Dalam satu sekon, Tesa merasa ragu bahwa yang dilihatnya itu nyata atau Cuma halusinasi semata.
Tetapi setelah melihat lelaki itu melengos acuh dan berputar kembali memasuki rumah, Tesa tidak bisa tidak percaya bahwa dia— benar-benar dia. Dia laki-laki yang kemarin. Dia lak-laki yang membuat rekan tim devisi mengklaim bahwa Tesa berkhayal dan bahkan gila. Dia orang yang membuat Tesa merusak rekor bagus dalam hidupnya dengan bekerja setengah hari.Jika pun takdir benar-benar nyata, maka Tesa yakin semesta sedang berpihak padanya. Ada berjuta-juta rumah kosong di kota ini, tetapi dia justru pindah ke depan rumah Tesa.Kebetulan yang amat indah. Yang menambah kelegaan sesaat di jiwa tetapi juga menghadirkan pening berlebihan di kepala.Sorot matanya datar, bahkan tampak tak terkejut saat melihat kehadiran Tesa, seolah mereka tidak pernah bertemu sebelum ini, seolah Tesa tidak memergokinya membawa bunga yang digantungnya di rumah Elana Dey.Penjahat berdarah dingin biasanya memang tidak punya ketakutan.Dan Tesa harus menghadapinya sendirian.Benar. Tesa harus menghadapinya, meski pun sendirian.Buru-buru Tesa membuka pintu kaca dan menapakkan kaki pada balkon kamarnya itu, menahan udara dingin yang berhasil membuat seluruh permukaan kulitnya merinding. Tesa meletakan tangan di tepian balkon dan menunduk, satu detik kemudian matanya melebar, melihat bagaimana ibunya berdiri di depan pintu rumah berwarna putih itu sembari memegang satu mangkuk sup mengepul di tangannya.Tesa melupakan satu fakta yang penting.Anna sedang mengantarkan sup ke rumah si Devil itu!“Ibu!” teriak Tesa sembari melambaikan tangannya dengan brutal agar Anna segera kembali ke rumah. “Pulang sekarang! Jangan ke situ! Pulang!”Anna mendengar teriakan Tesa, dia menoleh dan balas melambaikan tangan dengan ceria. Tesa menyuruh ibunya pulang satu kali lagi, tetapi bukannya menurut Anna justru hanya mengibas tangan untuk merespons tingkah aneh anaknya itu.Dan sialnya, bersamaan dengan itu pintu rumah yang sedang dikunjungi tiba-tiba saja terbuka, yang mana membuat Tesa diam dengan mata melebar. Apa lagi setelah si Devil melirik terang-terangan ke arahnya. Rasa panik di dalam diri Tesa menyerukan tanda bahaya. Saat itu juga Tesa berlari, menyambar coat-nya dan menuruni tangga menuju rumah depan.Sementara di sisi lain Anna dan tetangga baru mereka sudah berbincang kecil,“Hai, kami tetangga dari rumah di depan sana,” ujar Anna sembari menunjuk rumahnya, laki-laki muda penghuni baru rumah yang telah lama kosong itu terlihat menganggukkan kepala kecil, tatap matanya terlihat datar, dan dia justru melirik ke arah balkon kamar Tesa.“Ah, maaf,” kata Anna malu. “Yang berteriak tadi itu anakku, dia memang punya sifat liar tapi baik kok, selain baik anakku Tesa juga punya wajah yang cantik. Dia paket lengkap, kalau kau mau—”“Maaf,” potong pemuda bertato itu, sepertinya sudah agak bosan mendengar celoteh Anna yang tidak penting. “Ada apa?”Dengan penuh rasa terpaksa Anna pun menyudahi sesi promosi anak perempuan seperti ibu-ibu kebanyakan,“Sudah makan siang?” tanya Anna ramah, dan tetangga baru ini menggelengkan kepala. Anna melanjutkan. “Kebetulan sekali, saya buat lauk sup yang pastinya akan sedap sekali disantap cuaca dingin begini.”“Tapi—”Satu pelajaran berharga. Jangan pernah menolak atau memotong perkataan ibu-ibu. Semuanya sia-sia.Anna lebih dulu menjejalkan mangkuk yang ia bawa ke tangan tetangga barunya itu.“Sebelumnya rumah ini sudah kosong sejak belasan tahun yang lalu,” ujar Anna tiba-tiba. “Cam dan Austin. Teman baikku dulu. Sudah sangat lama sejak mereka berdua pindah, dan kami senang akhirnya punya tetangga baru.”Laki-laki yang berdiri di ambang pintu dengan mangkuk sup yang sudah mulai mendingin di tangannya itu hanya diam.“Tapi...” Anna menelisik wajah tetangga barunya itu. “Wajahmu terlihat familiar, apa kita pernah bertemu sebelumnya?”“Aku pernah bertemu dengannya sebelum ini, Ibu.”Tesa datang berlari setelah dengan kecepatan penuh, napasnya terdengar memburu saat ia menimpali kalimat Anna.Tatap mata Tesa setajam pisau, memandang Devil si tetangga baru dengan sirat permusuhan yang amat kental. Ini merupakan urusan Tesa, pekerjaan Tesa, tidak baik jika ibu ikut terlibat, apa lagi berinteraksi dengan ‘dugaan’ tersangka. Dengan cepat Tesa menggandeng lengan ibunya. “Di sini dingin, sekarang kita pulang saja—”“Kau mengenal anakku Tesa, Nak?” Tesa memejamkan mata frustasi.Anna lebih tertarik untuk mengobrol lebih banyak dengan lelaki itu daripada menuruti perkataan anaknya sendiri. Anna tidak tahu saja bahwa ia sedang mengobrol dengan terduga pembunuhan brutal seorang lansia.Tesa mendelik pada ibunya, jari telunjuk berkuku biru miliknya menunjuk muka si tetangga baru. “Ibu, dia ini—”“Mungkin karena kau mengenal orang tuaku jadi wajahku agak familiar bagimu,” potong si Devil dengan suara yang tenang.Tesa mendesah kecil, menoleh pada lelaki yang lebih tinggi darinya itu. Omong kosong apa lagi ini.“Raphael?” cetus Anna tiba-tiba dengan nada suara yang terdengar takjub.Tesa adalah satu-satunya yang bingung. Gadis bercoat coklat itu menautkan alis jadi satu. Kenapa sekarang ini Anna terdengar seperti orang yang mengenal lelaki ini?“Kau Raphael anak Camilla?” tanya Anna lagi.Camilla? Siapa Camilla?Tesa tidak tahu, ia tidak mengenal teman ibunya yang bernama Camilla. Tetapi siapa pun itu. Sepertinya benar. Anna mengenal lelaki ini.Tesa terdiam, mendengarkan, mencari jawaban dengan menyimak. Itu tidak baik. Kenapa ibu bisa mengenal seseorang yang berbahaya begini?Anna menutup mulut dramatis. “Astaga, kau tumbuh dengan baik hingga aku tidak bisa mengenalimu,” kata Anna bahagia. “Aku merindukan Cam dan Austin. Bagaimana kabar ayah dan ibumu, Raph?”Tesa melirik, pada laki-laki yang Anna panggil Raphael ini.“Mereka sudah tak ada,” balasnya enteng.“Bagaimana—” Anna terkejut, “Maaf, aku turut berduka. Cam dan Austin sangatlah baik, dan kudengar orang-orang baik memang berpulang lebih dulu. Kau hidup sendirian dengan baik, aku yakin mereka akan bangga padamu, Raph.”Tunggu dulu. Tunggu sebentar.Sedikit banyak Tesa mulai memahami apa yang sedang terjadi. Raphael anak dari teman Anna?“Ibu mengenalnya?” bisik Tesa pelan.Dan Anna tidak mau repot ikut berbisik saat membalas. “Tesa kau lupa pada Raphael?” “Who the fuck—” melihat delikan mata Anna, Tesa bungkam, mengoreksi cara bicaranya. “Siapa itu Raphael, aku tidak mengenalnya, ibu, aku tidak pernah mengenal orang dengan nama itu.”Raphael diam seakan menikmati drama yang tersaji.“Beberapa saat lalu kau bilang sudah pernah bertemu dengannya sebelum ini, masa kau lupa pada anak laki-laki yang merebut ciuman pertamamu.”“What?!” pekik Tesa. Kepalanya langsung menoleh, jari telunjuknya terangkat dan menunjuk muka lelaki itu, dan Raphael hanya memiringkan kepala sedikit. “Ibu jangan bicara yang aneh-aneh.”“Coba ingat lagi,” ujar Anna, entah kenapa Tesa bisa mendengar sepercik bungah dari suara ibunya itu.“Tidak ada—”Tesa terdiam.Kakak tetangga? Kakak tetangga saat Tesa masih kecil? Tesa mengingatnya, meski samar, saat kecil mereka memang mempunyai tetangga yang akrab, mereka punya satu anak laki-laki yang usianya beberapa tahun lebih tua dari Tesa.Meski pun begitu, Tesa tak bisa begitu mengingatnya. Tesa hanya ingat beberapa hal, dan salah satunya adalah nama anak dari tetangga mereka itu.Tesa menaikkan alis, menatap laki-laki yang ada di depannya dengan penuh selidik.Dan saat itu Tesa bisa melihat Raphael tersenyum. Entah apa arti senyumnya.“Kakak tetangga itu bukankah...” Tesa mengernyit ragu. “Bukankah namanya Leo, Ibu?”Saat itu Tesa bisa melihat keterkejutan di mata Raphael. Sebentar sekali. Mungkin hanya sekilas. Sebelum kemudian Raphael memasang wajah tenangnya kembali.“Namanya Raphael, sayang.” Anna membenarkan ingatan Tesa yang salah. “Kau salah mengingat namanya.”Tesa terdiam.Siapa pun itu namanya.Intinya adalah lelaki ini bukan lagi anak kecil yang bisa diprediksi tingkah lakunya, dia sudah dewasa, sudah punya kehidupan sendiri dan entah kehidupan macam apa yang dijalaninya.Meski benar mereka pernah mengenal saat kecil, tetapi itu tidak mengaburkan kenyataan bahwa Tesa menyimpan curiga kepada lelaki ini akan kasus kematian yang ia saksikan.Tesa menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.“Meski itu benar,” kata Tesa serius pada Raphael. “Semua tidak berpengaruh pada apa yang kau lakukan sekarang, aku melihatmu, aku saksinya, dan aku tidak bisa diam saja.”Kalimat bersirat yang hanya dimengerti olehnya dan Raphael.Anna terlihat bingung. Tak paham.Raphael sendiri tampak mengangguk kecil mendengar kalimat ancaman Tesa untuknya.“Karena kau sudah tahu namaku, aku tidak bisa melepasmu,” balas Raphael, yang juga terdengar penuh arti tersembunyi. Raphael melukis senyum miring. “Senang bertemu denganmu lagi, Tesa.”--
Hai, yorobun it's me lagi Esteifa. Berbeda dengan cerita-ceritaku sebelumnya yang bergenre Rom-Com, atau Novel ringan, kali ini aku bawa ceita baru dengan genre romance gelap. Meski ada misteri, kasus bun*h atau lain-lain tetapi romansa antara Tesa dan Raphael yang akan tetap menonjol ya teman-teman. Semoga suka ceritanya! terima kasih atas supportnya!
“Tidak mungkin.”Berapa kali pun Tesa memikirkannya, jawaban di kepalanya masih sama. Tidak ada. Semuanya tidak mungkin. Lelaki itu adalah kakak tetangganya dulu? Meski hanya mengingat sebagian kecil dan samar, tetapi Tesa bisa merasakan sifat yang bertolak belakang.Maksudnya, sejauh yang Tesa ingat, kakak tetangganya dulu sangatlah baik, sangat, bahkan untuk ukuran seorang anak-anak dia sangat baik. Berbanding terbalik dengan Raphael yang dilihatnya sekarang.Seperti yang Tesa bilang sebelumnya, semua orang bisa berubah, setelah lama menghilang Tesa tidak tahu kehidupan macam apa dan kejahatan apa saja yang kiranya bisa dilakukan Raphael.Tesa suda memperingati ibunya untuk tidak terlalu dekat atau sok akrab dengan lelaki penghuni rumah depan itu, dan sudah pasti, Anna mengabaikannya.Tesa memandangi langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong, gadis cantin yang sedang berebah diri dengan pikiran kalut itu kemudian menoleh ke arah pintu balkon yang tertutup tirai.“Aku jelas tida
-Ide menangkap penjahat dengan mendekati hati dan memasuki sarangnya bukanlah ide buruk sama sekali, di dunia kepolisian yang penuh drama kriminal, penegak hukum harus bergerak selicin belut, mempunyai otak selicik rubah, dengan begitu mereka para kriminal yang memang pintar berkelit tidak akan bisa lolos.Tesa sudah pernah menggunakan trik ini sebelumnya, wajah ayu dan tubuh yang aduhai jelas mampu menarik perhatian kaum adam, belum lagi kepribadian Tesa yang menarik. Goda menggoda adalah hal kecil bagi Tesa. Dan tentu, semuanya berhasil tanpa perlu diragukan.Oke. Kegagalan mungkin ada, tetapi selama Tesa tidak menyerah, pada akhirnya ia akan tetap mencapai apa yang dimaunya.Tesa menemui Raphael. Berbekal keberanian dan juga satu buah kotak makan sebagai umpan ia keluar rumah dan berjalan menuju rumah depan. Rambut Tesa digerai, ia juga memakai pakaian tebal berlapis jaket dan juga syal.Tidak ada yang lebih konyol dari dirinya memakai lipstik dan berdandan tipis-tipis hanya untu
-Perempuan tinggi yang rambutnya bergelombang indah itu mendesah kesal, jemari berkuku panjangnya sibuk menekan layar ponsel dengan cepat, mengirim pesan pada seseorang, dan kemudian ia menempelkan ponsel itu ke telinga.Dering kosong terdengar lama sampai akhirnya operator mengatakan bahwa nomor yang Tesa hubungi sedang tidak aktif.“Dia tidak mungkin benar-benar keluar, kan?” ujar Tesa pada dirinya sendiri, matanya sibuk menatap layar ponselnya sendiri sementara jemarinya mengetik, mengetik pesan ancaman yang tidak main-main bar-barnya. "Akan kubunuh kalau dia betulan melakukannya tanpa diskusi denganku.”Sebagai seorang teman seperjuangan, Tesa benar-benar tidak terima dengan tingkah gila kawannya yang mendadak itu.“Kemal?”Seseorang datang membawakan dua cup kopi di tangan. Perempuan yang tidak lebih tinggi dari Tesa itu memberikan satu kopi di tangannya pada Tesa.Tesa menerimanya, lalu mengangguk singkat, pada Bianca— teman kerja seangkatan yang berbeda devisi itu.“Dia
--Salah satu cara untuk mengurangi frustasi dalam diri tidak lain tidak bukan adalah dengan melakukan pekerjaan fisik yang berat, lelah fisik yang teramat sangat sangat ampuh dan akan mampu membuat pikiranmu teralihkan, sepertinya semua orang tahu tentang jurus jitu itu dan Tesa menjadi salah satu orang yang gemar mempraktikannya.Sudah dibuktikan, dan lumayan manjur.Jika ada pikiran membandel atau emosi berlebihan lebih baik salurkan emosi itu menjadi kegiatan fisik saja, Tesa yakin hasilnya akan sempurna. Meski pikiran itu tidak bisa sepenuhnya terhapus dan dirimu menjadi tenang seketika, tetapi setidaknya hal itu memberimu waktu untuk bernapas dari rasa pening yang membobardir.Benar. Tesa sedang pusing.Pusing kenapa? Karena Anna yang tidak berhenti mengomel padanya atau karena Raphael yang terlalu misterius hingga Tesa tidak bisa menerawang apa yang ada di pikiran lelaki tampan itu? Sebenarnya dua-duanya benar, hanya saja kali ini pening di kepala Tesa lebih menjadi-j
TDLM 09--Tips dan trik yang Mason berikan tidaklah manjur. Tesa bisa tahu itu semua bahkan sebelum ia memraktikkannya. Dilihat dari trek rekor Mason yang selalu menyanjung wanita hanya memang benar banyak wanita yang luluh karena disanjung demikian, tapi tidak dengan Tesa. Dan Tesa memiliki sifat juga kekebalan hati mirip-mirip dengan Raphael. Jika Tesa menjadi cabai merah untuk mendekati Raphael sepertinya akan gagal, Raphael jelas bukan orang yang menyukai wanita cabai.Berhubung Tesa memiliki otak yang cukup pintar, tak butuh waktu lama baginya untuk tahu apa yang harus dilakukan. Kebalikan dari wanita cabai adalah wanita keras kepala dengan kesan frigid. Tentu, harus terlihat pintar dan mandiri juga.Tesa bisa berpura-pura seperti itu.Ia memang sudah mandiri dan pintar, jadi Tesa hanya harus berpura-pura menjadi seorang yang keras kepala dan frigid— bersikap seolah ia tidak tertarik dengan laki-laki atau hal-hal seksual. Intinya Tesa hanya perlu jadi dirinya sendiri dan be
--“Aku tahu kau terkejut karena pengakuanku yang mendadak ini, tetapi jangan sungkan.”Kata orang, robot selamanya akan tetap jadi robot.Tesa tidak benar-benar memikirkan kalimat konyol itu sebelum hari ini, ia melihat sendiri bagaimana kakunya manusia bahkan sampai pantas disebut dan dinggap sebagai robot.“Ini hari pertama kita?”Raphael tidak menghargai pengakuan seduktif dan romantis dari Tesa, lelaki itu hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Matanya memandang Tesa dengan pandangan yang aneh, entah apa.Bahkan Tesa berkali-kali memastikan.“Jawabannya?”Bahkan sampai membuat Tesa naik pitam.“Kau tidak tiba-tiba bisu, kan?”“Raph!”“Aku suka padamu! Ayo pacaran denganku!”Raphael justru cuma membuang napas dan dengan santainya membenahi perkakasnya, lelaki yang sialnya tampan dan tidak punya hati itu berlalu dari rumah Tesa, membiarkan Tesa yang masih duduk di meja dengan mulut terbuka.Tesa malu sekali mengakui ini tetapi harga dirinya benar-benar koyak.Ia
--“Detektif Seavey menolakmu, ya?”Rasa-rasanya Tesa sudah lelah menyembunyikan wajah dari rekan-rekan kerjanya yang terang-terangan meledek karena informasi memalukan yang ia sebar sendiri secara tidak sengaja.Memang bukan hal besar, Tesa bisa mengatasinya dengan berpura-pura tidak peduli. Biasanya juga begitu, tetapi... oke, Tesa memang sudah berpura-pura tidak peduli dan mengabaikan semua omong kosong yang rekan-rekannya lontarkan sebelum kemudian ia berpapasan dengan Raphael dan lelaki itu terlihat melirik sambil memberikan senyum miring pada Tesa.Dengar? Senyum miring! Sengaja!Dasar tahi!Tesa meremas cup kopinya dengan perasaan kesal, ia tidak melepas mata dari punggung Raphael yang menjauh.Tesa melirik ke samping menggunakan ekor mata, mendengkus pelan.Tesa kira tidak akan ada yang tahu, tetapi ternyata, ada yang menyadari hal itu.Bianca. Ish! Kenapa ia harus punya teman yang peka begini sih!“Iya, kan?” ulang Bianca lagi. “Pasti kau menyatakan cinta pada Rapha
Sebelumnya tidak pernah seperti ini.Bahkan saat sedang berusaha menjilat seseorang skill yang Tesa kerahkan tidak main-main hingga ia hampir tidak pernah gagal. Jadi, wajar saja jika saat ini Tesa merasa jatuh harga diri.Ia sudah melakukan beberapa hal untuk bisa lebih dekat dengan Raphael, tetapi hasilnya masih kosong. Boleh Tesa akui, Raphael memang cukup keras, sepertinya apa yang dibilang Bianca soal gosip yang beredar itu benar adanya, kalau begini caranya, Tesa tidak boleh menargetkan hati atau birahi lelaki itu, ia harus mendekati Raphael dengan cara lain.Tapi apa lagi?Kesan pertama saat bertemu saja sudah hancur, Tesa tidak bisa bersikap seolah-olah ia ingin berteman dengan Raph.Bertanya soal kasus dan berpura-pura menjadi polisi yang bodoh? Agar bisa menyusup masuk ke dalam hidup detektif terhebat di distrik ini?Tapi Tesa tidak suka jika dirinya dianggap bodoh. Lebih-lebih oleh manusia sejenis Raphael, tidak bisa, tidak bisa, pokoknya harus cari cara yang lain.
Sebelumnya tidak pernah seperti ini.Bahkan saat sedang berusaha menjilat seseorang skill yang Tesa kerahkan tidak main-main hingga ia hampir tidak pernah gagal. Jadi, wajar saja jika saat ini Tesa merasa jatuh harga diri.Ia sudah melakukan beberapa hal untuk bisa lebih dekat dengan Raphael, tetapi hasilnya masih kosong. Boleh Tesa akui, Raphael memang cukup keras, sepertinya apa yang dibilang Bianca soal gosip yang beredar itu benar adanya, kalau begini caranya, Tesa tidak boleh menargetkan hati atau birahi lelaki itu, ia harus mendekati Raphael dengan cara lain.Tapi apa lagi?Kesan pertama saat bertemu saja sudah hancur, Tesa tidak bisa bersikap seolah-olah ia ingin berteman dengan Raph.Bertanya soal kasus dan berpura-pura menjadi polisi yang bodoh? Agar bisa menyusup masuk ke dalam hidup detektif terhebat di distrik ini?Tapi Tesa tidak suka jika dirinya dianggap bodoh. Lebih-lebih oleh manusia sejenis Raphael, tidak bisa, tidak bisa, pokoknya harus cari cara yang lain.
--“Detektif Seavey menolakmu, ya?”Rasa-rasanya Tesa sudah lelah menyembunyikan wajah dari rekan-rekan kerjanya yang terang-terangan meledek karena informasi memalukan yang ia sebar sendiri secara tidak sengaja.Memang bukan hal besar, Tesa bisa mengatasinya dengan berpura-pura tidak peduli. Biasanya juga begitu, tetapi... oke, Tesa memang sudah berpura-pura tidak peduli dan mengabaikan semua omong kosong yang rekan-rekannya lontarkan sebelum kemudian ia berpapasan dengan Raphael dan lelaki itu terlihat melirik sambil memberikan senyum miring pada Tesa.Dengar? Senyum miring! Sengaja!Dasar tahi!Tesa meremas cup kopinya dengan perasaan kesal, ia tidak melepas mata dari punggung Raphael yang menjauh.Tesa melirik ke samping menggunakan ekor mata, mendengkus pelan.Tesa kira tidak akan ada yang tahu, tetapi ternyata, ada yang menyadari hal itu.Bianca. Ish! Kenapa ia harus punya teman yang peka begini sih!“Iya, kan?” ulang Bianca lagi. “Pasti kau menyatakan cinta pada Rapha
--“Aku tahu kau terkejut karena pengakuanku yang mendadak ini, tetapi jangan sungkan.”Kata orang, robot selamanya akan tetap jadi robot.Tesa tidak benar-benar memikirkan kalimat konyol itu sebelum hari ini, ia melihat sendiri bagaimana kakunya manusia bahkan sampai pantas disebut dan dinggap sebagai robot.“Ini hari pertama kita?”Raphael tidak menghargai pengakuan seduktif dan romantis dari Tesa, lelaki itu hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Matanya memandang Tesa dengan pandangan yang aneh, entah apa.Bahkan Tesa berkali-kali memastikan.“Jawabannya?”Bahkan sampai membuat Tesa naik pitam.“Kau tidak tiba-tiba bisu, kan?”“Raph!”“Aku suka padamu! Ayo pacaran denganku!”Raphael justru cuma membuang napas dan dengan santainya membenahi perkakasnya, lelaki yang sialnya tampan dan tidak punya hati itu berlalu dari rumah Tesa, membiarkan Tesa yang masih duduk di meja dengan mulut terbuka.Tesa malu sekali mengakui ini tetapi harga dirinya benar-benar koyak.Ia
TDLM 09--Tips dan trik yang Mason berikan tidaklah manjur. Tesa bisa tahu itu semua bahkan sebelum ia memraktikkannya. Dilihat dari trek rekor Mason yang selalu menyanjung wanita hanya memang benar banyak wanita yang luluh karena disanjung demikian, tapi tidak dengan Tesa. Dan Tesa memiliki sifat juga kekebalan hati mirip-mirip dengan Raphael. Jika Tesa menjadi cabai merah untuk mendekati Raphael sepertinya akan gagal, Raphael jelas bukan orang yang menyukai wanita cabai.Berhubung Tesa memiliki otak yang cukup pintar, tak butuh waktu lama baginya untuk tahu apa yang harus dilakukan. Kebalikan dari wanita cabai adalah wanita keras kepala dengan kesan frigid. Tentu, harus terlihat pintar dan mandiri juga.Tesa bisa berpura-pura seperti itu.Ia memang sudah mandiri dan pintar, jadi Tesa hanya harus berpura-pura menjadi seorang yang keras kepala dan frigid— bersikap seolah ia tidak tertarik dengan laki-laki atau hal-hal seksual. Intinya Tesa hanya perlu jadi dirinya sendiri dan be
--Salah satu cara untuk mengurangi frustasi dalam diri tidak lain tidak bukan adalah dengan melakukan pekerjaan fisik yang berat, lelah fisik yang teramat sangat sangat ampuh dan akan mampu membuat pikiranmu teralihkan, sepertinya semua orang tahu tentang jurus jitu itu dan Tesa menjadi salah satu orang yang gemar mempraktikannya.Sudah dibuktikan, dan lumayan manjur.Jika ada pikiran membandel atau emosi berlebihan lebih baik salurkan emosi itu menjadi kegiatan fisik saja, Tesa yakin hasilnya akan sempurna. Meski pikiran itu tidak bisa sepenuhnya terhapus dan dirimu menjadi tenang seketika, tetapi setidaknya hal itu memberimu waktu untuk bernapas dari rasa pening yang membobardir.Benar. Tesa sedang pusing.Pusing kenapa? Karena Anna yang tidak berhenti mengomel padanya atau karena Raphael yang terlalu misterius hingga Tesa tidak bisa menerawang apa yang ada di pikiran lelaki tampan itu? Sebenarnya dua-duanya benar, hanya saja kali ini pening di kepala Tesa lebih menjadi-j
-Perempuan tinggi yang rambutnya bergelombang indah itu mendesah kesal, jemari berkuku panjangnya sibuk menekan layar ponsel dengan cepat, mengirim pesan pada seseorang, dan kemudian ia menempelkan ponsel itu ke telinga.Dering kosong terdengar lama sampai akhirnya operator mengatakan bahwa nomor yang Tesa hubungi sedang tidak aktif.“Dia tidak mungkin benar-benar keluar, kan?” ujar Tesa pada dirinya sendiri, matanya sibuk menatap layar ponselnya sendiri sementara jemarinya mengetik, mengetik pesan ancaman yang tidak main-main bar-barnya. "Akan kubunuh kalau dia betulan melakukannya tanpa diskusi denganku.”Sebagai seorang teman seperjuangan, Tesa benar-benar tidak terima dengan tingkah gila kawannya yang mendadak itu.“Kemal?”Seseorang datang membawakan dua cup kopi di tangan. Perempuan yang tidak lebih tinggi dari Tesa itu memberikan satu kopi di tangannya pada Tesa.Tesa menerimanya, lalu mengangguk singkat, pada Bianca— teman kerja seangkatan yang berbeda devisi itu.“Dia
-Ide menangkap penjahat dengan mendekati hati dan memasuki sarangnya bukanlah ide buruk sama sekali, di dunia kepolisian yang penuh drama kriminal, penegak hukum harus bergerak selicin belut, mempunyai otak selicik rubah, dengan begitu mereka para kriminal yang memang pintar berkelit tidak akan bisa lolos.Tesa sudah pernah menggunakan trik ini sebelumnya, wajah ayu dan tubuh yang aduhai jelas mampu menarik perhatian kaum adam, belum lagi kepribadian Tesa yang menarik. Goda menggoda adalah hal kecil bagi Tesa. Dan tentu, semuanya berhasil tanpa perlu diragukan.Oke. Kegagalan mungkin ada, tetapi selama Tesa tidak menyerah, pada akhirnya ia akan tetap mencapai apa yang dimaunya.Tesa menemui Raphael. Berbekal keberanian dan juga satu buah kotak makan sebagai umpan ia keluar rumah dan berjalan menuju rumah depan. Rambut Tesa digerai, ia juga memakai pakaian tebal berlapis jaket dan juga syal.Tidak ada yang lebih konyol dari dirinya memakai lipstik dan berdandan tipis-tipis hanya untu
“Tidak mungkin.”Berapa kali pun Tesa memikirkannya, jawaban di kepalanya masih sama. Tidak ada. Semuanya tidak mungkin. Lelaki itu adalah kakak tetangganya dulu? Meski hanya mengingat sebagian kecil dan samar, tetapi Tesa bisa merasakan sifat yang bertolak belakang.Maksudnya, sejauh yang Tesa ingat, kakak tetangganya dulu sangatlah baik, sangat, bahkan untuk ukuran seorang anak-anak dia sangat baik. Berbanding terbalik dengan Raphael yang dilihatnya sekarang.Seperti yang Tesa bilang sebelumnya, semua orang bisa berubah, setelah lama menghilang Tesa tidak tahu kehidupan macam apa dan kejahatan apa saja yang kiranya bisa dilakukan Raphael.Tesa suda memperingati ibunya untuk tidak terlalu dekat atau sok akrab dengan lelaki penghuni rumah depan itu, dan sudah pasti, Anna mengabaikannya.Tesa memandangi langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong, gadis cantin yang sedang berebah diri dengan pikiran kalut itu kemudian menoleh ke arah pintu balkon yang tertutup tirai.“Aku jelas tida
Dalam satu sekon, Tesa merasa ragu bahwa yang dilihatnya itu nyata atau Cuma halusinasi semata.Tetapi setelah melihat lelaki itu melengos acuh dan berputar kembali memasuki rumah, Tesa tidak bisa tidak percaya bahwa dia— benar-benar dia. Dia laki-laki yang kemarin. Dia lak-laki yang membuat rekan tim devisi mengklaim bahwa Tesa berkhayal dan bahkan gila. Dia orang yang membuat Tesa merusak rekor bagus dalam hidupnya dengan bekerja setengah hari.Jika pun takdir benar-benar nyata, maka Tesa yakin semesta sedang berpihak padanya. Ada berjuta-juta rumah kosong di kota ini, tetapi dia justru pindah ke depan rumah Tesa.Kebetulan yang amat indah. Yang menambah kelegaan sesaat di jiwa tetapi juga menghadirkan pening berlebihan di kepala.Sorot matanya datar, bahkan tampak tak terkejut saat melihat kehadiran Tesa, seolah mereka tidak pernah bertemu sebelum ini, seolah Tesa tidak memergokinya membawa bunga yang digantungnya di rumah Elana Dey.Penjahat berdarah dingin biasanya memang tidak