Share

Chapter 03: Malam Tragedi

Di tengah porak porandai kobaran api, segelintir manusia saling berlarian menyelamatkan diri. Ada pun sedikit orang yang nekat menerjang ke depan, mencoba menghalau lidah api yang menjalar ke atap rumah dengan ganas. Ada pula yang sudah tergeletak tak bernyawa dengan anggota tubuh terpisah.

Beragam jenis raungan saling bersahutan di tengah kekacauan pada malam tragedi. Anak-anak yang tak salah apa-apa meraung ketakutan tatkala di hadapkan malapetaka. Berjuang pun sia-sia belaka sebab mereka sudah hancur semenjak menyaksikan dengan mata kepala kematian tragis sang ibu dan para saudari. Tak ada lagi harapan. Para orang dewasa telah meninggalkan mereka dengan egois berlari sendirian menjauh dari kekacauan.

“YÀRA!”

Sang pejuang wanita terpukul telak menyaksikan kematian saudarinya. Kepala gadis muda itu terkena tembakan api—senjata andalan para pencuri dari tanah asing.

Semangat juangnya pupus sudah. Sekujur tubuhnya menegang dan si pencuri memanfaatkan kesempatan itu dengan melontarkan tembakan mengenai jantung si pejuang wanita dari Suku Mhthyr.

“Yà-yàra.”

Dia tertembak. Detik-detik sebelum gugur, sang pejuang menyeret tubuhnya demi meraih tangan saudarinya yang telah gugur mendahulunya. Dalam tarikan napas terakhir, dia berdoa kepada sang dewi agar melindungi orang-orangnya dan tanah kelahirannya kala tugasnya sebagai pelindung berakhir sampai di sini.

Seiring dengan suara tembakan yang menggema di tengah kericuhan, satu per satu anggota suku berguguran. Menyisahkan para pencuri dari tanah asing yang mulai menjarah sebagian besar rumah-rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya. Dan orang-orang tak tahu malu itu tertawa puas, menyakini mereka berhasil merebut tanah milik Suku Mhthyr.

Di tengah porak poranda lautan darah Suku Mhthyr, terdapat satu laki-laki gila yang sedari awal menyaksikan semua tragedi dengan senyuman puas. Tidak lama lagi pulau yang diidam-idamkan ini akan menjadi sebuah resort mewah dan sebuah tambang yang terkenal menghasilkan permata indah itu akan segera menjadi miliknya.

Luke Lantsov adalah bangsawan gila yang telah dilucuti status kebangsawanannya oleh Bangsawan Luksemburg. Hobi gila mantan si bangsawan ini senang merebut hak kepemilikan pihak lawan. Layaknya peristiwa malam ini yang sedang terjadi di Suku Mhthyr. Andaikan Luke tidak berangan-angan membangun sebuah resort mewah di Pulau Mhthyr dan mendapatkan hak kepemilikian batu tambang, barangkali suku asli penghuni Pulau M tidak akan berakhir dengan pembantaian masal.

Luke yang tergila-gila mendapatkan segalanya dengan cara licik, tersenyum bengkok sembari menikmati segelas vodka dan kehancuran suku wanita yang dijuluki sebagai kecantikan di tanah subur. Sungguh pemandangan menarik. Dia terpuaskan menyaksikan para wanita berjuang layaknya pejuang spartan dengan mati-matian melawan pasukannya dalam jumlah sedikit. Tak peduli mau berapa banyak jumlah musuhnya, mereka tetap menerjang ke depan, menghalau dengan tombak, dan melepaskan anak panah ke setiap musuh.

Selain sudah kalah dalam jumlah pasukan, mereka juga kalah dalam segi senjata. Para marcàig—pejuang wanita Suku Mhthyr—hanya sedikit, tidak lebih dari 40 orang. Sebagian dari mereka masih anak-anak yang baru melewati masa pelatihan sebagai marcàig dan sebagian lagi adalah orang tua yang sudah pensiun, tapi dipaksa bergerak demi mengusir pencuri tanah airnya.

“Usahakan jangan membunuh semua. Aku yakin mereka masih berguna.” Perangainya yang licik menunjukkan citranya yang gila, keji, dan tak tahu malu. “Tinggalkan saja yang cacat. Tidak apa-apa kalau itu anak-anak. Bukankah anak-anak akan tumbuh dewasa?”

Dia kemudian meneriaki salah satu bawahannya, menyuruhnya agar menjinakkan si wanita dalam cengkramannya itu tanpa perlu merusak wajah cantiknya. Isi kepala Luke penuh dengan skema kotor yang menggiurkan ambisi besarnya.

Luke tercengang kagum setiap kali melihat wajah dari wanita Suku Mhthyr. Luar biasa. Mereka memiliki keindahan bawaan dari lahir tanpa cacat seperti sebuah seni surealisme. Tidak salah lagi orang luar menyebut wanita Suku Mhthyr sebagai kecantikan dari tanah subur. Bahkan ada juga menyebut mereka sebagai “Peri masa kini”. Terutama oleh mereka yang mengaku pernah berhubungan secara intim dengan wanita Suku Mhthyr.

Salah satu teman Luke merupakan keturunan asli Suku Mhthyr. Dia adalah seorang laki-laki tampan sukses yang sekarang bekerja sebagai model papan atas. Ayah laki-laki itu dulu pernah menjadi pasangan “kawin” Suku Mhthyr dan hasil dari perkawinan itu lahirlah teman Luke.

Ayah teman Luke sempat tidak punya pikiran untuk menjadi seorang ayah tunggal, tanpa mengetahui jika suatu saat bayi laki-lakinya akan muncul secara ajaib di dalam rumahnya. Sebelum mendapatkan bayi itu, ayah teman Luke pernah bermimpi melihat seorang bayi lalu mendengar suara wanita yang mengatakan, “Dia putramu, jagalah!” kemudian —voila—ajaibnya bayi itu muncul di rumah tepat setelah dia terbangun dari mimpinya.

Buktinya memang nyata. Anak-anak yang mewarisi darah Suku Mhthyr memiliki keindahan seperti ibunya. Teman Luke adalah bukti itu sendiri.Dan di samping kasus teman modelnya tersebut, masih banyak kasus lainnya.

Luke menoleh, memperhatikan si wanita yang berdiri dengan wajah acuh tak acuh, tapi sebenarnya hatinya tengah bersitegang hebat saat menyaksikan kehancuran sukunya. Wanita yang bersamanya ini adalah bukti langsung keindahan itu sendiri.

Astrìd Mhthyr. Wanita asli dari Suku Mhthyr yang bertemu dengannya pada sebuah pesta amal yang banyak dihadiri bangsawan Eropa.

Walaupun status kebangsawanannya telag dilucuti, Luke masih bisa mondar-mondar di pesta amal yang dihadiri anggota keluarga bangsawan dan para taipan dari penghujung negeri. Selama di pesta itu, Luke menyadari kehadiran Astrìd yang mencolok namun terkesan ganjil apalagi wanita itu mencuri status seseorang yang cukup dikenalnya. Jadi, selama pesta berlangsung Luke tersenyum mengejeknya, memperhatikan Astrìd yang bertingkah sombong sambil memamerkan kecantikannya pada anak-anak bangsawan dan para taipan muda.

Luke yang mengetahui jelas tujuan Astrìd yang mencuri identitas seseorang untuk menghadiri pesta amal itu, memutuskan mendekatinya sebelum wanita itu sempat mendekati si pria paling kaya di antara orang-orang kaya ini.

Dia menyeretnya pergi dan menggiringnya masuk ke bilik tersembunyi. “Kalau kau tidak mau mati seperti Elòise asli, maka dengarkan baik-baik perkataanku.”

Sebenarnya Luke sedang menyelamatkannya karena wanita itu bisa saja sudah tak bernyawa setelah pesta berakhir, jika kala itu dia berhasil mendekati pria tersebut. Astrìd mengincar orang yang salah dengan identitas yang salah. Daripada dia bernasib sial seperti Elòise asli, akan lebih baik apabila dia menolongnya.

Toh, sayang juga jika kecantikannya harus terkubur di tanah.

“Menurutmu berapa banyak orang akan memberiku uang untuk memiliki salah satu saudarimu?”

Astrìd tak menyahut. Tepatnya, dia tidak memperhatikan saat Luke mengajaknya berbicara. Pikiran wanita itu sama kacaunya dengan malam tragedi pembantaian Suku Mhthyr. Astrìd bukan memikirkan orang-orang ini, dia hanya memikirkan Serèia dan Kaiâ. Dia cemas ibu dan saudarinya ikut terjebak di tengah kekacauan.

Sebelum insiden, Astrìd sudah memastikan Kaiâ pergi ke gua rahasia dekat danau sedangkan dia pergi mencari Serèia. Dia hampir berhasil membujuk ibunya untuk mengikutinya menyusul saudarinya, tapi kemunculan bawahan Luke mengacaukan rencananya. Sebagai tetua suku, ibunya tentu menolak diam saat anak-anaknya dilanda pertempuran.

Serèia meninggalkan Astrìd. Dia turut andil dalam pasukan tempur melawan musuh bersama para marcàig. Astrìd kesal karena Serèia lebih memilih berjuang hidup dan mati daripada menyelamatkan dirinya sendiri bersamanya. Dia sempat bertekad menyeret paksa Serèia di tengah pertarungan.

Hanya saja, ibunya terlalu pandai mencium skema busuk di balik insiden ini.

“Itu kau, kan!” Serèia terhenyak tak percaya saat menyadari betapa picik putrinya terhadap sukunya. “Jika kau membenci kami. Jangan melampiaskan kebencianmu kepada saudari-saudarimu, Astrìd! Lihatlah perbuatanmu ini!”

Ucapan Serèia kepadanya tidaklah salah. Astrìd memang membenci sukunya—tepatnya dia benci ketua suku dan para tetua suku.

Orang-orang yang selalu menghukumnya hanya karena dia ingin mengajarkan lebih banyak kebudayaan tanah asing kepada saudari sesukunya. Astrìd bermaksud mengajarkan hal-hal baik seperti pendidikan, budaya berpakaian, dan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para wanita. Terutama mengajarkan tentang konsep kawin dan menikah.

Setelah berpergian jauh memasuki tanah asing, Astrìd mulai belajar banyak hal demi memuaskan keingintahuannya meski harus sembunyi-sembunyi karena dia selalu diawasi utusan lain. Mulai dari situlah dia kemudian memahami konsep kehidupan sebenarnya di tanah asing, dan mulai mengerti jika beberapa tradisi di sukunya sebenarnya tidak masuk akal. Terutama tradisi hàzasìt. Astrìd berpikir tradisi hàzasìt tak jauh berbeda dengan ladang pelacuran dari tanah asing.

Tidak mengherankan jika dia sering mendapatkan ejekan “pelacur mthyr” dari laki-laki di tanah asing.

Awalnya dia membencinya namun lambat laun dia menyadari bahwa hàzasìt memang tidakl lazim dan perusak kebebasan para wanita.

Hàzasìt adalah jenis pelacuran suku dengan alibi permintaan sang dewi. Para tetua menjual anak-anaknya agar mau dikawinkan bersama laki-laki asing demi menghasilkan keturunan mthyr. Demi ambisi suku, mereka sampai mengasingkan anak-anaknya di dalam gua keturunan selama satu bulan penuh demi seorang keturunan. Tanpa mengetahui apa saja yang terjadi pada putri-putri mereka di dalam gua. Lalu skenario buruknya, bayi laki-laki yang dilahirkan harus dibuang dan sang ibu tidak diizinkan mengakuinya sebagai putranya.

Pengkhianatan ini adalah balas dendamnya setelah Astrìd kehilangan bayi laki-lakinya. Dia tidak pernah bisa memaafkan ketua suku yang memaksanya untuk membuang putranya kepada ayah si anak, yang dia sendiri lupa orang seperti apa pria itu. Dia melupakan wajah, nama, dan suaranya. Seolah-olah kenangan satu bulannya di gua keturunan terhapus dari ingatannya.

Sebab itu pula, Astrìd selalu mendorong Kaiâ untuk menjadi Mìonna. Dengan saudarinya menjadi putri Mhyèr, dia tidak perlu mengikuti hàzasìt hanya untuk kehilangan seorang anak laki-laki.

Ini adalah caraku untuk menemukan putraku!

Luke berjanji akan membantunya menemukan anak laki-lakinya dengan koneksinya apabila Astrìd membawanya masuk ke Suku Mhthyr. Sejak awal hubungan mereka memang atas dasar saling memanfaatkan, tapi Astrìd sama sekali tidak tahu kalau Luke adalah pria gila yang menginginkan sesuatu lebih dari sekadar ini.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Gua rahasia tempat persembunyiannya bersama Astrìd kini penuh dengan anak-anak yang melarikan dari tragedi pemusnahan suku. Kaiâ tak bisa hanya diam bersembunyi ketakutan sementara orang-orang di luar sedang berjuang antara hidup dan mati.

Setelah menunggu sesaat dan berpikir, dia akhirnya memberanikan diri untuk keluar. Dengan hati-hati mengawasi sekitar sambil mencari sekiranya satu atau dua orang yang dapat dibantunya dengan mengajaknya bersembunyi di dalam gua. Kaiâ menyakini para pencuri itu tidak akan dapat menemukan gua rahasianya meskipun mereka berkeliaran di sekitar danau.

Dia berhasil menyelamatkan beberapa orang hingga gua rahasianya penuh dengan anak-anak yang sedang bersembunyi dan ketakutan. Selagi bersembunyi, Kaiâ mencari tahu masalah yang sebenarnya tengah terjadi di luar gua dengan bertanya ke para pengungsi. Tadinya semua orang tutup mulut enggan menjawab karena semua anak masih ketakutan.

Kaiâ tak mau memaksa mereka untuk bicara. Jadi dia menunggu sampai salah satu anak bersedia untuk berbicara. Seorang anak menceritakan semua hal yang dia saksikan dengan mata kepalanya di luar sana. Mendengar langsung seluruh cerita itu membuat tubuh Kaiâ gemeteran. Takut, cemas, dan marah. Perasaannya jadi campur aduk, dadanya sesak, dan kakinya lemas.

Bibir Kaiâ bergetar tatkala merapalkan nama-nama saudarinya yang masih tertinggal di luar gua.  “Mitèra, Sìur ...!” Mendadak saja dia berdiri, terkejut bahwa ibu dan saudarinya tidak ada di antara para pengungsi di gua.

Mata Kaiâ pun berubah kalang kabut. Anehnya, dia terus mengingat kata-kata Astrìd yang menyuruhnya menunggu di gua dan bahkan, melarangnya keluar meski di luar sedang terjadi pembantaian masal.

Uh, sial. Dia tidak bisa terus bersembunyi di dalam gua sementara Serèia dan Astrid masih ada di luar sana terjebak di tengah pembantaian suku. Meski dia sedang ketakutan, dia tetap harus bangkit dan mencari keberadaan keluarganya.

Kaiâ tidak boleh menunggu sampai keluarganya terbunuh di tangan para pencuri!

Berkat dorongan untuk menyelamatkan ibu dan saudarinya, Kaiâ menerobos keluar dari gua dan mengabaikan teriakan larangan dari saudari sesukunya yang tersentak kaget saat tiba-tiba dia berlari seperti orang gila. Hanya berbekal sedikit kewarasan dan nyali, Kaia dengan hati-hati melewati jalan setapak yang sering dia lewati bersama Astrìd dulu. Dia akan sembunyi di antara semak belukar jika dirasa ada musuh dari arah berlawanan atau bersembunyi di antara bebatuan besar.

Perjalanan mencari Serèia dan Astrìd tidaklah begitu mudah. Kaiâ harus menahan rasa mual yang selalu muncul setiap kali mendapati mayat saudari sesuku berserakan di tanah. Mereka gugur dalam pertempuran sebagai pejuang Mhyër, tapi kematian tragisnya tidak sanggup Kaiâ saksikan.

Anggota badan yang terpisah dan isi perut yang keluar membuat Kaiâ mendapatkan serangan psikis. Dorongan keberanian untuk menyelamatkan ibu dan saudarinya pun mendadak hilang.

“Sìur.”

Wanita di hadapannya yang gugur dalam perang dengan leher dan tangan patah adalah Grèta. Wanita itu salah satu Mìonna. Grèta mendapat berkah sang dewi kekuatan penyembuhan sehingga keberadaannya akan sangat dibutuhkan di situasi peperangan. Tapi nyatanya wanita itu gugur dahulu bahkan sebelum sempat menyelamatkan banyak orang.

Jika Greta saja tak bisa menyelamatkan diri. Lalu apa yang terjadi pada ibu dan saudarinya?

Kaiâ mengigit bibirnya, menangis. Meski gagal menyingkirkan prasangka buruk tentang ibu dan saudarinya, dia tetap bertekad untuk mencari mereka. Kaiâ berencana untuk lari sambil mengumpulkan kembali keberaniannya. Namun, panggilan dari arah belakang langsung menahan langkahnya. Dia berbalik cepat, menangis lega begitu mengenali sosok yang barusan memanggil namanya.

“Sìur.”

Ròxy menyuruhnya diam dan melarangnya bersorak gembira. Kaiâ mengangguk paham, lalu bergerak cepat mengikuti perintah Ròxy untuk mengikutinya.

“Keadaan sedang kacau. Kita harus segera pergi. Tapi sebelum itu ....” Ròxy berhenti berjalan dan tiba-tiba berlutut di depan mayat saudari sesuku yang sudah gugur. Kaiâ menyipitkan mata memperhatikan Ròxy yang mengusapkan tangan di genangan darah di tubuh mayat. “Kau harus membuat dirimu kotor dengan darah saudari kita.”

“A-apa?” Kaiâ tersentak saat Roxy melumurkan darah yang menempel di kedua tangannya ke wajahnya.

“Ini pesan Serèia supaya kau terhindar masalah.”

Serèia. Ibunya pasti baik-baik jika masih bisa meninggalkan pesan untuknya melalui Ròxy.

“Dengan membuat wajahku kotor?” Kaiâ agak sangsi mendengarnya.

“Kau tidak tahu apa yang terjadi di suku kita sekarang. Orang-orang itu picik. Mereka tidak hanya membunuh, mereka juga merampas milikmu.” Kaiâ tidak tahu apa-apa karena sebelum kejadian ini dia tertidur di gua rahasia. “Dan kalian para Mìonna harus dalam keadaan utuh. Mengerti?”

Ròxy tiga tahun lebih tua dari Kaiâ dan dua tahun lebih muda dari Astrìd. Dia seorang marcàig yang handal dalam memanah. Sejujurnya, Kaiâ mengaggumi Roxy yang selalu terlihat keren saat memburu binatang di hutan dengan busurnya. Dia hanya kurang suka sifat pengadunya itu. Meski begitu, Ròxy adalah orang baik yang selalu membantu Kaiâ dalam banyak hal, seperti mengajarinya berburu kelinci dengan busur. Kaiâ menyukai saat-saat Ròxy berperan sebagai guru berburunya.

“Ayo! Anak-anak sudah menunggu kita.” Selama perjalanan itu, Ròxy bersyukur mendengar cerita Kaiâ yang tertidur di gua sebelum kejadian, maka dia tidak perlu melihat hal-hal buruk yang terjadi di desa. Dia juga mengingatkannya agar tetap tegar dan kuat. “Mhyër bersama kita,” ucapnya.

Mendengar cerita tentang Myhër yang memberikan nubuat kepada para Mìonna sebelum tragedi, mau tak mau Kaiâ terpikirkan sesuatu.

Mengapa mimpinya berbeda dari Mìonna lainnya?

Rata-rata nubuat berisi peringatan agar Suku Mhthyr berhati-hati dan adapula yang mendapatkan penglihatan Myhër jalan keluar dari pulau tanpa harus menyebrangi lautan. Tapi miliknya berbeda. Dia melihat seorang laki-laki dan Mhyër memintanya untuk mengingat wajah laki-laki itu.

“Takdirmu ada pada pilihanmu, Putriku.”

Memang ada apa dengan takdirnya? Kaiâ ingin bertanya barangkali Ròxy dapat mencerahkan isi kepalanya terkait nubuat Mhyër.

“Kaiâ.”

Akan tetapi, Roxy menahan langkahnya dan hampir membuatnya menubruk punggungnya.

“Sìur, aku lupa ada beberapa anak yang—”

“Kaiâ, lari!”

“Apa?”

Salahnya karena tidak fokus memperhatikan ke depan. Roxy menariknya supaya kabur bersama sebelum orang-orang itu menangkap mereka. Musuh menemukan lokasi persembunyiannya dan anak-anak yang sudah menunggunya telah tertangkap. Ròxy mengumpat marah terlebih lagi dia tidak bisa menolong anak-anak itu.

Kaiâ sempat menoleh ke belakang untuk mendapati orang-orang lengkap dengan senjata pembunuh tengah mengejar mereka. Naasnya, mereka tak bisa melanjutkan pelarian ini sebab salah satu dari orang itu berseru memberi perintah ke kelompoknya untuk menangkap mereka berdua tanpa harus membunuhnya.

“Orang itu! Tuan Luke menginginkannya. Tangkap mereka hidup-hidup!”

“Sialan!”

Ròxy mengerti maksud sesungguhnya isi perintah itu karena dia telah bertemu pemimpin para pencuri ini sebelum menemukan Kaiâ.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status