinya buruk tentang kota ini, dia tidak dapat memungkiri bahwa dia sudah tinggal selama 12 tahun di Philadelphia.“Raveena, anak-anak buahku sudah menunggu kita di bandara Italia. Mereka memang terlihat kasar dan tidak baik, tapi tidak perlu takut, mereka tidak akan menyakiti kamu,” kata Cerano.Karena yang terkendala passport hanyalah Raveena, anak-anak buah Cerano sudah pulang lebih dahulu ke Italia sejak kemarin. Namun, mereka akan menjemput Cerano di bandara.Raveena akhirnya menoleh. “Aku mengerti.”Cerano, “Apa kamu sedih karena akan meninggalkan Philadelphia?”“Dibandingkan dengan sedih, hatiku sepertinya terasa kosong,” Ravena menambahkan, “Mungkin karena kehidupanku terlalu monoton saat tinggal di Distrik Merah. Tapi, aku
Raveena Hesper tercengang saat Cerano membawanya ke kediaman utama Acheron Familia, yang terletak di bagian paling utara dari Pulau Sisilia. Tempat itu sangat rahasia dan tertutup, bahkan sekitar 3 meter dari kediaman utama, terdapat peringatan bahwa mereka akan memasuki wilayah terlarang, sehingga orang yang tak memiliki izin tidak diperbolehkan untuk masuk.Raveena juga perlu memasukan data sidik jari serta retina matanya terlebih dahulu sebelum diperbolehkan masuk ke lingkungan Acheron.Kediaman utama dari Acheron Familia berupa sebuah mansion mewah bertingkat lima, di mana warna eksteriornya didominasi oleh warna hitam dan kelabu, membuat mansion itu memancarkan aura yang kelam. Di sekeliling mansion, terdapat jalan setapak dan lahan hijau yang terbentang begitu luas. Bahkan Raveena sempat berpikir, dia pasti akan tersesat apabila berjalan-jalan sendirian di dalam lingkungan mansion.“Apa kamu pernah berjalan kaki dari pintu masuk ke gerbang utama?” ta
Dante berbincang-bincang sebentar dengan Raveena, intonasi suaranya begitu lembut, tak terdengar mengerikan atau kejam seperti bayangan Raveena. Alih-alih tampak seperti seorang pimpinan dari kelompok mafia, Dante malah terlihat seperti seorang pria tua yang ramah.Beberapa saat kemudian, akhirnya Dante meminta Raveena untuk keluar lebih dahulu karena ingin membicarakan sesuatu dengan Cerano. Wanita itu jelas langsung menurut dan meninggalkan ruangan.“Nak, dia tampaknya tidak ingat kamu,” kata Dante dengan iba.Cerano tersenyum getir. “Dia melupakan ingatannya sejak berada di rumah bordil. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin trauma berat telah menghancurkan isi ingatannya.”Dante, “Maka, kamu hanya bisa menarik ingatannya pelan-pelan. Menyembuhkan trauma seseorang adalah sesuatu yang sulit, apalagi Raveena sudah mengalami banyak penyiksaan dan pelecehan saat di rumah bordil. Teman lamamu ini, jelas rusak parah sekaran
Pria yang membawanya pergi adalah Dante Acheron, yang kemudian menjadikan Cerano sebagai anak angkatnya. Di bawah bimbingan Dante pula, Cerano berlatih begitu keras untuk menjadi lebih kuat, belajar lebih giat agar ia tak mudah ditipu oleh siapa pun.Cerano ingin menjadi kuat, supaya ia mampu menyelamatkan Raveena, seperti sekarang ini.“Tapi, bagaimana kamu tahu dia adalah teman yang kamu cari?” tanya Dante.Cerano, “Awalnya aku tidak tahu, sampai aku melihat gelang di tangannya. Gelang itu adalah buatanku, jadi aku bisa tahu kalau itu adalah Raveena yang kucari.”Ketika mereka bertemu di atap, Cerano tanpa sengaja melihat gelang yang Raveena pakai saat wanita itu menarik lengannya. Setelah itu, Cerano menyelidiki Raveena dan tahu kalau dia tinggal di sebuah rumah bordil sebagai perawan tua. Karena itulah, akhirnya Cerano datang ke rumah bordil dan berpura-pura mencari perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos.
“Ahh … mhm ….”Raveena mendesah tatkala kejantanan Cerano memasuki intinya yang sudah begitu basah. Sementara Raveena menumpukkan tangannya di atas wastafel, Cerano memegang pinggang wanita itu dari belakang dan mulai menggerakan pinggulnya dengan cepat. Tepat di hadapan Raveena adalah sebuah cermin besar, sehingga wanita itu mampu melihat ekspresi wajahnya yang tampak memalukan serta pakaiannya yang dikacaukan oleh Cerano.Beberapa saat yang lalu, tepatnya setelah Cerano memeluk Raveena di lapangan. Pria itu tiba-tiba saja menariknya ke kamar mandi umum yang ada di dekat lapangan dan langsung mencumbunya dengan penuh gairah.Beruntung hanya mereka yang sedang mengunjungi lapangan tembak hari itu, sehingga kamar mandi umumnya kosong dan bisa mereka pergunakan untuk melakukan kegiatan panas.Usai Cerano mengunci pintu kamar mandi, dia mulai melepaskan kancing kemeja Raveena satu-persatu, kemudian meremas dada wanita itu selagi dia mencumbu bibir Raveena yang mulai memerah.Ketika tubu
Raveena mengalihkan pandangannya dari Cerano, kemudian berkata dengan suara pelan, “Tentu saja aku merindukanmu, kau bahkan tidak pernah menghubungiku selama beberapa hari ini. Kupikir kau sudah bosan denganku, jadi tidak ingin menemuiku lagi.”Cerano tersenyum, tangannya perlahan membelai helaian rambut Raveena. “Mana mungkin aku bosan, kita bahkan baru menghabiskan waktu sebentar.”“Lalu mengapa kau tidak kunjung datang untuk menemuiku?”Cerano sempat terdiam. Manik cobalt-nya menatap Raveena lekat-lekat. “Aku hanya merasa bersalah kepadamu.”Raveena terkejut, tidak menyangka bila seorang bos dari organisasi gelap itu bisa mempunyai rasa bersalah kepadanya. “Bersalah tentang apa?”Cerano menghembuskan napas pendek, lalu berkata, “Walau aku tidak bermaksud buruk, tapi tetap saja aku membuatmu menjauhi salah satu teman dekatmu.”Cerano jelas mengetahui masa lalu Raveena dengan baik, dia sangat mengerti kalau wanita itu tidak pernah punya banyak teman yang bisa dia percaya di rumah bor
Setelah Matilda keluar dari ruangan Cerano, pria itu kembali menemui Raveena di ruang kesehatan. Ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus, malah cenderung diliputi oleh kekesalan karena tidak mampu mengungkap siapa dalang yang telah membuat Raveena terluka.Selain itu, Cerano merasa harga dirinya tercoreng karena tidak mampu melindungi Raveena meskipun dia berada di dekat wanita itu.“Cerano! Bagaimana hasil interograsinya? Apa Matilda benar-benar telah berusaha mencelakaiku?” tanya Raveena dengan raut wajah cemas. Pasalnya, dia tidak ingin teman dekatnya menjadi tersangka atas kecelakaan yang dia hadapi.Cerano meminta Henry dan Diego untuk keluar usai mengantarnya ke dalam ruang kesehatan, kemudian pria itu menjalankan kursi rodanya ke samping ranjang. “Jangan khawatir, Nona Buscemi dinyatakan tidak bersalah.”Begitu mendengar penuturan itu, Raveena langsung menghembuskan napas lega. “Syukurlah bukan dia pelakunya.”“Untuk apa kau bersyukur?” Cerano berbicara dengan agak ketus, “Tidak
“Nona Buscemi, ternyata kau memang cerdik, tidak salah aku meloloskan tesmu dulu.” Cerano berbasi-basi sebelum akhirnya mengeluarkan paku berkarat yang sudah dimasukkan ke kantung plastik dari dalam sakunya. “Apa kamu tahu alasan kami mencurigai kamu?” Tanpa banyak berpikir, Matilda segera membalas, “Karena aku adalah orang terakhir yang berlari sebelum Raveena. Jadi, Bos berpikir bila aku adalah orang yang menaruhnya.” “Ya, kau benar, kami memang memiliki kecurigaan seperti itu. Namun, atas permintaan Raveena, aku ingin memberikan kesempatan kepadamu untuk membiarkan kau menjelaskan alibimu.” Matilda tertegun sebentar sebelum berkata, “Kalau alibiku tak membuatmu puas?” Cerano, “Maka kau akan kumasukkan ke dalam ruang bawah tanah dan kupaksa mengakui kejahatanmu.” Walau Cerano selalu terlihat lembut di hadapan Raveena, sesungguhnya dia bukanlah pria yang selembut itu. Sebagai ketua tim di organisasi mafia, Cerano sudah sering melakukan banyak cara kotor untuk mendapatkan informa
Cerano mengangguk. “Ya, Matilda Buscemi adalah orang yang lari sebelum kamu. Aku tidak suka menuduh, tetapi ada baiknya melakukan pemeriksaan.”Raveena buru-buru memegang lengan Cerano. “Rasanya tidak mungkin bila Matilda yang melakukannya. Kami berteman cukup baik selama beberapa hari belakangan.”“Raveena, ketika kamu masuk ke dalam organisasi hitam seperti ini, kamu harus membiasakan diri untuk dikhianati. Teman bisa menjadi musuh dan musuh bisa menjadi kawan. Karena itu, kamu tidak bisa membela Matilda sampai bukti terungkap.”Cerano lantas mengalihkan pandangannya kepada Henry. “Panggil Nona Buscemi ke ruanganku, aku ingin memastikan kebenarannya sendiri.”Henry mengangguk, kemudian segera meninggalkan ruangan untuk melakukan perintah Cerano. “Tapi untuk apa Matilda mencelakaiku? Aku bahkan tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk diperebutkan,” tukas Raveena, masih sepenuhnya mempercayai Matilda.“Siapa yang tahu? Kamu bahkan baru mengenal Matilda selama beberapa hari, bagaim
Sontak Raveena menepis tangan Cerano dan menatap pria itu dengan kaget. “Kita lagi ada di depan orang banyak.”“Tapi tanganku ada di belakang.”Ketika Raveena ingin membalas lagi, Diego sudah mengumumkan hasil waktu milik Matilda.“3 menit 55 detik. Matilda Buscemi lulus!”“Berikutnya, Raveena Hesper!”Raveena bergegas lari menuju lapangan, mengabaikan Cerano yang sempat meremas bokongnya sekali lagi. Ketika Raveena sudah ada di hadapan Diego, Diego segera membunyikkan peluit sehingga Raveena langsung menggerakkan kakinya dengan cepat.Raveena berusaha mengatur napasnya supaya tidak merasa sesak saat dia mempercepat laju larinya. Walau tidak bisa secepat Sergio, setidaknya Raveena juga termasuk salah satu anggota yang mampu berlari dengan cepat setelah berlatih selama berhari-hari.Setelah berlari selama 40 detik, dia berhasil melewati putaran pertamanya.Kemudian melewati putaran kedua di 40 detik berikutnya.Raveena berhasil lari dengan lancar, sampai tiba-tiba mengalami gangguan di
“Bagaimana ini? Aku takut tidak bisa lulus, lalu disuruh terus lari selama sebulan.” Paolina terus mengeluarkan ketakutannya sejak anak-anak baru berkumpul di ruang latihan.Saro yang sudah lelah mendengar keluhan Paolina akhirnya protes. “Bisakah kamu berhenti mengeluh?! Kamu malah menyebarkan energi negatif kepada kita semua!”“Kalau tidak suka, ya jangan didengarkan!” balas Paolina.Kedua orang itu akhirnya ribut dengan beradu mulut, bahkan Antonio harus susah payah melerai keduanya supaya tidak berlanjut ke kekerasan fisik.Sementara mereka ribut, Raveena dan Matilda melakukan pemanasan ringan supaya otot mereka tidak kaku, sesekali Matilda juga akan membantu Raveena untuk melenturkan tubuhnya.Setelah beberapa hari berlatih bersama, Raveena mulai merasa nyaman berada di dekat Matilda, mereka bahkan sesekali akan makan siang bersama saat istirahat.“Matilda, sesungguhnya aku juga agak takut tidak lulus,” kata Raveena sepelan mungkin supaya yang lain tidak mendengar.Matilda membal
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Cerano segera menundukkan kepalanya dan mencium bibir Raveena. Ciuman itu tidak terburu-buru, cenderung lambat sehingga mereka bisa menikmati setiap lumatan yang mereka lakukan.Raveena masih khawatir dengan kondisi Cerano, tetapi ciuman Cerano membuatnya terbawa suasana sampai dia tidak lagi mau melepaskan ciuman mereka yang kian lama kian dalam.Cerano menarik lengan Raveena supaya tubuh mereka bisa semakin berdekatan, lalu di saat Raveena sedang lengah, tangan Cerano mulai merayap masuk ke dalam pakaian Raveena, mencari-cari dada Raveena yang masih ditutupi oleh bra.Begitu Cerano mengangkat bra milik Raveema ke atas, wanita itu segera sadar dan menahan tangan Cerano. “Cerano, ingat kata Rachel, kamu masih belum boleh bergerak terlalu banyak.”“Tenang saja, aku hanya akan menyenangkan kamu.”Karena setiap kali Cerano melihat Raveena, dia selalu ingin menyentuh tubuh wanita itu, meraba setiap jengkal kulitnya yang mulus dan lembut. Bisa dibilang, pria
Raveena kembali ke kamar Cerano dalam keadaan sangat lelah. Evaluasi mingguannya akan segera tiba, sehingga dia dan rekan-rekannya harus berusaha keras meningkatkan stamina supaya mendapatkan nilai tinggi saat evaluasi.Begitu Raveena masuk ke dalam kamar, dia melihat Cerano sedang tidur sambil memegang buku di tangannya. Sepertinya obat yang diminum oleh Cerano membuatnya cepat lelah sampai-sampai dia bisa ketiduran saat membaca buku.Dengan hati-hati, Raveena mengambil buku dari tangan Cerano, kemudian menyelimuti tubuh pria itu. Meski sudah berusaha untuk bergerak sepelan mungkin, tetap saja pria yang dipenuhi oleh kewaspadaan seperti Cerano langsung bangun.“Kamu baru kembali?” tanya Cerano dengan suara seraknya.Raveena tertegun, merasa kalau suara itu terdengar sangat seksi di pendengarannya. “Mhm, aku baru saja kembali. Kamu tidur lagi saja.”“Setelah bangun, rasanya aku tidak mau tidur lagi,” Cerano berkata, “Bagaimana harimu? Latihannya berjalan baik?”Raveena menarik kursi se